A. Latar Belakang
Pariwisata memiliki peran penting dalam perekonomian global, karena
mampu menjadi salah satu kontributor utama dari pertumbuhan lapangan
pekerjaan dan pembangunan ekonomi. Pariwisata juga dianggap sebagai salah
satu sumber terpenting dalam PDB nasional dinegara manapun (El-Gohary
2016). Pariwisata adalah sektor utama yang dapat membuka lapangan
pekerjaan, mendatangkan investasi sehingga akan berdampak kepada
pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang untuk ikut serta bersaing
GEJALA dalam kanca perekonomian global (Chanin et al. 2015)
PENELIATIAN: Ditahun 2018 sektor ini mampu menyumbang $8.8 Triliun atau sekitar
MENGUNGKA 10,4% terhadap pertumbuhan ekonomi global dan akan diperkirakan meningkat
PKAN FAKTA- pada tahun 2019 sebesar $126 Triliun. Sektor ini mampu menyerap
FAKTA & 122.981.000 para pekerja pada tahun 2018 dan akan terus tumbuh ditahun 2019
DATA-DATA ini mencapai 125.959.000 atau tumbuh sekitar 2,2%. Dan sektor ini mampu
menghasilkan investasi $980 Triliun pada tahun 2019 ini dan akan terus
meningkat hingga tahun 2029 mencapai $1.400 Triliun (WTTC, 2019).
Di Indonesia sendiri sektor ini mampu berkontribusi terhadap
perekonomian nasional. Kontribusi paling nyata dari sektor ini adalah
sumbangsihnya terhadap penerimaan devisa negara. Di tahun 2019 sektor
ini mampu menyumbang devisa sebesar $17,6 miliar. Pada tahun 2018
tercatat bahwa sektor ini mampu menyerap sebanyak 15,81 juta tenaga kerja.
Pariwisata juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sektor riil. Hal ini
dikarenakan industry pariwisata memiliki hubungan, baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap sejumlah industry perekonomian lainnya
(Nizar, 2012).
Tabel 1.1
Terlebih lagi saat ini ada sebuah trend baru dalam berwisata yang
dikenal sebagai wisata halal. Wisata halal adalah kawasan geografis yang
berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat
daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas,
serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan sesuai dengan prinsip syariah (DSN MUI,
2016). Halal tourism adalah semua kegiatan pariwisata oleh umat islam yang
berasal dari motivasi islam dan dirilis sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
(El-Gohary 2016).
Pengembangan wisata halal mencakup fasilitas, infrastruktur dan
produk serta layanan pariwisata (Bhuiyan and Darda, 2018.). Destinasi wisata
halal harus mampu menyediakan fasilitas penunjang ibadah, terdapat
penginapan yang telah tersertifikasi halal dan juga makanan yang telah
terjamin kehalalannya. Lalu dari segi penyedia layanan produk dan jasa, biro
perjalanan harus benar-benar mengetahui panduan wisata yang sesuai dengan
prinsip syariah, memiliki daftar penyedia makanan, minuman dan tempat yang
telah tersertifikasi halal, menggunakan jasa layanan lembaga keuangan syariah
dalam pengelolaan dana (DSN MUI, 2016).
Halal Tourism merupakan salah satu segmen industri dengan
pertumbuhan tercepat (Yousaf and Xiucheng 2018). Menurut GMTI tahun
2020 jumlah kedatangan wisatawan muslim mencapai 156 juta atau mencapai
10% dari jumlah kunjungan wisatawan dunia. Hal ini meningkat dari tahun
2017 yang hanya mencapai 131 juta wisatawan muslim. Dengan
jumlah yang sedemikian besar diperkiraan bahwa pengeluaran wisatawan
muslim dapat mencapai $220 miliar atau setara dengan 3,08 triliun (Global
Muslim Travel Index, 2019). Pemerintah Indonesia harus melihat hal ini
sebagai sebuah peluang agar potensi dan prospek wisata halal ini dapat
memberikan kontribusi yang maksimal terhadap perekonomian nasional,
terlebih lagi pemerintah melalui kementerian pariwisata menargetkan jumlah
kunjungan 20 juta wisatawan mancanegara pada tahun 2020.
Indonesia saat ini menduduki peringkat pertama tujuan wisata halal
dunia hal ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa terlebih lagi ditahun
2018 wisata halal mampu menyumbang devisa negara sebesar Rp 40 triliun dan
akan terus meningkat hingga akhir tahun 2019 bisa mencapai 140 triliun
(Kementerian Pariwisata, 2019).
Tabel 1.2
10 Besar Destinasi Wisata Halal Dunia
Peringkat Destinasi Skor
1 Indonesia 78
2 Malaysia 78
3 Turki 75
4 Arab Saudi 72
5 UEA 71
6 Qatar 68
7 Maroko 67
8 Bahrain 66
9 Oman 66
10 Brunei Darussalam 65
Sumber : Global Muslim Travel Index 2019
Meskipun Indonesia telah menempati peringkat pertama untuk tujuan
destinasi wisata halal, permasalahan-permasalahan untuk mengembangkan
wisata halal kedepannya masih banyak ditemukan. Di antaranya adalah
masih kurangnya regulasi yang mengatur tentang industri pariwisata halal
(Kementerian Pariwisata, 2019). Kebijakan yang digunakan saat ini oleh
Industri wisata halal hanya mengacu kepada UU No.10 Tahun 2009 tentang
pedoman kepariwisataan, peraturan ini tidak secara spesifik mengatur tentang
Halal Tourism. Selain itu dalam menjalankan kegiatan wisata halal pelaku
industri hanya mengacu kepada Fatwa DSN No.108/DSN-MUI/X/2016
Penting tentang pedoman dalam penyelenggaraan wisata halal (DSN MUI, 2016).
Diteliti Didalam fatwa tersebut sudah dijelaskan tentang pedoman atau kriteria
berdasarkan tentang wisata halal, di antaranya adalah bahwa tempat atau destinasi yang ingin
dijadikan destinasi wisata halal harus terhindar dari unsur-unsur
permasalah kemusyrikan, kemafsadatan, kemaksiatan, tabdzir/israf, dan kemunkaran
an masalah dan mampu mendatangkan kemashlahatan serta manfaat baik secara material
yang ataupun spiritual. Selain itu, fatwa tersebut juga mengakomodir peraturan
penunjang pendirian wisata halal seperti pedoman penyelenggaraan hotel
diuraikan syariah, biro perjalanan yang menjadi pelayan dalam melakukan wisata, serta
ketentuan pendirian tempat spa/sauna.
Selain dari landasan hukum yang kurang memadai, data BPS
menunjukan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia masih didominasi oleh negara-negara dikawasan Asia dan
ASEAN. Berdasarkan data diatas jumlah pengunjung terbanyak masih
didominasi oleh wisatawan dari Asia dan ASEAN. Sedangkan wisatawan timur
tengah yang menjadi target pasar dari halal tourism ini cenderung masih
sedikit. Hal ini dikarenakan masih kurangnya promosi wisata halal Indonesia
di Timur Tengah (Kementerian Pariwisata, 2019).
Maksimalisasi potensi wisata halal harus terus dilakukan terlebih lagi
saat ini kementerian pariwisata menargetkan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara sebesar 5 juta kunjungan ke destinasi wisata halal. Pengenalan
tentang wisata halal ini dapat dilakukan melalui diplomasi publik pada
kegiatan-kegiatan intenasional (Subarkah 2018). Terlebih lagi Indonesia saat
ini telah menduduki peringkat pertama sebagai destinasi wisata halal dunia,
selain itu juga Indonesia memiliki keunggulan dalam segi keindahan alam dan
keberagama suku, budaya dan tradisi nusantara. Implikasinya nanti akan
Permaslahan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan
itu harus mendatangkan investor asing dari negara-negara lain.
dipecahkan Indonesia memiliki jumlah populasi muslim terbesar didunia,
dengan jumlah penduduk muslim sebesar 215 juta mewakili 13% populasi
dan muslim secara global. Dengan jumlah populasi sebesar itu, Indonesia mampu
manfaaatnya menghabiskan $218,8 Miliar diseluruh sektor ekonomi (DinarStandard, 2018).
Dengan potensi perkembangan wisata halal yang begitu besar. Namun sangat
disayangkan, Indonesia tidak menjadi negara favorit kunjungan wisatawan
muslim, hal itu dikarenakan kurangnya promosi Indonesia terhadap
destinasi wisata halal (Satriana dan Faridah,
2018). Negara favorit yang menjadi tujuan para wisatawan muslim adalah
Cina, Thailand, Korea Selatan, dan Jepang (Yousaf dan Xiucheng, 2018).
Ditahun 2015 Cina mampu menarik 57 juta kunjungan wisatawan dan 1,7 juta
wisatawan tersebut berasal dari negara-negara mayoritas muslim diantaranya
adalah Malaysia, Indonesia, Kazakhstan dan Pakistan. Pengenalan serta
penyebaran Islam di Cina telah menjadikan budaya asli Cina bercampur dengan
budaya Islam (Yousaf dan Xiucheng, 2018) hal inilah yang menjadi daya Tarik
bagi wisatawan khususnya wisatawan muslim untuk berkunjung ke Cina.
Terlebih lagi cina dengan inisiatif perdagangan yang ambisius melalui
program “One Belt One Road” menggandeng 28 negara anggota OKI ingin
menjadi eksportir makanan halal terbesar. Hal ini sudah direalisasikan
melalui investasinya ke perusahaan makanan halal
domestiknya yaitu Henan Shunghui Investment and Development company dan
Wuhui shuanghai food sebesar USD$32,8 juta. Selain itu Cina juga melakukan
investasi ke Dubai Halal Food Park sebesar AED 1,35 Miliyar
(DinarStandard, 2018).
Dengan investasi yang dilakukan oleh Cina kepada perusahaan
domestik dan Internasional. Maka negara ini menawarkan jaminan makanan
halal bagi turis muslim. Jumlah restoran halal di Cina ada sekitar 40.000,
selain itu Cina juga sudah memberlakukan Undang-undang tentang jaminan
makanan halal. Jadi, turis muslim yang ingin berwisata ke Cina tidak perlu
ragu dan kesulitan untuk mencari restoran halal (DinarStandard, 2018).
Selain Cina, negara favorit yang banyak dikunjungi oleh wisatawan
muslim adalah Jepang. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah kunjungan
wisatawan muslim ke Jepang mencapai 1 juta wisatawan, yang mayoritas
berasal dari Malaysia dan Indonesia (Samori, Md Salleh, dan Khalid 2016).
Bahkan untuk menarik turis muslim pemerintah jepang menyediakan website
khusus untuk para pelancong muslim. Didalamnya banyak tersedia informasi
seperti prayer room, halal food, restaurant halal dan segala hal yang
dibutuhkan oleh pelancong muslim.
Pemerintah Jepang juga memberikan kemudahan bagi penduduknya
yang ingin mendirikan restoran halal ataupun hotel syariah. Bagi penduduk
yang beragama islam logo halal bisa digunakan tanpa perlu harus diverifikasi
oleh badan atau otoritas setempat. Sedangkan bagi yang non muslim jika ingin
mendirikan industri perhotelan dan restoran syariah harus ada validasi halal
dari otoritas setempat kecuali jika koki yang bekerja di restoran tersebut
Beragama islam maka legalitas halal tidak perlu di verifikasi oleh lembaga
setempat (Yousaf dan Xiucheng 2018).
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia
kementerian pariwisata telah memberikan panduan kunjungan untuk turis
muslim yang akan berkunjung ke Indonesia melalui “Indonesia Guide for
Muslim Visitors”. Namun, sangat disayangkan buku tersebut hanya diterbitkan
oleh kementerian pariwisata. Dinas pariwisata didaerah-daerah belum memiliki
konsep wisata halal dan juga peta wisata halalnya sendiri, padahal dinas
pariwisata daerah lebih mengetahui tentang keadaan dan kondisi pariwisata di
daerahnya. Selain itu didalam buku panduan tersebut hanya terdapat 5 provinsi
yang dicantumkan, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Lombok.