DISUSUN OLEH:
Ardiga Pridiasko 1161050188
Adinda Adia Putri 1261050240
I Gusti Ayu Ratna Dewi 1361050238
Juniardo Purba 0302013105
Natalia Permata 112015428
DOSEN PENGUJI
dr. Julia Ike Haryanto, Sp.KF
Residen Pembimbing
dr. Yudhitya Meglan Haryanto
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nama/NIM:
Dokter Penguji,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
referat yang berjudul “ KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK”, sebagai salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RSUP
dr. Julia Ike Haryanto, Sp.KF sebagai dosen penguji dan dr. Yudhitya Meglan
Seperti kata pepatah, “tak ada gading yang tak retak”, begitu pula dengan
penulisan referat ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
referat ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas hal
tersebut. Besar harapan penulis agar referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di
masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak
mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Perlu adanya optimalisasi
perkembangan anak, karena selain krusial juga pada masa itu anak membutuhkan perhatian
dan kasih sayang dari orang tua atau keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhan
perlindungan dari berbagai pihak. Sudah ada undang-undang yang mengatur tentang hak
anak yaitu, UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 (2) menyatakan
bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal,
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
Kekerasan seksual merupakan salah satu kekerasan fisik yang termasuk tindakan
krimal. Pelaku tindak kekerasan seksual melakukan untuk memuaskan hasratnya secara
paksa. Tindakan kekerasan seksual tidak hanya berupa tindakan hubungan seksual secara
paksa, namun aktivitas lain seperti meraba, bahkan jika hanya memandangi, hal ini sesuai
dengan penuturan Orange dan Brodwin dalam Jurnal Psikologi Early Prevention Toward
Sexual Abuse on Children yang menjelaskan bahwa kekerasan seksual pada anak adalah
pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan seorang anak dalam aktivitas seksual (melihat,
1
meraba, penetrasi (tekanan), pencabulan dan pemerkosaan). Dampak kekerasan seksual pada
anak dapat berupa fisik, psikologis, maupun sosial. Secara fisik dapat berupa luka atau robek
pada selaput dara. Secara psikologi meliputi trauma mental, ketakutan, malu, kecemasan
bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri. Secara sosial misalnya perlakuan sinis dari
Kekerasan seksual pada anak mendapatkan perhatian dari banyak masyarakat karena
merupakan tingkat kekerasan paling tinggi dibandingkan dengan kekerasan fisik dan
psikologis. Kekerasan seksual pada anak tidak memandang korbannya anak laki-laki
ataupun anak perempuan. Hal ini diperkuat oleh data yang terdapat pada Jurnal Gail Hornor
2010 bahwa anak perempuan dan laki‐laki memungkinkan menjadi korban kekerasan
seksual. Anak korban kekerasan seksual mengalami sejumlah masalah yang sama antara lain
trauma fisik dan psikologis yang berkepanjangan, kehilangan semangat hidup, membenci
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahun 2007, dari 555
kekerasan terhadap anak yang muncul, 11,8% kekerasan terjadi di sekolah. Pada tahun 2008
diterapkan metode yang sama, persentasenya meningkat menjadi 39%. Kekerasan seksual
juga semakin tinggi, 527 angka kejadian KSA (Kekerasan Seksual pada Anak) pada tahun
2007. Pada tahun 2008 angka kejadian tersebut meningkat menjadi 626, kemudian pada
Masih banyaknya kasus yang melibatkan anak di Indonesia dan salah satunya adalah
kasus pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor
lingkungan, teknologi, dan kurangnya pengawasan dari berbagai pihak. Anak yang
mengalami pelecehan seksual akan mengalami gangguan secara psikologis maupun fisik. Di
2
Indonesia sendiri kasus pelecehan seksual pada anak masih kurang terperhatikan oleh
Komisi Nasional Perlindungan Anak, padahal jika dilihat banyak sekali kasus pelecahan
pada anak di Indonesia yang membutuhkan perhatian lebih dan harus segera ditindak
lanjuti.1
Pada penelitian, korban kekerasan seksual mayoritas adalah anak di bawah 18 tahun,
80.000 anak Amerika setiap tahunnya mengalami kekerasan seksual. Dimana 1 diantara 5
wanita (44,6%) pernah mengalami pemerkosaan atau pelecehan seksual, sedangkan pada
pria 1 diantara 71 orang (22,2%). Hal ini diakibatkan oleh belum stabilnya emosi remaja
wanita dan kelemahan secara fisik dalam melawan pelaku. Semakin muda wanita, semakin
B. RUMUSAN MASALAH
B.3 Apa tanda yang dapat ditemukan dari kekerasan seksual pada anak.
B.4 Apa dampak yang terjadi terhadap korban kekerasan seksual pada anak.
B.5 Apa dasar hukum atau perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan
3
C.2 Manfaat Penelitian
Dari penulisan ini diharapkan dapat diberoleh beberapa manfaat, khususnya bagi
kekerasan seksual pada anak, serta dapat mengetahui bagaimana cara menangani
kasus tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ditegaskan bahwa kekerasan adalah: “Setiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat
melawan hukum”. Sedangkan kekerasan terhadap anak diartikan sebagai: “Perbuatan yang
disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun
emosional”.3
sebagai perbuatan yang dapat membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Berdasarkan
beberapa pengertian tersebut, kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang (orang yang berkuasa) yang dapat menimbulkan sakit, penderitaan, baik fisik,
Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) didefinisikan sebagai perlakuan
fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana semua diindikasikan dengan
Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak
dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau
5
anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari
Menurut Ricard J. Gelles kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang
menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun
emosional). Sedangkan menurut Lyness kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan
menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap
anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan alat kelamin pada anak dan
sebagainya.7
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan hubungan atau interaksi antara seorang
anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa
seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan
sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan
dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan tidak
harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk
kekerasan seksual sendiri bisa berarti melakukan tindak perkosaan ataupun pencabulan.7
B. Definisi Anak
Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.8 Convention On The Rights Of
Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun
1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah.9
6
Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa anak
adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.10
Pengertian anak dalam Pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
anak, “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan”.11 Pengertian Anak menurut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) adalah “Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig)
karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan,
diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan merupakan
C. Anatomi Genitalia
a. Genitalia Wanita
Vulva adalah istilah yang diberikan untuk alat kelamin luar wanita. Strukturnya
meliputi mons pubis, labia mayora dan labia minora. Bagian yang menonjol di bagian
7
depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan tertutup oleh rambut. Terdapat bagian yang
sedikit meluas beberapa sentimeter pada mons pubis yang disebut klitoris. Dibawah
klitoris terdapat uretra, klitoris berada 1 cm diatas meatus uretra. Terdapat labia mayora
yang berlemak, memanjang dan membentuk lipatan yang merupakan batas lateral dari
vulva. Labia minora merupakan bagian medial dari labia mayora dan merupakan lapisan
kulit tipis yang masuk ke pintu masuk vagina. Bagian depan labia minora bergabung dan
melingkupi klitoris yang dikenal sebagai preputium klitoris. Bagian belakang labia
minora bergabung ke garis tengah menuju pintu masuk vagina. Uretra berada diatas pintu
masuk vagina. Himen atau selaput dara adalah lipatan tipis selaput lendir yang berada di
Alat kelamin dalam wanita terdiri atas vagina, serviks, uterus, tuba uterina dan
ovarium. Vagina berada di depan rektum dan di belakang kandung kemih yang
serviks. Uterus berada dibelakang dan diatas kandung kemih. Tuba uterina dan ovarium
b. Genitalia Laki-laki
8
Organ reproduksi luar laki-laki adalah skrotum dan penis. Penis terdiri dari tiga
rongga yang berisi jaringan spons. Dua rongga yang terletak di bagian atas berupa
jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi berada di bagian bawah yang berupa
jaringan spons korpus spongiosum yang membungkus uretra. Uretra pada penis
darah dan ujung-ujung saraf. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh
Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum
berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum kanan dan
skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos).
Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga dapat mengerut dan
mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal dari penerusan
otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Otot ini berperan penting pada
pengaturan suhu lingkungan testis. Suhu di dalam skrotum dipertahankan 20°C lebih
rendah dari suhu rongga abdomen. Hal tersebut berkaitan dengan proses pembentukan
Organ reproduksi dalam pria terdiri atas gonad yang menghasilkan gamet (sel-sel
sperma) dan hormon, kelenjar aksesoris yang menghasilkan produk yang esensial bagi
pergerakan sperma dan sekumpulan duktus yang membawa sperma dan sekresi
glandular.15
Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir (skrotum).
Testis berjumlah sepasang (jamak=testes). Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat
yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara umum merupakan
9
alat untuk memproduksi sperma dan hormon seks jantan, androgen. Testes terdiri atas
saluran melilit yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang tubulus seminiferus. Pada saluran
inilah sperma dibentuk. Di antara tubulus seminiferus tersebar sel-sel interstisial Leydig
Salah satu faktor yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak adalah kekerasan pada anak. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPP-PA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008,
menyebutkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap anak 3,02%. Artinya, di antara 100 anak
terdapat 3 anak yang mengalami kekerasan. Kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan
terbanyak yang ditemukan. Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat
sebanyak 216 korban kekerasan seksual anak pada tahun 2011, meningkat pada tahun 2012
menjadi 412 korban, dilaporkan pada tahun 2013 terdapat 343 kasus, 656 kasus pada tahun
2014. Pada tahun 2015 1didapatkan 218 kasus kekerasan seksual pada anak. Data penelitian
terakhir dari KPAI yaitu pada tahun 2016 yaitu 120 kasus anak sebagai korban kekerasan
seksual.16
700
600
500
400
300
200
100
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
10
Namun, dari penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa anak tidak hanya menjadi
korban dari kekerasan seksual, namun juga terdapat kasus-kasus kekerasan seksual dimana
anak menjadi pelaku dari kekerasan tersebut. Hasil penelitian pada tahun 2011 terdapat 123
anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual, sedangkan pada tahun 2012 mengalami
peningkatan menjadi 324 kasus, 247 kasus pada tahun 2013, dilaporkan pada tahun 2014
terdapat 561 kasus, 157 kasus pada tahun 2015, dan pada penelitian yang terakhir dilakukan
pada tahun 2016 adalah 86 kasus dimana anak menjadi pelaku kekerasan seksual.16
600
500
400
300
200
100
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Dari penelitian yang dilakukan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menyatakan
bahwa data korban dari kekerasan seksual yang masuk ke IGD RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, mayoritas adalah wanita, usia remaja, jenis kasusnya adalah
pemerkosaan anak di bawah umur, distribusi luka terbanyak pada selaput dara, berprofesi
sebagai pelajar, dan pelakunya adalah orang yang tidak dikenal. Hal ini sesuai dengan
11
pemerkosaan atau pelecehan seksual, sedangkan pada pria 1 diantara 71 orang. Sekitar
44,6% wanita dan 22,2% pria, pernah mengalami pelecehan seksual di dalam hidupnya.
Pada penelitian yang lain, korban kekerasan seksual mayoritas adalah anak di bawah 18
tahun, 80.000 anak Amerika setiap tahunnya mengalami kekerasan seksual. Hal ini
diakibatkan oleh belum stabilnya emosi remaja wanita dan kelemahan secara fisik dalam
melawan pelaku. Semakin muda wanita, semakin berisiko untuk mengalami kekerasan
Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena kekerasan seksual pada anak tidak hanya
dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga anak-anak. Selain itu, kebanyakan pelaku adalah
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya dibagi
a. Familial Abuse
antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam
12
keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang
tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya
kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi
korban.
lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku
biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi
dengan anak tersebut, kemudian membujuk sang anak ke dalam situasi dimana
yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak biasanya tetap
13
diam karena bila hal tersebut diketahui mereka takut akan memicu kemarah dari
orangtua mereka. Selain itu, beberapa orangtua kadang kurang peduli tentang di
yang sering bolos sekolah cenderung rentan untuk mengalami kejadian ini dan
harus diwaspadai.
E. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan
b. Seseorang yang memiliki pengalaman terhadap perilaku orang tua yang buruk seperti
c. Seseorang yang memiliki masalah dengan pasangannya, seperti hubungan yang tidak
saling mendukung satu dengan yang lain atau tujuan yang tidak searah
d. Seseorang yang mendapatkan stresor dari lingkungan, seperti keuangan dan kesehatan
yang buruk
e. Seseorang dengan isolasi sosial seperti memiliki teman yang sedikit atau tidak ada
teman
f. Seseorang yang memiliki kesalahan ekspektasi atau pandangan terhadap level perkem
bangan anak-anak.
Kemiskinan juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual pada
anak. Kekerasan seksual terjadi di sekitar masyarakat yang secara sosial ekonomi miskin.
14
Hal ini dapat dicermati melalui kasus-kasus yang kemudian bermunculan sebelum dan
dan anak-anak mereka. Padahal keluarga adalah lembaga sosial terkecil yang menjadi
yang berbuntut kekerasan pada anak. Anak sebagai kelompok yang rentan, tidak berdaya,
dan masih memerlukan perlindungan orang dewasa tetapi justru menjadi korban
kebiadaban orang dewasa dan juga teman sebayanya. Rendahnya kualitas pribadi pelaku
tindak kekerasan seksual pada anak menunjukkan bahwa keluarga yang diharapkan
benar, termasuk juga fungsi kontrol keluarga dan lingkungan keluarga tidak terpenuhi
dengan baik.19
korbannya dikenal sebagai Pedophile (Pedofilia), dan yang menjadi korban utamanya
adalah anak-anak. Pedofilia dapat diartikan ”menyukai anak-anak” yang dalam Pasal 1
Ayat 1 UU No 23 Tahun 2002 tentang Peradilan anak, “anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.19
1. Infantophilia, yaitu mereka yang tertarik dengan anak berusia di bawah 5 tahun
2. Hebophilia, yaitu mereka yang tertarik dengan anak perempuan berusia 11-14 tahun
3. Ephebohiles, yaitu mereka yang tertarik dengan anak berusia 15-19 tahun
15
Berdasarkan perilaku, ada yang disebut :
1. Exhibitionism, yaitu bagi mereka yang suka memamerkan, suka menelanjangi anak
2. Voyeurism, yaitu suka masturbasi depan anak, atau sekadar meremas kemaluan anak
Pedofilia bisa memang dapat disebabkan karena kelainan, yaitu merupakan bentuk
ketertarikan seksual yang tidak wajar. Artinya orang ini (pelaku) mungkin saja pernah
mengalami trauma yang sama, sehingga mengakibatkan perilaku yang menyimpang, bisa
juga karena gaya hidup, seperti kebiasaan menonton pornografi, sehingga membentuk
hasrat untuk melakukan hubungan seksual. Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel
menjelaskan tak semua kekerasan seksual pada anak dilakukan orang dewasa yang
memiliki orientasi seksual pada anak, tetapi bisa juga terjadi dengan pelakunya orang
dewasa normal. Kedua macam orang itu bisa digolongkan pedofilia selama melakukan
hubungan seksual dengan anak. Terdapat dua tipe pedofilia yaitu :21
1. Tipe pertama adalah Pedophilia Eksklusif, yaitu hanya memiliki ketertarikan pada
anak.
pada orang dewasa, tetapi tidak menemukan penyalurannya sehingga memilih anak
sebagai substitusi.
sehingga korban tak berdaya itu disebut Molester. Kondisi itu menyebabkan korban
terdominasi dan mengalami kesulitan untuk mengungkapnya. Namun, tak sedikit pula
pelaku kekerasan seksual pada anak ini melakukan aksinya tanpa kekerasan, tetapi
16
keinginannya. Anak sebagai individu yang belum mencapai taraf kedewasaan, belum
Penerapan ilmu kedokteran forensik memiliki dua aspek yang berbeda untuk
mengumpulkan informasi dari anak dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak,
a. Anamnesis
Dalam usaha mendapatkan infromasi yang berguna pada wawancara dengan anak yang
mengalami kekerasan seksual, terdapat beberapa hal psikologis yang harus diperhatikan,
untuk dipahami
Membangun lingkungan netral dan hubungan yang baik dengan anak sebelum
memulai anamnesis
yang tepat
Meminta anak untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan kata-kata mereka
sendiri
Informasi yang diperlukan untuk menilai keadaan medis anak serta gejala yang
17
Waktu terjadinya kekerasan seksual atau pelecehan.
Inkontinensia urin.
b. Pemeriksaan Fisik
(informed consent) yang diperoleh dari anak atau pengasuh untuk melakukan
anak mungkin perlu disebut. Pemeriksaan fisik harus terdiri dari pemeriksaan head to
toe ditambah dengan inspeksi daerah anogenital.22 Sebagai fungsinya dalam bidang
18
penyelidikan, ilmu kedokteran forensik pada kasus kekerasan seksual berguna untuk
dalam liang vagina, baik total maupun sebagian, dengan ataupun tanpa
yaitu suatu keadaan yang menggambarkan adanya respon seksual, baik fase
eksitasi ataupun fase plato yang ditadai adanya ereksi penis. Sedangkan wanita
dapat disetubuhi dalam keadaan aktif maupun pasif. Tanda yang paling
menyolok pada wanita yang aktif (mengalami respon seksual) adalah ereksi
klitoris dan lubrikasi, guna membasahi dinding vagina agar tidak terjadi
iritasi.24
Tujuan utama pemeriksaan fisik ini adalah pada area anogenital. Pada anak,
jaringan pada area ini mampu beregenerasi dengan cepat dan sempurna, maka
kerusakan fisik yang disebabkan oleh kekerasan menjadi kurang jelas seiring
positif. Oleh karena itu pemeriksaan yang segera menjadi sangat penting
mengingat serigkali cedera yang awalnya ada, dapat sembuh ketika pasien
datang.25
Tanda-tanda persetubuhan: 24
- Tanda langsung
19
Pemeriksaan fisik dalam kasus kecurigaan kekerasan seksual terdiri
visualisasi hymen.25
perdarahan. Oleh karena itu robekan baru pada hymen dapat diketahui
jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat darah atau hiperemis.
angka pada jam. Tidak tertutup kemungkinan selaput dara dari perawan
penis yang paling ringan (antara kedua labia) atau kondisi selaput dara
apakah pada hymen terdapat atau tidaknya robekan, robekan baru atau
lama, dan lokasi robekan tersebut yang dinyatakan sesuai arah jarum jam.
20
pencahayaan, pembesaran, dan dokumentasi dengan kualitas tinggi.
Namun alat ini jarang digunakan karena harganya yang mahal. 23,25
lecet atau memar pada dinding vagina. Kelainan tersebut terjadi karena
pada korban tidak terjadi lubrikasi sehingga vagina dalam keadaan kering
21
navicularis, hymen, dan cervix vagina. Dikatakan perlukaan anal bila
sebanyak 53%, pada hymen sebanyak 29%, dan fossa navicularis 25%.
wanita bagian luar termasuk labia, klitoris, lubang vagina dan vagina),
11% perlukaan hymen, dan 7% perlukaan pada anal. Sebagian besar hasil
retakan, luka gores, luka potong, luka bacok dan luka cabik. Ekimosis
22
terdapat pembengkakan disekitar lubang anus yang menandakan tanda
paling berat pada anus adalah dilatasi maksimal pada anus membentuk
huruf “O”.26,28
dalam air mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai
mutlak atau tidak khas. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin
23
tercecer di TKP (Tempat Kejadian Perkara), misalnya pada sprei atau
Perlu diketahui bahwa pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar
masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam
setelah persetubuhan. Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat
a) Terjadinya kehamilan
persetubuhan, oleh sebab itu pada setiap korban kekerasan seksual juga
24
ayahnya. Jika jumlah terhukum lebih dari satu orang tentunya
Menular Seksual), perlu diingat bahwa jika pelecehan seksual terjadi baru
pelecehan seksual harusnya dilihat kasus per kasus, dan dapat dilakukan
dengan kondisi berikut:23,31 Anak dengan gejala atau tanda IMS seperti
keputihan.
- Pelaku yang memiliki IMS atau yang memiliki risiko tinggi tertular
Yang dimaksud dengan kekerasan adalah tindakan pelaku yang bersifat fisik
Kekerasan seksual pada anak tidak hanya merugikan secara fisik, namun juga
25
ketakutan atau untuk melemahkan daya lawan korban. Oleh sebab itu, yang
kekerasan fisik yang berada di luar alat kelamin, seperti cekikan di leher,
petechiae pada palatum atau posterior faring. Selain itu perlu juga memeriksa
tidak lazim terkena kecelakaan seperti pipi, lengan atas, paha, bokong dan
Kadang-kadang tanda ini muncul dengan segera atau setelah beberapa waktu
amplop terpisah dan diberi label untuk dilakukan analisis. Jika korban
DNA pelaku.26
kemungkinan dapat ditemukan jejas gigit pada tubuh korban dengan air liur di
identifikasi dengan cara mencocokannya dengan pola gigi dari orang yang
26
dapat digunakan untuk mengetahui golongan darah (bagi yang bertipe sekretor)
atau DNA (sebab di dalam air liur terdapat sel-sel buccal yang lepas).24
Oleh sebab itu perlu dicari di sela-sela jari tangan korban. Dari rambut tersebut
dapat diketahui suku bangsa, golongan darah, dan bahkan DNA asalkan pada
yang dapat mengakibatkan korban tidak sadar. Oleh karenanya, perlu juga
kesadaran / obat bius / needle marks. Serta perlu dicari pula racun dan gejala
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti
tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan, karena dengan berlalunya
waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, karena racun/obat bius telah
medik.24
27
3. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat untuk menentukan umur secara pasti. Pada
memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi, dasar berat badan, tinggi badan, bentuk
pengertian pantas/tidaknya untuk kawin tergantung dari apakah korban telah siap
yaitu pada Bab II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya diizinkan jika
mellitus, hernia scrotalis atau hydrocele. Impotensi juga dapat dialami laki-laki yang
28
sudah sangat tua. Yang agaknya sulit untuk dibuktikan adalah impotensi yang bersifat
psikik.24,27
Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Hal ini
dilakukan dengan cara menempelkan gelas objek pada glans penis (tepatnya sekeliling
Bentuk kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti
pembunuhan, penganiayaan, maupun seksual, tetapi juga kekerasan non fisik, seperti
kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Sebagai bentuk perlindungan anak
Tahun 2002 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), dan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak yang secara mutlak memberikan berbagai bentuk perlindungan hukum yang berkaitan
dengan masalah perlindungan anak. terhadap tindak kekerasan seksual. Bentuk perlindungan
anak yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang Undang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Sistem Peradilan Pidana Anak
merupakan adopsi, kompilasi, atau reformulasi dari bentuk perlindungan anak yang sudah
29
Perlindungan Hukum menurut KUHP
hukuman (sanksi) pidana bagi pelaku. Hal ini tercantum dalam KUHP pada pasal-pasal
1. Masalah persetubuhan diatur dalam Pasal 287, Pasal 288, Pasal 291
2. Perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295,
Pasal 298
Jadi bentuk perlindungan hukum yang diberikan KUHP bagi anak terhadap kekerasan
jawaban terhadap kerugian/penderitaan korban secara langsung dan konkret, tetapi lebih
Pasal 286
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya. Dokter perlu mencari tahu apakah korban sadar waktu
persetubuhan terjadi, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat
mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya. Jika korban mengatakan ia menjadi
pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah terjadi setelah
korban diberi minuman atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah
30
korban menunjukkan tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah
Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah sengaja membuat korban pingsan atau
tidak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena
dengan membuat korban pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.
persetubuhan tersebut terjadi tanpa persetujuan wanita, seperti yang dimaksud oleh
pasal 285 dan 286 KUHP; maka untuk kasus-kasus tersebut Visum et Repertum harus
dapat membuktikan bahwa pada wanita tersebut telah terjadi kekerasan dan
persetubuhan. Kejahatan seksual seperti yang dimaksud oleh pasal 285 KUHP disebut
perkosaan, dan perlu dibedakan dari pasal 286 KUHP. Kejahatan seksual yang
dimaksud dalam KUHP pasal 286 adalah pelaku tidak melakukan upaya apapun;
pingsan atau tidak berdayanya korban bukan diakibatkan oleh perbuatan si pelaku
kejahatan seksual.
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin,
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal
294.
31
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut
undang-undang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi
sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang
bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan,
bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan. Tetapi keadaan akan berbeda jika:
b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya,
pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan. Pada pemeriksaan akan
diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti
menyimpulkan apakah wajah dan bentuk tubuh korban sesuai dengan umur yang
melalui pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3), serta dengan mengetahui
atau sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun
atau kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan
yang belum pernah mengalami menstruasi dianggap belum patut untuk dikawin.
32
Pasal 288
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Dengan demikian dari Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter diharapkan
dapat membuktikan bahwa korban memang belum pantas dikawin, memang terdapat
sebab kematiannya.
Undang. Secara biologis seorang perempuan dikatakan mampu untuk dikawin bila ia
telah siap untuk dapat memberikan keturunan, dimana hal ini dapat diketahui dari
tahun. Dengan demikian dokter diharapkan dapat menentukan berapa umur dari
perempuan yang diduga merupakan korban seperti yang dimaksud dalam pasal 288
KUHP.
33
Dalam kasus-kasus persetubuhan di luar perkawinan yang merupakan
dalam hal ini pasal-pasal dalam KUHP yang dimaksud adalah pasal 284 dan 287.
Pasal 289
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
Pasal 290
atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau
kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin:
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas yang bersangkutan atau belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan
34
Pasal 291
(1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun
(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289 dan 290
tahun.
Pasal 292
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
Pasal 293
(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-
35
Pasal 294
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang
diannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan
tempat pekerjaan negara, tempat pen- didikan, rumah piatu, rumah sakit,
rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul
Dengan itu maka dihukum juga pegawai negeri yang melakukan perbuatan
kepadanya untuk dijaga, serta Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau
piatu, RS jiwa atau lembaga semua yang melakukan perbuatan cabul dengan
36
Pasal 295
(1) Diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja
anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja
dalam butir 1 di atas., yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum
dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.
(2) Jika yang rs melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka
Pasal 296
”Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain
dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
Pasal 297
“Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam
37
Pasal 298
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284 –
290 dan 292 – 297, pencabutan hakhak berdasarkan pasal 35 No. 1 – 5 dapat
dinyatakan.
(2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 292 – 297
dalam melakukan pencariannya, maka hak untuk melakukan pencarian itu dapat
dicabut.
Pasal 299
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu
rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidmmya dapat ditambah sepertiga
Dalam rangka perlindungan dan pencegahan kekerasan pada anak, pemerintah juga
38
keamanan, kenyamanan dan terpenuhinya hak-hak anak yaitu dengan adanya Komisi
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak juga memberikan perlindungan bagi anak yang diatur. Undang-
undang ini berfungsi untuk pemberian perlindungan khusus bagi hak-hak anak dari
6. Kejahatan seksual
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( limabelas ) tahun dan paling
39
singkat 3 ( tiga ) tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap
Pasal 82
“ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 ( tiga ) tahun
dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
secara terus – menerus demi terlindungi hak – hak anak. Upaya perlindungan anak
perlu dilaksanakan sedini mungkin yakni sejak janin dalam kandungan sampai anak
berumur 18 ( delapan belas tahun ). Sedangkan pada kasus ini pelaku sebagai ayah tiri
40
UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 54
perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik,
yang terkait dengan masalah perlindungan anak. Pada hakikatnya sekolah merupakan
tempat anak-anak untuk mendapatkan haknya untuk belajar dan menuntut ilmu
kekerasan khususnya tindak kekerasan seksual. Karena sekarang ini banyak anak-
sekolah.
Selanjutnya dalam hal anak yang menjadi korban dari tindak kekerasan
seksual, dalam hal ini Undang-Undang ini memberikan perlindungan khusus dalam
hal pemulihan korban yang diatur dalam Pasal 64A serta pengajuan ganti rugi
41
(restitusi) terhadap diri korban secara langsung yang ditanggungkan kepada pelaku
melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak anak yang diatur dalam BAB XIA
yang terdiri dari Pasal 76A, 76D yang berisi perbuatan-perbuatan yang dilarang
- Pasal 76A
- Pasal 76D
- Pasal 76E
Untuk selanjutnya ketika terdapat orang yang melanggar larangan yang ada,
melakukan kejahatan serta melanggar hakhak anak pada larangan yang telah diatur
42
diatas dalam hal ini melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak maka terhadap
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap
lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
43
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah
76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan
korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa,
meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4),
dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman
identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai
Di antara Pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 81A
Pasal 81A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani
pidana pokok.
44
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi
Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah
76E.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan
korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa,
45
meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4)
elektronik.
Di antara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 82A yang
Pasal 82A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan
Peraturan Pemerintah
2002 sendiri dirasa belum mampu menanggulangi terjadinya tindak kekerasan seksual
terhadap anak dengan melihat kenyataan seperti banyaknya contohkasus yang telah
46
dipaparkan diatas, sehingga diperlukan dilakukannya perubahan atau revisi dengan
yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
pada pemberian sanksi (hukuman) pidana bagi pelaku tindak kekerasan seksual yang
awalnya diancam dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun penjara dan paling lama 15
(lima belas) tahun penjara serta denda paling Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
diubah menjadi paling singkat 5 (lima) tahun penjara dan paling lama 15 (lima belas)
(KDRT)37
tangga yang salah satu tujuannya memberikan perlindungan bagi anak selain perempuan.
Pasal 2 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa bahwa anak merupakan bagian dari
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.
47
Pasal 5 yang secara tegas mengatur adanya larangan kekerasan seksual dalam rumah
tangga (anak) dan berbunyi, Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam
rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
dalam BAB VI tentang Perlindungan dan pengaturan dalam hal ini anak adalah korban.
Pasal 27 berbunyi :
“Dalam hal korban adalah anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali,
pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Diatur juga Pasal 46, Pasal 47dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam hal pemberian
hukuman pidana (sanksi) terhadap mereka yang melakukan tindak kekerasan seksual
dalam lingkup rumah tangga (anak) yang dalam hal ini memberikan perlindungan bagi
korban (anak).
peradilan menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
48
Anak. Di dalamnya terdapat Pasal-Pasal mengenai perlindungan terhadap hak-hak anak
Pasal 18
“ Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum
Pasal 19
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam
Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi nama Anak, nama Anak
Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat
maupun pada orang dewasa. Namun, kasus kekerasan seksual sering tidak terungkap
karena adanya penyangkalan terhadap peristiwa kekerasan seksual yang terjadi. Lebih
sulit lagi adalah jika kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak, karena anak-anak
korban kekerasan seksual tidak mengerti bahwa dirinya menjadi korban. Korban sulit
itu, anak cenderung takut melaporkan karena mereka merasa terancam akan mengalami
49
konsekuensi yang lebih buruk bila melapor, anak merasa malu untuk menceritakan
peristiwa kekerasan seksualnya, anak merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual itu
terjadi karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa
bahwa dirinya mempermalukan nama keluarga. Dampak pelecehan seksual yang terjadi
ditandai dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa
1. Secara Emosional
jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan
dengan orang lain, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual,
penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri,
disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri, keluhan somatik,
2. Secara Fisik
Anak dapat mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak
nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular
seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, kehamilan yang tidak
50
diinginkan dan lainnya. Sedangkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota
keluarga adalah bentuk incest, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan
mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan
dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan yang
parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan
seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang
1. Pengkhianatan (Betrayal)
51
korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor mencatat bahwa
korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak
dapat dipercaya.
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak
mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit
pada tubuhnya.
4. Stigmatization
yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan
merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Anak
sebagai korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban
52
BAB IV
KESIMPULAN
Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai
tentang hak anak yaitu, UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
pasal 1 (2) “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “anak adalah setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
Perlindungan anak, “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
Hukum Pidana (KUHP) adalah “Dalam menuntut orang yang belum cukup umur
apapun yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran
tersebut.”
segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
53
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang
dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki
aktivitas seksual.
menyatakan bahwa data korban dari kekerasan seksual yang masuk ke IGD RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, mayoritas adalah wanita, usia remaja, jenis
kasusnya adalah pemerkosaan anak di bawah umur, distribusi luka terbanyak pada
selaput dara, berprofesi sebagai pelajar, dan pelakunya adalah orang yang tidak
dikenal.
biasanya dibagi kedalam dua kategori berdasar identitas pelaku, yaitu familial
familial abuse. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menjadi pemicu
pengalaman terhadap perilaku orang tua yang buruk, seseorang yang memiliki
anak dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak, yaitu anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis terdapat beberapa hal psikologis yang harus
diperhatikan yaitu dengan cara yang berbeda dengan menempatkan diri di pihak
korban, tanya perlahan, dan juga memberikan pertanyaan yang terbuka kepada
54
Pada pemeriksaan fisik petugas kesehatan harus didampingi oleh petugas
kesehatan lainnya. Terdiri dari pemeriksaan head to toe ditambah dengan inspeksi
terhadap korban (melihat apakah ada tanda tanda persetubuhan baik langsung
ataupun tak langsung, dan juga melihat apakah ada kekerasan benda tumpul pada
korban), pada pelaku (memastikan temuan temuan yang ada di korban merupakan
anak maupun pada orang dewasa. Kekerasan seksual lebih sulit bila terjadi pada
lebih buruk bila melapor, anak merasa malu untuk menceritakan peristiwa
kekerasan seksualnya, anak merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi
karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa
dalam jangka pendek ataupun jangka panjang, secara emosional, fisik, maupun
psikologi.
55
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari R., Nulhaqim S.A., Irfan M., Pelecehan Seksual Terhadap Anak,
Prosiding KS: Riset & PKM Pustaka Ilmiah Universitas Padjajaran., 2016; 2
(1); 14-18.
Jakarta.
56
10. Republik Indonesia. 1999.Undang-Undang Dasar No. 39 Tahun 1999
12. Hegazy AA, Al-Rukban MO. Hymen: Facts and conceptions. theHealth:
http://downloads.lww.com/wolterskluwer_vitalstream_com/sample-
content/9780781787222_Ricci/samples/10995-03_UT2-CH03.pdf. Accessed
https://sudirgayasa.files.wordpress.com/2014/11/sistem-reproduksi-pria.pdf.
17. Ivo Noviana, 205, Kekerasan Seksual Terhadap Anak : Dampak Dan
18. Maslihah, Sri., 2006, “Kekerasan Terhadap Anak: Model Transisional dan
(1).25-33.
57
19. Ball, Jane.Principles of Pediatric Nursing : Caring for Children.5th Edition.
20. Mother and Baby. 2014. Kenali Tipe Penjahat Kekerasan Seksual Anak.
https://www.motherandbaby.co.id/article/2014/4/11/1977/Kenali-Tipe-
22. Philip SL. Clinical Forensic Medicine: Much Scope for Development in
23. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman bagi dokter dan
25. Sommers, MS, 2007,Defining Patterns of Genital Injury from Sexual Assault.
2007 (July); 8
26. McLean I, Roberts S, White C, Paul S. Female genital injuries resulting from
International. 2011;204(1-3):27-33.
27. C J Hobbs & J M Wynne.Sexual Abuse of English Boys and Girls :The
28. Bakti Husada. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Bagi
Petugas
58
Kesehatan.Available:http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/do
wnloads/2011/01/Pedoman-Rujukan-Kasus-KtA-Bagi-Petugas-
Kesehatan.pdf
29. Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem
30. World Health Organization. Guidelines for medico-legal care for victims of
90.
31. Anastasia Hana Sitompul, 2015, Kajian Hukum Tentang Tindak Kekerasan
59
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014.
60