Anda di halaman 1dari 10

Available at http://jurnal.stie-aas.ac.id/index.

php/jie
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 96-105

Pengembangan Manajemen Pariwisata Halal Berbasis Kearifan Lokal


Sipakatau’, Sipakainge’, Sipakalebbi’

Andi Zulfikar Darussalam1*), Syarifuddin2), Ega Rusanti3), A. Darussalam Tajang4)


1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
4
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
*Email korespondensi: a.zulfikar@uin-alauddin.ac.id

Abstrak
Halal Tourism merupakan salah satu bentuk wisata berbasis budaya yang mengedepankan nilai-nilai dan norma
syariat Islam sebagai landasan dasarnya. Potensi pengembangan pariwisata halal di Indonesia sangat besar
namun perlu pembaruan dari segi konsep pengembangannya dengan menerapkan nilai-nilai budaya lokal.
Salah-satu lokasi wisata di Sulawesi Selatan yakni Taman Pra-Sejarah Leang-Leang di Kabupaten Maros
menjadi kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata halal dengan mengusung
konsep kearifan lokal Sipakatau’, Sipakainge’ dan Sipakalebbi’. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder melalui observasi dan dokumentasi yang
dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian didapatkan jika budaya Sipakatau’, Sipakainge’ dan Sipakalebbi’
mampu diterapkan sebagai konsep pengembangan Halal Tourism dengan menjunjung nilai saling
memanusiakan, saling mengingatkan serta saling menghormati dalam pelaksanaannya. Selain itu
pengembangan juga dapat dilakukan melalui peningkatan sarana dan prasarana yang menjadi prasyarat serta
karakteristik Halal Tourism.

Kata Kunci: tourism dan ekonomi kreatif, halal tourism, kearifan lokal.

Abstract
Halal Tourism is one of the cultural-based tourist forms that Putting Islamic values and norms first. The potential
for Halal Tourism development in Indonesia is enormous but needs to be upgraded in terms of the developer
concept by applying lokal cultural values. One tourist destination in South Sulawesi is 'Taman prasejarah Leang-
Leang' in Maros regency that has become a promising region To be developed as a Halal Tourism area by
promoting lokal Sipakainge’ and Sipakalebbi’ concepts of wisdom. This study is a qualitative descriptive study
using primary and secondary data sources through observation and documentation carried out by researchers.
Research results are obtained if Sipakainge’ and Sipakalebbi’ can apply as Tourism clean development concepts
by upholding the value of humanizing one another, reminding and respecting one another in the process.
Additionally, the development can also be achieved by increasing the tools and infrastructure that makeup
residence and characteristics of Halal Tourism.

Keywords: tourism and creative economy, halal tourism, local wisdom.

Saran sitasi: Darussalam, A. Z., Syarifuddin., Rusanti, E., & Tajang, A. D. (2021). Pengembangan Manajemen
Pariwisata Halal Berbasis Kearifan Lokal Sipakatau’, Sipakainge’, Sipakalebbi’. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
7(01), 96-105. doi: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1831

DOI: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1831

1. PENDAHULUAN Bahkan di Indonesia sendiri, berdasarkan laporan


Industri sektor pariwisata di negara-negara kinerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
berkembang saat ini merupakan salah satu sektor yang menjelaskan jika realisasi sektor pariwisata terhadap
vital dan berpengaruh dalam pendapatan nasional devisa Negara mencapai Rp.280 Triliun atau sebesar
bahkan mampu membuka lapangan kerja baru untuk 5,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dengan
masyarakat (Khaerani, Pamungkas, & Aeni, 2018). total kunjungan wisatawan mancanegara hingga 16,3

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 97
juta kunjungan. Angka ini melesat naik jika muslim terbesar dengan lebih dari 80% warga
dibandingkan pada tahun 2018 sektor pariwisata negaranya beragama Islam. Selain itu karakteristik
hanya memberikan kontribusi sebesar Rp. 270 Triliun masyarakat Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai
( Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, halal dalam kesehariannya (Lubis, 2018). Berdasarkan
2019). Hal ini didukung oleh potensi Indonesia di fakta tersebut, sudah selayaknya Indonesia mampu
sektor pariwisata sangatlah besar, mulai dari mengoptimalkan diri sebagai marketplace terbesar
keanekaragaman budaya hingga pada pesona alam dalam industri halal dan disadari oleh pelaku
yang strategis untuk dijadikan sebagai destinasi pariwisata untuk lebih di optimalkan sehingga
wisata. Berdasarkan Statistik Kunjungan Wisata 2019 memberikan kontribusi yang lebih besar dalam
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jika provinsi di perekonomian nasional.
Indonesia yang memiliki capaian kunjungan Beragam upaya sedang dilakukan untuk
wisatawan tertinggi didominasi oleh Bali, mengembangkan potensi wisata halal di Indonesia,
Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, diantaranya melalui Kementerian Pariwisata
Jawa Timur dan Jawa Barat (Badan Pusat Statistik, (Kemenparekraf) pada tahun 2016 membentuk Tim
2020). Ini merupakan pembuktian jika suatu negara Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal serta
mampu mengembangkan sektor pariwisatanya dengan melakukan strategi pengembangan pada sepuluh
optimal dan memaksimalkan potensinya maka akan kawasan wisata yang dijadikan prioritas sesuai standar
berdampak positif bagi perekonomian (Subarkah, GMTI (Global Muslim Travel Index) yang terdiri dari
2018). Riau, Aceh, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah,
Salah-satu tren pemasaran pengembangan wisata Jawa Barat, Lombok dan Sulawesi Selatan
yang saat ini dilakukan dunia termasuk Indonesia (Mahardika, 2020). Selain itu dari sisi regulasi,
adalah melalui wacana wisata halal (Awalia, 2017). Kemenparekraf bersama Dewan Syariah Nasional-
Wisata halal menjadi salah-satu bentuk strategi wisata Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam DSN-
yang mengutamakan pengelolaan berbasis budaya dan MUI No. NK.11/KS.001/W.PEK/2012 dan No. B–
sesuai dalam nilai dan norma syariat Islam yang 459/DSN-MUI/XII/2012 yang mengatur mengenai
dijadikan sebagai landasan (Awalia, 2017) dan Islam strategi pengembangan dan sosialisasi pariwisata
pada prinsipnya menjadi rahmatan lil aalamiin syariah dengan kriteria-kriteria: (1) Mengutamakan
(Darussalam, 2020). Wisata halal diwujudkan melalu kemaslahatan umum; (2) Berorientasi terhadap
penyediaan fasilitas serta kebutuhan dasar bagi ketenangan, pencerahan serta penyerahan; (3)
wisatawan beragama muslim yang sesuai dalam Menghindari perbuatan maksiat seperti zina dan
hukum Islam. Namun, fasilitas ini tidak hanya perjudian; (4) Menghindari perilaku kemusyrikan
diperuntukkan bagi wisatawan muslim semata namun serta kufaraat; (5) Senantiasa menjaga keamanan,
juga dapat dinikmati oleh semua pengunjung secara amanah, serta kenyamanan; (6) Bersifat inklusif dan
umum. Fasilitas yang dimaksud lebih mengacu pada universal; (7) Menjaga perilaku serta menjunjung
tersedianya sarana ibadah, makanan dan minuman tinggi nilai kemanusiaan; (8) senantiasa menjaga
halal, transportasi, biro perjalanan serta fasilitas lingkungan; (9) Menghormati nilai-nilai budaya,
penginapan yang sesuai standar syariah (Subarkah, sosial serta kearifan lokal (Adinugraha, Sartika, &
2018). Kadarningsih, 2018).
Indonesia mulai menjadikan wisata halal ini Pengembangan wisata halal tidak dilakukan
sebagai tumpuan dalam mengembangkan sektor dengan hanya peningkatan fasilitas saja, namun saat
pariwisata yang dianggap strategis, hal ini didasari ini berkembang tren wisata halal yang memadukan
atas capaian Indonesia pada tahun 2015 dimana unsur kearifan lokal sebagai nilai tambah dari wisata
Lombok mendapatkan penghargaan sebagai World itu sendiri. Lubis (2018) melakukan strategi
Halal Travel Summit serta World Best Halal pengembangan wisata halal dengan memadukan
Honeymoon Destination dalam kategori World Best potensi dan kearifan lokal yang ada melalu konsep
Halal Tourism Destination yang berhasil One Village One Product (OVOP) di Sumatera Barat
mengalahkan Turki dan Malaysia yang unggul pada dengan tujuan menonjolkan keunikan serta daya tarik
tahun sebelumnya (Lubis, 2018). Potensi Indonesia wisata daerah tersebut. Sementara Ajeng dan
dalam mengembangkan pariwisata halal sangatlah Paradipta (2018) mengungkapkan jika perpaduan
besar. Indonesia menjadi negara dengan populasi antara kearifan lokal dan wisata halal memiliki kriteria

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 98
yang sama. Hal ini telah diterapkan pada salah-satu dengan mengolaborasikan antara prinsip dan nilai-
destinasi wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat nilai Islam serta kearifan lokal yang juga menjadi
dengan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan falsafah hidup masyarakat Bugis-Makassar yakni
lokal dalam pengembangan wisata halal (Manara & Sipakatau’, Sipakainge’, dan Sipakalebbi’.
Larasati, 2018).
Melihat hal tersebut, salah-satu provinsi di 2. METODE PENELITIAN
Indonesia yang memiliki potensi wisata serta kearifan Penelitian ini masuk dalam jenis penelitian
lokal yang khas adalah Sulawesi Selatan. Sulawesi kualitatif, tepatnya deskriptif kualitatif dengan sumber
Selatan pada khususnya di Kabupaten Maros memiliki data dari kepustakaan atau library research, yang hasil
potensi wisata yang besar, mulai dari wisata alam, penemuannya tidak dicapai dengan prosedur statistik
budaya, hingga budaya. Destinasi wisata dalam (Moloeng, 2010). Sumber utama yang peneliti
bidang sejarah yang saat ini dalam proses gunakan berasal dari referensi jurnal, buku, majalah
pengembangan yang terdapat di Kecamatan yang terkait pariwisata halal, manajemen wisata dan
Bantimurung, Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi sumber lainnya yang terkait, dan dalam penelitian ini,
Selatan. Dalam kawasan tersebut terdapat sedikitnya kajian ini dilakukan dengan pendekatan normatif,
57 situs gua yang merupakan awal sejarah dari etnis dengan peneliti berusaha mencari teks ayat Al-Qur’an
Bugis, Toraja serta Makassar yang hingga saat ini dan tafsirannya, hadis dan syarahnya serta pendapat
mendiami Sulawesi Selatan. Objek Wisata ini para ulama/cendekiawan yang berkaitan dengan
tergabung dalam kawasan Taman Nasional manajemen wisata halal berbasis kearifan lokal.
Bantimurung sebagai jajaran pegunungan karst Teknik dokumentasi menjadi teknik
terbesar kedua di dunia setelah China di kawasan pengumpulan data yang peneliti gunakan, dimana
Guangzhou (Mulyantari, 2018). sumber tertulis yang menjadi data dalam melengkapi
Sehubungan dengan hal tersebut, Leang-Leang atau menjadi sumber data utama penelitian (Moloeng,
merupakan destinasi yang strategis untuk dijadikan 2010). Library research ini diharapkan memberikan
destinasi wisata halal (Halal Tourism). Pengelolaan gambaran, baik implisit maupun eksplisit terkait
Leang-Leang sebagai Halal Tourism selain bagaimana manajemen wisata halal berbasis kearifan
berdasarkan prinsip syariah, juga bisa dengan lokal khususnya di taman pra-sejarah Leang-leang.
menggunakan kearifan lokal masyarakat setempat Setelah pengumpulan data sebagai bagian teknik
yakni Sipakatau’, Sipakainge’, dan Sipakalebbi’. kepustakaan, dilanjutnya dengan analisis data yang
Kearifan lokal ini telah lama menjadi pegangan dan bersignifikansi dalam penelitian, dengan
falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan dan menggunakan interpretasi data, yang berarti
bersifat sangat principal. Masing-masing dari ketiga penafsiran, pemberian kesan, pendapat pandangan
kata ini berarti, saling memanusiakan, saling teoritis terhadap sesuatu (KBBI, 2015), yang dapat
mengingatkan serta saling menghormati. Kata ini dijabarkan dalam tujuan, prosedur, hubungan setiap
mengandung esensi serta nilai luhur yang sangat kata kunci dari data (Moloeng, 2010).
universal dan sejalan dalam ajaran Islam yang bersifat
rahmat bagi seluruh alam (Darussalam & Malik, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2017). Kata Sipakatau’ mengandung arti Wisata Halal
memanusiakan manusia dalam setiap kondisi tanpa Wisata halal memiliki beberapa istilah populer
membeda-bedakan atau memetakan berdasarkan lain seperti Islamic Tourism maupun Halal Tourism.
golongan, kekayaan hingga kasta dalam masyarakat. Tren wisata halal saat ini telah menjadi fenomena
Kemudian Sipakainge’ merupakan perwujudan dari yang meluas dalam sektor pariwisata dan telah
sifat yang saling mengingatkan antar sesama manusia terlebih dahulu diterapkan di negara-negara lain
untuk menciptakan keselarasan serta keseimbangan seperti Thailand dan Malaysia. Malaysia sendiri mulai
dalam kehidupan bermasyarakat. Terakhir, mengembangkan wisata halal sejak tahun 2006 dan
Sipakalebbi’ adalah gambaran dari sifat manusia yang telah membentuk sebuah Direktorat Jendral
senantiasa saling menghormati satu sama lain. Pariwisata Syariah pada tahun 2009. Sementara
Penelitian ini akan mengulas mengenai strategi dalam Thailand yang merupakan Negara dengan minoritas
rangka pengembangan wisata halal di Kawasan muslim telah mengembangkan pariwisata halal mulai
Taman Prasejarah Leang-Leang Kabupaten Maros

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 99
pada tahun 2005 dengan fokus utama pada sektor hotel Pemandu Wisata
dan kuliner (Ramadhany & Ridlwan, 2018). Mampu Memberikan Memberikan
Istilah Halal Tourism atau dikenal dengan menguasai pemahaman spirit
pariwisata halal pada mulanya lebih kepada perjalanan dan paham mengenai keagamaan,
terhadap sejarah, tokoh hiburan dengan
atau kegiatan yang dilakukan dengan dasar untuk
objek wisata dan arti informasi yang
menumbuhkan nilai religi atau motivasi terhadap penting lengkap
penghargaan semesta dengan mendatangi berbagai Fasilitas Ibadah
tempat yang bernilai ibadah seperti pemakaman Sebagai Sebagai sarana Menjadi suatu
hingga pada tempat yang mengandung nilai-nilai sarana pelengkap keharusan
sejarah ataupun agama yang dianut. Namun dalam pelengkap sebagai kriteria
perkembangannya wisata halal tidak hanya yang wajib ada
Kuliner
diperuntukkan bagi agama dan tempat tertentu.
Umum Umum Bersertifikasi
Namun, wisata halal diartikan secara lebih universal Halal
serta memberikan kemanfaatan pada masyarakat, Relasi Terhadap Masyarakat
seperti edukasi hingga dengan tidak meninggalkan Komplemente Komplementer Berinteraksi
nilai kearifan lokal yang ada. Sementara dalam r dengan dan motivasi dan terintegrasi
persepsi publik wisata halal telah mencakup berbagai tujuan mendapatkan sesuai dalam
sektor baik budaya, alam hingga wisata buatan yang mendapatkan keuntungan ajaran
dikaitkan dalam ajaran syariat (Subarkah, 2018). keuntungan Islam
Rencana Perjalanan
Beberapa hal yang membedakan pariwisata halal
Tidak terikat Sangat Sangat
dengan konsep pariwisata religi dan konvensional waktu memperhatikan memperhatikan
terletak pada unsur dan nilai-nilai yang termuat di waktu waktu
dalamnya. Pariwisata halal dilakukan dengan motivasi perjalanan
untuk meningkatkan jiwa religius dalam jiwa manusia dan waktu
dengan cara mengagumi dan menjaga ciptaan Allah ibadah
SWT. Selain itu, pariwisata halal juga menyediakan Sumber: (Riyanto, 2012)
berbagai fasilitas yang mendukung dan menunjang
kegiatan beribadah dalam Islam (Jaelani, 2017). Kearifan Lokal (Sipakatau’, Sipakainge’ dan
Berikut perbedaan antara konsep pariwisata halal, Sipakalebbi’)
religi serta konvensional: Manusia sebagai bagian dari masyarakat pada
dasarnya terikat dan tergantung pada lingkungan
Konvensional Religi Halal alamiah serta lingkungan binaan yang terbentuk dari
Objek daur pelaku dan keseharian kelompok tersebut. Hal
Wisata alam, Tempat-tempat Segala sektor tersebut mendasari tumbuhnya kearifan lokal yang tak
kuliner, yang mengandung bisa lepas dari kehidupan setiap manusia sebagai
warisan dan keterkaitan media dalam memahami adat, kebiasaan serta etika
budaya dengan agama dalam kelompok masyarakat. Kearifan lokal secara
tertentu
umum diartikan sebagai pengetahuan atau
Tujuan
kebijaksanaan yang secara mendalam tertanam pada
Sebagai Menumbuhkan Meningkatkan
sarana hiburan jiwa religius kesadaran suatu masyarakat yang mengandung nilai luhur,
dan relaksasi religuisitas dan budaya yang berfungsi mengatur tatanan hidup
menghibur masyarakat secara arif dan bijak (Samingin, 2016).
Target Pada budaya masyarakat Bugis-Makassar
Berorientasi Memberikan Menyajikan terdapat sebuah falsafah hidup yang hingga saat ini
pada ketentraman batin kesenangan dan masih dipertahankan dan menjadi kearifan lokal yang
kesenangan dan keagamaan kepuasan tanpa
tidak pernah lepas dari masyarakatnya. Falsafah ini
dan kepuasan melupakan
yang hanya aspek dikenal dengan 3 sipa’ (sifat) yaitu Sipakatau’,
terbatas keagamaan Sipakainge’ dan Sipakalebbi’. Nilai-nilai kearifan
pada hiburan lokal ini sampai sekarang menjadi pedoman dalam
pergaulan sehari-hari. Erman Syarif (2016) dalam

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 100
Maida (2016) mengartikan masing-masing 3 sipa’ ini bagian dinding tertera cap telapak tangan berwarna
sebagai berikut : merah, dan cap yang berbentuk hewan.
a. Sipakatau’’, hal ini merupakan suatu sifat
dengan memberikan pandangan dan derajat yang
sama terhadap semua manusia, dalam
lingkungan sosial manusia sudah sepantasnya
memandang manusia lainnya secara menyeluruh
dengan tidak membeda-bedakan pada golongan-
golongan tertentu.
b. Sipakainge’, atau diartikan sebagai saling
mengingatkan. Sifat ini menyadarkan jika setiap
manusia memiliki kelemahan dan kekurangan
dan luput akan suatu hal, oleh karena itu, sesama
manusia harus tetap menjunjung sikap saling
mengingatkan sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT yang sempurna di muka bumi.
c. Sipakalebbi’ artinya saling menghargai.
Sipakalebbi’ mengajarkan untuk saling
menghargai dengan tidak saling menyebarkan
aib dan keburukan seseorang. Sebaliknya, Gambar 1, 2.
manusia harus tetap saling berbuat baik dan Kawasan Taman Pra-Sejarah Leang-Leang
menjaga silaturahmi antar sesama (Maida, Tinjauan dan perspektif budaya terdapat empat
2016). nilai penting yang terkandung dalam Taman
Gambaran Umum dan Nilai Penting Taman Pra- Prasejarah Leang-Leang, yaitu (Mulyantari, 2018):
Sejarah Leang-Leang pertama, Nilai Penting Sejarah. Nilai penting sejarah
Taman prasejarah Leang-Leang terletak di dalam kawasan ini berupa bukti hidupnya etnis pra
kawasan yang dipenuhi pegunungan karst di Austronesia dan budaya Austronesia. Kedua jenis
Kabupaten Maros. Kawasan ini dikenal sebagai budaya tersebut biasa disebut oleh para sejarawan
wilayah yang kaya akan keanekaragaman sumber sebagai budaya Toala yang berkembang pada masa
daya alam dan budaya serta menjadi kawasan plestosen sekitar 31.000-19.000 BC. Selain itu dalam
pegunungan karst terbesar kedua di dunia setelah kompleks gua terdapat lukisan dinding gua yang
China. Kawasan taman prasejarah Leang-Leang merupakan ekspresi seni lukis tertua di Asia Tenggara.
tepatnya berada di wilayah Desa Leang-Leang Kedua, nilai Penting Ilmu Pengetahuan. Kawasan
Kelurahan Kalabbirang yang berada di wilayah wisata Leang-Leang memuat beberapa sumber ilmu
Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Propinsi yang cocok untuk diteliti dan dikembangkan dalam
Sulawesi Selatan (Nur, 2009). Pada kawasan wisata bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu geologi,
Leang-Leang terdapat tiga buah gua yang dijadikan arkeologi, ekologi, spelegonesis dan biologi. Ketiga,
sebagai objek wisata utama yakni Gua Sumpang Bita Nilai Penting Kebudayaan, nilai penting kebudayaan
dan Leang-Leang yang terdapat di dalam kawasan yang dikandung oleh Taman prasejarah Leang-Leang
Taman Nasional Bantimurung dan Gua Biringere ini dibagi dua bentuk yaitu nilai etnik serta estetik,
yang terdapat di luar kawasan karena terletak dekat dalam kawasan ini ditemukan bukti kehidupan etnik
dengan lokasi pabrik semen di Kabupaten Pangkep Astronesia yang merupakan prasejarah wilayah
(Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Sulawesi Selatan serta mengandung bukti arkeologi
2011). Ketiga Gua tersebut berisi berbagai bukti yang menunjukkan asal mula etnik Bugis, Toraja dan
sejarah arkeologis manusia purba seperti tulisan cap Makassar yang hingga saat ini mendominasi Sulawesi
telapak tangan, sampah dapur hingga peralatan batu. Selatan. Keempat, Nilai Penting Kepariwisataan,
Selain itu pada masing-masing gua terdapat keunikan setelah resmi dikembangkan dan diperkenalkan
tersendiri, pada Gua Leang Burung 2, terdapat sebagai salah-satu kawasan wisata Leang-Leang
tinggalan berupa lukisan cap telapak tangan, secara langsung mampu meningkatkan perekonomian
sedangkan gua ketiga adalah gua Leang Pangngie di masyarakat sekitar.

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 101
Pengembangan Halal Tourism Berbasis Kearifan Masyarakat Bugis Makassar adalah sebuah
Lokal Sipakatau’, Sipakainge’, Sipakalebbi’ di kelompok etnis yang sangat menjunjung tinggi nilai-
Taman prasejarah Pra-Sejarah Leang-Leang nilai kemanusian, saling mengasihi, saling membantu,
Pariwisata syariah merupakan perjalanan wisata berlaku adil dan sopan. Seperti yang tertuang dalam
yang semua prosesnya sejalan dengan nilai-nilai suatu petuah Bugis Makassar, yakni :
Islam. Baik dimulai dari niatnya semata-mata untuk Rebba Sipatokkong
ibadah dan mengagumi ciptaan Allah, selama dalam Mali Siparappe’
perjalanannya dapat melakukan ibadah dengan lancar Sirui Me’nre Tessurui Nok
dan setelah sampai tujuan wisata, tidak mengarah ke Malilu Sipakainge’
hal-hal yang bertentangan syariah (Bawazir, 2013). Maingeppi Mupaja.
Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism
Organization (WTO), konsumen wisata syariah bukan Petuah di atas memiliki arti “Rebah saling
hanya umat muslim tetapi juga non muslim yang ingin menegakkan, hanyut saling mendamparkan, saling
menikmati kearifan lokal. menarik ke atas dan tidak saling menekan ke bawah,
Memasukkan unsur pengaplikasian nilai budaya terlupa saling mengingatkan, nanti sadar atau
lokal yang ada merupakan nilai tambah dalam tertolong barulah berhenti”, petuah tersebut
pengembangan konsep Halal Tourism itu sendiri. mengandung pesan agar orang selalu berpijak dengan
Sama halnya dalam masyarakat Bugis yang masih teguh dan berdiri kokoh dalam mengarungi
memegang erat nilai budaya mereka dan dijadikan kehidupan. Juga harus tolong-menolong ketika
sebagai tolak ukur pelayanan dalam hal pariwisata, menghadapi rintangan, dan saling mengingatkan
termasuk dalam taman wisata pra-sejarah Leang- untuk menuju ke jalan yang benar.
Leang di Kabupaten Maros. Nilai budaya lokal Adapun bentuk-bentuk penerapan aspek
tersebut tidak lain adalah falsafah Sipakatau’, Sipakatau’ dalam pelayanan di taman prasejarah
Sipakainge’ dan Sipakalebbi’. Leang-Leang berdasarkan hasil observasi penulis di
Implementasi nilai budaya lokal Sipakatau’, lapangan adalah:
Sipakainge’ dan Sipakalebbi’ dalam pengembangan a. Berlaku Sopan
Halal Tourism di taman prasejarah Leang-Leang, Masyarakat maupun pengelola di kawasan
akan dijelaskan secara rinci di bawah ini : Leang-Leang berlaku sopan terhadap pengunjung
Implementasi Nilai Sipakatau’ dengan menggunakan kata “Tabe’” (Permisi)
Sipakatau’ merupakan sifat yang tidak saling disertai dengan sedikit membungkukkan badan
membeda-bedakan (Bibi, 2012), artinya dalam suatu pada saat berjalan di hadapan orang lain ataupun
tatanan sosial semua manusia dianggap sama tanpa hendak meminta suatu pertolongan.
memisahkan antar golongan. Prinsip Sipakatau’ pada b. Berlaku Adil
dasarnya dimiliki oleh semua orang, khususnya bagi Setiap orang Bugis-Makassar harus bersikap
mereka yang memiliki rasa solidaritas tinggi terhadap Nipakatauwi padanna tau yang artinya
sesama anggota komunitas, sehingga ada keharusan memperlakukan sesamanya sesuai dengan kodrat
untuk memanusiakan orang lain (Cangara, 2012), jika sesamanya. Dalam hal pelayanan di kawasan
ditinjau dalam perspektif agama Islam, yang termuat wisata Leang-Leang, perilaku adil ini masih
dalam Al-Quran, arti Sipakatau’` (saling sangat jelas terlihat, diantaranya ialah, dimama
memanusiakan) senada dalam QS. Al-Hujuraat ayat seorang tour guide yang tidak pernah
13 yang artinya; memberikan pelayanan yang berbeda antar
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan pengunjung.
kamu dari seorang laki-laki dan seorang c. Menjalin Kerukunan
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- Pergeseran budaya asing yang cenderung
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling menenggelamkan penghargaan atas sesama
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang manusia, maka sikap Sipakatau’ merupakan
paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah suatu kendali moral yang harus senantiasa
orang yang paling taqwa diantara kamu. menjadi landasan dalam menapaki era globalisasi
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi dan pos modernisme.
Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujuraat: 13)”

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 102
Implementasi Nilai Sipakainge’ nasihat dari nenek moyang orang Bugis pada
Sipakainge’', merupakan sifat saling zaman dahulu untuk anak cucunya agar
mengingatkan. Hal yang tak dapat di pungkiri dari menjalani hidup dengan baik (Mattalitti, M. Arif,
manusia yaitu, memiliki kekurangan dan tidaklah 1986).
sempurna, walaupun manusia adalah ciptaan-Nya
yang paling sempurna di muka bumi ini (Syarif et al., Implementasi Nilai Sipakalebbi’
2016). Dalam kultur masyarakat Bugis mereka Sipakalebbi’ merupakan suatu hal yang dianggap
mengenal istilah aramparang, artinya larangan- sangat urgen bagi kelangsungan sosial dalam
larangan yang dalam pandangan masyarakat Bugis masyarakat Bugis, karena mengingat bahwa
merupakan suatu yang tak boleh atau pamali bila Sipakalebbi’ adalah bentuk saling menghargai,
dilakukan, sehingga perlu adanya Pappaseng tau riolo dimana setiap individu wajib menghargai individu
(pesan orang terdahulu) untuk menyikapi atau menjadi lainnya dalam tatanan sosial. Himbauan untuk
landasan dari larangan tersebut. Sipakainge’ ini bertenggang rasa dan bersikap toleran dapat dilihat
merupakan bentuk kepedulian masyarakat Bugis dari petuah berikut :
terhadap sesamanya dalam bentuk saling Teppettu maoompennge’
mengingatkan dalam kebaikan, saling menasihati serta Teppolo massellomoe’
menyampaikan petuah-petuah Bugis mengenai
kearifan dalam berlaku di lingkup sosial. Petuah di atas berarti “Tak akan putus yang
Pengaplikasian dari sifat Sipakainge’ yang kendur, tak akan patah yang lentur”. Petuah ini
diterapkan dalam pelayanan wisata Prasejarah Leang- memberikan Peringatan agar bijaksana menghadapi
Leang adalah : suatu permasalahan. Toleransi dan tenggang rasa
a. Mengingatkan dalam Kebaikan perlu dipupuk supaya keinginan tercapai tanpa
Bentuk dari saling mengingatkan dalam kebaikan kekerasan. Masyarakat Bugis sangat memegang teguh
yang hingga saat ini yaitu, anjuran untuk tetap harkat dan martabat mereka yang tidak ingin diinjak
menjaga kebersihan, peringatan untuk tidak oleh siapa pun, mereka memiliki pandangan teguh
merusak atau mengubah bentuk dari tatanan mengenai ini. Sehingga setiap anggota masyarakat
lokasi wisata, serta tidak melakukan tindakan dituntut untuk berperilaku yang baik dan tidak
tidak terpuji dan selalu berlaku sopan. merusak nama baik keluarga maupun daerah asal.
b. Saling Menasihati Konsep seperti ini dikenal dengan budaya siri’.
Pada saat mengelilingi kawasan wisata dan Mattulada (2000) mengemukakan bahwa siri’ tidak
mendapatkan informasi seputar Gua terkadang lain dari inti kebudayaan Bugis-Makassar. Namun,
tour guide akan mengingatkan untuk tidak hanya itu selain meneguhkan martabat mereka
mengucapkan salam sebelum memasuki wilayah dalam lingkungan sosial, sikap toleran dan saling
Gua tersebut, hal ini dimaksudkan karena tempat menghargai juga masih sangat terasa dalam kultur
itu dianggap tempat yang sakral dan keramat masyarakat Bugis (Mattulada, 2000). Bentuk
sehingga untuk menghormati pendahulu yang pengaplikasian Sipakalebbi’’ ini termasuk dalam
pernah tinggal di Gua tersebut maka dianjurkan pelayanan di daerah Leang-Leang, diantaranya:
untuk mengucapkan salam. Sikap ini senada a. Saling Mengerti
dengan yang terdapat dalam AL-Qur’an, yakni : Pada kasus wisata Leang-Leang sebagai Halal
“Kecuali orang-orang yang beriman dan Tourism, kita dapat menemukan pelayanan yang
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasihati ramah serta bentuk penghargaan para pengelola
supaya mentaati kebenaran dan nasehat terhadap pengunjungnya. Dapat dilihat dari sikap
menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S mereka yang tidak membuat perjalanan wisata
Al-`Asr (103):3) menjadi sangat kaku. Mereka terkadang
c. Menyampaikan Wasiat atau Petuah melakukan candaan yang masih bersifat wajar
Pappaseng berasal dari kata paseng yang dapat untuk menghibur serta menawarkan diri untuk
berarti pesan(an) (Said DM, 1977) berisi nasihat dijadikan fotografer bagi pengunjung.
bahkan merupakan wasiat yang harus diketahui b. Toleransi
dan dikenal. Mattalitti mengemukakan bahwa W.J.S. Poerwadarminta (1976) mengartikan
pappaseng berisikan petunjuk-petunjuk dan toleransi itu dengan sifat atau sikap menenggang

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 103
(menghargai, membiarkan, membolehkan) akomodasi. Sementara, untuk kriteria ketiga
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kesadaran halal dan pemasaran destinasi (Harahsheh,
kelakuan dan lainnya) yang lain atau Haddad, & Alshorman, 2019), empat indikator
bertentangan dengan pendiriannya sendiri, turunannya adalah kemudahan komunikasi, jangkauan
misalnya: agama (ideologi, ras, dan sebagainya) dan kesadaran kebutuhan wisatawan muslim,
dalam arti suka rukun kepada siapa pun, konektivitas transportasi udara, serta persyaratan visa,
membiarkan orang berpendapat atau dilihat dari tiga kriteria wisata halal tersebut, wisata
berpendirian lain, tak mau mengganggu Leang-Leang dalam pengembangannya sudah
kebebasan berpikir dan berkeyakinan lain, dari melakukan renovasi pada sarana-sarana yang dapat
sini kita melihat bahwa perilaku toleransi mendukung terciptanya pariwisata halal. Misalnya
merupakan sikap saling menghargai atas saja musholah pada kawasan wisata sudah dalam
perbedaan. Sama seperti prinsip Sipakatau’ yakni tahap renovasi. Renovasi ini diharapkan bukan hanya
memperlakukan manusia tanpa membeda- terkait lokasi yang mudah dijangkau pengunjung
bedakan ras, golongan maupun agama. tetapi juga harus nyaman. Nyaman tempatnya, baik
c. Menjaga Privasi dalam penyediaan air bersih, serta menyediakan
Para pengelola di taman wisata Prasejarah Leang- sarana sanitasi yang layak sehingga pengunjung
Leang sangat menjunjung tinggi privasi setiap merasa nyaman saat beribadah. Selain renovasi pada
pengunjungnya. Setiap barang bawaan akan musholah, pemerintah juga membangun ruang
dijaga dan dijamin aman selama proses informasi dan kamar kecil tambahan agar pengunjung
perjalanan wisata. Selain itu para pengelola juga merasa nyaman dengan sarana yang ada dalam
menyiapkan baruga dimana pengunjung bisa kawasan wisata. Pemerintah melakukan semua
melakukan diskusi dengan nyaman tanpa perbaikan itu demi meningkatnya jumlah pengunjung
diganggu oleh siapa pun termasuk pengelola dan yang datang.
pengunjung lain. Bukan hanya dalam hal sarana yang perlu
diperhatikan tetapi pemerintah juga perlu
Pengembangan Halal Tourism di Taman memperhatikan pelayanan di tempat wisata. Empat
Prasejarah Leang-Leang Melalui Peningkatan kategori dalam hal pelayanan, dari sisi komunikasi
Sara dan Prasarana juga harus dipenuhi, seperti guide book, jumlah
Salah satu usaha untuk memajukan industri pemandu wisata yang berlisensi (kemahiran Bahasa
wisata berbasis syariah dengan tujuan agar Inggris dan Bahasa Arab), kampanye digital yang
bertambahnya pengunjung yang datang yaitu dengan dilakukan untuk wisatawan Muslim. Dari sisi
cara meningkatkan sarana dan prasarana yang ada environtment juga sangat diperhatikan, yaitu jumlah
pada kawasan wisata (Zaki, Hamida, & Cahyono, kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan
2020). Keberadaan industri pariwisata syariah ini nusantara. Lalu sarana komunikasi seperti WIFI. Juga
bukanlah ancaman bagi industri pariwisata yang sudah kapasitas jumlah air yang harus di penuhi sesuai
ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak standar (Aji, Muslichah, & Seftyono, 2020; Hashim,
menghambat kemajuan usaha wisata yang sudah Murphy, & Hashim, 2007).
berjalan. Pelayanan yang perlu diperhatikan pemerintah
Ada tiga kriteria wisata halal, yang pertama, yaitu menambah tour guide agar pelayanan yang
destinasi ramah keluarga. Kedua, layanan dan fasilitas diberikan maksimal. Pada pelayanan di kawasan
destinasi yang ramah Muslim (Wingett & Turnbull, Leang-Leang hanya terdapat 10 orang pengelola yang
2017). Ketiga kesadaran halal dan pemasaran sekaligus merangkap sebagai tour guide, dengan
destinasi, dari ketiga kriteria ini, ada 11 indikator. keterbatasan tour guide pengunjung yang datang
Untuk kriteria destinasi ramah keluarga, indikatornya terkadang digabung dengan rombongan pengunjung
mencakup destinasi ramah keluarga, keamanan umum yang lain, agar memudahkan tour guide untuk
dan bagi wisatawan Muslim, serta jumlah kedatangan memandu ke tempat wisata atau bahkan terkadang
wisatawan muslim. Pada kriteria kedua, layanan dan pengunjung tidak mendapatkan tour guide sama
fasilitas di destinasi yang ramah muslim, indikator sekali. Dengan meningkatnya pengunjung sebaiknya
turunannya yaitu pilihan makanan dan jaminan halal, pemerintah menambah tour guide. Selain untuk
akses ibadah, fasilitas di bandara, serta opsi memudahkan pengunjung, penambahan tour guide

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 104
juga mampu membuka lapangan pekerjaan untuk Awalia, H. (2017). Komodifikasi Pariwisata Halal
masyarakat sekitar. Bertambahnya tour guide maka NTB dalam Promosi Destinasi Wisata Islami di
pelayanan yang diberikan dapat maksimal. Sehingga Indonesia. Jurnal Studi Komunikasi (Indonesian
dapat diterapkan pemisahan tour guide antara Journal of Communications Studies), 1(1).
pengunjung laki-laki dan perempuan. Demi https://doi.org/10.25139/jsk.v1i1.64
memberikan pelayanan sesuai syariah dan berkonsep Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Kunjungan
Halal Tourism. Selain menambah tour guide Wisata 2019. Badan Pusat Statistik. Retrieved
pemerintah juga perlu mempekerjakan pihak yang from
bertugas menjaga kebersihan kawasan wisata agar http://tic.jepara.go.id/component/k2/item/532-
tetap terjaga kebersihannya dan keindahannya. statistik-kunjungan-w
Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah Dan Purbakala.
4. KESIMPULAN (2011). Zonasi Gua-Gua Prasejarah Kabupaten
Pengembangan Halal Tourism di Indonesia Pangkep. Makassar: Balai Pelestarian
sudah selayaknya mampu menjadi sasaran utama dan Peninggalan Purbakala.
menunjang industri ekonomi kreatif Indonesia di Bawazir, T. (2013). Panduan Praktis Wisata Syariah.
bidang kepariwisataan, mengingat bahwa Indonesia Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
adalah negara dengan populasi muslim terbesar di Bibi, L. (2012). Mengenal Dan Membudayakan
dunia serta memiliki potensi keindahan alam yang Budaya Sipakatau’`, Sipakainge’, Sipakalebbi’.
dijadikan sebagai destinasi wisata. Halal Tourism Sipatokkong.
dibentuk tidak hanya dengan berdasarkan tempat- Cangara, S. (2012). Identifikasi dan Pengembangan
tempat yang berbau religius saja, tetapi juga dengan Nilai-Nilai Moral Sosial Lokal Untuk
merekonstruksi kawasan wisata dengan konsep Pencegahan serta Resolusi Konflik Sosial
syariah serta berdasarkan nilai budaya suatu tatanan Masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan.
masyarakat adat yang perlu dilestarikan eksistensinya. Makalah Hasil Penelitian “Hibah Unggulan
Taman pra-sejarah Leang-Leang merupakan Perguruan …. Retrieved from
kawasan wisata yang berpotensi untuk dikembangkan https://core.ac.uk/download/pdf/25489507.pdf
menjadi Halal Tourism yang dibentuk dengan Darussalam, A. Z. (2020). Konsep Etika Bisnis Islami
memanfaatkan falsafah hidup masyarakat Bugis yang dalam Kitab Sahih Bukhari dan Muslim. Jurnal
masih dipegang hingga saat ini yaitu Sipakatau’, Ilmiah Ekonomi Islam, 6(2), 116–128.
Sipakainge’ dan Sipakalebbi’ (saling memanusiakan, https://doi.org/10.29040/jiei.v6i2.1085
saling mengingatkan, dan saling menghormati). Darussalam, A. Z., & Malik, A. D. (2017). Konsep
Berdasarkan nilai budaya tersebut yang dijalankan Perdagangan dalam Tafsir Al-Mishbah
sebagai pedoman pelayanan serta peningkatan mutu di (Paradigma Filsafat Ekonomi Qur’ani Ulama
kawasan wisata Leang-Leang maka akan memberikan Indonesia). Jurnal Al-Tijarah, 3(1), 45–64.
nilai tambah yakni pengembangan Halal Tourism DM, M. S. (1977). Kamus Bahasa Bugis-Indonesia.
serta pelestarian nilai budaya masyarakat Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
5. REFERENSI Harahsheh, S., Haddad, R., & Alshorman, M. (2019).
Adinugraha, H. H., Sartika, M., & Kadarningsih, A. Implications of marketing Jordan as a Halal
(2018). Desa Wisata Halal: Konsep Dan tourism destination. Journal of Islamic
Implementasinya Di Indonesia. Jurnal Human Marketing, 11(1), 97–116.
Falah, 5(1), 28–48. https://doi.org/10.1108/JIMA-02-2018-0036
Aji, H. M., Muslichah, I., & Seftyono, C. (2020). The Hashim, N. H., Murphy, J., & Hashim, N. M. (2007).
determinants of Muslim travellers’ intention to Islam and Online Imagery on Malaysian Tourist
visit non-Islamic countries: a halal tourism Destination Websites. Journal of Computer-
implication. Journal of Islamic Marketing. Mediated Communication, 12(3), 1082–1102.
https://doi.org/10.1108/JIMA-03-2020-0075 https://doi.org/10.1111/j.1083-
6101.2007.00364.x

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 105
Jaelani, A. (2017). Halal Tourism Industry in Nur, M. (2009). Pelestraian Kompleks Gua Leang-
Indonesia: Potential and Prospects. International Leang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Review Of Management And Marketing, 7. Ramadhany, F., & Ridlwan, A. A. (2018). Implikasi
https://doi.org/10.2139/ssrn.2899864 Pariwisata Syariah Terhadap Peningkatan
Khaerani, R., Pamungkas, P., & Aeni, S. N. (2018). Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat.
Pengembangan Daya Tarik Wisata Daarus Muslim Heritage, 3(1), 157.
Sunnah Menjadi Wisata Halal. Tourism Scientific Riyanto, S. (2012). Prospek Bisnis Pariwisata
Journal, 3(1), 92. Syariah. Jakarta: Buku Republika.
Kreatif, K. P. D. E. (2019). Laporan Kinerja Tahun Samingin, F. . (2016). Eksplorasi Fungsi dan Nilai
2019. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Kearifan Lokal Dalam Tindak Tutur Melarang di
Mineral. Jakarta: Kementerian Pariwisata Dan Kalangan Penutur Bahasa Jawa Dialek Standar.
Ekonomi Kreatif. Jurnal Transformatika, 12(1), 28–43.
Lubis, M. Z. M. (2018). Prospek destinasi wisata halal Subarkah, A. R. (2018). Diplomasi Pariwisata Halal
berbasis ovop ( one village one product). Jurnal Nusa Tenggara Barat. Intermestic: Journal of
Kajian Ekonomi Islam, 3(1), 30–47. International Studies, 2(2), 188.
Mahardika, R. (2020). Strategi Pemasaran Wisata https://doi.org/10.24198/intermestic.v2n2.6
Halal. Mutawasith: Jurnal Hukum Islam, 3(1), Syarif, E., Sumarmi, S., & Astina, I. K. (2016).
65–86. Integrasi Nilai Budaya Etnis Bugis Makassar
Maida, N. (2016a). Pengasuhan anak dan budaya 3s Dalam Proses Pembelajaran Sebagai Salah Satu
(Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi) di Strategi Menghadapi Era Masyarakat Ekonomi
Perkotaan. “Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Asean (MEA). Jurnal Teori Dan Praksis
Membentuk Karakter Bangsa Dalam Rangka Pembelajaran IPS, 1(1), 13–21.
Daya Saing Global,” 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.17977/um022v1i12016p013
Manara, A. S., & Larasati, P. P. (2018). Implementasi Wingett, F., & Turnbull, S. (2017). Halal holidays:
Nilai-Nilai Kearifan Lokal Nusantara Dalam exploring expectations of Muslim-friendly
Pengembangan Indonesia Halal Touris Ajeng. holidays. Journal of Islamic Marketing, 8(4),
Et-Tijarie, 5(2), 38–52. 642–655. https://doi.org/10.1108/JIMA-01-
Mattalitti, M. Arif, dkk. (1986). Pappaseng To 2016-0002
Riolotak. Ujungpandang: Balai Penelitian Zaki, I., Hamida, G., & Cahyono, E. F. (2020).
Bahasa. Potentials Of Implementation Of Sharia
Mattulada. (2000). Sejarah Masyarakat dan Principles In The Tourism Sector Of Batu
Kebudayaan Sulawesi Selatan. Makassar: City,East Java. Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan
Hasanuddin University Press. Keuangan Syariah, 4(1), 96–111.
Moloeng, L. J. (2010). Metodologi Penelitian https://doi.org/10.29313/amwaluna.v4i1.5294
Kualitatif. In Rake Sarasin.
Mulyantari, E. (2018). Pengembangan Objek Wisata
Bdaya; Taman Prasejarah Leang-Leang, Maros,
Sulawesi Selatan. Jurnal Media Wisata, 16(1),
684–697.

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534

Anda mungkin juga menyukai