Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995) atau Kanker
paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru (underwood,
patologi 2000).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan Di dalam
kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif, yang bukan
hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis yang lebih baik,
namun karsinomabronkogenik memang lebih sering terjadi (Alsagaff&mukty, 2002).

B.      Etiologi
Seperti kanker yang lain penyebab pasti dari pada kanker paru belum diketahui, tapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan penyebab
utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.
Lombard dan doering (1928) telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada
perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah
rokok yang dihisap perhari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9
perokok berat ankan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian
mengatakan bahwa perokok pasifpun akan beresiko terkena kanker paru. Anak-anak yang
terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena resiko kanker paru 2 kali
lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker paru 2-3 kali lipat.
ada beberapa faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1.      Merokok
Tidak diragukan lagi merokok merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistic yang defenitif
telah ditegakkan antara perokok berat (>20 batang sehari) dari kanker paru. Perokok seperti ini
mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaanya akan kembali kepola resiko
bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsiogenik telah ditemukan dalam
ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan dapat menimbulkan tumor. Selain
itu diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ
tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), cocarsinogenik (CC), tumor promoter (TP),
mutagen (M), yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok dapat dilihat pada table :

Substance Effect Model


Particulate phase
a.      Neutral fraction
Benzo (a) pyrene C Rodents
Dibenz (a) anthracene C
b.      Basic fraction C
Nicotine
Nitrosamine C Rodents
c.       Acidic fraction CC + TP
Cathecol
Unidentified TP
d.      Residu C
Nickel C
Cadmium C
210po C
Gaseous phase C+M
Hydrazine C Mice
Vinyl chloride M Ames

2.      Kanker paru akibat kerja (paparan zat karsinogen)


Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbon nikel (pelebur
nikel) ,arsenic , asbestos (sering menimbulkan mesotelioma), radiasi ion pada pekerja tambang
uranium
3.      Polusi udara
Mereka yang tinggal dikota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka
yang tinggal di desa. Karena telah diketahui adanya karsinogen dari industry dan uap diesel
dalam atmosfer di kota.
4.      Diet
Redahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena
kanker paru.

C.      Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru (1977) :
a.      Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus dan menonjol kedalam bronki besar,
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b.      Karsinoma sel kecil. Biasanya terletak ditengah sekitar percabangan utama bronki. Tumor ini
timbul dari sel-sel khulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel-sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediatinum dan
kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal.
c.       Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular seperti
kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan timbul pada bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan
fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada
stadium dini.
d.      Karsinoma sel besar. Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel –sel ini cenderung akan
timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat
ketempat-tempat yang jauh.

D.     Manifestasi klinis


Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
  Lokal (tumor tumbuh setempat)
-          Batuk baru/lebih hebat pada batuk kronis. Batuk kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan
oleh massa tumor.
-          Hemoptisis. Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
-          Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
-          Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
-          Atelektasis
  Infasi lokal
-          Nyeri dada
-          Dispnea karena efusi pleura
-          Invasi kepericardium
-          Sindrom vena cava superior
-          Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
-          Sindrom pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis serfikalis
  Gejala penyakit metastasis
-          Pada otak, tulang, hati, adrenal
-          Limfadenopati servikal dan supraklafikula (sering menyertai metastasis)
  Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10 % kanker paru dengan gejala :
-          Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia dan demam
-          Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
-          Hipertrofi osteoartropati
-          Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
-          Neuromiopati
-          Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
-          Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis
-          Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

E.      Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia, dan dysplasia.
Bila lesi perifernya disebabkan oleh metaplasia,hyperplasia dan dysplasia menembus
ruang pleura, biasanya timbul efusi pleura, dan biasa diikuti infasi langsung pada kosta dan
korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan suprasi dibagian
distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase
ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak dan
tulang rangka.

F.       Pemeriksaan diagnostic


Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra torakal tersebut
sebagai tumor jinak atau ganas. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang
bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Adapun jenis
pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :
1.      Radiologi
a.      Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta tomografi dada. Merupakan pemeriksaan
awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan
likasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleura, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra. Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan
juga untuk menilai dobling timenya. Doubling time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18
bulan, berarti tumornya benigna. Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat
konsentris, solid dan adanya klasifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan
adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor.
b.      Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.      Laboratorium
a.      Sitologi. Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan batuk.
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung dari :
-          Letak tumor terhadap bronkus
-          Jenis tumor
-          Teknik mengeluarkan sputum
-          Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut.
-          Waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar)
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil
positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan
sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru. Pemeriksaan sitologi
lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah
bening servikal, bilasan dan sikatan bronkoskopi.
b.      Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c.       Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun pada
kanker paru.
3.      Hispatologi. Adalah pemeriksaan standar emas diagnosis kanker paru untuk mendapatkan
spesimennya dapat dengan cara biopsy melalui :
a.      Bronkoskopi. Untuk mengetahui besarnya karsinoma bronkogenik. Hasil positif dengan
bronkoskopi ini dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk
tumor yang letaknya perifer.
b.      Biopsy trans torakal (TTB). Biopsy dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran > 2cm snsitivitasnya mencapai 90-95%.
c.       Torakoskopi. Biopsy tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi dari pada cara membuta (blind).
d.      Mediastinoskopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e.      Torakotomi. Untuk diagnosis kanker paru dikerjakan jika berbagai prosedur non invasif dan
invasive sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4.      Pencitraan
a.      Ct-scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura
b.      MRI untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
G.     Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker yaitu :
1.      Kuratif. Dimana tenaga kesehatan berupaya memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup klien.
2.      Paliatif. Untuk mengurangi dampak kanker dan meningkatkan kualitas hidup.
3.      Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Untuk mengurangi dampak fisis maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4.      Suportif. Untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi
serta obat-obatan.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu melakukan :
1.      Pembedahan. Tujuannya untuk mengangkat semua jaringan yang sakit dan mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker. Adapun jenis tindakannya yaitu :
-          Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru/thoraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
-          Pneumoktomi (pengankatan paru)
-          Lobektomi (pengangkatan lobus)
2.      Radioterapi. Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bias juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan komplikasi yang bertujuan untuk
mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.
3.      Kemoterapi. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA
dan untuk pengobatan paliatif. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kegagalan target
pencapaian pengobatan antara lain :
-          Resistensi terhadap sitostatika
-          Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan angka
harapan sembuh sekitar 50%.
-          Penurunan intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima selama kurun waktu tertentu
kurang.
Untuk mengatasi hal tersebut dosis obat harus diberikan secara optimal dan sesuai jadwal
penmberian.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU

A.     Pengkajian
Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci terhadap diagnosis
yang tepat. Untuk itu beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru yaitu
: faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat
karsinogen, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
1.      Pengkajian preoperasi
  Aktivitas/istirahat .
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispneu karena aktifitas
dan lesu.
  Sirkulasi
Gejala : obstruksi vena kava, bunyi jantung (gesekan pericardial) menunjukkan efusi,
takikardia/distritmia.
  Integritas ego
Gejala : rasa takut terhadap proses pembedahan, menolak kondisi yang berat, gelisah, insomnia,
dan pertanyaan yang diulang-ulang.
  Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul, peningkatan frekwensi jumalh urine (ketidak seimbangan
hormonal)
  Makanan atau cairan
Gejala : penurunan berat badan, anoreksia,
  Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada
  Pernapasan
Gejala : batuk ringan atau perubahan pola batuk, produksi sputum, dispneu, mengi pada inspirasi
atau ekspirasi dan hemoptisis.
2.      Pengkajian pascaoperasi
  Aktifitas atau istirahat
Gejala : perubahan aktifitas, dan frekwensi tidur berkurang
  Sirkulasi
Tanda : denyut nadi cepat dan tekanan darah meningkat
  Eliminasi
Gejala : menurunnya frekwensi eliminasi BAB. Tandanya kateter urinarius terpasang atau tidak,
karakyeristik urine, bising usus
  Makana dan cairan
Gejala : mual atau muntah
  Neurosensori
Gejala : gangguan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anastesi.
  Nyeri dan ketidaknyaman
   
B.      Diagnosa keperawatan
  Preoperasi
1)      Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi
2)      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah secret paru, meningkatnya tahanan
jalan napas
3)      Ansietas b/d perubahan status kesehatan, takut mati
4)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi
  Pascaoperasi
1)      Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen,
2)      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d viskositas secret, keterbatasan gerakan dada, kelemahan
3)      Nyeri akut b/d trauma jaringan, insisi bedah
4)      Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian
C.      Intervensi keperawatan
  Preoperasi
DX 1
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang
normaldan bebas gejala distress pernapasan.
-          Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
-          Kaji status pernapasan, catat peningkatan frekwensi. Rasionalnya dispneu merupakan
kompensasi adanya tahan jalan napas
-          Catat ada tidaknya bunyi tambahan. Rasionalnya bunyi napas dapat menurun. Krekles adalah
bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan napas
sehubungan dengan mucus atau edema serta tumor.
-          Kaji adanya sianosis. Rasionalnya penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis.
-          Kolaborasi pemberian oksigen. Rasionalnya memaksimalkan sediaan oksigen sesuai kebutuhan
tubuh.
Dx.2
Kriteria hasil :
-          Hilangnya dispneu
-          Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
-          Mengeluarkan secret tanpa kesulitan
-          Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki atau mempertahankan jalan napas
Intervensi :
-          Catat perubahan dan upaya pola napas. Rasionalnya penggunaan otot interkostal/abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas.
-          Obserfasi penurunan ekspansi dinding dada. Rasionalnya ekspansiadada sehubungan dengan
akumulasi cairan, edema dan secret pada lobus.
-          Catat karakteristik batuk juga produksi dan karakteristik sputum. Rasionalnya karakteristik
batuk dapat berubah tergantung pada penyebebnya, sputum bila ada mungkin banyak, merah atau
purulen.
-          Pertahankan posisi tubuh atau kepala dan gunakan alat bantu napas sesuai kebutuhan.
Rasionalnya menudahkan memelihara jalan napas atas paten.
-          Kolaborasi pemberian bronkodilator (aminofilin, albuterol dll). Awasi untuk efek samping
merugikan dari obat (takikardi, hipertensi, insommnia dan tremor). Rasionalnya obat diberkan
untuk menghialngkan spasme bronkus, menurunkan viskositas secret, memperbaiki venrilasi dan
memudahkan pengeluaran secret.
DX. 3
Kriteria Hasil :
-          Mengakui dan mendiskusikan rasa takutnya
-          Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun
-          Menunjukkan pemecahan masalah
Intervensi
-          Obserfasi peningkatan gelisah, emosi labil. Rasional memburuknya penyakit dapat
menyebabkan / meningkatkan ansietas.
-          Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan. Rasionalnya menurunkan ansietas
dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energy.
-          Tunjukkan/bantu dengan teknik relaksasi . rasionalnya memberikan kesempatan bagi pasien
untuk menangani ansietasnya sendir idan merasa terkontrol.
-          Identifikasi presepsi klien terhadap ancaman yang ada. Rasionalnya membantu pengenalan
ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu klien.
-          Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan. Rasionalnya merupakan langkah
awal dalam mengatasi perasaan
Dx. 4
Kriteria hasil :
-          Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi
-          Menggambarkan/ menyatakan diet, obat dan program aktifitas
-          Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medic.
Intervensi :
-          Bantu klien untuk belajar memenuhi kebutuhannya. Berikan informasi yang jelas dan ringkas
pada klien. Rasionalnya untuk meningkatkan konsentrasi dan energy untuk penerimaan tugas
baru.
-          Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat. Rasionalnya pemberian instruksi penggunaan
obat yang aman membantu pasien untuk mengikuti dengan tepet program pengobatan.
-          Kaji konseling nutrisi tentang kebutuhan makanan dan kalori klien. Rasionalnya pasien dengan
pernapasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga
memerlukan peningkatan nutrisis untuk proses penyembuhan.
-          Berikan pedoman untuk aktifitas. Rasionalnya pasien tidak boleh terlalau lelah dan
mengimbangi periode istirahat dan aktifitas untuk meningkatkan stamina dan menjegak
kebutuhan oksigen yang berlebihan.

  Pasca operasi
Dx. 1
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarinhan adekuat degan gda dlam rentang
normal
-          Bebas gejala distress pernapasan
Intervensi :
-          Catat frekwensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan. Obserfasi penggunaan otot bantu napas
dan perubahan kulit. Rasionalnya pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai akibat
mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
-          Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tidak normal. Rasionalnya konsolidasi
dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi noemal pada pasien pneumonoktomi.
Namun pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
-          Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi, pengisapan dan
penggunaan alat bantu pernapasan. Rasionalnya obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi
yang dapat mengganggu pertukaran gas.
-          Ubah posisi sesering mungkin, letakkan pasien pada posisi duduk juga terlentang sampai posisi
miring. Rasionalnya : memaksimalken ekspansi paru dan drainase secret.
-          Bantu dengan latihan napas dalam dan napas mulut dengan tepat. Rasionalnya meningkatkan
ventilasi maksimal dan oksigenasi serta mencegah atelektasis.
Dx. 2
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan patensi napas dengan cairan secret mudah dikeluarkan, bunyi napas jelas dan
pernapasan tidak bising.
Intervensi :
-          Auskultasi dada untuk karakterisitik bunyi napas dan adanya secret. Rasionalnya pernapasan
bising, rinki dan mengi menunjukkan tertahannya secret dan obstruksi jalan napas.
-          Bantu pasien /instruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk dan
menekan daerah insisi. Rasionalnya posisis duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan
penekanan menguatkan upaya batuk untuk mobilisasi dan pembuangan secret.
-          Obserfasi jumlah dan karakteristik sputum. Rasionalnya peningkatan jumalah secret tidak
berwarna/berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
-          Dorong masikan cairan peroral (2500 ml/hari). Rasionalnya hidrasi adekuat untuk
mempertahankan secret hilang/peningkatan pengeluaran
-          Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan analgetik sesuai indikasi. Rasionalnya
menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan
menurunkan viskositas secret.
Dx. 3
Kriteria hasil :
-          Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
-          Tampak rileks dan istirahat dengan baik
-          Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
-          Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri (skala 0-10). Rasionalnya membantu
evaluasi gejala nyeri karana kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaliasi keefektifan analgesic dan meningkatkan control
nyeri.
-          Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien. Rasionalnya ketidaksesuaian antara
petunjuk verbal /nonverbal dapat memberikan pentunjuk derajat nyeri, kebutuhan/kekefektifan
intervensi.
-          Catat kemungkinan penyebab nyeri. Rasionalnya insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk
pasien dari pada insisi anterolateral.
-          Dorong klien untuk menyatakan perasaannya tentang nyeri. Rasionalnya takut dapat
meningkatkan tegangan otot dan meningkatkan ambang presepsi nyeri
-          Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi.
Dx.4
Kriteria hasil :
-          Mengakui dan mendiskusikan masalah
-          Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan tampak rileks
Intervensi :
-          Evaluasi tingkat pemahaman pasien atau orang terdekat tentang penyakit klien. Rasionalnya
pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi adanya
perubahan pola hidup
-          Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasionalnya bila penyangkalan ekstrim
atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan
-          Berikan kesempatan untuk bertanya da jawab dengan jujur. Rasionalnya menurunkan presepsi
kesalahan interpretasi terhadap informasi.
-          Libatkan pasien dan orang terdekat dalam perencanana perawatan. Rasionalnya dapat membantu
memperbaiki perasaan/kemandirian pasien yang merasa tak berdaya.
Pencegahan
  Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat
mengurangi resiko terkena kanker paru.
  Pencegahan dengan chemoprevention yakni dengan memakai drivat asam retinoid, carotenoid,
vitamin C, selenium dll. Jika seseorang beresiko terkena kanker paru maka penggunaan
betakaroten, retinol, isotritenoin dapat meningkatkan resiko kanker paru pada perokok.

Anda mungkin juga menyukai