Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS PELUANG & TANTANGAN PENGEMBANGAN WISATA

HALAL DI INDONESIA
Lathifah Aini, Muhammad Ashabul Zicky
Magister Ekonomi Syariah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
lathifah.aini05@gmail.com / ashabulzicky1998@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan peluang dan tantangan pada


perkembangan wisata halal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif-kualitatif. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library
research) dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui artikel
ilmiah. Hasil dari pernelitian ini adalah Global Muslim Travel Index (GMTI)
menempatkan Indonesia pada posisi ke-2 sebagai negara dengan wisata halal
terbaik di dunia namun terdapat tantangan yang dihadapi dalam pengembangan
wisata halal di Indonesia adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku
wisata halal di Indonesia. Selain permasalahan bahasa, pemasaran yang dilakukan
juga tentunya harus berlandaskan prinsip syariah. Tantangan lainnya dalam
pengembangan wisata halal di Indonesia adalah penyediaan fasilitas dan pelayanan
yang sesuai dengan CrescentRating ACES model maupun Fatwa DSN-MUI Nomor:
18/DSN-MUI/X/2016 tentang Penyelanggaran Pariwisata Berdasarkan Prinsip
Syariah. Hotel, restoran, spa, dan fasilitas lain yang berbasis syariah masih terbatas
ditemukan di sekitar destinasi wisata. Selain itu, pelaku usaha juga memerlukan
strategi untuk menarik wisatawan non-muslim untuk datang dan memenuhi
kebutuhan wisatawan non-muslim tersebut tanpa harus berbenturan dengan prinsip
syariah. Solusi dari tantangan pengembangan wisata halal di Indonesia ini dengan
cara pengembangan SDM, capacity building, sosialisasi dan juga dalam
pengembangannya dengan konsep Smart Tourism.

Kata kunci : Wisata Halal, Perkembangan, Peluang, Tantangan

A. Latar Belakang

Wisata halal lambat laun menjadi tren yang memiliki potensi dan peluang
untuk dikembangkan terutama di Indonesia. Peluang pengembangan pariwisata
halal di Indonesia ini tentunya sangat besar mengingat Indonesia merupakan
negara dengan 229 juta jiwa masyarakat yang memeluk agama Islam yang
menjadikan Indonesia menjadi negara dengan penduduk Muslim terbanyak di
dunia tahun 2022 (Fajri, 2022). Selain itu, peluang Indonesia dalam
mengembangkan wisata halal juga didukung oleh Global Muslim Travel Index
(GMTI) yang memberikan peringkat ke-2 kepada Indonesia sebagai negara dengan
wisata halal terbaik di dunia tahun 2022 (Mastercard & CrescentRating, 2022).
Pengakuan dunia internasional tersebut tentu menjadi prestasi bagi wisata halal di
Indonesia. Namun, Indonesia masih perlu melakukan banyak perbaikan dan
pengembangan untuk menggali potensi pariwisata halal kedepannya.

Wisata halal merupakan kegiatan mengunjungi tempat-tempat tertentu


dengan tujuan rekreasi, pengembangan diri, atau belajar hal baru yang unik dari
suatu tempat dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Wisata halal tentunya
bisa diterapkan oleh siapa saja, tidak khusus untuk umat Muslim saja. Wisata halal
merupakan pengembangan fasilitas dan pelayanan tempat wisata agar sesuai
dengan prinsip syariah. Salah satu bentuk pengembangan wisata halal yang
dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan keberadaan hotel berbasis
syariah (Satriana & Faridah, 2018). Global Muslim Travel Index (GMTI)
membentuk kriteria-kriteria tertentu yang perlu diberikan oleh tempat wisata halal
di dunia. Kriteria GMTI ini disebut CrescentRating ACES model. CrescentRating
ACES model merumuskan empat kunci utama yang dapat menarik wisatawan
Muslim berkunjung ke tempat wisata. Empat kunci utama tersebut adalah
kemudahan akses ke lokasi wisata, komunikasi internal dan eksternal dari
pengelola wisata, keadaan lingkungan di tempat wisata, dan pelayanan yang
tersedia di destinasi wisata (Mastercard & CrescentRating, 2022). CrescentRating
ACES model dapat menjadi acuan utama untuk mengembangkan wisata halal di
Indonesia.

Pengembangan potensi wisata halal di Indonesia tentunya memiliki


tantangan kedepannya. Saat ini, masih banyak orang yang beranggapan bahwa
konsep wisata halal adalah Islamisasi tempat wisata. Hal ini tentunya keliru
mengingat wisata halal hanya menjadi bentuk penyediaan fasilitas dan layanan di
tempat wisata agar berjalan sesuai dengan prinsip syariah yang tentunya tidak
memberatkan pihak manapun. Selain itu, wisata halal tentunya perlu memiliki
kredibilitas agar dapat lebih dipercaya oleh wisatawan. Saat ini Indonesia masih
perlu melakukan proses pembentukan aturan yang visioner dalam pengelolaan
wisata halal yang profesional, terukur dan berkesinambungan (Surwandono et al.,
2020). Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa DSN-MUI
Nomor: 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan
Prinsip Syariah yang dapat menjadi pedoman pengembangan wisata halal di
Indonesia. Namun, sampai saat ini pembahasan mengenai syarat dan ketentuan
tentang wisata halal masih menjadi perdebatan (Nurjaya et al., 2021).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
adalah:
1. Bagaimana peluang dan tantangan dalam pengembangan wisata halal di
Indonesia?
2. Bagaimana solusi dalam menghadapi tantangan dalam pengembangan wisata
halal di Indonesia?
C. Kerangka Teoritis
1. Wisata halal
Wisata halal merupakan salah satu bentuk wisata yang berbasis
budaya dengan mengutamakan nilai-nilai dan norma syariah islam sebagai
pondasi utama. Pada saat ini siklus industri pariwisata yang masil dalam
fase penembangan, tentunya membutuhkan gagasan yang lebih mutahir dan
internalisasi pemahaman secara menyeluruh terhadap integrasi nilai-nilai
islam pada seluruh tahapan kegiatan pariwisata (Widagdyo, 2015). Wisata
halal tentunya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan wisatawan yang
berhubungan dengan hukum syariah dan segala persyaratannya (Azzam at
all (2019) . Wisata halal adalah konsep keseimbangan hidup, tidak hanya
bertujuan untuk mencapai kesenangan ketika berwisata, tetapi wisata juga
sebagai jembatan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.
(Sriviboone, S., & Komolsevin, 2018) mengatakan bahwa wisata halal
adalah manajemen wisata yang mematuhi aturan agama untuk menanggapi
kebutuhan umat islam yang mencakup layanan yang ditawarkan dari negara
asal ke tujuan misalnya seperti hotel, transportasi, restoran, tempat rekresasi
dan hiburan yang sesuai dengan prinsip islam.
2. Ruang lingkup wisata halal
a. Objek, tujuan, dan target
Tujuan dan sasaran antara periwisata konvensional , wisata religi
dan wisata halal menunjukan perbandingan jenis wisata mengacu pada
segala sesuatu di daerah pariwisata sebagai faktor penarik wisatawan
mengunjungi objek wisata halal secara umum lebih kompleks
dibandingkan dengan wisata konvensional dan wisata religi. Wisata
konvensional dicirikan oleh alam, budaya, sejarah dan kuliner di tempat
wisata religi yang utama adalah tempat ibadah dan peninggalan sejarah.
Wisata syariah dapat merangkum semua atraksi Ini adalah objek yang
menarik wisatawan. Wisata halal lebih fleksibel dari segi objek daya
tarik wisata.
Wisata halal memiliki tujuan meningkatkan spiritualitas dengan cara
mengihubur. Wisatawan yang menginjungi masjid bisa menikmati
keindahan dan kemegahan bagungan sekaligus sebagai media
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
b. Wawasan pemandu wisata
Tour Guide atau pemandu wisata memiliki peran penting karena
kemampuannya mempengaruhi wisatawan untuk mengunjungi suatu
objek wisata agar wisatawan tertarik untuk berkunjung kembali ke
wisata tersebut. Keunggukan dan keistimewaan dalam berkomunikasi
dengan baik dan memberikan informasi yang akurat membuat para
wisatawan merasakan kenyamanan saat berwisata. Oleh karena iru
pemandu wisatadiperlukan keahlian dalam berbahasa verbal yang baik.
Kepuasan wisatawan adalah perbandingan antara jasa yang diberikan
dan keinginan atau kebutuhan wisatawan. Jika tidak sesuai dengan
keinginan maka wisatawan cenderung merasa tidak puas, sebaliknya
jika memenuhi keinginan atau lebih wisatawan akan puas dan senang.
Keterampilan pemandu wisata memegang kunci kepuasan wisatawan
agar merasa nyaman dan aman.
c. Fasilitas Ibadah
Pendit (2003) membagi fasilitas objek wisata dalam dua jenis,
sebagai berikut:
1) Fasilitas primer, sebagai objek wisata berfungsi sebagai daya tarik
utama wisata.
2) Fasilitas penunjang, sebagai bangunan selain fasilitas primer yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selama berwisata.
Fasilitas penunjang kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
-. Fasilitas sekunder yaitu bangunan yang bukan merupakan daya
tarik utama wisata akan tetapi digunakan untuk memenuhi
kebutuhan utama wisatawan seperti penginapan, rumah makan dan
toko cinderamata;
- Fasilitas kondisional yaitu bangunan yang digunakan oleh
wisatawan maupun warga setempat seperti masjid, toilet umum dan
tempat parkir.
Masjid sebagai sarana ibadah berfungsi sebagai fasilitas penunjang
dan sifatnya tentatif, artinya hanya dibutuhkan sesuai dengan kondisi
atau keinginan pengunjung saja. Masjid tidak termasuk paket hiburan
dan bukan bagian inti dari objek wisata yang dikembangkan sedangkan
pada wisata halal, masjid yang sesuai dengan standar menjadi bagian
yang menyatu dengan objek wisata itu sendiri. Pengelola memosisikan
masjid sebagai fasilitas primer dengan tata letak harus berada pada zona
inti kawasan wisata. Pandangan wisatawan akan tertuju pada masjid
sebagai objek utama.
d. Kuliner
Kuliner adalah hal yang sangat penting dalam industri pariwsata. Yang
mana kuliner berperan mempermudah wisatawan yang berkunjung
dalam memenuhi kebutuhan makan dan minuman (Febrianti, 2017).
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 28 Tahun 2015 tentang Standar
Usaha Pusat Penjualan Makanan mengarahkan dalam 3 aspek penting
dalam meningkatkan mutu penyelenggaraan usaha makanan yaitu aspek
produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pusat penjualan makanan.
Indonesia berpedoman pada strandarisasi kehalalan makanan dan
minuman. Menurut Fatwa Halal MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal dengan Ketentuan sebagai berikut:
1) Tidak diperbolehkan mengonsumsi dan menggunakan nama
dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada
kekufuran dan kecurangan.
2) Tidak diperbolehkan mengonsumsi dan menggunakan nama
dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada
nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan
khamar, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak
mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso,
bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
3) Tidak diperbolehkan mengonsumsi dan menggunakan bahan
campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan
rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan,
seperti mi instan rasa babi.
4) Tidak diperbolehkan mengonsumsi makanan/minuman yang
menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan.
e. Relasi dengan Masyarakat
Hubungan antara wisatawan dan masyarakat sebagai pelaku pariwisata
dalam wisata konvensional dan pariwisata halal saling melengkapi.
Disediakan oleh wisatawan obyek wisata dan daya tariknya di kalangan
wisatawan membutuhkan segala sesuatu yang tersedia di tempat wisata.
hubungan terpengaruh mekanisme pasar, wisatawan membayar dengan
jumlah tertentu uang untuk menikmati objek yang ada. Berbeda dengan
wisata halal relasi antara supply dan demand diwujudkan dengan sistem
syariah. Selain itu, juga terbentuk relasi yang terintegrasi berati tidak
ada kekhususan untuk wisatawan. Mereka akan mendapatkan pelayanan
yang sama ketika berwisata. Pengelolaan destinasi wisata yang
dilakukan oleh masyarakat harus sesuai dengan prinsip syariah antara
lain kepemilikan, pertumbuhan yang seimbang, keadilan dan bekerja
sama dengan kebaikan (BI., 2018).
f. Agenda Perjalanan
Agenda perjalanan wisata halal yang berlangsung dengan
memperhatikan waktu, artinya agenda/daftar yang disusun tidak
bertentang dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya jadwal menikmati
objek wisata bertepatan dengan waktu salat Jumat atau agenda
perjalanan untuk pendakian ekowisata dibuka pada bulan Ramadan.
Durasi berwisata harus disesuaikan dengan kebutuhan sehingga
perjalanan wisata tidak berlangsung sia-sia atau hanya sekedar
membuang-buang waktu, sehingga hakikat wisata halal tidak tercapai.
D. Tinjauan Literasi
1. Wisata Halal: Perkembangan, Peluang, dan Tantangan oleh: Eka
Dewi Satriana, dan Hayyun Durrotul Faridah.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan eksplorasi perkembangan wisata


halal di beberapa negara. Penelitian ini mengulas konsep dan prinsip wisata
halal. Penelitian ini juga membahasa peluang dan tantangan pengembangan
wisata halal di berbagai negara. Adapun negara yang menjadi objek penelitian
ini adalah Indonesia, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan. Penelitian ini
menyimpulkan jika wisata halal memiliki potensi besar kedepannya mengingat
jumlah peningkatan wisatawan muslim dari tahun ke tahun yang relatif
meningkat (Satriana & Faridah, 2018).

2. Strategies to Improve Halal Tourism in Indonesia During The Pandemic


Covid-19 oleh: Anita Musfiroh, Mugiyati, dan Aldi Khusmufa Nur
Iman.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak pandemi


Covid-19 terhadap wisata halal di Indonesia serta mencari tahu strategi yang
dapat diimplementasikan untuk meningkatkan wisata halal di Indonesia selama
pandemi Covid-19. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk
memperbaiki wisata halal di Indonesia selama pandemi Covid-19, pelaku
wisata halal perlu mengetahui 3 fase pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain
itu, pelaku wisata halal masih perlu memperhatikan protokol kesehatan di
tempat wisata dan bisa mempertimbangkan untuk melakukan digitalisasi
wisata halal di Indonesia (Musfiroh et al., 2021).

3. Destination Branding Indonesia Sebagai Wisata Halal oleh: Alwafi


Ridho Subarkah, Junita Budi Rachman, dan Akim.

Penelitian ini bertujuan untuk membahasa destination branding Indonesia


menggunakan instrumen pariwisata halal untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan terutama dari pasar Timur Tengah dan menjadikan Indonesia
sebagai destinasi wisata halal dunia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan jika
Indonesia melakuakn destination branding dengan menetapkan logo Halal
Tourism Indonesia, Halal Tourism Indonesia: The Halal Wonders, untuk
menggambarkan destinasi wisata halalnya. Kemudain menunjuk tiga daerah
yang dianggap siap menjadi destinasi wisata halal unggulan yakni Lombok
(Friendly Lombok), Aceh (The Light of Aceh), dan Sumatera Barat (Taste of
Padang) yang dilihat dari fasilitas dan layanan yang memenuhi kriteria dan
mendapatkan penghargaan wisata halal terbaik dunia mewakili Indonesia pada
ajang World Halal Travel Summit di Abu Dhabi 2015 dan 2016. Selain itu,
Indonesia juga melakukan upaya diplomasi pariwisata halal melalui
familiarization trips, mengikuti kunjungan wisatawan Timur Tengah sebagai
target utama wisata halal (Subarkah et al., 2020).

4. Pariwisata Halal Di Indonesia: Kajian Terhadap Fatwa Dewan


Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) oleh: Temmy
Wijaya, Siti Nurbayah, Fatimatus Zahro, dan Fitria Ningsih.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pariwisata halal di


Indonesia dalam hal Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) dan Peraturan Pemerintah. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa sejumlah besar permintaan publik untuk kunjungan pariwisata halal di
Indonesia mengakibatkan perlunya regulasi normatif dan positif yang menatur.
Akhirnya, MUI mengeluarkan dan menetapkan fatwa nomor: 108/DSN-
MUI/X/2016 mengenai implementasi pariwisata berdasarkan prinsip syariah.
Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Pariwisata Halal (Wijaya et al., 2021).

5. Polemik Kebijakan Wisata Halal di Indonesia serta Tinjauannya


dalam Maqashid Syariah oleh: Surwandono, Rizki Dian Nursita,
Rashda Diana, dan Ade Meiliyana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menimbang keakuratan konsep


wisata halal sebagai derivasi dari pariwisata yang Islami menggunakan
prespketif maqashid syariah. Penelitian ini selanjutnya membandingkan
konsep wisata halal tersebut dengan sejumlah indikator dalam penyusunan
indeks Global Muslim Travel Index (GMTI). Hasil dari penelitian ini adalah
tata kelola dan praktik wisata halal telah sesuai mempresentasikan pariwisata
yang Islami. Namun, masih terdapat banyak distrosi daam tata kelola
pariwisata halal di Indonesia yang mengabaikan prinsip maqashid syariah.
Adanya kebijakan legal yang mengadopsi prinsip-prinsip dalam Islam adalah
hal yang patut kita pertimbangkan di masa mendatang (Surwandono et al.,
2020).

6. Potensi Halal Tourism Di Indonesia oleh Regina Dewi Hanifah

Pariwisata menjadi sektor bergengsi yang dapat mendongkrak ekonomi


sebuah negara dalam sistem berkelanjutan. Dengan merebaknya Halal
Lifestyle secara global, muncul pula Halal Tourism di negara-negara,
khususnya negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia.
Tentunya kesiapan Indonesia sendiri dalam menyiapkan diri menjadi destinasi
untuk Halal Tourism dapat dikaji dari berbagai aspek, khususnya dalam aspek
syar’i sendiri. Penelitian ini bertujuan melihat potensi Indonesia sebagai tujuan
wisatawan dalam melaksanakan Halal Tourism. Dilihat dari faktor-faktor
pendorong potensi wisata, faktor standar pengukuran Halal Tourism dari segi
administrasi dan pengelolaannya serta tantangan yang dihadapi di Indonesia
sendiri dalam melaksanakan Halal Tourism. Pariwisata halal di Indonesia
memiliki prospek ekonomi yang baik sebagai bagian dari industri pariwisata
nasional.Inti dari wisata halal menekankan prinsip-prinsip syari’ah dalam
pengelolaan pariwisata dan pelayanan yang santun dan ramah bagi seluruh
wisatawan dan lingkungan sekitarnya

a) Pelayanan kepada wisatawan harus cocok dengan prinsip muslim


secara keseluruhan
b) Pemandu dan staf harus memiliki disiplin dan menghormati prinsip-
prinsip Islam
c) Mengatur semua kegiatan agar tidak bertentangan dengan prinsip
Islam
d) Bangunan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islam
e) Restoran harus mengikuti standar internasional pelayanan halal
f) Layanan transportasi harus memiliki keamanan sistem proteksi
g) Ada tempat-tempat yang disediakan untuk semua wisatawan
muslim melakukan kegiatan keagamaan
h) Bepergian ke tempat-tempat yang tidak bertentangan dengan
prinsip Islam
7. Destination Branding Indonesia sebagai Destinasi Wisata Halal oleh
Alwafi Ridho Subarkah, Junita Budi Rachman, Akim

Penelitian ini bertujuan untuk membahas destination branding Indonesia


menggunakan instrumen pariwisata halal untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan terutama dari pasar Timur Tengah dan menjadikan Indonesia
sebagai destinasi wisata halal dunia. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif dengan konsep destination branding dan diplomasi publik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia melakukan destination
branding dengan menetapkan Logo Halal Tourism Indonesia, Halal Tourism
Indonesia: The Halal Wonders, untuk menggambarkan destinasi wisata
halalnya, kemudian menunjuk tiga daerah yang diangap siap menjadi destinasi
wisata halal unggulan, yakni Lombok (Friendly Lombok), Aceh (The Light of
Aceh), dan Sumatera Barat (Taste of Padang) yang dilihat dari fasilitas dan
layanan memenuhi kriteria dan mendapatkan penghargaan wisata halal terbaik
dunia mewakili Indonesia pada jang World Halal Travel Summit di Abu Dhabi
2015 dan 2016. Selain itu, Indonesia juga melakukan upaya diplomasi
pariwisata halal melalui familiarization trips, mengikuti pameran nasional dan
internasional, serta melalui media dan terlihat hasilnya dari meningkatnya
jumlah kunjungan wisatawan Timur Tengah sebagai target pasar utama wisata
halal.

Keberhasilan destination branding dan diplomasi publik Indonesia sebagai


destinasi wisata halal dapat dilihat dari peringkat Indonesia menjadi peringkat
pertama dengan nilai 78 sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia
berdasarkan Global Travel Index 2019 yang memperhatikan aksesibilitas,
lingkungan, komunikasi dan layanan (MasterCard; CrescentRating, 2019).
Pada tahun 2017 peringkat ketiga dengan nilai 72,6 (MasterCard;
CrescentRating, 2017). Sedangkan tahun 2018 berada di peringkat kedua
dengan nilai 72.8 (Mastercard & CrescentRating, 2018). Ini menunjukkan
kemajuan dalam pembangunan pariwisata halal di Indonesia.

8. The Role of Transportation to Support The Sustainability Halal


Tourism in Indonesia oleh Hadi Peristiwo

Potensi pengembangan wisata halal di Indonesia dinilai sangat menjanjikan


dan akan menjadi bisnis yang banyak diminati pelaku usaha pariwisata. Hal ini
sejalan dengan peningkatan wisata halal dari tahun ke tahun. Transportasi
memiliki peran penting dalam mendukung pariwisata halal yang berkelanjutan.
Tinjauan pustaka jurnal ini akan mengeksplorasi peran transportasi dalam
pariwisata halal berkelanjutan, konsep perencanaan moda transportasi dalam
pariwisata halal berkelanjutan dan membahas tantangan dan masalah
transportasi untuk pariwisata halal berkelanjutan di Indonesia. Metode
penelitian literature review jurnal ini dilakukan dengan mencari artikel-artikel
terbitan Sage, Elsivier Science dan Taylor & Francis dengan kata kunci terpilih
yaitu transportasi, halal sustainable tourism, dan tourism and hospitality.
Penelusuran dilakukan dengan membatasi publikasi dari tahun 2010 – 2020.
Dari hasil penelusuran literatur, terlihat bahwa transportasi memiliki peran
penting bagi pariwisata halal berkelanjutan, karena ciri utama wisatawan
adalah mobilitas. Tantangan dan permasalahan dalam pelayanan transportasi
pariwisata halal berkelanjutan di Indonesia secara umum masih dihadapkan
pada masalah peningkatan keselamatan, peningkatan kelancaran mobilitas dan
masalah aksesibilitas pelayanan.

9. Wisata Halal Trend Baru Industri Pariwisata Korea Selatan oleh May
F. A , Ayu A., Aulia N., Fani A , A. F. Hidayatullah

Pengembangan dan peningkatan industri pariwisata dimulai karena


permintaan pasar yang besar untuk menciptakan daya saing yang kuat di dunia
internasional. Ini tidak jauh dari industri pariwisata internasional yang semakin
kompetitif dengan basis dalam memahami minat dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, banyak negara non-Muslim telah memicu pariwisata halal. Makalah
ini ditulis untuk memeriksa dan menilai perkembangan industri pariwisata
berdasarkan Travel Halal dan ramah Muslim di Korea Selatan, yang menjadi
saingan industri di dunia internasional. Selain itu, Korea Selatan adalah negara
non-halal yang pada dasarnya memiliki kebutuhan minimal komunitas non-
Muslim, seperti kuliner, hotel ramah Muslim, fashion, dan atraksi dan tujuan
yang memiliki unsur halal atau sesuai dengan gaya Muslim. Data dalam artikel
ini diperoleh dari tinjauan literatur dari jurnal ilmiah, manuskrip yang
diterbitkan, situs web resmi organisasi, dan artikel berita sesuai dengan
penelitian yang akan dibuat. Industri pariwisata harus memperhatikan beberapa
aspek gaya hidup halal seorang Muslim. Yaitu makanan di restoran halal,
akomodasi halal yang termasuk hotel atau resor halal, termasuk transportasi
halal. Fasilitas halal dengan tempat ibadah atau ruang sholat di setiap hotel,
bandara atau tempat umum lainnya. Negara gingseng membuktikan dengan
meningkatnya keberadaan negaranya melalui bidang pariwisata.
Spesifikasinya adalah pariwisata ramah Muslim atau Perjalanan Halal. Maka
dengan ini, tentu saja membuka jendela untuk menjadi lebih baik, yaitu dengan
Pemerintah banyak kerja sama dengan warga negara Muslim untuk
meluncurkan pengembangan wisata halal.

Pesatnya perkembangan industri pariwasa di Korea Selatan sedang melejit


4 tahun terakhir muncul gagasan baru, yaitu ‘Halal Travel’. Halal Travel ini
merupakan hal baru dalam industri pariwasata karena tidak lain target
pemasaran adalah masyarakat muslim. Perihal yang menjadi tunjukan adalah
pada kuliner halal, destinasi, kesediaan masjid, dan sebagainya. Sebelum
tercetusnya Halal Travel, masyarakat muslim sudah banyak yang memilih
Korea Selatan sebagai tempat liburan. Namun banyak kesulitan dalam mnecari
makanan halal, tempat beribadah dan destinasi yang ramah muslim.
Berdasarkan data, pada tahun 2010 wisatawan dari Indonesia 95.239 orang,
sedangkan wisata dari Malaysia 1136.675 orang. Pada tahun 2014 angka-angka
ini terjadi peningkatan sekitar 21.1% (Indonesia) dan 21.6% (Malaysia). Tak
salah jika Korea Selatan memanfaatkan permintaan pasar ini menjadi cetusan
baru dalam perkembangan insutri pariwisata. Nyatnya, Halal Travel Korea
selatan menyubang setidaknya 5.3% pada pemasukan negara.

Sehingga Konsep dalam pengembangan Daerah wisata halal seperti berikut:

Restoran
Halal

Halal Urf
Lifestyle Halal
Daerah
Wisata Halal
Wisata
Hotel
religi
syariah

Gambar: Konsep Daerah Wisata Halal


E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif, Penelitian ini
merupakan studi kepustakaan (library research) menggunakan data sekunder
yang diperoleh melalui artikel ilmiah, jurnal, buku, dan dokumen terkait
lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan membuat deskripsi
berupa kata-kata, gambar maupun simbol yang dihubungkan dengan objek
penelitian ini. (Djamba, 2014).
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Wisata Halal di Indonesia

Wisata halal merupakan kegiatan bepergian mengunjungi tempat-tempat


tertentu untuk kebutuhan rekreasi, pengembangan diri, atau daya tarik karena
keunikan suatu daerah yang dilandasi prinsip-prinsip syariah. Wisata halal erat
kaitannya dengan wisata Islami, destinasi wisata ramah Muslim, dan halal
lifestyle (Slamet et al., 2022). Wisata halal menjadikan industri pariwisata
memperhatikan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Mastercard-
CrescentRating Global Muslim Travel Index merilis CrescentRating ACES
model sebagai kriteria-kriteria yang dapat menarik wisatawan Muslim
mengunjungi suatu destinasi wisata. Kriteria tersebut adalah:

1) Akses di destinasi wisata


Akses yang dimaksud adalah setiap akses baik fisik atau non-fisik yang
ada di destinasi wisata seperti internet, visa, dan fasilitas transportasi
umum.
2) Komunikasi yang dilakukan pengelola wisata
Komunikasi dari pengelola wisata yang dimaksud adalah bagaimana
pengelola wisata dapat menggapai wisatawan Muslim. Komunikasi
tersebut adalah komunikasi pemasaran, kemampuan komunikasi yang
dimiliki oleh pengelola tempat wisata, dan kesadaran dari stakeholder
mengenai wisatawan Muslim
3) Keadaan lingkungan di sekitar lokasi wisata
Keadaan lingkungan di sekitar lokasi wisata juga menjadi kunci utama
yang dapat menarik wisatawan Muslim untuk mengunjungi suatu tempat
wisata. Keadaan lingkungan yang dimaksud adalah bagaimana
keamanan wisatawan saat berada di lokasi wisata, kondisi cuaca, dan
kesesuaian lingkungan.
4) Pelayanan yang tersedia di destinasi wisata
Pelayanan yang tersedia di destinasi wisata merupakan bagian penting
yang mampu menarik wisatawan Muslim untuk mengunjungi satu
destinasi wisata. Pelayanan ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
Kebutuhan utama, pelayanan inti dan pengalaman yang menarik.
Kebutuhan utama yang dimaksud mencangkup kebutuhan dasar bagi
wisatawan Muslim seperti tersedianya makanan yang halal dan fasilitas
ibadah. Pelayanan inti yang dimaksud seperti tersedianya bandara dan
hotel syariah. Penglaman menarik merupakan pengalaman yang baru dan
berbekas lama di hati dan pikiran wisatawan Muslim.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara potensial untuk


mengembangkan wisata halal. Hal ini telah diakui secara internasional. Global
Muslim Travel Index (GMTI) menempatkan Indonesia pada posisi ke-2 sebagai
negara dengan wisata halal terbaik di dunia (Mastercard & CrescentRating,
2022). Pemberian peringkat ke-2 ini tentunya didasari oleh terpenuhinya
CrescentRating ACES model di destinasi wisata halal di Indonesia. Pariwisata
halal di Indonesia juga memiliki sumbangsi positif bagi Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) (Rahmi, 2020). Meskipun memiliki berbagai prestasi, Indonesia
masih harus mengkaji dan mengembangkan banyak hal untuk menggali potensi
wisata halal yang ada.

2. Pedoman Penyelenggaraan Wisata Halal di Indonesia

Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki landasarn hukum dan


pedoman penyelenggaraan wisata halal. Adapun landasan hukum dan pedoman
tersebut adalah:
1) Fatwa DSN-MUI Nomor: 18/DSN-MUI/X/2016 tentang
Penyelanggaran Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah
Fatwa DSN-MUI Nomor: 18/DSN-MUI/X/2016 tentang
Penyelanggaran Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah menjadi
pedoman khusus dalam penyelenggaraan wisata halal di Indonesia.
Fatwa ini mengatur secara spesifik mengenai penyelenggaraan
pariwisata berdasarkan prinsip syariah.

3. Metode dan Kriteria Penilaian Pariwisata Ramah Muslim Daerah

Metode penilaian dalam laporan ini berupa pendekatan modifikasi model


IMTI yang menggunakan atribut ACES (Access, Communication,
Environment, and Services) seperti yang diterapkan di IMTI, namun dalam
penghitungan skornya menggunakan point rating system, seperti dijelaskan
sebagai berikut:

a) Access

Akses dalam Model ACES ini meliputi kemudahan akses udara yang
meliputi pilihan rute penerbangan domestik dan internasional serta pilihan
maskapai yang tersedia, ketersediaan akses kereta api serta jenis layanan kereta
api yang ditawarkan dan rute yang tersedia baik dalam kota maupun antar
kota/provinsi, kemudian ketersedian akses laut atau pelabuhan/perairan, lalu
infrastruktur yang ada di destinasi seperti kualitas jalan, ketersediaan
penerangan jalan, fasilitas pendukung lainnya seperti cctv, dll. Komponen-
komponen ini dinilai sebagai kemudahan aksesibilitas dari destinasi melalui
beberapa pilihan mode transportasi agar dapat memenuhi kebutuhan wisatawan
untuk sampai di destinasi.

b) Communication

Komponen komunikasi ini mempertimbangkan beberapa sub-kriteria,


diantaranya muslim visitor guide melalui kelengkapan informasi yang ada,
kesesuaian pilihan bahasa yang dipakai pada market tujuan, serta bentuk dari
muslim visitor guide dan kemudahan mendapatkannya, edukasi stakeholder
melalui pemaparan, diskusi dan pelatihan, cara penjangkauan pasar melalui
event khusus atau expo, kemampuan bahasa asing tour guide dengan bahasa
mayoritas wisatawan tujuan, serta digital marketing. Aspek ini dimaksudkan
agar informasi mengenai pariwisata ramah Muslim dapat dengan baik
tersampaikan kepada wisatawan. Disisi lain, edukasi stakeholder dapat
dilakukan melalui pelatihan, workshop, atau forum diskusi untuk
pengembangan wisata halal di destinasi tersebut. Penggunaan bahasa
internasional yang banyak dipergunakan oleh wisatawan Muslim seperti
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris juga perlu diperhatikan dalam penyampaian
informasi mengenai pariwisata ramah Muslim.

c) Environment

Pada aspek lingkungan, model ACES dari IMTI ini lebih berfokus pada
kedatangan wisatawan mancanegara dan domestik Muslim. Apabila wisatawan
Muslim cenderung banyak, maka wisatawan Muslim lain akan cenderung lebih
nyaman berada di destinasi. Cakupan ketersediaan Wi-Fi (jumlah titik Wi-Fi)
baik yang dapat diakses secara gratis maupun berbayar dan kecepatan koneksi
internet. Akses Wi-Fi atau internet menjadi penting bagi pengembangan wisata
halal dan pariwisata secara umum karena sangat diperlukan wisatawan.
Terutama di tempat-tempat umum untuk mendukung perjalanan wisatawan
dalam proses pencarian informasi dan reservasi daring baik untuk atraksi
maupun akomodasi dan transportasi, bahkan hingga proses pembagian
pengalaman berwisata melalui berbagai platform baik aplikasi maupun
website. Hal berikutnya adalah komitmen dari destinasi tersebut dalam
pelaksanaan/ penyelenggaraan pariwisata ramah Muslim melalui kebijakan
yang dikeluarkan daerah yang akan menunjukkan seberapa penting dan
bagaimana prioritas daerah terhadap pengembangan pariwisata ramah Muslim.
d) Services

Komponen pelayanan meliputi ketersediaan fasilitas berupa restoran halal,


masjid, bandara, hotel dan atraksi, pelayanan ini penting bagi para wisatawan
Muslim untuk dapat tetap berwisata secara bebas dan tetap dapat memenuhi
kebutuhan religiusnya selama berwisata. Aspek sertifikasi juga menjadi isu
global terkait pariwisata ramah Muslim, sertifikasi ini menjadi sebuah jaminan
dan sumber kepercayaan bagi wisatawan Muslim. Ketersediaan ruang ibadah
di fasilitas umum serta water friendly facilitiesterkait kebutuhan wudhu juga
amat penting bagi wisatawan Muslim, serta adanya privasi bagi wisatawan
Muslim terutama Muslimah dapat menambahkan nilai pengalaman berwisata
wisatawan Muslim. Dalam penyediaan hotel, ketersediaan hotel syariah
bersertifikasi menjadi salah satu komponen yang menjadi value added bagi
destinasi, karena jumlah hotel bersertifikat syariah masih sangat minim. Selain
itu sertifikasi halal bagi restoran, outlet makanan dan minuman, serta dapur
hotel juga menjadi penjamin bagi wisatawan Muslim untuk dapat tenang dalam
menikmati hidangan selama berwisata di destinasi.

4. Potensi Pengembangan Wisata Halal di Indonesia


 Penduduk Muslim Terbanyak

Global Muslim Travel Index (GMTI) menempatkan Indonesia pada posisi


ke-2 sebagai negara dengan wisata halal terbaik di dunia (Mastercard &
CrescentRating, 2022). Prestasi tersebut menandakan Indonesia memiliki
potensi pengembangan wisata halal yang sangat besar. Selain itu, Indonesia
juga merupakan negara dengan 229 juta jiwa masyarakat yang memeluk agama
Islam yang menjadikan Indonesia menjadi negara dengan penduduk Muslim
terbanyak di dunia tahun 2022 (Fajri, 2022). Oleh sebab itu, pemberian edukasi
mengenai wisata halal mudah untuk dilakukan di Indonesia. Dalam hal ini
jumlah muslim terbanyak juga mampu mengimbangi hal-hal yang dilakukan
muslim diluar negeri dengan dalam negeri karena memiliki kesamaan agama.
Penduduk muslim yang banyak ini membuat Indonesia menjadi salah satu
pilihan wisatawan muslim lain yang ingin melihat bagaimana negara dengan
jumlah muslim terbanyak ini, sifat penasaran dan kekaguman mereka juga
menjadi alasan mereka untuk berkunjung ke Indonesia.

 Jaminan dan Dukungan Pemerintah

Wisata halal sendiri merupakan bentuk wisata yang dilandasi oleh prinsip
syariah. oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi oleh destinasi
wisata untuk menjadi wisata halal. Fatwa DSN-MUI Nomor: 18/DSN-
MUI/X/2016 tentang Penyelanggaran Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah
telah menentukan penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah
dengan mengatur:

1) Tersedianya fasilitas ibadah yang layak pakai, mudah dijangkau, dan


sesuai prinsip syariah.
2) Tersedianya makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya
dibuktikan dengan Sertifikat Halal MUI.
3) Tersedianya hotel dengan prinsip syariah
4) Spa, Sauna, dan Massage dengan prinsip syariah
5) Biro perjalanan wisata dengan prinsip syariah
6) Pemandu wisata dengan prinsip syariah

Dukungan pemerintah ini juga menjadi potensi bagi Indonesia dalam


meningkatkan peluang dan meningkatkan potensi Indonesia menjadi
Negara dengan wista halal terbaik karena memberikan jaminan atau
landasan hukum sehingga wisata halal bisa dikembangkan dengan baik
diberbagai daerah. Serta pemerinta juga turun tangan dalam pengembangan
ini yang ikut langsung dalam memberikan dukungan dalam pengembangan
wisata halal di Indonesia.
 Memiliki Daerah atau Tempat wisata bersejarah

Fatwa tersebut tentunya bisa dikembangkan lebih jauh untuk menjadikan


destinasi wisata di Indonesia menjadi Muslim friendly. Indonesian Muslim
Travel Index (IMTI) tahun 2019 juga telah merilis 10 provinsi dengan potensi
pengembangan wisata halal yang baik di Indonesia. 10 provinsi tersebut adalah
Aceh, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Mastercard &
CrescentRating, 2019).

Daerah-daerah tersebut tidak hanya memiliki tempat yang indah untuk


dikunjungi akan tetapi memiliki nilai sejarah yang tidak ditemui di negara lain,
sehingga potensi ini yang menarik wisatawan untuk dating ke Indonesia untuk
melihat peninggalan-peninggalan sejarah yang di abadikan di museum-
museum dan tempat-tempat bersejarah yang masih meninggalkan tanda-tanda
seperti bangunan peperangan, Candi-candi, dan lainnya yang masih
meninggalkan bentuk fisik yang bisa di kunjungi.

5. Tantangan Pengembangan Wisata Halal di Indonesia


 Persaingan Internasional

Tantangan pengembangan wisata halal di Indonesia bersifat eksternal dan


internal. Tantangan yang bersifat eksternal adalah persaingan dengan negara
lain yang juga mengembangkan wisata halal di negaranya. Negara luar juga
menawarkan wisata yang berbeda dengan Indonesia dan beberapa negara itu
jauh lebih baik dalam hal memberikan pelayanan terhadap para wisatawan
yang membuat wisatawan lebih mengunjungi negara lain dari pada Indonesia.

Perkembangan wisata halal di negara lain juga terus mengalami


pengembangan dan juga kemajuan yang padahal dari beberapa negara tersebut
bukanlah negara islam atau negara muslim, akan tetapi mereka mampu
membuat negaranya masuk dalam wisata halal yang lebih baik, Kementerian
Indonesia juga mengikuti atau melakukan kerja sama internasional dalam hal
pengembangan wisata halal di Indonesia agar wisata halal di Indonesia ini
dapat memenuhi dalam segala aspek yang dibutuhkan wisatawan muslim
lainnya.

Indonesia juga memiliki kelebihan dibanding negara lain dalam hal


pengembangan wisata halal karena diuntungkan dengan penduduk muslim
yang banyak sehingga membuat Indonesia bisa menarik wisatawan untuk
datang. Tempat-tempat bersejarah dan juga Alam yang ada di Indonesia juga
sangat menarik wisatawan luar.

 Sosialisasi Masyarakat terhadap Sertifikasi Halal

Tantangan internal untuk pengembangan wisata halal di Indonesia sendiri


yang paling utama adalah pemberian pemahaman dan edukasi mengenai wisata
halal kepada masyarakat terkhusus pelaku usaha wisata halal. Saat di
masyarakat masih terdapat perbedaan dalam penggunaan diksi “halal” dan
“syariah” yang kadang menimbulkan polemik antar kelompok umat Muslim di
Indonesia (Surwandono et al., 2020). Pemberian edukasi mengenai makna
utama dari wisata halal tentunya bisa menjadi penyelesaian solusi bagi
masyarakat yang masih bingung dengan konsep wisata halal di Indonesia.

Masyarakat juga enggan atau tidak mau mengurus sertifikat halal untuk
produk yang ditawarkan baik dari UMKM maupun perusahaan atau pengusaha
besar seperti Hotel Syariah, Supermarket Syariah, Rumah sakit Syariah dan
lainnya yang padahal ini sangat memberikan dampak positif bagi perusahaan
dan juga Negara Indonesia. Lebel halal ini bukan hanya memfokuskan pada
pengusaha muslim tetapi bagi seluruh pengusaha agar mendukung program
yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengembangan wisata halal di
Indonesia.

Sosialiasi ini yang menjadi kendala di Indonesia yang membuat kepekaan


perusahaan atau pengusaha masih kurang serta menghambat pengembangan
wisata halal di Indonesia. Akibat kurangnya sosialisasi masih banyak UMKM
di sekitaran daerah wisata belum memiliki sertifikat halal yang bisa jadi
membuat wisatawan ragu dalam mengambil Tindakan.
 Fasilitas dan Pelayanan Pariwisata

Faktor lain yang menjadi tantangan pengembangan wisata halal di Indonesia


adalah penyediaan fasilitas dan pelayanan yang sesuai dengan CrescentRating
ACES model maupun Fatwa DSN-MUI Nomor: 18/DSN-MUI/X/2016 tentang
Penyelanggaran Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Hotel, restoran, spa,
dan fasilitas lain yang berbasis syariah masih terbatas ditemukan di sekitar
destinasi wisata. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya perhatian pelaku usaha
untuk mengambil Sertifikasi Halal MUI. Pemasaran juga menjadi tantangan
lain yang akan dihadapi oleh pelaku wisata halal di Indonesia untuk
mengembangkan wisata halalnya. Pelaku usaha perlu mencari cara menarik
wisatawan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Selain itu, pelaku
usaha juga memerlukan strategi untuk menarik wisatawan non-muslim untuk
datang dan memenuhi kebutuhan wisatawan non-muslim tersebut tanpa harus
berbenturan dengan prinsip syariah (Satriana & Faridah, 2018).

6. Solusi dalam Tantangan Pengembangan Wisata Halal Di Indonesia

a. Pengembangan SDM, Capacity Building dan Sosialisasi


Untuk mewujudkan pengembangan wisata halal dalam industri pariwisata
nasional, Indoensia harus melakukan pelatihan SDM, capacity building, dan
juga sosialisasi. Hal ini sejalan dengan yanng dilakukan oleh Kemenparekraf,
yang juga akan belajar dari negara-negara lain yang sudah menerapkan konsep
wisata syariah, seperti Malaysia yang sudah lebih dulu dikenal sebagai destinasi
wisata syariah. Kemenparekraf turut melakukan sosialisasi dengan organisasi-
organisasi pelaku pariwisata di Indonesia, misalnya Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia (PHRI) dan Association of the Indonesia Tours and Travel
(ASITA). PHRI bisa memastikan hotel-hotelnya halal untuk wisatawan
Muslim, sementara ASITA bisa membuat paket-paket wisata ke tempat wisata
religi dan ziarah.

Pengembangan SDM ini juga memberikan dampak yang sangat baik dalam
segi pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan kepada para turis atau
wisatawan akan lebih baik, Kendala SDM ini harus selalu dikembangankan dan
menjadi masalah di Indonesia. Sumber daya manusia di Indonesia banyak
mengalami tantangan baik dalam mengelola tempat wisata dan juga
mengoptimalkan pekerjaan yang diberikan karena kurangnya ilmu dan
pengalaman yang ada pada SDM di Indonesia.

Capacity building atau jumlah bangunan juga menjadi kendala di


Indonesia,dimana Jumlah wisatan yang datang itu lebih banyak daripada jumlah
capacity building sehingga tidak sanggup menampung jumlahnya. Akan tetapi
ada beberapa bangunan di Indonesia masih tidak terlalu bagus sehingga
membuat wisatawan enggan atau tidak ingin berkunjung ke daerah itu.
Bangunan ini meliputi banyak hal seperti hotel syariah, tempat ibadah,
supermarket dan lainnya yang mendukung dalam perjalanan wisatawan. Oleh
karena itu capacity building harus di perbanyak dan juga diperbaiki agar terlihat
lebih indah dan juga mampu menampung jumlah wisatawan yang datang
berkunjung. Sehingga jika capacity building meningkat maka jumlah
wisatawan juga akan terus meningkat.

b. Strategi Pengembangan dengan konsep Smart Tourism

Smart Tourims ini adalah suatu konsep yang harus dipenuhi dari beberapa
hal seperti, informativness, accessibility, interactivity, dan personalization.
Maka dari itu pengembangan wisata halal di Indonesia dapat diterapkan sebagai
berikut:

 Pengembangan destinasi ramah keluarga, dengan prioritas pada


destinasi regional yang dicanangkan sebagai destinasi wisata halal
terbaik seperti Lombok dan Aceh. Memastikan kawasan wisata yang
bebas dari minumam beralkohol dan memisahkan antara Ikhwan dan
akhwat ditempattempat wisata umum.
 Pengembangan layanan dan fasilitas yangramah Muslim, dengan
penyediaan tempat peribadatan yang tidak jauh dari destinasi, makanan
dan minuman berlabel halal, toilet dengan air bersih, pelayanan dan
fasilitas untuk menunjang Bulan Ramadan, Tour and Travel yang
membuat paket wisata yang tidak berbenturan dengan waktu shalat, dan
penyediaan hotel Syariah.
 Pengembangan kesadaran halal dan pemasaran destinasi, dengan
sertifikasi halal dari MUI untuk setiap standarisasi fasilitas hingga
menciptakan rasa aman, nyaman, dan higienis dalammengkonsumsi jasa
atau barang wisata.
G. Kesimpulan: Diskusi, Solusi, dan Rekomendasi
Diskusi

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar dalam


pengembangan wisata halal. Hal ini dibuktikan dengan laporan Global Muslim
Travel Index (GMTI) yang pada tahun 2022 menempatkan Indonesia pada
peringkat ke-2 negara dengan wisata halal terbaik di dunia. Indonesia juga
merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia tahun 2022.
Faktor tersebut mampu menjadikan Indonesia menjadi negara dengan potensi
wisata halal yang besar. Indonesian Muslim Travel Index (IMTI) tahun 2019
mencatat terdapat 10 provinsi di Indonesia yang memiliki peluang pengembangan
wisata halal yang baik. 10 provinsi tersebut adalah:

1. Aceh
2. Riau dan Kepulauan Riau
3. Sumatera Barat
4. Jakarta
5. Jawa Barat
6. Jawa Tengah
7. Yogyakarta
8. Jawa Timur
9. Sulawesi Selatan
10. Nusa Tenggara Barat (Lombok)

Penetapan 10 provinsi dengan potensi pengembangan wisata yang besar


oleh Indonesian Muslim Travel Index (IMTI) tersebut bisa menjadi fokus awal
pemerintah untuk mengembangkan wisata halal di Indonesia. DSN-MUI juga telah
mengeluarkan fatwa nomor: 18/DSN-MUI/X/2016 tentang Penyelanggaran
Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah yang mengatur mengenai penyelenggaraan
pariwisata dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Fatwa DSN-MUI ini secara
spesifik dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan wisata halal di Indonesia
karena isi dari fatwa tersebut tidak jauh berbeda dengan kriteria CrescentRating
ACES model yang menjadi pedoman Global Muslim Travel Index (GMTI) dalam
menyusun peringkat negara dengan wisata halal terbaik di dunia.

Indonesia perlu untuk fokus memperhatikan pengembangan wisata halal di


Indonesia. Hal ini karena peluang wisata halal sangat besar kedepannya. Global
Muslim Travel Indeks (GMTI) mencatat ada sekitar 2 miliar populasi umat Muslim
di dunia. Populasi umat muslim di dunia diproyeksikan akan terus bertambah
kedepannya (Mastercard & CrescentRating, 2022). Hasil laporan ini memberi
informasi peluang pasar wisata halal Indonesia untuk menarik minat umat Muslim
dunia untuk berwisata ke Indonesia. Tentunya pengembangan potensi wisata halal
di Indonesia ini bukan hal yang mudah. Ada banyak tantangan yang perlu
diselesaikan agar pengembangan wisata halal di Indonesia dapat berjalan optimal.
Persaingan dengan negara lain menjadi salah satu tantangan yang harus
diselesaikan oleh Indonesia. Indonesia tentunya memiliki banyak peluang untuk
menghadapi wisata halal di negara lain. Indonesia lebih dulu perlu untuk
memeberikan literasi dan edukasi mengenai wisata halal kepada masyarakat agar
konsep wisata halal yang benar dapat dipahami oleh masyarakat terlebih pelaku
wisata halal di Indonesia. Dunia Internasional dan Indonesia secara khusus juga
belum memiliki landasan hukum dan pedoman yang benar-benar baku untuk
mengatur wisata halal agar lebih kredibel. Pemeberian sertifikasi halal di Indonesia
dan di negara lain dapat berbeda-beda. Hal ini tentunya menuai ambiguitas batasan-
batasan syariah untuk sebagian umat Muslim. Masalah regulasi dan pedoman ini
bisa menjadi salah satu fokus bagi pemerintah dan instansi terkait yang berwenang
mengatur pengembangan wisata halal di Indonesia. Regulasi dan pedoman ini
bertujuan untuk menambah kepercayaan wisatawan Muslim di seluruh dunia untuk
berwisata ke Indonesia.
Tantangan lain yang muncul dalam pengembangan wisata halal di Indonesia
adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku wisata halal di
Indonesia. Selain permasalahan bahasa, pemasaran yang dilakukan juga tentunya
harus berlandaskan prinsip syariah. Oleh sebab itu, adanya regulasi dan pedoman
dalam pengembangan wisata halal sangat perlu dirancang sebaik mungkin agar
pelaku wisata halal memiliki pegangan yang kuat dalam pengelolaan wisata halal
yang dimiliki. Hal yang paling penting dalam pengembangan wisata halal di
Indonesia adalah bagaimana pengelola wisata halal mampu memenuhi fasilitas dan
pelayanan penunjang wisata halal seperti tempat ibadah yang memadai dan mudah
diakses, tersedianya makanan halal, tersedianya hotel syariah, tersedianya layanan
transportasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan mudah dijangkau, mudahnya
internet dan akses ke tempat vital seperti bandara dan rumah sakit, memberikan
pengalaman yang menyenangkan dan keamanan bagi para wisatawan, serta
memberikan suasana yang nyaman terutama dari pihak-pihak yang memiliki
Islamophobia.
Daftar Pustaka

Azzam, M. S., Abdullah, M. A., & Razak, D. B. (2019). Halal Tourism Definition
Justification and Scope towards Sustainable Development. International
Journal of Business, Economics and Law, 21–31.

BI. (2018). Nilai Nilai dan Prinsip Dasar Ekonomi Syariah (D. E. dan K. Syariah
(ed.)).

Djamba, N. (2014). Sociao Research Metods: Qualitative And Quantitative


Pproaches. Person.

Fajri, D. L. (2022). Daftar 5 Negara Muslim Terbesar di Dunia, Indonesia Nomor


Satu. Katadata.

Febrianti, R. (2017). Penerapan Standar Usaha Rumah Makan di Kawasan Objek


Wisata Pantai Gandoriah Kabupaten Pariaman. Jurusan Pariwisata
Universitas Negeri Padang.

Mastercard, & CrescentRating. (2019). Indonesian Muslim Travel Index (IMTI)


2019.

Mastercard, & CrescentRating. (2022). Mastercard-CrescentRating Global Muslim


Travel (GMTI) 2022.

Musfiroh, A., Mugiyati, M., & Iman, A. K. N. (2021). Strategies to Improve Halal
Tourism in Indonesia During The Pandemic Covid-19. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 7(2), 1048–1052. https://doi.org/10.29040/jiei.v7i2.2533

Nurjaya, Paramarta, V., Dewi, R. R. V. K., Kusworo, Surasni, Rahmanita, F.,


Hidayati, S., & Sunarsi, D. (2021). Halal tourism in indonesia: Regional
regulation and indonesian ulama council perspective. International Journal of
Criminology and Sociology, 10, 497–505.

Pendit, N. S. (2003). Ilmu Pariwisata sebagai Pengantar Perdana. Prandya


Paramita.

Rahmi, A. N. (2020). Perkembangan Pariwisata Halal Dan Pengaruhnya Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. ISLAMICONOMIC: Jurnal Ekonomi Islam,
11(1), 1–22. https://doi.org/10.32678/ijei.v11i1.226

Satriana, E. D., & Faridah, H. D. (2018). Halal Tourism: Development, Chance and
Challenge. Journal of Halal Product and Research, 1(2), 32.
https://doi.org/10.20473/jhpr.vol.1-issue.2.32-43

Slamet, Abdullah, I., & Laila, N. Q. (2022). The contestation of the meaning of
halal tourism. Heliyon, 8(3), e09098.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2022.e09098

Sriviboone, S., & Komolsevin, R. (2018). Factors Stimulating Thai Hotel


Entepreneurs to Apply for Halal Certification. Journal of Suvarnabhumi y
(Humanities and Social Sciences) Institute of Technology. 46–60.

Subarkah, A. R., Junita Budi Rachman, & Akim. (2020). Destination Branding
Indonesia Sebagai Destinasi Wisata Halal. Jurnal Kepariwisataan: Destinasi,
Hospitalitas dan Perjalanan, 4(2), 84–97. https://doi.org/10.34013/jk.v4i2.53

Surwandono, S., Nursita, R. D., Diana, R., & Meiliyana, A. (2020). Polemik
Kebijakan Wisata Halal di Indonesia serta Tinjauannya dalam Maqashid
Syariah. Tsaqafah, 16(1), 91. https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v16i1.3594

Widagdyo, K. G. (2015). ANALISIS PASAR PARIWISATA HALAL INDONESIA.


Tauhidinom, 73–80. https://doi.org/10.15408/THD.V1I1.3325

Wijaya, T., Nurbayah, S., Zahro, F., & Ningsih, F. (2021). Pariwisata Halal di
Indonesia: Kajian terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). TRILOGI: Jurnal Ilmu Teknologi, Kesehatan, dan
Humaniora, 2(3), 284–294. https://doi.org/10.33650/trilogi.v2i3.3078

Anda mungkin juga menyukai