PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995) atau
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (underwood, patologi 2000).
B. Etiologi
Seperti kanker yang lain penyebab pasti dari pada kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik dan lain-lain.
Lombard dan doering (1928) telah melaporkan tingginya insiden kanker paru
pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara
rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari dengan tingginya insiden kanker paru.
Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat ankan menderita kanker paru. Belakangan, dari
laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasifpun akan beresiko terkena
kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa
akan terkena resiko kanker paru 2 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar
dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker
paru 2-3 kali lipat.
ada beberapa faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok
Tidak diragukan lagi merokok merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistic yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (>20 batang sehari) dari kanker paru.
Perokok seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada
perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaanya akan kembali kepola resiko bukan perokok dalam waktu
sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsiogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan dapat menimbulkan tumor. Selain itu
diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap
organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), cocarsinogenik (CC), tumor
promoter (TP), mutagen (M), yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok dapat dilihat
pada table :
C. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk neoplasma pleura dan paru-paru (1977) :
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang,
secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus dan menonjol
kedalam bronki besar, cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil. Biasanya terletak ditengah sekitar percabangan utama bronki.
Tumor ini timbul dari sel-sel khulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit.
Metastasis dini ke mediatinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ-organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular
seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan timbul pada bagian
perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru-paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas melalui
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini.
d. Karsinoma sel besar. Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel –sel ini
cenderung akan timbul pada jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ketempat-tempat yang jauh.
E. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia, dan dysplasia.
Bila lesi perifernya disebabkan oleh metaplasia,hyperplasia dan dysplasia
menembus ruang pleura, biasanya timbul efusi pleura, dan biasa diikuti infasi langsung
pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti dengan suprasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar
pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak dan tulang
rangka.
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker yaitu :
1. Kuratif. Dimana tenaga kesehatan berupaya memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif. Untuk mengurangi dampak kanker dan meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Untuk mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif. Untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi serta obat-obatan.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu melakukan :
1. Pembedahan. Tujuannya untuk mengangkat semua jaringan yang sakit dan
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker.
Adapun jenis tindakannya yaitu :
- Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit
paru/thoraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
- Pneumoktomi (pengankatan paru)
- Lobektomi (pengangkatan lobus)
2. Radioterapi. Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif dan bias juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan komplikasi
yang bertujuan untuk mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh
darah/bronkus.
3. Kemoterapi. Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari
stadium IIIA dan untuk pengobatan paliatif. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi kegagalan target pencapaian pengobatan antara lain :
- Resistensi terhadap sitostatika
- Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan
angka harapan sembuh sekitar 50%.
- Penurunan intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima selama kurun waktu
tertentu kurang.
Untuk mengatasi hal tersebut dosis obat harus diberikan secara optimal dan sesuai
jadwal penmberian.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU
A. Pengkajian
Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci terhadap
diagnosis yang tepat. Untuk itu beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien
tersangka kanker paru yaitu : faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker
dalam keluarga, terpapar zat karsinogen, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul
soliter paru.
1. Pengkajian preoperasi
Aktivitas/istirahat .
Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispneu karena
aktifitas dan lesu.
Sirkulasi
Gejala : obstruksi vena kava, bunyi jantung (gesekan pericardial) menunjukkan efusi,
takikardia/distritmia.
Integritas ego
Gejala : rasa takut terhadap proses pembedahan, menolak kondisi yang berat, gelisah,
insomnia, dan pertanyaan yang diulang-ulang.
Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul, peningkatan frekwensi jumalh urine (ketidak
seimbangan hormonal)
Makanan atau cairan
Gejala : penurunan berat badan, anoreksia,
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada
Pernapasan
Gejala : batuk ringan atau perubahan pola batuk, produksi sputum, dispneu, mengi pada
inspirasi atau ekspirasi dan hemoptisis.
2. Pengkajian pascaoperasi
Aktifitas atau istirahat
Gejala : perubahan aktifitas, dan frekwensi tidur berkurang
Sirkulasi
Tanda : denyut nadi cepat dan tekanan darah meningkat
Eliminasi
Gejala : menurunnya frekwensi eliminasi BAB. Tandanya kateter urinarius terpasang
atau tidak, karakyeristik urine, bising usus
Makana dan cairan
Gejala : mual atau muntah
Neurosensori
Gejala : gangguan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anastesi.
Nyeri dan ketidaknyaman
B. Diagnosa keperawatan
Preoperasi
1) Kerusakan pertukaran gas b/d hipoventilasi
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah secret paru, meningkatnya
tahanan jalan napas
3) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, takut mati
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan b/d kurang informasi
Pascaoperasi
1) Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen,
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d viskositas secret, keterbatasan gerakan dada,
kelemahan
3) Nyeri akut b/d trauma jaringan, insisi bedah
4) Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian
Pasca operasi
Dx. 1
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jarinhan adekuat degan gda dlam
rentang normal
- Bebas gejala distress pernapasan
Intervensi :
- Catat frekwensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan. Obserfasi penggunaan otot
bantu napas dan perubahan kulit. Rasionalnya pernapasan meningkat sebagai akibat
nyeri atau sebagai akibat mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan
paru.
- Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tidak normal. Rasionalnya
konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi noemal pada pasien
pneumonoktomi. Namun pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal
pada lobus yang masih ada.
- Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi, pengisapan dan
penggunaan alat bantu pernapasan. Rasionalnya obstruksi jalan napas mempengaruhi
ventilasi yang dapat mengganggu pertukaran gas.
- Ubah posisi sesering mungkin, letakkan pasien pada posisi duduk juga terlentang
sampai posisi miring. Rasionalnya : memaksimalken ekspansi paru dan drainase secret.
- Bantu dengan latihan napas dalam dan napas mulut dengan tepat. Rasionalnya
meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi serta mencegah atelektasis.
Dx. 2
Kriteria hasil :
- Menunjukkan patensi napas dengan cairan secret mudah dikeluarkan, bunyi napas jelas
dan pernapasan tidak bising.
Intervensi :
- Auskultasi dada untuk karakterisitik bunyi napas dan adanya secret. Rasionalnya
pernapasan bising, rinki dan mengi menunjukkan tertahannya secret dan obstruksi jalan
napas.
- Bantu pasien /instruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
dan menekan daerah insisi. Rasionalnya posisis duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk mobilisasi dan pembuangan
secret.
- Obserfasi jumlah dan karakteristik sputum. Rasionalnya peningkatan jumalah secret
tidak berwarna/berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan
penyembuhan.
- Dorong masikan cairan peroral (2500 ml/hari). Rasionalnya hidrasi adekuat untuk
mempertahankan secret hilang/peningkatan pengeluaran
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan analgetik sesuai indikasi.
Rasionalnya menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
mengencerkan dan menurunkan viskositas secret.
Dx. 3
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
- Tampak rileks dan istirahat dengan baik
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
- Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karakteristik nyeri (skala 0-10). Rasionalnya
membantu evaluasi gejala nyeri karana kanker. Penggunaan skala rentang membantu
pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaliasi keefektifan
analgesic dan meningkatkan control nyeri.
- Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien. Rasionalnya ketidaksesuaian antara
petunjuk verbal /nonverbal dapat memberikan pentunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/kekefektifan intervensi.
- Catat kemungkinan penyebab nyeri. Rasionalnya insisi posterolateral lebih tidak
nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
- Dorong klien untuk menyatakan perasaannya tentang nyeri. Rasionalnya takut dapat
meningkatkan tegangan otot dan meningkatkan ambang presepsi nyeri
- Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi.
Dx.4
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan tampak rileks
Intervensi :
- Evaluasi tingkat pemahaman pasien atau orang terdekat tentang penyakit klien.
Rasionalnya pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru
yang meliputi adanya perubahan pola hidup
- Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan. Rasionalnya bila penyangkalan
ekstrim atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan
- Berikan kesempatan untuk bertanya da jawab dengan jujur. Rasionalnya menurunkan
presepsi kesalahan interpretasi terhadap informasi.
- Libatkan pasien dan orang terdekat dalam perencanana perawatan. Rasionalnya dapat
membantu memperbaiki perasaan/kemandirian pasien yang merasa tak berdaya.
Pencegahan
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi resiko terkena kanker paru.
Pencegahan dengan chemoprevention yakni dengan memakai drivat asam retinoid,
carotenoid, vitamin C, selenium dll. Jika seseorang beresiko terkena kanker paru maka
penggunaan betakaroten, retinol, isotritenoin dapat meningkatkan resiko kanker paru
pada perokok.
Batasan CA Paru
Adalah merupakan tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan.
II. Gejala Klinis
Gejala yang muncul tergantung pada pasien dengan CA paru biasanya meliputi
berbagai gejala klienis diantaranya ;
a. Gejala intra pulmoner yang meliputi :
- batuk . 2 mg ( 70 –90 % kasus )
- batuk darah ( 6 –51 % )
- Nyeri dada/kemeng ( 42 – 67 % )
- Sesak nafas ( 58 % kasus )
b. Gejala intra torasik intrapulmoner yang meliputi penekanan-penekanan
ataupun pengrusakan struktur sekitar :
- Nervus phrenicus, akan menyebabkan lumpuhnya diafrgma
- Saraf simpatik
- Eshopagus (/ dispagia)
- Vena cafa superior yang dapat menyebabkan bengkak pada wajah, leher dan
pembuluh darah kontralteral
- Trachea / bronchus , yang menyebabkan sesak
- Jantung.dll
c. Gejala ektratorasik non metastase
d. Gejala ekstratorasik metastase yang akan menimbulkan manifestasi klinik
tergantung dari daerah yang terkena.
III. Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi : untuk mengetahui perubahan pada bronchus, permukaan tumor
dan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi
2. Bronchographi
3. Tomogram & CT scan
4. Biopsi
5. Immunologi
6. Pertanda biokomia
IV. Therapi
Penentuan modalitas terapi pada pasien Ca paru tergantung pada :
a. Tahapan (staging ) dari Ca
b. Jenis histopatologis
c. Penampilan/keadaan umum klien
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam engevaluasi keefetifan jalan napas.
dan kalau diperlukan.
2 Lakukan pengisapan bila terdengar a. Dengan mengertinya tujuan
ronchi dengan cara: 2 tindakan yang akan dilakukan
a. jelaskan pada pasien tentang tujuan pasien bisa berpartisipasi aktif.
dari tindakan pengisapan. b. Memberi cadangan O2 untuk
b. Berikan oksigen dengan O2 100 % menghindari hipoksia.
sebelum dilakukan pengisapan, Mencegah infeksi nosokomial.
minimal 4 - 5 X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan d. Aspirasi lama dapat menimbulkan
sarung tangan steril, kateter pengisap hipoksia, karena tindakan
steril. pengisapan akan mengeluarkan
d. Masukan kateter kedalam selang ET sekret dan O2.
dalam keadaan tidak mengisap Tindakan negatif yang berlebihan
(ditekuk), lama pengisapan tidak lebih dapat merusak mukosa jalan napas.
dari 10 detik. Memberikan cadangan oksigen
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari 100 dalam paru.
- 120 mmHg. g. Menjamin keefektifan jalan napas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan O2
100 % sebelum melakukan pengisapan
berikutnya. Membantu mengencerkan skret.
g. Lakukan pengisapan berulang-ulang
sampai suara napas bersih. Mencegah sekresi menjadi kental.
Pertahankan suhu humidifer tetap
3 hangat (35 - 37,8 o C 3 Memudahkan pelepasan sekret.
Monitor statur hidrasi pasien
4 Melakukan fisioterapi napas / dada 4 Mengencerkan sekret.
sesuai indikasi dengan cara clapping,
5 fibrasi dan pustural drainage. 5 Menentukan lokasi penumpukan
Berikan obat mukolitik sesuai sekret, mengevaluasi kebersihan
6 indikasi / program. 6 tindakan
Kaji suara napas sebelum dan sesudah
melakukan tindakan pengisapan. Deteksi dini adanya kelainan.
7 Observasi tanda-tanda vital sebelum 7
dan sesudah melakukan tindakan.
8 8
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Atur posisi selang ETT dan 1 Mencegah penarikan dan
Tubing ventilator. penekanan.
2 Atur sensitivitas ventilator. 2 Menurunkan upaya pasien
melakukan pernapasan.
3 Atur posisi tidur dengan 3 Meningkatkan rasa
menaikkan bagian kepala nyaman.
tempat tidur, kecuali ada
kontra indikasi.
4 Kalau perlu kolaborasi 4
dengan kokter untuk Mengurangi rasa nyeri
memberi analgesik dan
sedasi.