Anda di halaman 1dari 15

FENOMENA PERGAULAN BEBAS PADA REMAJA;

Ada Apa Denganmu?


Oleh : Elisa Kurniadewi, S.Psi, Psi

1. REMAJA

Perkembangan zaman telah meruntuhkan berbagai norma yang sebelumnya telah

mapana dalam masyarakat. Kondisi ini dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat tak

terkecuali para remaja. Remaja kemudian digiring pada nilai nilai materialism yang lebih

mengutamakan hedonism dan segala sesuatu yang tampak dengan mengabaikan nilai nilai

agama. Hal ini semakin berat bagi remaja karena dalam kondisi peradaban yang sedang

sekarat ini, remaja juga sedang dihadapkan pada masalah pribadinya yaitu pencarian

identitas diri.

Erikson mengemukakan sebuah konsep yang kemudian dikenal sebagai konsep

Identitas diri. Pada fase remaja, pencarian identitas dipandang sebagai sebuah tugas utama

untuk dicapai. Dalam merumuskan tentang “Identitas”, Erikson menjelaskan tentang

konsep diri , yaitu “siapakah saya ?. “apakah saya ?”, dan, “ dimana tampat saya?” ( who

am I ?, what am I?, and where I belong too?) > Konsep dasar di atas, Erikason kemudian

mencoba mendefinisikan tentang identitas yaitu “ suatu perasaan mengetahui siapa

dirinya , kemana arah tujuan hidupnya sereta kemampuan untuk merangkum berbagai

peranan social yang dimilikinya , sebagai suatu keutuhan yang tunggal.

Pendapat lain tentang Identitas diri dikemukakan oleh Gunara ( 1988 )

1
a. Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada , walaupun

mengalami perubahan bertahap sesuai dengan pertambahan umur dan perubahan

lingkungan.

b. Identitas berarti sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa masa

sebelumnya dan menentukan peran social yang mana yang harus dijalankan.

c. Identitas adalah sebuah hasil yang diperoleh pada masa remaja namun akan

senantiasa tetap mengalami perubahan dan pembaruan.

d. Identitas dialami sebagai suatu kelangsuan di dalam diri individu dan dalam

hubungan dengan dunia di luar diri individu.

e. Identitas merupakan suatu penyesuaian peranan social yang pada dasarnya

mengalami perubahan.

Sedangkan dalam ilmu psikologi konsep identintas umumnya menunujuk pada

kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi yang pada dasarnya tetap sama,

meskipun terjadi segala macam perubahan dalam proses perkembangan ( Cremers, 1989 )

Sementara itu , menurut Marcia identitas sebagai suatu struktur dari yang bersifat

internal , meliputi konsepsi konsepsi diri, dorongan dorongan yang terorganisasi secara

dinamis, kemampuan kemampuan yang dimiliki , kepercayaan kepercayaan serta sejarah

individu. Apabila struktur ini berkembang dengan baik, maka individu akan menyadari

tentang keunikan keunikan yang dimilikinya, persamaan-persamaan dengan orang lain

serta mengetahui kelebihan kelebihan dan kelemahan kelemahannya.

2
Pendapat yang senada dengan Marcia dikemukakan oleh Fuhrmann( 1990 ) yang

menyatakan bahwa seseorang dikatakn telah memiliki identitas apabila ia mempunyai suatu

konsep diri yang realistic, meliputi penguasaan fisik maupun kognitif terhadap lingkungan,

serta mempunyai identita yang kuat menyadari adanya kontinuitas dirinya dengan orang

lain, juga menyadari tentang adanya keunikan individualitas pada dirinya. Selanjutnya

menurut Fuhrmann, identitas mempunyai komponen komponen yaitu :

a. komponen fisik

b. seksual

c. social

d. vokasional

e. moral

f. ideology

g. psikologik

Komponen komponen tersebut tidak berkembang secara bersama,namun

berurutan . Dalam berbagai pengamatan, biasanya komponen yang berkembang adalah

identitas fisik dan yang terakhir adalah identitas psikologik.

Fase remaja adalah fase pembentukan identitas diri. Orang yang berkeinginan

menentukan siapakah dan apakah dia pada masa sekarang serta siapakah dan apakah dia di

masa yang akan datang merupakan salah satu ciri orang yang sedang mencari identitas diri.

Jadi dari sudut pandang psikologik, pembentukan identitas dapat disimpulkan sebagai

sebuah proses yang meliputi perenungan dan pengamatan secara bersamaan pada semua

3
lapisan fungsi mental. Melalui ini individu menilai dirinya sendiri berdasarkan persepsinya

terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya. Proses ini jarang disadari dan berubah bila

lingkungan individu makin luas serta bertambahnya usia.

Sesungguhnya proses pembentukan diri tidak berawal ataupun berakhir pada masa

remaja namun sudah dimulai sejak bayi, yaitu ketika bayi mulai mampu membedakan

dirinya sendiri dengan orang lain, sampai terjadinya integrasi diri pada masa tua. Sementara

itu Erikson juga berpendapat bahwa pembentukan identitas adalah proses terus menerus

sejak bayi hingga usia tua.

Sedangkan alasan kenapa pencarian identitas diri pada masa remaja sangat

menonjol dikarenakan pada masa remaja merupakan titik paling kritis, karena pada masa

itu individu sedang mengalami banyak perubahan , seperti percepatan pertumbuhan badan,

kematangan tanda tanda seksual, perubahan perubahan kognitif dan munculnya rasa terikat

dengan teman sebaya. Selanjutnya Erikson menjelaskan bahwa identitas mempunyai

beberapa komponen dan pembentukannya melalui beberapa tahap yang dimulai dengan

perkembangan tanda identitas fisik. Pada masa puber individu mengalami perubahan fisik

dan kematangan genital serta kesadaran seksual . Setelah itu , maka individu tersebut

merasakan adanya perbedaan, baik secara fisik maupun psikologi dengan masa sebelumnya.

Sebagai konsekwensinya maka individu harus belajar menerima perubahan fisik

yang terjadi. Dengan demikian akan berkembang identitas fisiknya yang kemudian akan

disusul dengan identitas seksualnya. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah mengalami

interaksi dengan teman sebaya yang berupa umpan balik social mengenai persepsi dan

4
evaluasi diri, individu akan menemukan identitas sosialnya. Secara lebih luas lagi, melalui

interaksinya dengan masyarakat, maka individu tersebut akan mengalami perkembangan

identitas vokasionalnya.

Menurut Mohr ( 1978 ), pada usia 6 tahun seorang anak akan memiliki idenitas

eksternal antara lain mengenai nama, usia dan hak milik.Pada usia 8 tahun maka identitas

anak akan besifat behavioral antara lain berupa kebiasaan perilaku tertentu. Sedangkan

pada usia remaja, individu mulai membentuk identitas yang bersifa internal yaitu berdasar

pada perasaan , pikiran dan pengetahuan. Selanjutnya menurut Cremers bahwa pada saat

itu individu memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, tidak meragukan

identitas batinnya sendiri serta mamahami perannya dalam masyarakat. Hal ini terjadi jika

individu sadar akan ciri ciri khas pribadinya, seperti apa yang disukai dan tidak disukai,

aspirasi aspirasinya, antisipasi terhadap masa depan dan kemampuan bahwa ia dapat dan

harus dapat mengatur orientasi hidupnya sendiri.

Pola pembentukan identitas dipengaruhi oleh hubungan orangtua dan anak,

tekanan kebudayaan atau tradisi serta laju perubahan social (Mussen, 1984 ). Dalam

masyarakat yang masih primitive maupun dengan struktur social yang masih sederhana,

peranan orang dewasa bisa jadi masih sedikit. Dengan demikian perubahan social pun tidak

begitu significant. Dalam masyarakat yang seperti ini maka pembentukan identitas diri

menjadi tugas yang menjadi lebih mudah untuk diselesaikan. Dalam pandangan yang hampir

sama, Adams berpendapat bahwa pada masyarakat yang masih sederhana , identitas besifat

pemberian ( ascribed ) dan bukan sesuatu yang diperoleh dengan usaha ( achieved ). Dalam

5
masyarakat modern yang berubah ubahdan kompleks, pencarian identitas relative lebih

sulit dan butuh waktu waktu yang lama.

Dalam pergeseran budaya yang terjadi, maka saat ini kaum dewasa seringkali

memberikan peluang kepada kaum remaja untuk berekspresi. Disisi lain, dalam usianya

yang menginjak dewasa, kaum remaja juga tergerak untuk mencoba hal hal yang baru.

Kaum remaja pada akhirnya mencoba berbagai system nilai. Pada masyarakat yang

sedang berkembang dan menuju modernisasi , ternyata kaum remaja juga mengalami

berbagai kesulitan untuk menemukan identitas diri. Kesulitan ini jugalah yang dialami kaum

remaja dalam pola hubungan dengan lawan jenis serta perkembangan organ seksualnya.

Ketika remaja mengalami masa transisi perkembangan serta dengan lingkungannya yang

mengalami pergeseran tata nilai inilah , kaum remaja mengalami tantangan baru berupa

pergaulan bebas.

2. FENOMENA PERGAULAN BEBAS

Saat ini para kita cukup prihatin dengan perilaku pergaulan para remaja. Seks bebas

seolah menjadi hal yang biasa bagi kalangan remaja. Patut dicemati bahwa pergeseran tata

nilai masyarkat yang kemudian melahirkan seks bebas adalah dampak negative dari

globalisasi baik itu berupa “serangan budaya” maupun pola penjajahan baru.

Dalam sudut pandang Islam , Seks bebas adalah salah satu bagian dari perzinaan.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah mengatakan bahwa salah satu ciri hari kiamat adalah

6
merebaknya perilaku seks bebas ( perzinaan ) di masyarakat. “ Sesungguhnya diantara

tanda tanda datangnya Kiamat adalah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, minum

khamr secara terang terangan, dan merebaknya perzinaan “

Berkembangnya seks bebas di kalanga remaja tak lepas dari beberapa faktor :

1. kualitas remaja ataupun faktor yang berasal dari internal remaja sendiri.

Faktor ini antara lain :

a. perkembangan emosi yang tidak sehat,

b. adanya hambatan dalam pergaulan sehat,

c. kurangnya pemahaman agama

d. tidak mampu memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan positif

e. tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri secara mandiri

2. kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku

baik, seperti :

a. kurangnya kasih sayang keluarga akibat kesibukan orang tua,

b. paradigm orang tua dalam memilih tempat pendidikan bagi anak

bergeser kepada pilihan pendidikan yang materialis dan

mengabaikan pendidikan agama.

c. Keluarga tidak memberikan pendidikan seks yang sehat.

3. Kualitas lingkungan yang kurang sehat. Hal ini terjadi pada lingkungan yang

a. Tidak ada kegiatan keagamaan.

b. Lingkugan yang permisif, acuh tak acuh atau tidak saling kenal

7
c. Lingkungan yang kumuh atau lingkugan penyakit masyarakat

misalnya daerah pelacuran dll.

4. Minimnya kualitas informasi yang sehat. Faktor media menjadi sangat

dominan , dimana media bukannya memberikan informasi yang sehat

untuk keluarga namun justru memberikan informasi yang tidak sehat,

perilaku seks bebas, dan perilaku menyimpang lainnya.

Perubahan lingkungan akan diwarnai kekuatan materialisme yang bagi sebagian

Negara berdampak buruk dengan makin lemahnya semangat moral serta kesusilaan. Gejala

dekadensi moral generasi muda di Indonesia salah satunya dapat kita lihat dari rubric

konsultasi seksual di berbagai media massa. Pengalaman seksual generasi muda sudah

pada tahap hubungan seksual diluar nikah hingga muncullah berbagai kasus kehamilan yang

tidak diinginkan ( KTD, Unwanted Pregnancy ) hingga kasus kasus penggungguran bayi

/kandungan ( abortus ).

Menurut Tjitarsa, 1992, terkuak bahwa 4 dari 5 kehamilan di kalangan usia remaja

adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Laporan Klinik Catur Warga Denpasar menyebutkan

bahwa rata rata setiap tahun klinik tersebut dikunjungi 3000 pasangan dengan keluhan KTD

yang 60 – 70 % dari mereka adalah pasangan remaja pranikah.

Selain berdampak buruk pada moralitas generasi muda, perilaku seks bebas juga

sangat rentan terhadap penyebaran berbagai macam penyakit seksual ( PMS, PEnyakit

Menular Seksual ). Beberapa pengamatan yang dilakukan di beberapa lokalisasi

menunjukkan bahwa sebagian kaum remaja sudah menjadi pelanggan dari para PSK.

8
Kemunculan KTD serta merebaknya PMS di kalangan remaja menunjukkan bahwa

perkembangan kepriabadian para remaja dewsa ini berada pada kondisi yang tidak sehat.

PErkembangan remaja sangat dipengaruhi pada perkembangan lingkungan yang melingkupi

kehidupan remaja saat ini .

Pertama, pengaruh eksternal yang tak selalu mendidik. Survey Komisi Penyiaran

Independen menyebutkan bahwa 70 % tayangan televise mereka nilai tidak

mendidik bagi anak dan remaja. Sementara saat ini tak kurang dari 4 jam sehari

anak dan remaja berada di depan televise yang menayangkan acara yang tidak

bagus bagi perkembangan kepribadiannya.

Kedua, Munculnya pola hubungan yang permisif di kalangan keluarga dan

masyarakat saat ini. ORang tua saat ini sudah mulai mengabaikan pendidikan bagi

putra putrinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesibukan pekerjaan atau pun

sikap orang tua yang tidak mau repot terhadap perkembangan putra putrinya.

Mereka merasa cukup dengan telah menyekolahkan anakny Ke sekolah yang

terbaik. Kondisi ini sangat “ kondusif” munculnya penyimpangan perkembangan

kepribadian bagi remaja.

Ketiga, adalah kondisi remaja adalah masa labil dalam perkembangan kejiwaan

remaja. Walau secara fisik, perkembangan para remaja saat ini lebih baik dari

zaman dahulu yang ditandai dengan perbaikan asupan gizi bagi remaja namun hal

ini tidak selalu diimbangi dengan kematangan jiwa para remaja. Pada umumnya

9
remaja sangat suka mencoba hal hal yang baru serta hanya melakukan

pertimbangan yang pendek dalam memutuskan sesuatu.

3. PACARAN ATAU KHALWAT

Sudah menjadi pandangan umum saat ini jika di supermarket maupun sekolah kita

lihat para remaja jalan berdua dengan lawan jenisnya yang kemudian kita kenal dengan

istilah pacaran. Sudah menjadi istilah yang umum bahwa yang dimaksud dengan pacaran

adalah kegiatan berduaan dengan lawan jenisnya kapanpun dan dimanapun . Sehingga

akan sangat aneh bagi kaum remaja jika pacaran dilakukan dengan ditemani oleh orang tua

ataupun orang lain yang berfungsi sebagai “pengawal.

Dalam agama, berduaan antara lawan jenis yang bukan muhrimnya ini disebut

dengan istilah khalwat.Dan dengan tegas Islam melarang perilaku khalwat dengan lawan

jenis tersebut Termasuk perilaku khalwat adalah berduan ditempat umum yang antara

mereka ( khalayak umum ) dengan pasangan tersebut tidak saling mengenal, atau saling

mengenal namun tidak punya kepedulian meskipun mereka semua berada pada tempat

yang sama. Dalam Islam , larang khalwt didasarkan pada hadits Rasulullah “ Jauhilah

berkhalwat dengan wanita , Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggamanNya. TIdaklah

berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang wanita kecuali syaithan akan masuk di antara

keduanya. ( HR . Thabrani ).

10
Secara psikologis, adalah sebuah kewajaran jika ada ketertarikan antara lawan jenis.

Ketertarikan tersebut bukan untuk dihilangkan namun untuk dikendalikan. Pengendalian

tersebut antara lain dapat dilakukan dengan pernikahan , puasa, maupun menjaga tata

cara pergaulan dengan lawan jenis. Kita dapat memahami bahwa syaithan senantiasa

mencari celah untuk menjerumuskan manusia.

Bagi kalangan remaja yang pintu pernikahan masih cukup jauh,maka agar tidak

terjerumus dalam pergaulan bebas maka cara yang paling mungkin ditempuh adalah dengan

menjaga tata cara pergaulan dengan lawan jenis. Kalau dua orang manusia berlainan jenis

yang secara fitrah saling tertarik, maka sangat mungkin keduanya akan terjerumus pada

perzinaan. Untuk itulah , kenapa Islam sangat melarang terjadinya khalwat. Sehingga

dengan adanya orang lain ,maka diharapkan orangtersebut akan mengingatkan sekiranya

akan terjadi hal hal yang dilarang. Atau dengan kata lain, kehadiran orang lain akan

menimbulkan rasa malu bagi pasangan lawan jenis ketika hendak terjerumus ke dalam hal

hal yang dilarang agama.

Dalam keterangan lainnya, Rasulullah menjelaskan bahwa perzinaan tidak hanya

berupa pertemuan dua buah alat kelamin,namun segala organ tubuh mempunyai potensi

untuk berzina. Zina tangan berupa perabaan hal halyang dilarang agama, zina mata berupa

melihat hal hal yang dilarang agama, begitu pula zina kaki, zina lisan, zina telinga bahkan

hati dan fikiran sekalipun juga mempunyai potensi zina,

“ Sudah menjadi suratan manusia senantiasa dibayangi oleh zina dan diapun pasti

menyadari hal yang demikian itu.: Dua mata , zinanya adalah pandangan ; dua telinga

11
zinanya adalah pendengaran; lisan zinanya adalah pembicaraan ; tangan zinanya adalah

berpegangan; dan kaki zinanya adalah melangkah. Sedangkan hati ketika mulai bergejolak

dan kberkhayal, akhirnya naluri seksualnya pun terpengaruh untuk menerima atau menolak

“ ( HR. Jama’ah )

Sedangkan dalam surat an Nur dijelaskan berbagai hal tentang tata cara pergaulan,

penjelasan bahwa pasangan hidup ( istri / suami ) bergantung pada kualitas masing masing

orang, keharusan wanita beriman untuk menutup aurat , serta adab adab yang lain.

Dari penjelasan diatas, tampak bahwa Islam begitu bersungguh sungguh dalam

menjaga etika pergaulan, khususnya antar lawan jenis. Hal ini tak lain adalah karena Islam

begitu menjaga moralitas umatnya. Belajar dari ummat terdahulu bahwa banyak ummat

terdahulu dihinakan dan dihancurkan oleh Allah SWT karena persoalan dekadensi moral,

maka Islam tak ingin hal itu terjadi lagi.

4. DAMPAK KHALWAT DAN SEKS BEBAS

Dampak dari seks bebas yang sesungguhnya paling berbahaya adalah terjadinya

dekadensi moral bagi remaja. Dampak ini sering diabaikan orang karena memang sulit

diukur secara kuantitatif serta tidak terlihat perubahan fisik yang menonjol. Efek lain dari

seks bebas yang lebih sering menjadi perhatian masyarakat adalah kehamilan di luar nikah.

Hal ini karena pada kehamilan di luar nikah terjadi perubahan bentuk fisik dari remaja yang

mengalami kehamilan tersebut. Dampak dari dekadensi moral pada kehamilan di luar nikah

12
ini adalah perilaku abortus/ pengguguran kandungan yang dilakukan baik oleh remaja

tersebut bahkan tak jarang juga didukung oleh beberapa anggota keluarga ( orang dewasa ),

Aborsi dengan alasan medis dan dilakukan sesuai dengan prosedur dapat

dibenarkan oleh hokum positif maupun syariat. Namun aborsi yang dilakukan tidak sesuai

prosedur adalah bentuk kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Kesehatan

maupun Kitab Undang Undang Hukum Pidana maupun secara syariat. Secara syariat bahwa

membunuh tanpa hak adalah tergologn “jinayat pembunuhan” yang pelakunya dapat

dihukum dengan qishas.

Orang pelaku perzinaan sesungguhnya sudah melakukan dosa besar dan pelakunya dapat

dihukum cambuk bagi yagn belum menikah serta rajam bagi yang sudah menikah. Dosa

besar ini tentu akan berlipat manakala si pelaku ini kemudian juga melakukan aborsi. Tentu

hal ini lah yang diinginkan syaithan dalam menyesatkan manusia.

Selain dampak dekadensi moral seperti telah disinggung di atas, aborsi secara medis

juga dapat berdampak :

a. Infeksi alat reproduksi , jika dalam proses aborsi tidak dilakuan secara steril. Hal ini

dapat menyebabkan remaja tersebut mengalami kemandulan.

b. Pendarahansehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan

gangguan neurologist. Selain itu , pendarahan juga dapat mengancam keselamatan

ibu maupun bayi.

13
c. Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim menjadi lebih besar, serta

penipisan dinding rahim akibat kuretes. Kondisi ini juga berpotensi dapat

menyebabkan kemandulan, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian.

d. Terjadi fistula genital traumatis. Kondisi ini adalah terbentuknya saluran yang tak

diinginkan antara genital dan saluran kencing yang seharusnya tidak ada.

5. SOLUSI

Kebanyakan orang mencari pembenaran berkhalwat dalam rangka penjajakan untuk

mendapatkan calon pendamping hidup. Namun apakah untuk mencari pendamping hidup

hanya dapat dilakukan dengan cara cara yang bertentangan dengan syariat. Sekiranya

pacaran ataupun khalwat benar benar bertujuan untuk mencari pasangan hidup, namun

yang menjadi pertanyaan adalah kenapa proses itu dilakukan dalam waktu yang cukup lama.

Tidak hanya itu, bahkan dalam proses tersebut justru lebih banyak kebohongan yang

ditampilkan, bukan kejujuran. Padahal, untuk mencari pasangan hidup sejati, bukankah

harus diawali dengan kejujuran bukan kebohongan.

Persoalan pertama yang perlu dicarikan solusinya adalah peningkatan pemahaman

remaja terhadap ajaran agama. Hal ini sangat penting karena ajaran agama merupakan

Guide line dalam menjalani hidup. Peningkatan pemahaman agama para remaja harus

dilakukan secara simultan antara pendidikan di sekolah denganpendidikan didalam

keluarga. Bagi orang tua, adalah menjadi sebuah kewajiban untuk mencarikan sekolah yang

terbaik bagi putra putrinya.

14
Sekolah terbaik yang bukan hanya mengajarkan ilmu umum, namun juga sekolah

yang mengajarkan ilmu agama dan akhlak bagi siswanya. Namun demikian, sebaik apapun

sekolah tersebut jika orang tua tidak memberi perhatian terhadap putra putri nya maka

pendidikan di seolah tersebut tentu tidak akan mencapai hasil yang terbaik.

Hal penting lagi dalam menjaga moral remaja adalah pengawasan tata pergaulan

para remaja. Pertemuan secara bersama antara laki laki dan perempuan dalam acara

olahraga, kesenian, study group dll sangat rentan terjadinya ikhtilat / percampuran antara

lawan jenis. Untuk itulah, maka kegiatan kegiatan berkelompok semacam itu harus tetap

diatur sedemikian rupa agar tidak menimbulkan madharat.

KEPUSTAKAAN

1. Al Qur’an al Karim.

2. Hadad, Muna “ Hati Hati terhadap Media yang Merusak Anak”,

Jakarta, Gema Insani Press

3. Sarwono, Sarlito Wirawan “Psikologi Remaja “, Jakarta, Rajawali, 2002

4. Al Ghifari, Abu, “ Remaja Korban Mode “, Bandung, Mujahid Press,

2003

15

Anda mungkin juga menyukai