Landasan Teori
Pendidikan oleh UUD 1945 dipandang sebagai sebuah hak asasi yang
melekat serta harus diperoleh setiap warga negara.
Hak atas Pendidikan merupakan hak positif yang tidak dapat
terpenuhi dengan sendirinya. Pemenuhan hak positif memerlukan usaha dari
pihak ketiga untuk memenuhi hak tersebut. Oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat
(3), tanggung jawab memenuhi hak atas pendidikan untuk seluruh warga
negara “dibebankan” kepada pemerintah. Dalam Pasal 31 ayat (3) UUD
1945 dinyatakan bahwa pemerintahlah yang diberikan tugas untuk
“mengusahakan dan menyelenggarakan” sistem pendidikan nasional. Selain
itu di ayat selanjutnya, UUD 1945 menugaskan kepada negara
memprioritaskan 20% APBN guna membiayai dan menyelengarakan tugas
memenuhi hak atas pendidikan tadi.
Satu sistem dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu kesatuan
sistem yang terintegrasi, sejalan dan tidak saling bertentangan satu sama lain.
Amanah UUD 1945 untuk mengusahakan dan menyelenggarakan sebuah
sistem Pendidikan Nasional tersebut diejawantahkan oleh otoritas pembuat
Undang-Undang dengan membuat UU Sisdiknas. UU Sisdiknas ini dibuat
dengan maksud sebagai sebuah “master plan” Pendidikan Nasional yang
terencana, terarah dan berkesinambungan, yang ruang lingkup
pengaturannya ialah pendidikan formal secara luas sebagai sebuah sistem
sebagai sebuah sistem, dari tingkat pra-sekolah hingga perguruan tinggi.
Indonesia Sebagai Pengusung Konsep Welfare State Dan Kaitannya
Dengan Pendidikan
Pencetus teori welfare state adalah Mr. R. Kranenburg yang
menyatakan bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan,
bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan
seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat.
pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna:1
1
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar Demokrasi, konstitusi pers, Jakarta, hlm.124
1. sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya
menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare)
sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-
material.Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan
manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi,
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat
dipenuhi, serta manakala manusia memperoleh perlindungan
dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.
2. sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia
Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk,
yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan,
pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal
(personal social services).
2
M.Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Rajawali, 1988,hlm.15.
pelaksanaan tugas pemerintah dalam melayani warga masyarakat tidak
dilakukan dengan hati-hati dan mengindahkan aturan hukum, baik tertulis
maupun tidak tertulis akan berpotensi merugikan masyarakat yang dilayani.
Dalam negara hukum modern yang menganut paham welfare state
atau negara kesejahteraan, tugas alat administrasi negara sangat luas sekali
mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, untuk hal ini Frans Magnis
Suseno3 menjelaskan bahwa negara memang tidak dapat menciptakan
kesejahteraan. Kesejahteraan adalah sesuatu yang hanya dapat terwujud
dalam perasaan masing-masing orang. Setiap orang dalam dan bersama
lingkungan sosial yang akrab harus mewujudkan kesejahteraannya. Tetapi
agar hal itu mungkin, perlu tersedia prasarana dan sarana dan negara yang
bertugas untuk melaksanakannya. Dalam hal ini negara sebetulnya secara
tidak langsung mensejahterakan atau membahagiakan masyarakat.
Konsep Akuntabilitas Dan Transparansi
1. Konsep Akuntabilitas
4
Joko Widodo,Op.Cit,hal 148
Miram Budiarjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
pertanggungjawaban pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah,
kepada yang memberi mereka mandat akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi
penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling
mengawasi.5 Hal yang sama dikemukakan Sedarmayanti, bahwa
akuntabilitas sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.6
Akuntabilitas dibedakan dalam tiga bentuk yaitu :7
1) akuntabilitas administratif
5
Miriam Budiarjo, Menggapai Kedaulatan Rakyat, Mizan,Jakarta 1998, hlm.78
6
Sedarmayanti, Good Governance(Kepemerintahan Yang Baik, Bandung 2003, hlm.23
7
Anderson J A, Akuntabilitas Dan Good Governance, Jakarta 2000, hlm.84
sejenis. Akuntabilitas ini lebih menekankan pada aspek kualitas
kerja dan tindakan.
3) Akuntabilitas moral
2. Konsep Transparansi
8
Meutiah Ganie Rahman, Good Governance “Prinsip dan Penerapannya, Jakarta 2000, hlm.151
prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan.
Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya
masalah ini, prinsip-prinsip good governance menurut UNDP9 sebagaimana
tertera berikut ini :Partisipasi Masyarakat, Tegaknya Supremasi Hukum,
Transparansi, peduli pada stakeholder, berorientasi pada konsensus,
kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, visi strategis.
Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, paradigma yang berkembang
dalam administrasi publik adalah tuntutan pelayanan yang lebih baik dari
sebelumnya. Tuntutan akan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan
kepada publik menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi
pemerintah penyelenggara pelayanan publik. Tuntutan tersebut muncul
seiring dengan berkembanagnya era reformasi dan otonomi daerah dan sejak
tumbangnya kekuasaan rezim orde baru10. Setelah delapan tahun berlalu,
gaung tuntutan tersebut masih terus menggema, bahkan berbagai pelaung
yang ada diperhitungkan agar terwujudnya kondisi kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih baik lagi. Pendek kata, seluruh elemen bangsa telah
sepakat agar kondisi masa lalu yang kurang dan tidak baik tidak terulang
lagi. Karenanya muncul istilah-istilah, seperti e-government dan good
9
Dwiyanto Agus, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Jakarta 2004, hlm.97
10
Sedarmayanti, Good Governance (Pemerintahan yang Baik), Bandung 2004, hlm.32
governance. Istilah ini muncul dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
lebih baik.
Dari sekian banyak tuntutan yang ada, satu di antaranya adalah
meningkatkan pelayanan publik melalui penciptaan tata pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Agenda tersebut memrupakan upaya untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain melalui keterbukaan,
akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum,
dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran,
keserasian, dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang
terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas
sumberdaya manusia aparatur; dan sistem pengawasan yang efektif.
Tujuan pokok good governance adalah tercapainya kondisi
pemerintahan yang dapat menjamin kepentingan pelayanan publik secara
seimbang dengan melibatkan kerjasama antar semua komponen pelaku
(negara, masyarakat madani, lembaga-lembaga masyarakat, dan pihak
swasta). Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance)
adalah terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Paradigma tata
kepemerintahan yang baik menekankan arti penting kesejajaran hubungan
antara institusi negara, pasar dan masyarakat. Semua pelaku harus saling
mengetahui apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya serta membuka ruang
dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan-perbedaan di antara
mereka. Melalui proses tersebut diharapkan akan tumbuh konsensus dan
sinergi dalam penerapan program-program tata kepemerintahan yang baik di
masyarakat. Pelaku-pelaku tersebut merupakan elemen governance yang
terkait dan tidak terpisahkan dalam satu sistem negara, pelaku bisnis, dan
masyarakat. Masing-masing memiliki karakter tersendiri tetapi ketiganya
tidak akan mampu berdiri dan berkembang sendiri-sendiri. Mereka mengarah
kepada satu tujuan yaitu kehidupan yang lebih baik bagi setiap lapisan
masyarakat luas.
Pada dasarnya, setiap pembaruan dan perubahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dimaksudkan dalam rangka menuju terwujudnya
pemerintahan yang demokratis guna terwujudnya sistem pemerintahan yang
lebih baik (good governance). Salah satu ciri good governance adalah
transparansi yang dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, dimana
seluruh proses pemerintahan dan informasinya dapat diakses oleh semua
pihak yang berkepentingan. Untuk kepentingan transparansi informasi
sebagaimana dimaksud, diperlukan sarana komunikasi yang menjamin
kelancaran informasi antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha,
dan tentunya komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menyadari betapa pentingnya arti mewujudkan kepemerintahan yang baik,
maka aparatur negara dituntut harus mampu meningkatkan kinerja. Sasaran
yang menjadi prioritas adalah mewujudkan pelayanan masyarakat yang
efisien dan berkualitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan
perhatian pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan secara
signifikan melalui manajemen perubahan menuju ke arah penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik.
Salah satu upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik
adalah mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui
otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat melalui e-government
sebagai salah satu aplikasi dari teknologi informasi. Masalah utama yang
dihadapi dalam implementasi otonomi daerah adalah terbatasnya sarana dan
prasarana komunikasi informasi untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat, agar proses
penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan
pemberdayaan masyarakat dapat menjadi lebih efektif, efisien, transparan,
dana kuntabel.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan menuju good
governance serta dalam rangka mengakselerasi penyelenggaraan otonomi
daerah, maka pengembangan dan implementasi e-government merupakan
alternatif yang strategis dalam rangka mengkomunikasikan informasi secara
dua arah antara Pemerintah dengan Masyarakat dan Dunia Usaha dan antar
Pemerintah itu sendiri.
Istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki
arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi,
lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang
diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
dalam suatu negara. Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam
literatur administrasi dan ilmu politik sejak Woodrow Wilson
memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi
selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan
organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi.11
Wacana tentang “governance yang diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau
pengelolaan pemerintahan -- baru muncul sekitar 15 tahun belakangan ini,
terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional
mempersyaratkan “good governance” dalam berbagai program bantuannya.
Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, terminologi
11
Widodo J, Good Governance:Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi,Surabaya
2001, hlm.109
“good governance” telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan
pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo),12 tatapemerintahan
yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan
bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit
sebagai pemerintahan yang bersih. Perbedaan paling pokok antara konsep
“government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara
penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam
pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi
peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai
otoritas tadi. Sedangkan governance mengandung makna bagaimana cara
suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Sejatinya, konsep governance
harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi.
Governance juga menunjukkan inklusivitas. Kalau government dilihat
sebagai “mereka” maka governance adalah “kita”.
Menurut Leach & Percy-Smith13 government mengandung pengertian
seolah hanya politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu,
memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang
12
Hadjon Philipus M, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta 2008, hlm30
13
Lukman Sampara ,Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta 2000, hlm.57
pasif. Sementara governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan
“yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance.
ada hakekatnya penyelenggaraan pelayanan publik merupakan
amanat yang diberikan rakyat kepada penyelenggara negara (ekskutif dan
legislatif) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan
kesejahteraan ini dilakukan dengan memprioritaskan pelayanan-pelayanan
dasar bagi masyarakat. Dalam kenyataannya, masih sedikit dari masyarakat
yang bisa memahami pekayanan publik sebagai hak dan bukan pemberian
pemerintah, apalagi seluk beluk permasalahan yang ada dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagian masyarakat masih
menyederhanakan pemahaman tentang pelayanan publik yang diartikan
sebagai pemberian pemerintah. Dengan pemahaman yang sederhana itu,
ketika sebagian rakyat memahami pelayanan public sebagai pemberian dari
pemerintah, masyarakat memahami pelayanan publik sebagai aktivitas
belanja yang menggunakan uang pemerintah. Pemahaman yang demikian
akan membawa akibat masyarakat akan menyerahkan sepenuhnya
pengelolaan pelayanan publik itu kepada pemerintahan, karena dalam
pandangan masyarakat tersebut uang yang dibelanjakan untuk pelayanan
publik itu milik pemerintah. Masyarakat merasa tidak memiliki hak
mencampuri pengelolaan pelayanan publik.
Good University Governance
pada STAKPN.
PERATURAN
STATUTA
PERATURAN AKADEMIK
STAKPN SK Ketua STAKPN Tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Terhadap Pelanggaran Disi
Kepastian Hukum
Transparansi
Berkeadilan
Efektif&efisien
Tanggung Jawab
Akuntabilitas
Tidak Menyalahgunakan