Anda di halaman 1dari 45

PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA KORPORASI
DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI

Oleh: Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M


KORUPSI & PANDEMI
❑ Ancaman korupsi di situasi pandemi Covid-19 jauh lebih besar dibandingkan kondisi normal
karena Pemerintah menggelontorkan anggaran yang sangat besar yakni hampir mencapai
Rp. 700 triliun untuk menanggulangi pandemi dan dampaknya;

❑ Proses belanja dan penggunaan uangnya dilakukan secara darurat. Artinya, prosedur yang
biasanya diterapkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas sektor publik tidak
berlaku pada situasi darurat karena prioritasnya adalah respon cepat atas situasi genting.
DAMPAK KORUPSI
❑ Dampak tindak pidana korupsi yakni menimbulkan kemiskinan, ketimpangan, ketidakadilan,
pelayanan publik buruk, terhambatnya investasi dan dampak lainnya;
❑ Dalam mengatasi permasalahan korupsi, pemerintah menggunakan dua strategi dalam
menanggulangi kejahatan korupsi. Pertama, strategi preventif atau pencegahan korupsi dan
kedua, upaya represif atau penindakan kasus korupsi;
❑ 2020 terdapat 444 kasus korupsi yang 107 kasusnya merupakan penyelewenagan dana
bansos Covid-19. Adapun aktor korporasi sebanyak 13 entitas, terendah dari aktor-aktor yang
lain.
PENGERTIAN KORPORASI

Kumpulan orang dan/atau kekayaan yang


terorganisasi, baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum

Dasar Hukum:
● UU No. 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU TPPU); &
● UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana
Korupsi (UU PTPK)
DASAR/SUMBER HUKUM (1)
❑ Undang-Undang Hukum Acara Pidana No. 8 Tahun
1981 (KUHAP);
❑ UU masing-masing yg mengatur CCL (PS.14
PERMA NO.13/2016);
❑ UU lain yg mengatur hukum acara seperti UU
tentang ITE;
❑ PERMA NO.13/2016;
DASAR/SUMBER HUKUM (2)
❑ PERJA NO. 28/2014;
❑ UU lain seperti UU Kekuasaan Kehakiman,
misalnya tentang pengadilan yg sederhana, cepat
dan biaya ringan;
❑ Yurisprudensi, misalnya kewenangan KPK dalam
menuntut perkara TPPU;
❑ Perjanjian internasional/standard internasional
misalnya penggunaaan teori identifikasi dalam
perkara CCL dalam UNTOC dan UNCAC.
❑ “Tiap Negara Pihak harus mengadopsi upaya tersebut sejauh
dipandang perlu, sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang
berlaku di negaranya, guna menetapkan tanggung jawab
badan hukum akibat turut serta melakukan tindak pidana
sejalan dengan pengaturan dalam Konvensi ini…”

❑ Hal ini kemudian mewajibkan Negara Pihak untuk UNCAC


memperluas tanggung jawab terkait dengan tindak pidana PASAL 26
yang diatur dalam Konvensi tersebut kepada “badan hukum”,
yang bisa berupa tanggung jawab pidana, perdata, atau
administratif/tata usaha, sejalan dengan prinsip hukum di
Negara yang bersangkutan, selama memenuhi syarat bahwa
sanksi yang dihasilkannya merupakan sanksi yang “efektif,
proporsional, dan membuat jera”.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DI DUNIA
❑ United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCAC) sebagaimana yang telah diratifikasi melalui
UU No 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan UNCAC khususnya Pasal 26 mengenal adanya corporate criminal liability;

❑ Financial Action Task Force on Money Laundering juga menetapkan standar internasional dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang juga mengenal corporate criminal liablity sebagaimana yang diatur dalam
Rekomendasi Nomor 2.

❑ Banyak negara yang mengakui dan menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi seperti Inggris, Amerika Serikat,
Australia, Perancis, Jepang, China, dan Belanda. Belanda sendiri memasukkan pertanggungjawaban pidana korporasi
dalam KUHP Belanda pada tahun 1976. Swiss pada 2003 mengakui corporate criminal liablity khususnya pasal 102 yang
intinya 102 apabila perusahaan gagal mengambil semua tindakan yang diperlukan dan wajar untuk mencegah
pelanggaran serius yang telah dilakukan dalam rangka kegiatan usahanya, seperti korupsi dan pencucian uang maka
korporasi dapan dituntut secara pidana. Meskipun demikian, masih ada juga negara yang tidak mengakui
pertanggungjawaban pidana korporasi seperti di Jerman, yang hanya mengenakan denda terhadap korporasi yang
dilakukan oleh badan administratif.
KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

Amerika sejak 1909 dalam kasus NY Central Indonesia, pengaturannya di luar KUHP,
& Hudson River Railroad Vs United States PERJA 28/2014 & PERMA 13/2016

Korporasi eksis & Belanda sejak 23 Juni 1976 di


mampu berbuat salah atur dalam KUHP
SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

01 Pengurus Korporasi berbuat dan Penguruslah yang bertanggungjawab

02 Korporasi berbuat dan Pengurus bertanggungjawab

03 Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yg bertanggungjawab

Sumber: Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Prof Dr Dwidja Priyatno, S.H.,M.H. Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi, Prenada Media, Jkt Ed. Ketiga,2015, Hal 86)
AJARAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

1. Doctrine of Strict Liability (pertanggungjawaban tanpa kesalahan);


2. Doctrine of Vicarious Liability (pertanggungjawaban pengganti);
3. Doctrine of Delegation;
4. Doctrine of Identification;
5. Expanded Identification Theory;
6. Doctrine of Aggregation;
7. Doctrine of Corporate Culture Model;
8. Ajaran Gabungan;
9. Reactive Corporate Fault.
LEGISLASI & IMPLEMENTASI
❑ ± 100 UU yg mengatur Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (UU PTPK, UU TPPU, UU
Minerba, UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, UU Tata Ruang, UU Kepabeanan);
❑ Pengaturan yang sangat beragam menunjukkan politik hukum yg belum jelas pada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah;
❑ Implementasi pemidanaan terhadap Korporasi terkait korupsi masih minim, misalnya PT Giri
Jaladhi Wana (PT.GJW), PT. Cakrawala Nusadimensi (PT.CN), PT. Indosat Mega Media
(PT.IM2), PT. Hutama Karya (PT.HK), PT. Sumigita Jaya (PT.SJ) dan PT. Green Planet
Indonesia (PT.GPI). Pemidanaan korporasi di luar korupsi ada PT Adei Plantation & PT
Dongwoo Environmental Indonesia, PT Adei Plantation, di PN Pelalawan, Riau (SDA & LH),
PT Nasional Sagu Prima (Pn Bengkalis, Riau), PT Kalista Alam (Aceh).
Resources

Sumber: Laporan ICW terkait Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020
JUMLAH TERSANGKA KORPORASI DARI 2018-2020
14 13

12

10

4 3 3

0
Korporasi
2018 2019 2020

Sumber: Laporan ICW terkait Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020
PENGATURAN DALAM UU TPPU NO.8/2010 (1)

Pasal: 6, 7, 8, dan 9
Subyek: Korporasi dan/atau Personil
Pengendali Korporasi
Actus Reus: dirumuskan formal

Kesalahan: dolus dan culpa

Sanksi: denda Rp. 100 miliar

Hukuman tambahan ada 6

Ada pengganti denda yg tidak dibayar


Pengaturan paling lengkap
PENGATURAN DALAM UU TPPU NO.8/2010 (2)
KRITERIA IMPLEMENTASI: BERSIFAT KUMULATIF BEBERAPA ALASAN, YAITU:

Dilakukan atau diperintahkan personil Pengendali Korporasi 01

02 Dilakukan untuk pemenuhan tujuan Korporasi

Sesuai dengan tugas dan fungsi Pelaku atau Pemberi Perintah 03

04 Dilakukan dengan memberi manfaat kepada Korporasi


PIDANA POKOK
❑ Denda Pidana

BENTUK PIDANA
TERHADAP PIDANA TAMBAHAN

KORPORASI ❑ Pengumuman Putusan;


❑ Pembekuan Kegiatan;
(UU 8/2010) ❑ Pencabutan Izin Usaha;
❑ Pembubaran dan/atau Pelarangan Korporasi;
❑ Perampasan Aset Korporasi;
❑ Pengambilalihan Korporasi oleh Negara.
PENGATURAN DALAM UU NO. 31/1999 JO NO. 20/2001

Pasal: 20

Subyek: Korporasi dan/atau Pengurus

Actus Reus: Dirumuskan Formal dan Materiel

Kesalahan: Sengaja/Dolus
Sanksi: Pidana Pokok Denda Maksimum &
Pemberatan 1/3
Kriteria Penerapan: Dilakukan orang baik
berdasarkan hub. kerja atau hub. lain dan bertindak
dalam lingkungan korporasi
Catatan: Perlu disempurnakan berdasarkan
pengalaman untuk kelengkapan pengaturan
TINDAK PIDANA KORPORASI DALAM KORUPSI DI UU PTPK:

❑ Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1),
Pasal 7, Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 16;
❑ Jadi tidak semua tindak pidana korupsi dapat dilakukan
oleh Korporasi.
KELEMAHAN-KELAMAHAN UU PTPK
1. Dalam perumusan tentang kapan Korporasi melakukan tindak
pidana korupsi, tidak diatur atau dijelaskan pengertian
“hubungan kerja” dan “hubungan lain”;
2. Tidak diaturnya pemberatan sanksi pidana dalam Pasal 2 ayat (2)
untuk korporasi sebagai salah satu subjek tindak pidana;
3. Tidak diaturnya pidana pengganti denda yang tidak dibayar oleh
Korporasi;
4. Tidak diaturnya pemufakatan jahat;
5. Tidak diaturnya syarat-syarat terjadi pengulangan tindak pidana
korupsi.
Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan
Peraturan Jaksa Agung No. 28 Tahun 2014
tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana
dengan Subyek Hukum Korporasi

INISIATIF
YANG Poin-poin penting dalam Peraturan Jaksa Agung:

SUDAH ❑ Kriteria Pertanggungjawaban Korporasi terhadap: a.


Korporasi; b. Pengurus Korporasi/ Pemberi Perintah/
DILAKUKAN Pemimpin dalam melakukan tindak pidana/ Personil
Pengendali Korporasi;
❑ Penyelidikan dan Penyidikan;
❑ Penuntutan;
❑ Pelaksanaan Putusan Pengadilan; &
❑ Penanganan Harta Kekayaan/asset.
PERJA 28/A/JA/10/2014 (1)
Pedoman bagi Jaksa/Penuntut Umum dalam menangani perkara pidana dengan subjek hukum Korporasi sebagai
tersangka/terdakwa/terpidana. Kriteria perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi
yaitu:

❑ Segala bentuk perbuatan yang didasarkan pada keputusan Pengurus Korporasi yang melakukan maupun turut serta
melakukan;
❑ Segala bentuk perbuatan baik berbuat atau tidak berbuat yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan
Korporasi baik karena pekerjaannya dan/atau hubungan lain;
❑ Segala bentuk perbuatan yang menggunakan sumber daya manusia, dana dan/atau segala bentuk dukungan atau
fasilitas lainnya dari Korporasi;
❑ Segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh pihak ketiga atas permintaan atau perintah Korporasi dan/atau
Pengurus Korporasi;
❑ Segala bentuk perbuatan dalam rangka melaksanakan kegiatan usaha sehari-hari Korporasi;
❑ Segala bentuk perbuatan yang menguntungkan Korporasi;
❑ Segala bentuk tindakan yang diterima/biasanya diterima oleh Korporasi;
❑ Korporasi yang secara nyata menampung hasil tindak pidana dengan subjek hukum Korporasi; dan/atau
❑ segala bentuk perbuatan lain yang dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada Korporasi menurut undang-
undang.
PERJA 28/A/JA/10/2014 (2)
Perbuatan Pengurus Korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana:

❑ Setiap orang yang melakukan, turut serta melakukan, menyuruh melakukan, menganjurkan
melakukan, menganjurkan melakukan atau membantu melakukan tindak pidana;

❑ Setiap orang yang memiliki kendali dan wewenang untuk mengambil langkah pencegahan tindak
pidana tersebut, namun tidak mengambil langkah yang seharusnya dan menyadari akan
menerima resiko yang cukup besar apabila tindak pidana tersebut terjadi;

❑ Setiap orang yang mempunyai pengetahuan akan adanya resiko yang cukup besar, cukuplah
apabila ia tahu, bahwa tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi; dan/atau

❑ Segala bentuk perbuatan lain yang dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada Pengurus
Korporasi menurut undang-undang.
PERMA
❑ Diterbitkan 21 Desember 2016;
NO. 13/2016 (1)
❑ Mengisi kekosongan hukum acara dan hukum materil (?);
❑ Penerapan dilakukan berdasarkan masing-masing UU
yang mengatur pemidanaan Korporasi;
❑ Diterapkan terhadap kasus Korporasi yang akan datang
dan tidak dapat diterapkan terhadap kasus-kasus lama
sebelum berlakunya Perma ini;
❑ Sistematika Perma: Bab I Ketentuan Umum, Bab II
Maksud dan Tujuan, Bab III Tata Cara Penanganan
Perkara, Bab IV Putusan dan Pelaksanaan Putusan
Pengadilan, Bab V Ketentuan lain-lain, Bab VI Ketentuan
Peralihan dan Bab VII Ketentuan Penutup.
PERMA
❑ Pertanggungjawaban Korporasi dan Pengurus; NO. 13/2016 (2)
❑ Pertanggungjawaban Grup Korporasi;
❑ Pertanggungjawaban Korporasi dalam Penggabungan,
Peleburan, Pemisahan dan Pembubaran korporasi;
❑ Pemeriksaan Korporasi;
❑ Pemeriksaan Pengurus;
❑ Pemeriksaan Korporasi dan Pengurus;
❑ Gugatan Ganti Rugi dan Restitusi;
❑ Penanganan Harta Kekayaan Korporasi;
❑ Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan
Pidana (ikut KUHP).
PASAL 3, VICARIOUS LIABILITY :
HUBUNGAN KERJA, HUBUNGAN LAIN ?

Hubungan Hubungan
01 Kuasa? 02 Kontrak?
PASAL 4

Kesalahan Korporasi tidak melaksankan


langkah-langkah pencegahan
PASAL 4 AYAT 2, STRICT LIABILITY KECUALI ADA?

Langkah-langkah pencegahan perusahaan (alasan pemaaf),


Dikenal dengang nama 3 line of defense (G.R.C):

01 Adanya good corporate governance yang efektif;

Adanya risk management yang baik (identifikasi, menilai, mitigasi dan


02
mereview risiko). Misalnya Pedoman Third Party Payment;

Adanya kepatuhan yg efektif, seperti pakta integritas dan whistle


03
blowing system yang efektif.
PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

1. Transparency; 1. Kepemimpinan;
2. Accountability; 2. Etika & kejujuran sektor publik;
3. Responsibility; 3. Penatalayanan (stewardship);
4. Independency; 4. Supremasi hukum;
5. Fairness. 5. Transparansi;
6. Independensi; &
7. Akuntababilitas.
EFEKTIVITAS G.C.G

Governance • Governance Commitment/Principle, seperti


Outcome
pakta integritas, whistle blowing system;
• Governance Structure, Organ Perusahaan
Governance Process Lengkap Termasuk Komite;
• Governance Process/Mechanism seperti

Governance Structure adanya S.O.P;


• Governance Outcome, seperti keuntungan
Governance Principles meningkat dan harga saham di bursa naik.

Sumber: MA. Daniri, Rumah Governance


UK BRIBERY ACT: ADEQUATE MEASURES

Section 7 of the UKBA : Strict Corporate Liability Offence for Failing to


Prevent Bribery Of Associated Person

Ruang Lingkupnya Luas

Pembuktian upaya pencegahan berupa “Adequate Measures” yg meliputi:


1. proportionate procedures;
2. top-level commitment;
3. risk assessment;
4. due diligence;
5. communication; dan
6. monitoring and review.
Egmont Group, perkumpulan PPATK sedunia
yang beranggotakan sekitar 150 negara

JENIS-JENIS
TIPOLOGI TPPU
❑ Concealment within Business Structures;
TERKAIT ❑ Misuse of Legitimate Business;
KORPORASI ❑ Use of False Identities;
❑ Exploiting International Jurisdiction Issues;
❑ Use of Anonymous Asset Types;
❑ Tipologi lain-lain (Perbuatan Lain).
CORPORATE CRIMINAL LIABILITY &
BENEFICIAL OWNER
❑ Modus Pertama (concealment within business structure),
Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila
terbukti, bahwa perbuatan tersebut benar merupakan perbuatan
Perusahaan, seperti memfasilitasi, mendapat keuntungan.
beneficial owner juga dapat dimintai pertanggungjawaban
apabila terbukti ia mengendalikan Perusahaan untuk melakukan
perbuatan pidana/TPPU;
❑ Modus Kedua, Korporasi tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana karena Korporasi tidak tahu
menahu Korporasinya disalahgunakan;
❑ Modus Ketiga, dapat saja Korporasi dimintai
pertanggungjawaban kalau ada S.P.V yg sengaja didirikan di
luar untuk melakukan tindak pidana/TPPU.
PASAL 6, GRUP KORPORASI

Ada tiga ukuran:

Hubungan Hubungan
01 Kepemilikan 02 Keuangan
03
Hubungan
Manajemen ? Pengendalian?
Hubungan
ALASAN PENGURUS KORPORASI UNTUK TERLEPAS DARI
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

01 Ultra Vires
02 Tidak ada kesalahan

03 Alasan pembenar, pemaaf dan


alasan penghapus pidana
FIDUCIARY DUTY

Duty of Skill Bussines Judgement Rule

01 02 03 04
Duty of Care Obligation to
and Diligence Beattentive

Note: Pentingnya fiduciary duty ini adalah untuk memastikan sampai dimana suatu organ bertindak dalam
batas wewenangnya sehingga ia tidak perlu bertanggungajawab secara pribadi.
CONTOH KASUS:
❑ PT Giri Jaladhi Wana;
❑ PT Cakrawala Nusadimensi;
❑ PT Asuransi Jiwasraya;
❑ PT Putra Ramadhan (PT Tradha); &
❑ Roll-Royce.
PT GIRI JALADHI WANA (PT GJW) - KASUS 1
❑ Jaksa menggunakan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) dan dakwaan subsidair Pasal 3 UU PTPK;
❑ PT GJW didakwa berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama tentang Kontrak Bagi Tempat Usaha
dalam Rangka Pembangunan Pasar Induk Antasari Kota Banjarmasin. Penandatanganan Perjanjian dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Stevanus Widagdo sebagai Direktur Utama yang juga merupakan directing mind
dari PT GJW.
❑ Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di Persidangan bahwa PT GJW dengan sengaja tidak
membayar uang pengelolaan Pasar Sentra Antasari kepada kas daerah Pemerintah Kota Banjarmasin dan
memberikan keterangan yang tidak benar dengan mengatakan bahwa PT GJW mengalami kerugian padahal
berdasarkan laporan keuangan pengelolaan pasar Sentra Antasari Banjarmasin terkumpul dana sebesar Rp. 7,6
miliar lebih, serta PT GJW tidak membayar retribusi, penggantian uang sewa dan pelunasan retribusi,
penggantian uang sewa dan pelunasan Kredit Inpres Pasar Antasari sebagaimana telah diperjanjikan yang
seluruhnya adalah Rp. 5,7 miliar lebih;
❑ Kasus ini sampai tahap banding, Pengadilan Tinggi Negeri Banjarmasin menguatkan Putusan sebelumnya
dengan memutuskan PT.GJW telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Korupsi Secara Berlanjut dan menjatuhkan pidana kepada PT.GJW dengan pidana denda sebesar Rp. 1,3 miliar
lebih,- serta menjatuhkan pidana tambahan berupa Penutupan Sementara PT Giri Jaladhi Wana selama 6
(enam) bulan.
Sumber: Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/PID.SUS/2011/PT.BJM Jo Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No.812/Pid.Sus/2010/PN.BJM.
PT CAKRAWALA NUSADIMENSI (PT CN) - KASUS 2

❑ Jaksa menggunakan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) dan dakwaan subsidair Pasal 3 UU PTPK;
❑ Fakta persidangan yakni keputusan jajaran direksi dan komisaris mengenai tindak lanjut pembebasan tanah
dengan cara ruislag melalui jasa Drs. Gatot Sutejo staf pemerintah daerah kota Bekasi adalah keputusan yang
tidak bijak, tidak cermat dan tidak hati-hati serta telah menyalahi mekanisme yang berlaku terkait ruislag
menyangkut tanah negara atau aset pemerintah Kota Bekasi. Sebagai konsekuensinya segala akibat yang
timbul dari perbuatan tersebut harus ditanggung oleh PT itu sendiri, yaitu dengan harta kekayaan PT yang
bersangkutan, tanpa sedikit pun dapat meminta pertanggungjawaban dan/atau menuntut untuk dibayar dari
harta kekayaan pribadi yang melakukan perbuatan;
❑ Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung dalam putusannya menyatakan PT CN terbukti melakukan tindak
pidana korupsi dan menghukum pidana denda sebesar Rp. 700.000.000,- dengan ketentuan jika PT CN tidak
membayar denda tersebut dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak putusan tersebut berkekuatan
hukum tetap, maka harta benda PT CN dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar denda tersebut.

Sumber: Putusan Pengadilan Negeri bandung No. 65/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Bdg .


PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) - KASUS 3

❑ Benny Tjokrosaputro bersama-sama dengan dengan Pengurus Korporasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 2008-
2018 sepakat untuk melakukan pengelolaan Investasi Saham dan Reksa Dana yang dilakukan tanpa analisis yang
didasarkan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam NIKP (Nota Intern Kantor Pusat), tetapi analisis
hanya dibuat formalitas;
❑ Mereka pun mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi untuk membentuk produk Reksa Dana khusus untuk
Jiwasraya agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying Reksa Dana Jiwasraya dapat dikendalikan
oleh Joko Hartono Tirto yang merupakan pihak terafiliasi dengan Terdakwa Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat;
❑ Putusan majelis hakim pun menyatakan Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan tindak pidana Korupsi secara
bersama-sama dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang dan menjatuhkan pidana pidana penjara seumur hidup
serta menjatuhkan pidana tambahan terhadapnya untuk membayar uang pengganti kepada Negara sejumlah enam
triliun rupiah dan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti tersebut;
❑ Perkembangan terakhir 13 korporasi telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi namun majelis hakim
mengabulkan eksepsi Terdakwa untuk tidak menggabungkan perkara karena akan membuat majelis hakim kesulitan
serta tindak pidana para terdakwa tidak ada sangkut paut atau hubungan satu sama lain.

Sumber: Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst.


PT PUTRA RAMADHAN (PT TRADHA) - KASUS 4
❑ Jaksa menggunakan dakwaan primair Pasal 3 dan Pasal 5 UU TPPU;
❑ Yahya Fuad pada 2016 terpilih menjadi Bupati Kebumen. Lalu 2 hari sebelum pelantikan bupati, ia mengundurkan diri
dari kepengurusan PT Tradha. Meskipun Yahya telah mengundurkan diri, nyatanya di bawah tangan PT Tradha
masih dikendalikan oleh Yahya selaku beneficial ownernya (BO) dan turut campur tangan dalam pengadaan
barang/jasa di Kabupaten Kebumen untuk menguntungkan dirinya dan PT Tradha;
❑ Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di Persidangan bahwa PT Tradha telah menikmati keuntungan yang
tidak sah melalui proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2016, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Bantuan Provinsi Tahun Anggaran 2017 serta adanya peminjaman bendera perusahaan lain untuk pengadaan
barang/jasa. Selain itu, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 54/Pid.Sus/TPK/2018/PN Smg
bahwa Yahya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan hasil dari korupsinya dimasukan ke PT Tradha untuk
dicampurkan dengan keuangan perusahaan sehingga seolah-olah merupakan hasil yang sah. Lalu, Direktur dan
Komisaris PT Tradha pun memiliki niat jahat (mens rea)dan saling membagi tugas dalam melakukan perbuatan
melawan hukum guna kepentingan PT Tradha dan Yahya.
❑ Majelis hakim menyatakan PT Trada melakukan pencucian uang dan menjatuhkan hukuman pidana denda
Rp500.000.000,-. Jika tidak PT Trada tidak mampu maka akan ada perampasan aset PT Trada atau Yahya Fuad
selaku pengendali (beneficial owner) dari PT Trada yang nilainya sama dengan pidana denda yang dijatuhkan. PT
Trada juga dijatuhkan pidana tambahan berupa pelarangan mengikuti kegiatan pelelangan pengadaan barang dan
jasa milik Pemerintah selama 3 Tahun dan perampasan aset untuk negara kurang lebih 6 miliar
Sumber: Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 47/PIDSUS-TPK/2019/PN SMG
Kasus Korupsi Internasional Roll-Royce
❑ Perusahaan terkenal di dunia, Rolls-Royce pernah melakukan tindak pidana, yakni penyuapan terhadap para pejabat
negara di berbagai negara (Brazil, Kazakhstan, Azerbaijan, Angola, Irak, China, India, Indonesia, Malaysia, Nigeria,
Rusia dan Thailand) dan dilakukan selama lebih dari 10 tahun;
❑ Rolls-Royce perusahaan yang berbasis di negara Inggris dan Inggris memiliki ketentuan Foreign Corrupt Pratices Act
(FCPA), maka otoritas penegak hukum di Inggris yang berwenang untuk mengurusi kasus penggelapan dan penyuapan
yang serius dan bernilai besar (Serios Fraud Office/ SFO).
❑ SFO mengusut dan memberikan tawaran kepada Rolls-Royce yakni deferred prosecution agreement (DPA) atau
perjanjian penuntutan yang ditangguhkan. Jadi Rolls-Royce akan mengakui kesalahannya tanpa mekasime pengadilan.
Mekanisme pengadilan umumnya menghabiskan waktu lama dan ketidakpastian dikemudian hari, padahal Rolls-Royce
di sisi lain membutuhkan kepastian hukum dan perlu untuk segera bangkit serta memulai bisnisnya Kembali. Maka pada
tanggal 17 Januari 2017 Rolls-Royce menerima tawaran yang diberikan oleh SFO dengan mengakui bahwa Rolls-
Royce melakukan tindak pidana fraud di berbagai negara dan siap untuk membayar denda senilai £ 671.000.000140
(Sekitar 14 triliun rupiah).
❑ Tidak ada yang dihukum penjara, namun penjatuhan denda yang sedemikian banyak telah mampu memberikan efek
jera bagi Rolls-Royce agar mampu bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada sisi lain, biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam penegakan hukum untuk mencari bukti-bukti dari tindak pidana sekompleks kasus
Rolls-Royce tersebut juga dapat jauh diminimalisir ketimbang harus “berjuang” mencari bukti di berbagai negara, untuk
kemudian “bertarung” di pengadilan.
Thank you!
Ada Pertanyaan?
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai