Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan sebagai bagian Hak Asasi Manusia

“Kita tidak selalu bisa membangun masa depan bagi generasi muda

Tapi kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan

(Franklin. D. Roosevelt)

71 tahun sudah Indonesia berdiri sebagai sebuah bangsa, berdiri dalam suatu kesatuan
yang berdasar keragaman yang kemudian disebut sebagai negara. Tidak dapat disangkal
bahwa berdirinya negara ini tidak lepas dari campur tangan tenaga-tenaga pendidik yang
sumbangsih perjuanganya dilakukan lewat pendidikan terhadap generasi bangsa. Pendidikan
bagi sebuah bangsa sudah barang tentu menjadi kewajiban bagi negara tersebut untuk
memberikan pemenuhanya terhadap warga negaranya, terlebih Indonesia sebagai sebuah
negara hukum yang mengedepankan aspek normatif untuk pemenuhan tersebut.

Pada dasarnya Indonesia merupakan sebuah negara hukum, sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum”. Negara hukum bertujuan untuk menciptakan tatanan sosial yang berkeadilan
dengan menjadikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Untuk mewujudkan Negara hukum
yang utuh, Maka sistem hukum harus dibangun (law marking) dan ditegakan (law enforcing)
demi keadilan. Konsep Negara hukum mencakup empat elemen penting, yaitu :

1. Hak-hak manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan; dan
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Pembahasan mengenai penghargaan atas Hak Asasi Manusia pada hakikatnya telah
diatur secara konstitusional di Indonesia lewat produk-produk hukum nasional maupun
melalui Ratifikasi Perjanjian Internasional. Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak
asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan untuk tegaknya supremasi hukum dalam
hal pemberian kewajiban Negara terhadap hak asasi manusia bagi masyarakat. Perlindungan
Hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan
penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting
suatu negara hukum yang demokratis.

Pada dasarnya Indonesia secara konstitusional telah mewujudkan penghargaan terhadap


Hak Asasi Manusia dengan melakukan Ratifikasi atau memberikan pengakuan dan
pengesahan terhadap hukum Internasional yang kemudian diwujudkan dengan lahirnya
beberapa aturan hukum kini berlaku secara nasional. Adapun beberapa instrumen yang telah
diratifikasi oleh Indonesia meliputi, Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(KIHSP) dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, Konvenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2005, Konvenan Internasional tentang Segala Bentuk Penghapusan Diskriminasi Rasial
dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999, Konvenan Internasional tentang Penyiksaan
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, Konvenan Internasional tentang
Penghapusan Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984, Konvensi Internasional tentang Hak Anak dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002, dan terakhir Konvensi Internasional tentang Hak Penyandang Disabilitas dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.

Dari beberapa aturan yang telah diratifikasi Indonesia, pada dasarnya mengikat secara
hukum terhadap pihak-pihak negara terkait dan juga melahirkan tanggung jawab kepada
pemeritah Indonesia untuk melaksanakan langkah kongkrit terhadap penegakan dan
penghargaan hak asasi manusia. Konsep kewajiban hak asasi manusia bagi negara Indonesia
sendiri meliputi, Negara Indonesia sebagai pemangku kewajiban (duty-bearer) memiliki tiga
kewajiban antara lain : (1) untuk menghormati (to respect), (2) untuk melindungi (to protect),
(3) untuk memenuhi (to fulfill). Salah satu hal yang menjadi tanggung jawab Indonesia,
adalah mengenai jaminan atas pemenuhan hak asasi manusia yang menjadi bagian dari Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, yaitu lewat pemenuhan hak atas pendidikan bagi setiap warga
negara.

Pendidikan, secara harfiah pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi


manusiawi baik dalam bentuk potensi fisik, potensi cipta, potensi rasa atau potensi karsanya.
Pada dasarnya pendidikan dapat dimaknai sebagai pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan individu atau sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi
berikutnya, melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sendiri dimungkinkan
didapat secara otodidak, yaitu melalui pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara
berpikir atau tindakan yang dapat dikatakan sebagai pendidikan. Begitu pentingnya
pendidikan bagi sebuah bangsa, sehingga menggugah Bung Karno selaku salah satu
Founding Father NKRI untuk mencetuskan istilah “Nation Character Building” yang
ucapkan pada tanggal 17 Agustus 1962, yaitu dalam Pidato Kepresidenan NKRI. Maksud
dari ucapanya tersebut menekankan tentang salah satu hal pokok yang mesti dipersiapkan
sebuah bangsa dalam membangun peradaban, yaitu Investasi keterampilan manusia (Human
Skill Investment). Investasi keterampilan manusia (Human Skill Investment), merupakan
menyangkut hal penyiapan keterampilan anak bangsa yang diwujudkan dengan diberikanya
akses pendidikan lewat pembangunan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, dan juga
memberikan peluang bagi putra-putri terbaik bangsa untuk mendapatkan pendidikan di luar
negeri.

David Popenoe, Seorang Sosiolog di Rutgers University. dalam pandanganya


memberikan 4 (Empat) fungsi pendidikan, yaitu meliputi :

1. Sarana dalam transmisi (pemindahan) kebudayaan


2. Upaya dalam hal memilih dan mengajarkan peranan sosial
3. Sarana dalam menjamin integrasi sosial
4. Sarana dalam mengembangkan corak kepribadian
5. Sumber dalam inovasi sosial

Ki Hajar Dewantara, mengemukakan pendapatnya mengenai esensi dari sebuah


pendidikan, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu mengajarkan berbagai ilmu
kepada anak didik dengan harapan agar anak dapat menjadi pribadi yang baik dan sempurna
hidupnya, dan selaras dengan masyarakat beserta alamnya. Sementara pendapat lain yang
mengemukakan tujuan pendidikan bagi manusia adalah J.J Rousseau yang menyatakan
bahwa pendidikan adalah mempertahankan sifat baik yang ada dalam diri manusia untuk
diajarkan ke anak didik, sehingga menciptakan anak didik yang dapat tumbuh secara alami
layaknya manusia dengan kebaikan yang mereka miliki.

Dalam uraian konstitusi negara Indonesia atau lazim disebut UUD NRI 1945, yang
dijabarkan dalam Pasal 28 C ayat (1), yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Maka oleh
esensialnya sebuah pendidikan bagi warga negara, diwajibkan atas negara untuk memberikan
akses pendidikan bagi siapapun tanpa terkecuali.

Namun dalam beberapa hal pendidikan kerapkali mengalami kendala, terkhusus dalam
keterbatasan akses pendidikan, yang mengakibatkan kepada tidak terpenuhinya pendidikan
sebagai sarana peningkatan kualitas dalam menumbuhkan kreatifitas berpikir dan berkarya.
Dalam pasal 13 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya, menjelaskan bahwa “ Negara-negara pihak dalam kovenan ini
mengakui hak setiap orang atas pendidikan”. Kemudian ditambahkan dalam Pasal yang sama
dalam ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara yang berkewajiban dalam mengupayakan
hak tersebut secara penuh”.

Sejatinya hak atas pendidikan merupakan hak yang luar biasa, dalam artian bahwa hak
tersebut dapat dianalisis melalui berbagai pemangku hak tersebut, yakni anak, orang tua dan
guru. Anak-anak mempunyai hak pendidikan, orang tua memiliki hak untuk memastikan
bahwa pendidikan yang diterima oleh anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka,
guru memiliki hak akademis untuk memastikan bahwa pendidikan yang layak dapat
disediakan, dan negara memiliki standar norma pendidikan untuk memastikan pelaksanaan
yang layak atas kewajibanya dalam menjalankan pendidikan.

Dari beberapa uraian diatas dapat dikonklusikan bahwa pendidikan merupakan hal
mendasar yang wajib dienyam oleh manusia yang dilalui dalam beberapa tahapan, baik itu
dalam segi formal yang diselengarakan oleh negara maupun informal. Sekalipun dalam
penyelenggaraan pendidikan, negara dapat diberikan toleransi dalam pemenuhannya, dalam
artian negara tidak serta merta langsung memenuhi hak-hak yang terkandung dalam Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya atau dengan kata lain dapat dilakukan secara bertahap, akan
tetapi titik berat dari hal tersebut tidak mengurangi esensi tanggung jawab negara dalam
upaya pemenuhan hak pendidikan dalam hal peningkatan atau progresifitas negara dalam
meningkatkan jaminan atas hak pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai