Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)


Penggunaan teori keagenan telah dipergunakan secara luas baik di sektor privat
maupun sektor publik. Para ekonom menggunakan struktur hubungan prinsipal
dan agen untuk menganalisis hubungan antara perusahaan dengan pekerja .
Sementara di sektor publik, teori keagenan dipergunakan untuk menganalisis
hubungan prinsipal-agen dalam kaitannya dengan penganggaran sektor publik.
Teori keagenan menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih
individu, kelompok atau organisasi (Hasniati, 2016).

Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun
eksplisit dengan pihak lain (agents) dengan harapan bahwa agen akan
bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan principal (Jensen and
Meckling) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan
tentang teori keagenan yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri
sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko
(risk averse) (Sugista ,2017).

Teori keagenan telah dipraktekkan pada sektor publik khususnya pemerintah


pusat maupun daerah. Organisasi sektor publik bertujuan untuk memberikan
pelayanan maksimal kepada masyarakat atas sumber daya yang digunakan untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak. Pemerintah tidak dapat melakukan
pengelolaan dan pengalokasian sumber daya secara sendirian, sehingga
pemerintah memberikan wewenang kepada pihak lain untuk mengelola sumber
daya (Subroto, 2014).
13

2.2 Pembangunan Desa


Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah
air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village
diartikan sebagai “a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a
town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat
istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten (Huri, 2015).

Pemerintahan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1


tentang desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Ishak, 2016).

Pembangunan desa adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup


dan kesejahteraan penduduk didaerah pedesaan. Pembangunan pedesaan ini
dimaksudkan untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi masyarakat didaerah
pedesaan untuk berkembang atas atas kekuatan dan kemampuan sendiri.
Sedangkan pemerintah hanyalah bersifat memberi bantuan, pengarahan,
bimbingan, dan pengendalian yang dapat meningkatkan usaha swadaya yang
berdasarkan atas kegotong royongan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang
(Fajri, 2017).

Pembangunan desa adalah suatu atau rangkaian untuk memperbaiki dan


meningkatkan kualitas hidup serta kehidupan lingkungan orang desa agar potensi
sosial, ekonomi dan politik wilayah pedesaan mendukung ketahanan nasional
14

didesa. Pembangunan desa sebagai suatu proses didalam mana masyarakat desa
berkenan mengambil bagian secara aktif atau bagian perkataan lain berpartisipasi
dan memberikan bimbingan, pembinaan, pengarahan, pengawasan dan bantuan
(Mulyana, 2015).
Pembangunan merupakan suatu rangkaian usaha untuk mewujudkan pertumbuhan
dan perubahan secara terencana serta sadar, yang di tempuh oleh suatu negara
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan terdiri dari
pembangunan fisik dan non fisik. Pembangunan fisik adalalah pembangunan yang
dapat di rasakan langsung oleh masyarakat atau pembangunan yang tampak oleh
mata, pembangunan fisik misalnya berupa Infrastruktur, bangunan, fasilitas umum
(Nafidah, 2015).

Sedangkan pembangunan non fisik adalah jenis pembangunan yang tercipta oleh
dorongan masyarakat setempat dan memiliki jangka waktu yang lama contoh dari
pembangunan non fisik adalah berupa peningkatan perekonomian rakyat desa,
peningkatan kesehatan masyarakat. Sedangkan menurut Saul M. Katz dalam
(Liow, 2015) pembangunan sebagai perubahan sosial yang berasal dari suatu
keadaan tertentu keadaan yang dipandang lebih bernilai. Maka untuk mencapai
pembangunan nasional yang berkeadilan itu, berbagai usaha telah dilakukan
pemerintah.

Pembangunan yang telah dicanangkan selama ini dapat berjalan sesuai harapan
bersama apabila mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat, seperti yang
dikemukakan oleh Gran dalam (Usat, 2013). Bahwa peningkatan kesejahteraan
manusia menjadi fokus sentral dari pembangunan, dimana pembangunan
masyarakat yang menentukan tujuan sumber-sumber pengawasan dan
mengarahkan proses-proses pelaksanaan pembangunan. Contoh dari pembanguan
fisik adalah:
a. Prasarana perhubungan yaitu: jalan, jembatan dll.
b. Prasarana pemasaran yaitu: gedung, pasar.
c. Prasarana sosial yaitu: gedung sekolah, rumah-rumah ibadah, dan Puskesmas.
15

Pembangunan non fisik adalah pembangunan yang tidak terwujud namun dapat di
rasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pembangunan ini sering di sebut
pembangunan masyarakat, yang berupa :
1. Pembangunan bidang keagamaan
2. Pembangunan bidang kesehatan dan keluarga berencana
3. Pembangunan bidang keamanan dan ketertiban
4. Pelayanan terhadap urusan masyarakat seperti pembuatan KTP,pembuatan
kartu keluarga, pembuatan surat kelahiran
5. Pembuatan surat keterangan berdomisili.

Dari pendapat tersebut diatas, dapat pula disimpulkan bahwa pembangunan desa
adalah pembangunan yang berlangsung didesa dengan untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan
sifat kedaerahan dan keyakinan. Oleh karena itu, salah satu ciri utama
pembangunan desa adalah keikutsertaan seluruh masyarakat (Sujarweni, 2015).

Hak Asal Usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan
prakarsa desa atau prakarsa masyarakat desa sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat,
kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas desa, serta kesepakatan dalam
kehidupan masyarakat Desa. Kewenangan Lokal Berskala Desa adalah
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang
telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa atau yang
muncul karena perkembangan desa dan prakasa masyarakat desa, antara lain
tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi
lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan
desa, embung desa, dan jalan desa (Sujawerni, 2015.)

Pembangunan bertujuan untuk kebaikan masyarakat yang memiliki hakikat yaitu


meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada umumnya, Komponen dari cita-
16

cita akhir dari Negara modern di dunia baik yang sudah maju ataupun yang
sedang berkembang, adalah hal-hal yang pada hakikatnya adalah bersifat relatif
dan sukar membayangkan tercapainya ”titik jenuh” yang absolute yang setelah
tercapai tidak mungkin ditingkatkan (Syafliansyah, 2013).
2.2.1 Pemerintah Desa
Menurut Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2014 Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan
UU No. 6 Tahun 2014 Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut
dengan nama lain yang dibantu oleh perangkat desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa (Kumalasari Dan Riharjo, 2016).

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa


Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni :
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan kewenangan lain yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 24 bahwa
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas :
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
17

g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan k. partisipatif.
2.2.2. Peran Perangkat Desa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran didefinisikan sebagai seperangkat
tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas yang harus dilaksanakan
oleh orang tersebut. Pendapat lain dikemukakan oleh Blalock Jr. yang mengatakan
bahwa peranan adalah konsep yang dipakai untuk mengetahui pola tingkah laku
yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang tertentu yang kebetulan menduduki
berbagai posisi, dan menunjukkan tingkah laku Jadi dapat dikatakan bahwa peran
yang dijalankan oleh individu tersebut berkaitan erat dengan posisi atau
kedudukannya dalam suatu bentuk sistem sosial tertentu (Lestari, 2017).

Menurut Blalock, Pareek dalam (Sutrwati, 2016) mengemukakan bahwa peran


adalah sekumpulan fungsi yang dijalankan oleh seseorang sebagai tanggapan
terhadap harapan-harapan dari para anggota lain yang penting dalam sistem sosial
yang bersangkutan dan harapan-harapan sendiri dari jabatan yang ia duduki dalam
sistem sosial, itu hal yang sama juga dikemukakan oleh Soekanto yang
mengatakan bahwa peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri
dan sebagai suatu proses atau dengan kata lain peran merupakan wujud dari
penyesuaian diri terhadap kedudukan atau posisi yang dimiliki dalam suatu sistem
sosial tertentu. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
kejelasan peran, yaitu :
Adanya kepastian akan kewenangan yang dimiliki.
1. Tingkat kepastian akan sasaran dan tujuan dari pekerjaan.
2. Adanya rasa tanggung jawab atas suatu pekerjaan.
3. Tingkat kepastian pembagian waktu kerja.
4. Tingkat ketepatan pembagian waktu kerja.
5. Adil tidaknya beban kerja dan volume kerja yang harus dikerjakan.
18

Konsepsi peranan merupakan kunci integritas orang dengan organisasi. Orang dan
organisasi bertemu melalui peranan. Organisasi mempunyai struktur dan
sasarannya sendiri. Demikian pula, orang mempunyai kepribadian dan
kebutuhannya (motivasi). Ini semua berinteraksi, dan diharapkan akan sedikit
banyak berintegrasi di dalam peran. Peran juga merupakan suatu konsepsi sentral
dalam motivasi kerja. Hanya melalui peranan, orang dan organisasi saling
berinteraksi. Ini merupakan daerah tumpang tindih. Sumber daya manusia yang
diinginkan disini adalah sumber daya manusia yang berkualitas karena secara
empiris keberadaan faktor lain sangat tergantung dari faktor ini. Misalnya, desa
akan kesulitan dalam mengembangkan diri dan melangsungkan hidupnya tanpa
sumber daya manusia yang berkualitas walaupun ia memiliki sumberdaya alam,
sarana dan prasarana yang baik. Faktor sumber daya manusia yang secara
potensial berpengaruh terhadap pelaksanaan Otonomi Desa (Sugista, 2017).

Tak dapat dipungkiri bahwa kelangsungan atau keberhasilan pembangunan daerah


sangat bergantung pada pemimpin daerah yang bersangkutan. Begitupun dalam
pembangunan desa, Kepala Desa sebagai pemimpin desa (secara formal)
mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan di
desanya. Kepala Desa adalah wakil desa yang ditunjuk secara formal dan
dipercaya oleh pemerintah serta masyarakat desa untuk menjalankan tugas
maupun fungsinya sebagai pucuk pimpinan organisasi pemerintahan desa
(Subroto, 2014).

Kepala Desa sebagai bagian integral pembangunan desa, memegang tugas yang
lebih besar termasuk tanggung jawab kepada masyarakat desa dibanding
pemerintah atasan yang memberi tugas dan wewenang. Sebagai bagian integral
dari pembangunan desa, Kepala Desa tak terlepas dari pemerintahan desa sebagai
organisasi tempat ia bekerja dan menjalankan perannya. Dalam 2 (dua) konsepsi
peran yang telah dikemukakan diatas, Kepala Desa juga berinteraksi dengan
organisasinya yaitu pemerintahan desa.Kepala Desa harus dapat mengintegrasikan
19

antara kepribadian dan kebutuhannya dengan struktur dan sasaran pemerintahan


desa. Hal ini penting dilakukan untuk menjamin peran yang dilakukan oleh
Kepala Desa tersebut terlaksana dengan baik dan sesuai dengan keinginan serta
kebutuhan masyarakat desa. Dengan peran yang dijalankannya, Kepala Desa
dapat berinteraksi dengan pemerintahan desa. Kepala Desa adalah bagian dari
pemerintahan desa dan memegang tugas dan kewajiban untuk kelangsungan dan
keberhasilan pemerintahan desa. Kepala Desa menempati posisi strategis yang
bukan saja mewarnai melainkan juga menentukan ke arah mana suatu desa
tersebut akan dibawa. Kepala Desa menjadi penting peranannya karena dialah
yang bertugas untuk memimpin dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam
mempercepat pembangunan desa (Sutrawati, 2016).

Kepala Desa sebagai pemimpin dalam masyarakat desa itu sudah demikian
adanya dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Keberadaan sosok Kepala Desa
ini menjadi penting manakala ia dapat bertindak sebagai fasilitator, innovator
maupun motivator untuk mengarahkan warganya dalam rangka pembangunan
desa. Di samping itu juga dapat bertindak sebagai pemimpin diantara semua
Perangkat Desa untuk secara bersama melaksanakan pemerintahan desa.
Kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, sebab seorang
pemimpin harus berperan sebagai organisator kelompoknya untuk mencapai
tujuan yang telah digariskan dalam Otonomi Desa, Kepala Desa mempunyai
peran untuk mengurus kepentingan masyarakat desanya sesuai dengan kondisi
sosial budaya setempat (Hasniati, 2016).

2.3 Akuntabilitas (Accountability)


Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan
accountability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang
menjadi tanggungjawab pengambil keputusan kepada pihak yang telah memberi
amanah dan hak, kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban (Huri, 2015).
20

Pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, dapat diperhatikan


prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut: (1) Harus ada komitmen dari
pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi
agar akuntabel, (2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, (3) Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan, (4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan
misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh, (5) Harus jujur, objektif, transparan,
dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam
bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan
laporan akuntabilitas (Hasniati, 2016). Menurut Nordiawan dalam (Lestari, 2017)
mengatakan ”Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan
sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas
pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik”. Untuk
menilai kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan harus dengan
parameter dan tolak ukur yang pasti. Terdapat tiga aspek untuk menilai
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, ketiga aspek tersebut adalah :
1. Parameter kerja,
2. Tolak ukur yang obkektif,
3. Tata cara yang terukur,

Dari ketiga aspek tersebut yang berkaitan dengan cara mengukurnya yaitu
berkenaan dengan intensitas kompetensi pokok yang harus
diperankan/dilakukan/dilaksanakan oleh masing-masing pegawai berdasarkan
aspek kepribadian, profesionalitas, dan hubungan sosial, sesuai dengan posisinya
dalam struktur organisasi pemerintahan. Dan kemampuan aparatur pemerintah
melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan jabatannya yang
menjadi tanggungjawab. Parameter kinerja pemerintah harus dijadikan acuan
untuk menilai apakah suatu program yang direncanakan berhasil atau tidak dan
upaya untuk mengevaluasi kenerja pemerintahan yang telah dilaksanakan pada
21

periode tersebut. Selanjutnya tolak ukur yang objektif merupakan syarat penting
dalam menilai keberhasilan suatu program pemerintah. Hal ini terkait erat dengan
penilaian suatu pertanggungjawaban. Oleh karena tolak ukur keberhasilan
pemerintahan harus objektif dan jelas. Selain kedua aspek tersebut, masih
diperlukan juga tata cara terukur untuk menilai kinerja pemerintah. Misalnya
dalam penilaian laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah, harus dilakukan
dengan metode yang sistematis dan terukur (Romantis, 2015).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 38 tentang
pertanggungjawaban bahwa :
1. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.
2. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari
pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
3. Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa, dilampiri: format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
APBDesa Tahun Anggaran berkenaan dan format Laporan Kekayaan Milik Desa
per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan; dan format Laporan Program
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.

2.3.1 Alokasi Dana Desa (ADD)


Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh dari
Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, Alokasi
Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (Lestari, 2017).

Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa yang bersumber pada APBN
bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
22

Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (Romantis, 2015).

Berdasarkan Peraturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Keuangan Desa bahwa (Subroto, 2014):
1. Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

2. Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran


yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

3. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan


mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang
dipisahkan. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
desa mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b. menetapkan PTPKD;
c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
4. PTPKD berasal dari unsure Perangkat Desa,terdiri dari:
a. Sekretaris Desa;
b. Kepala Seksi; dan
c. Bendahara.

5. Sekretaris Desa bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan


keuangan desa. Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan
keuangan desa tugas :
a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentangAPBDesa, perubahan APBDesa
dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;
23

c. melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan


dalam APBDesa;
d. menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan
melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APBDesa.

6. Kepala Seksi bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya.


Kepala Seksi mempunyai tugas :
a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya;
b. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa yang
telah ditetapkan di dalam APBDesa;
c. melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran
belanja kegiatan; mengendalikan pelaksanaan kegiatan; melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa.

2.3.2 Transparansi (Transparancy)


Transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam memberikan
informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada
pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Transparansi di sini memberikan arti
bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui
proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat,
terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat banyak. Salah satu
aktualisasi nilai dan prinsip-prinsip good governance adalah transparansi aparatur
dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaan dan sistem
akuntabilitas (Kumalasari Dan Riharjo, 2016).

Pemerintahan yang baik (good governance) sasaran pokoknya adalah terwujudnya


penyelenggaraan pemerintahan yang professional, berkepastian hukum,
transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih, peka dan tanggap terhadap
segenap kepentingan dan aspirasi yang didasari etika, semangat pelayanan, dan
pertanggungjawaban publik dan, integritas pengabdian dalam mengemban misi
perjuangan bangsa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
24

Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah


dalam menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah saat memiliki
kewenangan mengambil berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang
banyak, pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa
yang dikerjakannya. Dengan transparansi, kebohongan sulit untuk
disembunyikan. Dengan demikian transparansi menjadi instrumen penting yang
dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi (Sangki etc, 2015)
Transparansi merupakan salah satu aspek mendasar bagi terwujudnya
penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Perwujudan tata pemerintahan yang
baik mensyaratkan adanya keterbukaan, keterlibatan dan kemudahan akses bagi
masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemrintah (Ishak, 2016).

2.3.3 Partisipasi Masyarakat


Partisipasi dapat diartikan sebagai suatu proses keikutsertaan, keterlibatan, dan
kebersamaan warga baik sebagai individu ataupun kelompok sosial atau
organisasi kemasyarakatan yang didasari oleh kesadaran warga, baik secara
langsung maupun tidak langsung tanpa paksaan dari pihak-pihak tertentu. Untuk
lebih jelasnya, definisi partisipasi menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu
sebagai penciptaan peluang bagi semua anggota masyarakat untuk memberikan
sumbangan bagi pembangunan, mempengaruhi proses pembangunan itu dan turut
menikmati hasilnya (Ishak, 2016).

Sementara menurut Badudu dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara


etimologi, partisipasi merupakan kata saduran dari bahasa Belanda (participatie)
dan bahasa Inggris (participation) yang berarti ikut serta dalam suatu kegiatan
pembangunan. Partisipasi menurut Conyers adalah alat yang berguna untuk
memperoleh akses informasi, sikap, harapan dan kebutuhan masyarakat,
pemberian usul serta representatif kehadiran karena tanpa kehadiran masyarakat,
maka pengembangan pembangunan akan gagal (Karika, 2012).
25

Hal senada juga dikemukakan oleh Tikson dalam (Mulyana, 2015) bahwa
partispasi dalam pembangunan merupakan suatu proses dimana
masyarakatsebagai stakeholder terlibat, mempengaruhi, mengendalikan
pembangunan ditempat mereka masing-masing. Disamping itu mereka juga turut
serta secara aktif dalam memprakarsai perbaikan kehidupan mereka melalui
proses pembuatan keputusan dan sumber daya serta penggunanannya.
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses
pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, modal dan atau materi, serta
ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan .Menurut
Sundariningrum dalam (Usat, 2013) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2
(dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
a. Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam
proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap
keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.
Menurut Inu Kencana Syafiie, partisipasi masyarakat adalah penentuan sikap dan
keterlibatan setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga
pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam
pencapaian tujuan organisasi serta mengambil bagian dalam setiap
pertanggungjawaban bersama (Syafliansyah, 2013).

Sementara itu menurut Conyers (Sugista, 2017) mengemukakan ada tiga alas an
utama pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu:
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadiran
pembangunan dan proyek-proyek akan gagal.
26

2. Masy arakat akan lebih mempercayai proyek pembangunan jika merasa


dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih
mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki
terhadap proyek tersebut.
3. Merupakan suatu hak demokratis bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan, masyarakat mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam
menentukan jenis pembangunan yang dilaksanakan didaerah mereka.
2.3.4 Peranan Pemimpin Informal
Pemimpin informal menurut (Fajri, 2017) adalah orang yang tidak mendapatkan
pengangkatan formal sebagai pemimpin. Namun, karena pemimpin informal
memiliki sejumlah kualitas unggul, pemimpin informal mencapai kedudukan
sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu
kelompok atau masyarakat. ia menambahkan ciri pemimpin informal, yaitu
sebagai berikut:
1) Tidak memiliki penunjukkan formal atau legitimitas sebagai pemimpin.
2) Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan mengakuinya sebagai
pemimpin. Status kepemimpinannya berlangsung selama kelompok yang
bersangkutan masih mau mengakui dan menerima pribadinya.
3) Dia tidak mendapatkan dukungan dari suatu organisasi formal dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya.
4) Biasanya tidak mendapatkan imbalan jasa, atau imbalan jasa itu diberikan
secara sukarela.
5) Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai promosi, dan tidak memiliki
atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu.
6) Apabila dia melakukan keasalahan, dia tidak dapat dihukum; hanya saja respek
orang terhadap dirinya jadi berkurang, pribadinya tidak diakui, atau dia
ditinggalkan oleh massanya.

Menurut Suzanne Keller dalam (Liow, 2015) Istilah elit disini pertama-tama
menunjukkan kepada suatu minoritas pribadi-pribadi yang diangkat untuk
melayani suatu kolektivitas dengan cara yang bernilai sosial. Kaum elit adalah
27

minoritas-minoritas yang efektif dan bertanggung jawab efektif melihat kepada


pelaksanaan kegiatan kepentingan dan perhatian kepada orang lain tempat
golongan elit ini memberikan tanggapannya. Golongan elit yang mempunyai arti
secara sosial akhirnya bertanggung jawab untuk realisasi tujuan-tujuan sosial yang
utama dan untuk kelanjutan tata sosial.

Salah satu tipe aktor politik yang memiliki pengaruh dalam proses politik, adalah
pemimpin politik dan pemerintahan. Seperti dalam masyarakat terdapat
stratifikasi dari segi kekuasaan yang dimiliki yang memiliki kekuasaan disebut
elit (pemimpin), dan yang tidak memiliki kekuasaan, dan arena itu mematuhi
pemilik kekuasaan disebut massa rakyat. Stratifikasi kekuasaan ini dapat ditemui
dalam masyarakat macam apapun (Fajri, 2017).

Menurut Harold D. Laswell dalam (Liow, 2015) mendefinisikan elite sebagai


individu-individu yang berhasil memiliki bagian terbanyak dari nilai-nilai (values)
dikarenakan kecakapannya, serta sifat-sifat kepribadian mereka; dan karena
kelebihan tersebut maka mereka terlibat aktif dalam proses pengambilan
keputusan. Menurut Wright Mills, elite adalah individu- individu yang menduduki
posisi puncak dalam institusi ekonomi, politik dan militer.

Keating (dalam pasalong, 2007), mengatakan bahwa tugas kepemimpinan yaitu :


(1) Memulai (initiating) yaitu usaha agar kelompok mulai melakukan kegiatan
atau gerakan tertentu,
(2) Mengatur (regulating), yaitu tindakan untuk mengatur arah dan kegiatan,
(3) Memberitahu (informating), yaitu kegiatan memberi informasi, data, fakta,
pendapat para anggota dan meminta dari mereka informasi, data, fakta dan
pendapat yang diperlukan.
(4) Mendukung (suporting), yaitu usaha menerima gagasan, pendapat, usulan dari
bawah dan menyempurnakannya dalam usaha penyelesaian tugas bersama.
(5) Menilai (evaluating), yaitu tindakan untuk menguji gagasan.
28

(6) Menyimpulkan (summrizing), yaitu kegiatan untuk mengumpulkan dan


merumuskan gagasan, pendapat dan usul yang muncul.

Menurut Stoner (Liow, 2015), mengatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah


agar seseorang beroperasi secara efektif, maka suatu organisasi tertentu
memerlukan seseorang untuk melakukan dua hal fungsi utama, yaitu: (1)
Berhubungan dengan tugas atau memecahkan masalah, (2) Memelihara kelompok
atau sosial, yaitu tindakan seperti menyelesaikan perselisihan dan memastikan
bahwa individu dihargai dalam kelompok/organisasi. Dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya, kepemimpinan tercakup pula pemberian insentif sebagai motivasi
untuk bekerja lebih giat. Insentif material dapat berupa uang, jaminan sosial,
jaminan kesehatan, premi, bonus dan lain-lain. Pemimpin informal secara
legalitas/ sah bukan pemimpin dalam pemerintahan, tapi pemimpin informal
merupakan bagian dari masyarakat desa yang perannya sangat penting dalam
memberikan pengaruhnya kepada warga masyarakat desa.

2.4 Penelitian Terdahulu


Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan beberapa penelitian
terdahulu sebagai bahan referensi. Adapun penelitian tersebut dapat dilihat pada
tabel 2.4.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil
1 Romantis Akuntabilitas Variabel Bebas: Hasil Penelitian
(2015) pengelolaan Akuntabilitas dan ini menunjukkan
alokasi dana desa Alokasi dana desa terdapat pengaruh
di Kecamatan Akuntabilitas
panarukan Variabel Terikat: pengelolaan
kabupaten Dana Desa alokasi dana desa.
situbondo
2 Huri Akuntabilitas Variabel Bebas: Hasil Penelitian
(2015) Pengelolalaan dan Akuntabilitas dan ini menunjukkan
Alokasi Alokasi dana desa terdapat pengaruh
pembangunan Akuntabilitas
29

dana desa Variabel Terikat: pengelolaan dan


terhadap Pengungkan ADD terhadap
pembangunan Corporate Social pembangunan
desa. Responsibility desa.
3 Nafidah Akuntabilitas Variabel Bebas: Hasil Penelitian
(2015) pengelolaan Akuntabilitas dan ini menunjukkan
alokasi dana desa Alokasi dana desa terdapat pengaruh
dalam upaya Akuntabilitas
meningkatkan Variabel Terikat: pengelolaan
pembangunan dan Pembangunan alokasi dana desa.
Dana Desa
4 Liow Peranan Variabel Bebas: Hasil penelitian
(2015) Pemimpin Pemimpin menunjukkan
Informal dalam Informal terdapat pengaruh
Meningkatkan pemimpin
Partisipasi Variabel Terikat: Informal terhadap
Masyarakat dalam Pembangunan pembangunan
Pembangunan Desa desa.
Desa
5 Sutrawati Peran perangkat Variabel Bebas: Hasil penelitian
(2016) desa dalam Akuntabilitas yang dilakukan
akuntabilitas menunjukkan
pengelolaan dana Variabel Terikat: akuntabilitas
desa Akuntabilitas pengelolaan dana
Pengelolaan Dana desa dapat
Desa dikatakan sudah
berperan dapat
dilihat pada
akuntabilitas
pengelolaan dana
desa
6 Hasniati Model Variabel Bebas: Hasil Penelitian
(2016) Akuntabilitas Akuntabilitas ini menunjukkan
Pengelolaan terdapat pengaruh
Dana Desa Variabel Terikat: positif
Akuntabilitas Akuntabilitas
Pengelolaan Dana terhadap
Desa pengelolaan
alokasi dana desa
(ADD)
7 Kumalasari Transparansi dan Variabel Bebas: Hasil penelitian
dan Riharjo akuntabilitas Transparansi dan ini menunjukkan
(2016) pemerintah desa akuntabilitas bahwa pemerintah
dalam Desa Bomo
pengelolaan Variabel Terikat: Kecamatan
alokasi dana desa Pengelolaan Rogojampi
30

alokasi dana desa Kabupaten


Banyuwangi telah
melaksanakan
prinsip-prinsip
transparansi dan
akuntabilitas pada
pengelolaan ADD
(Alokasi Dana
Desa).

8 Ishak Analisis Variabel Bebas: Hasil penelitian


(2016) partisipasi Peranan ini menunjukkan
masyarakat dalam pemimpin terdapat pengaruh
menunjang informal peranan
pembangunan partisipasi
desa. Variabel Terikat: masyarakat
Pembangunan terhadap
Desa pembangunan
desa.
8 Lestari Analisis Variabel Bebas: Hasil dari
(2017) akuntabilitas Akuntabilitas penelitian ini
pengelolaan menunjukkan
alokasi dana desa Variabel Terikat: bahwa sistem
(add) pengelolaan akuntabilitas
alokasi dana desa perencanaan dan
(add) pelaksanaan telah
menerapkan
prinsip
transparansi dan
akuntabilitas
terhadapa alokasi
dana desa desa
(ADD).
9 Sugista Pengaruh Variabel Bebas: Hasil penelitian
(2017) Transparansi, Transparansi, yang dilakukan
Akuntabilitas Dan Akuntabilitas Dan menunjukkan
Partisipasi Partisipasi terdapat pengaruh
Masyarakat Masyarakat Transparansi,
Terhadap Akuntabilitas dan
Pembangunan Variabel Terikat: partisipasi
Desa Pembangunan masyarakat
Desa terhadap
pembangunan
desa
10 Fajri Pengaruh Peranan Variabel Bebas: Hasil penelitian
(2017) pemimpin Peranan ini menunjukkan
31

informal dalam pemimpin terdapat pengaruh


pembangunan informal peranan
desa pemimpin
Variabel Terikat: informal terhadap
Pembangunan pembangunan
Desa desa.

2.5 Kerangka Pemikiran


Dalam penelitian ini penulis akan menyajikan kerangka pemikiran dengan tujuan
agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi terkait dengan tujuan dilakukannya
penelitian ini. Berikut adalah kerangka pemikiran tersebut:

Akuntabilitas (X1)

Alokasi Dana Desa (X2)

Transparansi (X3) Pembangunan Desa (Y)

Partisipasi Masyarakat (X4)

Peranan Pemimpin Informal


(X5)

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran


32

Berdasarkan gambar 2.3 diketahui bahwa variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah akuntabilitas, alokasi dana desa dan transparansi sedangkan
variabel terikatnya adalah pembangunan desa. Tujuannya dilakukannya penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas, alokasi dana desa, transparansi,
partisipasi masyarakat dan peranan pemimpin informal terhadap pembangunan
desa-desa kecamatan rebang tangkas Kabupaten Way Kanan.

2.6 Bangunan Hipotesis


2.6.1 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Pembangunan Desa
Menurut Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan RI. akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan
organisasi kepada pihak yang memiliki wewenang untuk pertanggungjawaban.
Akuntabilitas adalah hal yang penting dalam menjamin nilai– nilai seperti
efisiensi, efektifitas, reliabilitas, dan prediktibilitas.

Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada atasan


masing-masing, lembaga-lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan
akhirnya disampaikan kepada presiden selaku kepala pemerintahan. Laporan
tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan melalui
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).

Suatu akuntabilitas tidak abstrak tapi kongkrit dan harus ditentukan oleh hukum
melalui prosedur yang sangat spesifik mengenai masalah dalam
pertanggungjawaban. Keberhasilan akuntabilitas ADD dipengaruhi oleh isi
kebijakan dan konteks implementasinya. Namun di dalam pelaksanaannya
tergantung bagaimana pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap pengelolaan ADDadanya pengaruh akuntabilitas terhadap pengelolaan
keuangan desa (Huri, 2015). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan :
H1: Terdapat Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Pembangunan Desa
33

2.6.2 Pengaruh Alokasi Dana Desa Terhadap Pembangunan Desa


Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh dari
Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. Alokasi Dana Desa merupakan bantuan
hibah dari pemerintah daerah yang diperuntukan bagi kemajuan masyarakat desa
khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Bantuan hibah yang dialokasikan untuk desa tersebut bersumber dari dana APBD
yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan daerah. ADD yang diprioritaskan
untuk kemajuan desa, pada dasarnya mengacu dan menggunakan prinsip-prinsip
partisipatif. Bersama masyarakat turun langsung membangun wilayahnya secara
swadaya dan bertanggungjawab memperbaiki lingkungannya dengan memegang
kebersamaan, saling rasa dan saling berbagi (Huri, 2015). Berdasarkan uraian
tersebut, maka hipotesis yang diajukan :
H2: Terdapat Pengaruh Alokasi Dana Terhadap Pembangunan Desa

2.6.3 Pengaruh Transparansi Terhadap Pembangunan Desa


Prinsip transparansi atau keterbukaan, transparansi disini memberikan arti bahwa
anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses
anggaran karena menyangkut aspirasi dan keinginan masyarakat, terutama dalam
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat banyak.

Partisipasi dan transparansi bagai dua sisi mata uang. Ketika masyarakat terlibat
(berpartisipasi) maka secara otomatis prinsip transparansi sudah dapat terpenuhi.
Keberhasilan sebuah program pembangunan hanya dapat efektif ketika semua
stakeholder dapat berpartisipasi mulai penyusunan program sampai kepada
pengawasan dan evaluasi program. Dengan adanaya transparansi dan keterbukaan
tentang pengelolaan dan informasi mengenai keuangan desa, pemerintah dan
aparat desa akan mendapatkan legitimasi masyarakat dan kepercayaan publik.
Selain itu juga, dengan adanya keterbukaan informasi maka akan memudahkan
kontrol sosial dari masyarakat itu sendiri. Transparansi dalam pengelolaan
34

keuangan desa yang dilakukan secara jujur dan terbuka kepada masyarakat
didasarkan atas pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara menyeluruh dan terbuka mengenai pertanggungjawaban pemerintah desa
dalam pengelolaan keuangan yang dipercayakan kepadanya (Sugista, 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan :
H3: Terdapat Pengaruh Transparansi Terhadap Pembangunan Desa

2.6.4 Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Desa


Dilihat dari peran mempengaruhi pemimpin informal di desa malola belum
maksimal dan belum efektif. Belum efektif dan maksimalnya dilihat dari
keikutsertaan masyarakat untuk memberi diri dan ikut aktif dalam kegiatan-
kegiatan pembangunan. Masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan pembangunan
seperti pembuatan goronggorong/ got, jalan hanya sebagian masyrakat yang ikut.
Karena mereka mengikut pemimpin mereka. Tidak semua pemimpin informal
memberi diri dalam pembangunan hal ini disebabkan adanya kekecewaan dari
tokoh masyarakat karena mereka tidak dilibatkan dalam hal pembuatan
perencanaan desa (Mulyana, 2015).

Dilihat dari peran pemimpin dalam memotivasi anggotanya atau masyarakat,


dalam hal ini memotivasi diartikan mendorong atau memberi semangat kepada
anggota atau bawahannya. Pemberian motivasi dari pemimpin informal kepada
masyarakat berupa wejangan-wejangan supaya ikut aktif dalam pembangunan
desa karena disaat desa jadi bagus yang senang juga masyarakat. Hal kecil lainnya
yang menjadi pendorong masyarakat ikut serta karena pemimpin informal
seringkali memberi anggotanya makan sesudah kegiatan dan memberi rokok
disaat kegiatan kerja bakti atau pembangunan. Hal itu yang membuat masyarakat
semangat berperan dalam kegiatan pembangunan. pemimpin informal dijadikan
penghubung dalam mengkomunikasikan berbagai program pembangunan
pemerintah agar anggota komunitas yang bersangkutan dapat menerima. Namun
celakanya, tidak semua program pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah
sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas yang bersangkutan. Di sinilah terjadi
35

benturan kepentingan antara berpihak kepada anggota kelompok yang telah


memberikan kewenangan untuk memimpin atau berpihak kepada kepentingan
pemerintah (penguasa) yang terkadang mengesampingkan kepentingan anggota
kelompoknya (Ishak, 2016). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan :
H4: Terdapat Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Desa

2.6.5 Peranan Pemimpin Informal


Dilihat dari peran pemimpin dalam memotivasi anggotanya atau masyarakat,
dalam hal ini memotivasi diartikan mendorong atau memberi semangat kepada
anggota atau bawahannya. Pemberian motivasi dari pemimpin informal kepada
masyarakat berupa wejangan-wejangan supaya ikut aktif dalam pembangunan
desa karena disaat desa jadi bagus yang senang juga masyarakat. Hal kecil lainnya
yang menjadi pendorong masyarakat ikut serta karena pemimpin informal
seringkali memberi anggotanya makan sesudah kegiatan dan memberi rokok
disaat kegiatan kerja bakti atau pembangunan. Hal itu yang membuat masyarakat
semangat berperan dalam kegiatan pembangunan. Dalam proses, pembangunan
diwilayah kecamatan, fungsi aparat pemerintah merupakan pelaksanaan
pembangunan diwilayah ini. Fungsi ini sejalan dengan kedudukan aparat
pemerintah kecamatan, dimana sedikit banyak usaha aparat pemerintah untuk
menggalang potensi pembangunan yang ada di kecamatan adalah tergantung pada
sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh aparat kecamatan (Fajri, 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan:
H5: Terdapat Pengaruh Peranan Pemimpin InformalTerhadap Pembangunan Desa

Anda mungkin juga menyukai