Anda di halaman 1dari 16

Pembangunan Masyarakat Desa

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Pedesaan

Disusun Oleh :
Lutfi (1
Natasya Justika (17405241027)
Erna Krissanti (17405241034)
Ibtisanahtul Aiman (17405241029)
Giyanti (17405241
Lilis Faizatul Imamah (17405244011)

Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Geografi
Pedesaan yaitu mengenai pembangunan masyarakat desa.

Ucapan terimakasih kepada yang terhormat Ibu Dra. Suparmini. M.Si,


selaku dosen pengampu mata kuliah Geografi Perdesaan yang telah memberi kami
kesempatan untuk membuat makalah ini sebagai pedoman, acuan dan sumber
belajar.

Akhir kata, penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan


maupun kekurangan dari segi bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya.

Yogyakarta, 11 Maret 2019

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Desa merupakan unit pemerintahan terkecil dalam lingkup Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Desa selama ini identik dengan
pemerintahan (sederhana) yang dipenuhi nuansa tradisionalitas, dengan
lingkungan yang masih alami dan budaya lokal yang bersifat khas
kedaerahan. Pasca munculnya UU No 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Desa, seluruh sistem pemerintahan desa berubah. UU Desa beserta PP,
Permendagri, dan Permen Desa & PDT sudah diberlakukan secara formal
sejak tahun anggaran 2015. Pemberlakukan UU dan peraturan tersebut
mendorong dan menuntut kemandirian desa untuk diwujudkan. Desa akan
mandiri jika masyarakatnya turut serta terlibat aktif dalam perencanaan
pembangunan, mengawasi, dan menyusun laporan bersama. Desa
memiliki kewenangan besar mengatur rumah tangganya tanpa intervensi
program dari pihak diluar desa. Tanggung jawab desa bukan lagi dipikul
oleh perangkat pemerintah desa, melainkan bersama lembaga desa dan
kelompok-kelompok masyarakat. Sehingga dibutuhkan pemberdayaan
akan masyarakatnya agar dapat membangun desa secara mandiri.
Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai tindakan
pemberkuasaan rakyat agar mereka mampu secara mandiri “menguasai
sumberdaya yang menjadi milik/haknya untuk digunakan mensejahterakan
hidupnya. Intisari pemberdayaan masyarakat adalah menciptakan aturan
main pembangunan desa yang mengutamakan, mengedepankan bahkan
melindungi otonomi masyarakat dalam pengambilan keputusan terhadap
aset-aset pembangunan desa. Praktek pemberdayaan masyarakat diarahkan
untuk memberikan jaminan masyarakat desa mampu mengelola secara
mandiri perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan
pembangunan desa beserta pendayagunaan hasil-hasil pembangunan desa
yang semuanya itu dilakukan secara mandiri.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah yakni:
1. Bagaimana pembangunan masyarakat desa dilakukan?
2. Bagaimana cara melakukan pemberdayaan masyarakat desa?
3. Apa saja strategi yang dapat dilakukan dalam membangun masyarakat
desa?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa dan bagaimana pembangunan masayarakat desa
itu dilakukan.
2. Untuk mengetahui strategi pembangunan masyarakat desa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembangunan Masyarakat Desa


Menurut Sutoro (2015) dalam Indriyani (2017), pembangunan desa
merupakan suatu upaya yang dilakukan demi peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan masyarakat di suatu daerah dimana pembangunan desa
dilakukan oleh seluruh lapisan baik pemerintah maupun masyarakat. Teori
merupakan dasar bagi peneliti akan membedah permasalahan
pembangunan desa.
Masyarakat akan menjadi lebih sejahtera dari segi perekonomian
bilamana pemberdayaaan yang dilakukan lebih intensif dan terstruktur
dengan baik selain itu adanya kerjasama yang baik oleh masyarakat dan
pemerintah. Pemberdayaan masyarakat dilakukan agar masyarakat lebih
mandiri dari segi ekonomi sehingga akan cukup kuat dalam persaingan,
(Indriyani, dkk 2017).
Menurut Kuswandoro (2016), pemberdayaan, pengindonesiaan
dari kata “empowerment”, digunakan sebagai konsep alternatif untuk
meningkatkan kemampuan dan martabat masyarakat agar terlepas dari
jerat kemiskinan dan keterbelakangan. Atau, dengan kata lain,
menjadikannya “berpower” atau dalam istilah Kartasasmita, memandirikan
dan memampukan masyarakat9 . Munculnya konsep pemberdayaan
masyarakat, pada mulanya merupakan gagasan yang ingin menempatkan
manusia sebagai subyek dari dunianya sendiri. Oleh karena itu, wajar
apabila konsep ini menampakkan kecenderungan bahwa pemberdayaan
menekankan. pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian
kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat,
organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Implikasi dari
konsepsi ini adalah pertama, penciptaan ruang bagi bekerjanya peran-
peran lokal, kedua, peran aktor-aktor lokal dalam menafsir ”nasib sendiri”
dan “nasib bersama”, ketiga, “kewenangan komunitas” yakni kepada
warga desa atau “desa selaku komunitas/ entitas politik yang satu”.

Gambar 2.1 Tata Kelola Pembangunan di Tingkat Desa-Eksisting

Gambar 2.2 Visi Tata Kelola Desa Membangun


B. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan
bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor
kehidupan (Sutoro Eko, 2002). Menurut Kuswandoro (2016)
Pemberdayaan, pengindonesiaan dari kata “empowerment”, digunakan
sebagai konsep alternatif untuk meningkatkan kemampuan dan
martabat masyarakat agar terlepas dari jerat kemiskinan dan
keterbelakangan. Menurut Merriam Webster dan Oxford English
Dictionary (dalam Hasan dan Azis, 2018), kata empower mengandung dua
pengertian, yaitu: (1) to give power atau authority to atau memberi
kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak
lain; (2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi
kemampuan atau keperdayaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat bermaksud untuk mengembangkan kemampuan
masyarakat agar dapat mengembangkan kemampuannya sendiri demi
mengatasi masalah-masalahnya sendiri.
Implikasi dari konsepsi ini adalah pertama, penciptaan ruang bagi
bekerjanya peran-peran lokal, kedua, peran aktor-aktor lokal dalam
menafsir ”nasib sendiri” dan “nasib bersama”, ketiga, “kewenangan
komunitas” yakni kepada warga desa atau “desa selaku komunitas/ entitas
politik yang satu” (Kuswandoro, 2016).
Kartasasmita (dalam Kuswandoro, 2016) mengajukan beberapa
pendekatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat, yaitu, pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Pemberdayaan adalah upaya
membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan
langkah-langkah lebih konkret, selain menciptakan “atmosfer” bagi
bekerjanya pemberdayaan, juga menyangkut penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang
(opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
Ketiga, makna melindungi, yakni melindungi masyarakat yang lemah
(kurang berdaya dalam menghadapi yang kuat).
Menurut Hasan dan Azis (2018), Pendekatan utama dalam konsep
pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari
berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka
pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:
Pertama, upaya itu harus terarah. Ini yang secara populer disebut
pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan,
dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai
kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau
bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran.
Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa
tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan
kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu,
sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman
dalam merancang, melaksanakan, mengelola dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.
Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri
masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika
penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini
paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien.
Implementasi program pembangunan.
Oleh sebab itu, dalam upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan
program pemberdayaan yang terarah dan dengan iklim yang
memungkinkan untuk masyarakat dapat berkembang sehingga masyarakat
dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kebutuhannya. Selanjutnya
adalah dalam pemberdayaan masyarakat juga harus mengikutsertakan
masyarakat itu sendiri sehingga potensi yang ada dapat dikembangkan.
Dan sebagai pemberdaya masyarakat, harus mampu menjadi pelindung
bagi kaum lemah, dan demi tercapainya hal ini dapat digunakan metode
pengelompokkan agar masyarakat selain akan merasa lebih aman, juga
akan lebih mampu memecahkan masalahnya dengan bantuan yang lebih
banyak.
C. Strategi Pembangunan Masyarakat Desa
Perencanaan strategis adalah sebagai upaya yang didisiplinkan
untuk membuat keputusan dan tindakanpenting yang membentuk dan
mengarahkan bagaimana suatu organisasi atauentitas lainnya, apa yang
akan dikerjakan organisasi atau entitas lainnya dan mengapa organisasi
(entitas lainnya) mengerjakan seperti itu Bryson (2008: 23).
Perencanaan strategis adalah perencanaan berskala besar (disebut
perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang
jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi
(keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil, agar memungkinkan
organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha
menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan
barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan
pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai
sasaran (tujuan operasional) organisasi Nawawi (2005:148-149).
Menurut Kuswandoro (2016), Strategi pencapaian desa mandiri,
partisipatif dan berdaya sebagaimana amanat UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, dilakukan dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat
yang diselenggarakan dengan strategi partisipatif dalam koridor good
village governance (kepemerintahan desa yang baik). Secara operasional,
diperlukan penumpuhkembangan semangat membangun diri bersama
(togetherness in collective action), penguatan modal sosial dalam
paradigma “desa membangun”. Telah ditetapkan dalam Undang Undang
Desa No 6 tahun 2014 mengenai Pembangunan Desa,bahwa penyusunan
perencanaannya melibatkan masyarakat.
Selain itu, menurut UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa menyebutkan bahwa “Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh
sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Memasuki era Reformasi, Pemerintah Pusat melakukan pembenahan
terhadap status Desa. Perubahan ini terlihat pada PP No. 76/2001 tentang
Pedoman Umum Pengaturan Desa yang menyebutkan bahwa Desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan
hak asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam
Penjelasan Pasal 18 UUD 1945. Desa diberikan hak asal usul yang
dimaknai sebagai hak bawaan yang telah ada sebelum lahirnya NKRI yang
mengatur struktur, wilayah, sosial, dan adat masyarakat setempat.
Selanjutnya ditetapkan pula dalam UU Desa mengenai
perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dapat disimak pada Ps 79
UU No 6 tahun 2014 yakni:
1. Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai
kewenangannya dengan mengacu pada pereencanaan pembangunan
Kota / kabupaten.
2. Perencanaan pembangunan desa tersebut disusun secara berjangka
meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM ) Desa
untuk jangka waktu enam ( 6 ) tahun dan Rencana Pembangunan
tahunan atau disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa ( RKPD )
sebagai penjabaran RPJM-D untuk jangka waktu satu (1) tahun.
3. RPJMD dan RKPD merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa
4. Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan mengikut
sertakan masyarakat Desa
5. Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan
Pembangunan Desa ( Musrengbangdes ) ( Ps 80 UU No 6 Th 2014 ).
6. Musrengbangdes menetapkan prioritas , program , kegiatan dan
kebutuhan Pembangunan Desa
7. Prioritas , program , kegiatan dan kebutuhan Pembangunan Desa
berdasar penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:
 Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar
 Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan
berdasar kemampuan teknis dan sumberdaya local
 Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif
 Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
mekajuan ekonomi
 Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat Desa
berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.
Menurut Nugroho dkk, Strategi pembangunan masyarakat desa
meliputi:
1. Pengembangan Kapasitas Lingkungan dan Infrastruktur
Desa terfokus kepada pembangunan sarana prasrana,
misalnya pembangunan jalan desa yang sangat dibutuhkan dalam
mengakses kebutuhan desa.Karena dengan kondisi yang jalan
yang memprihatinkan terutama pada musim hujan, sangat
dibutuhkan sekali kualitas perbaikan jalan sebagai
penunjangmobilitas perekonomian.
2. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Sosial
Pengembangan kapasitas sumber daya sosial sudah berjalan
dengan baik.Pengembangan SDM desa melalui dunia pendidikan
sudah cukup terfasilitasi, dimana tingkat pendidikan tingkat dari
yang paling rendah hingga lanjutan pertama sudah
tersedia.Tinggal lagi kemauan masyarakat desa untuk memperoleh
pendidikan yang sudah disediakan.Apalagi fakta ekonomi yang
dimiliki masyarakat yang sudah mulai membaik, dan Seiring
berkembangnya zaman masyarakat Desa Pingit sudah mulai sadar
dengan pentingnya pendidikan.
3. Pengembangan Kapasitas Kelembangan Lokal
Pengembangan kapasitas kelembanganlokal sudah berjalan
dan saling bersinergi, pemerintah desadan BPD sudah
berupayamemberikan informasi kepada masyarakatdesa tentang
program pembangunan desatermasuk pada program alokasi dana
desa(ADD). Informasi yang diberikan akanmembuat masyarakat
tertarik untukmemberikan ide, gagasan dan aspirasinyakepada
pemerintah desa dan BPD melaluimusyawarah desa yang
dilakukan.Artinya dalampenyusunan dan perencanaan
pembangunan melalui program, masyarakat mengambil peran
bersamapemerintah desa, BPD dan lembaga lokaldesa lainnya
dalam pengambilankeputusan untuk menetapkan
programpembangunan infrastruktur apa yang akandilaksanakan di
desa mereka.
Adapun Perencanaan Pembangunan diantaranya:
1. Pada proses perencanaan pembangunan dengan melalui adanya
Musyawarah Rencana Pembangunan seharusnya Pemerintah Desa
tidak hanya melibatkan para Ketua RT dan tokoh masyarakat yang
ada, tetapi semua kalangan masyarakat setempat.
2. Menggali sumber-sumber keuangan desa sesuai dengan potensi
desa.
3. Dalam hal pelaksanaan pembangunan sebaiknya masyarakat ikut
membantu dalam ikut memberikan kontribusi dalam bentuk materi
semampu mereka
Strategi Dalam Program Pembangunan
1. Rehabilitasi infrastrukur jalan, jembatan dan sarana pendukung
ekonomi masyarakat desa lainnnya.
2. Peningkatan ketersediaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan dasar dan menengah.
3. Perlu ada peningkatan pemahaman perangkat desa, unsur
pembangunan dan unsur masyarakat mengenai mekanisme
perencanaan pembangunan, pentingnya perencanaan
pembangunan melalui kegiatan pelatihan atau penambahan
wawasan

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi


makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity) dari
pemerintah. Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan
masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara
berkesinambungan. Pemberdayaan dimaksudkan juga untuk menciptakan
keberdayaan masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi dalam
pembangunan yang berpusat pada rakyat (people-centered development).
Pemberdayaan tidak hanya menyangkut pendanaan tetapi juga peningkatan
kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan. Pemikiran
Kartasasmita di atas jelas sekali menegaskan bahwa pemberdayaan adalah
suatu proses individual dan sosial, yakni suatu penguatan kemampuan
individual, peningkatan kompetensi, penumbuh kembangan kreativitas.
Ketiganya memerlukan kebersamaan yang memperkenankan warga desa
untuk mengembangkan perasaan bersama yang menjadi tanggung jawab
mereka secara mandiri atas dasar kebutuhan.
Sehingga terbentuk strategi pemberdayaan masyarakat parsitipatif,
yaitu pemberdayaan bagi “desa membangun” memerlukan kebersamaan
dan tafsir bersama akan nasib bersama warga desa (common sense), yang
memperhatikan kebersamaan dalam keragaman (pluralitas) dan kekhasan
lokal, untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan meningkatkan
kemandirian.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Indriyani, Putu Ni, dkk. 2017. Analisi Pembangunan Desa Melalui


Pemberdayaan Masyarakat (Studi di Desa Dauh Peken Kec. Tabanan,
Kab.Tabanan).https://ojs.unud.ac.id/index.php/citizen/article/view/27053.
Diakses pada 12 Maret 2019. Denpasar: Universitas Udayana.
Sudjatmiko, Budiman. 2014. Pemberdayaan Masyarakat, Pembangunan Desa,
dan Pembangunan Kawasan Perdessan Berdasarkan Undang-Undang
Desa.http://www.theindonesianinstitute.com/wp-
content/uploads/2014/01/Materi-Narsum-TIF-Seri-30-Pembangunan-
Desa_Budiman-Sudjatmiko.pdf. Diakses pada 12 Maret 2019. Komisi II
DPR RI-Fraksi PDIP.
Kuswandoro, Wawan. 2016. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis
Partisispasi. Malang ; Universitas Brawijaya.
https://www.researchgate.net/publication/311101048_Strategi_Pemberday
aan_Masyarakat_Desa_Berbasis_Partisipasi. Diakses pada 12 Maret 2019.
Kartasasmita, Ginandjar (1996). Pemberdayaan Masyarakat: Konsep
Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Makalah.
Sutoro Eko. 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat
Pemberdayaan Masyarakat.
Hasan, Muhammad dan Muhammad Azis. 2018. Pembangunan Ekonomi Dan
Pemberdayaan Masyarakat Strategi Pembangunan Manusia dalam
Perspektif Ekonomi Lokal. Makassar: CV. Nur Lina

Anda mungkin juga menyukai