Anda di halaman 1dari 36

PROSES KREATIVITAS MUSIK AL-BANJARI DAN NILAI

MULTIKULTURALISME DALAM LAGU NUSANTARA


KARYA UKM REMO UNNES

PROPOSAL TESIS
Disusun untuk memenuhi Tugas Seminar Proposal
Dosen Pengampu: Dr. Agus Cahyono, M.Hum.

Oleh:
Ratno Amriyani
0204521008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2023
A. Latar Belakang
Keberadaan Grup Musik Al-Banjari UKM Rebana Modern UNNES
sebagai salah satu UKM Rebana yang ada di Universitas Negeri Semarang telah
ikut mengembangkan dan menjaga kelestarian kesenian Rebana sebagai seni
Islami di Indonesia. Seni rebana merupakan salah satu kesenian tradisi di
kalangan umat Islam dengan melantunkan syair-syair sholawat. Berkaitan hal
tersebut, perintah untuk melantunkan sholawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW telah tertuang dalam Al-Quran, yakni pada Surat Al-Ahzab
ayat 56, yang mana artinya adalah:
“Allah SWT berfirman :Sesungguhnya Allah dan malaikat-
malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab:56).

Ibnu Katsir Rahimahullah memberikan penjelasan terkait ayat tersebut,


yakni bahwa: “Maksud ayat ini adalah bahwa Allah SWT mengabarkan kepada
hamba-hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-
Nya di langit, di mana malaikat-malaikat bersholawat untuknya, lalu Allah SWT
memerintahkan makhluk-makhluk yang ada di bumi untuk bersholawat dan salam
untuknya. Hal itu dimaksudkan agar pujian tersebut berkumpul untuknya dari
seluruh alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah”. Selain itu, Ibnul
Qoyyim Rahimahullah pun memberikan penjelasan dalam buku “Jalaul Afham”,
yakni: “Artinya bahwa jika Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk
rasul-Nya, maka hendaklah kalian juga bersholawat dan salam untuknya karena
kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia
dan di akhirat.”
Banyak pendapat tentang pengertian sholawat untuk Nabi Muhammad
SAW, salah satunya Abul Aliyah, yakni: “Sesungguhnya sholawat dari Allah itu
adalah berupa pujian bagi orang yang bersholawat untuk beliau di sisi malaikat-
malaikat yang dekat,” (Imam Bukhari meriwayatkannya dalam shohih-nya dengan
komentar yang kuat).
Sholawat adalah seni Islami yang didalamnya terdapat jiwa religius,
nasionalisme, patriotisme, dan jiwa kesatria yang merupakan warisan dari nenek
moyang serta bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Sejalan dengan
perkembangan zaman, sholawat mampu berkembang mengikuti era globalisasi
dengan wujud dan corak yang beranekaragam namun mempunyai aspek yang
sama tanpa kehilangan jati dirinya. Untuk mewujudkan harapan tersebut
diperlukan suatu wadah dalam pengembangan sholawat yang dapat
direpresentasikan melalui musik rebana al-banjari.
Kesenian rebana al-banjari berasal dari daerah Banjarmasin, tetapi lebih
populer dimainkan di daerah Jawa Timur. Al-Banjari ini terdiri dari 2 kata yaitu
“Ban” & “Jari”, “Ban” berasal dari kata “Band” yang bermakna suatu grup musik
dan kata “Jari” itu dilihat dari cara memainkan alat musik tersebut
(terbang/rebana) dengan menggunakan jari, jadi pengertiannya adalah suatu grup
yang memainkan alat musiknya dengan menggunakan jari.
Musik al-banjari biasanya terdiri dari 4 pemukul rebana, 1 pemukul bass,
dan 5 vokal, nah vokal itu sendiri terdiri dari 1 vokal utama dan 4 backing vokal.
Yang paling membuat enak dari permainan versi al-Banjari ini adalah cara
memukulnya dan pembagian suaranya, biasanya terdiri dari suara 1, suara 2, suara
3, suara bass, dan vokal utama atau suara tenor. Al-Banjari biasanya cenderung
lebih mengutamakan keindahan bunyi dan variasi pukulan tersebut jadi lebih
indah dan enak untuk didengarkan. Versi al-Banjari ini sekarang yang paling
banyak diminati kalangan anak-anak pecinta sholawat, karena selain enak
didengarkan, juga banyak sekali festival-festival sholawat al-Banjari mulai dari
yang tingkat kabupaten sampai tingkat provinsi, bahkan hingga nasional.
Musik al-banjari termasuk ke dalam Musik Arabian yang berkembang di
Indonesia. Musik ini digunakan dalam acara-acara yang berhubungan dengan
kegiatan agama Islam. Musik bernuansa Islam pada umumnya berkomposisi
musik, tarian, dan nyanyian. Kesenian yang sangat kental dengan agama Islam
seperti kesenian musik al-banjari ataupun rebana. Rebana sangat kental sekali
dengan musik padang pasir, sebab rebana ini berasal dari timur tengah. Di daerah
lain rebana ini disebut pula dengan gambus, kasidah, hadrah, dan al-banjari.
Musik ini juga biasa disebut dengan musik terbangan, namun dalam bahasa Jawa
artinya juga sama dengan rebana. Kesenian ini selain sebagai sarana media untuk
menyebarkan ajaran agama Islam juga sebagai sebuah hiburan. Sebab di dalam
kesenian rebana terdapat sebuah kehendak untuk mengagungkan asma Allah dan
nabi Muhammad serta amar ma‟ruf nahi munkar, hal ini dapat dilihat jelas dari
syair-syair yang dilantunkannya (Moertjipto 1990:4).
Penyebaran musik di nusantarapun mempunyai tempat tersendiri pada
setiap daerah. Pada perkembangan musik modern lebih berkembang pada
kawasan perkotaan. Musik melayu berkembang pada kawasan pesisir sedangkan
musik bernuansa timur tengah berkembang di pedesaan. Musik Arabian
berkembang di pelosok-pelosok desa dikarenakan musik digunakan untuk
penyebaran agama Islam. Musik merupakan sarana efektif dalam menyebarkan
kebudayaan, agama, dan edukasi-edukasi tertentu, semisal menumbuhkan
kreativitas.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Ritter & Ferguson (2017) menyebutkan
bahwa mendengarkan musik ceria dan bahagia dapat memicu ide-ide kreatif.
Selain itu Andaryani (2019) menambahkan bahwa musik dapat menjadi
moodbooster. Musik seperti ‘The Swan’ (Saint-Saens) dan ‘The Four Seasons:
Spring’ (Vivaldi) dapat menjadi pilihan meningatkan gairah dalam belajar musik.
Pada saat kondisi peserta didik mulai menemukan titik jenuh dan stagnan guru
dapat memberikan musik-musik tersebut untuk menyegarkan kembali ide-idenya.
Melalui pola pikir divergen ide-ide disusun menjadi sebuah inovasi baru. Hal ini
dapat menjadi sebuah strategi dalam pembelajaran musik dalam berpikir kreatif.
Proses kreatif dari musik membutuhkan ide-ide segar dan
mengaktualisasikannya dalam bunyi yang konkret. Menciptakan sebuah karya
musik membutuhkan tahapan yang panjang dan kompleks. Sementara dalam
konteks pendidikan musik, pola berpikir ini umumnya dipakai oleh guru-guru
musik untuk memancing peserta didik berpikir kreatif. Dalam sebuah kelas jazz
misalnya, improvisasi menjadi kunci sebuah pembelajaran musik yang
menonjolkan kreativitas. Sebuah studi yang dilakukan oleh Wicaksono (2009).
Webster (2002) memperjelas konsep kreativitas dalam pendidikan musik
bukan sekadar tentang bagaimana mengajarkan musik pada anak. Pembelajaran
musik yang ideal harus melibatkan aspek praktik: mendengarkan, komposisi,
mempertunjukkan, aransemen, dan improvisasi. Guru musik harus
merancang lingkungan belajar yang mendorong peserta didik untuk giat
belajar musik. Penilaian autentik dapat dilakukan dalam konteks menilai
kreativitas siswa. Parameternya adalah sejauh mana siswa dapat ide-ide estetik,
musikal dalam pembelajarannya (Tan et al., 2018)
Pendidikan musik yang berasaskan kreativitas merupakan integrasi dari
berbagai elemen seperti pendidik, musisi, sejarawan, peneliti, dan pembelajar
yang memiliki ketertarikan dalam bidang musik. Terutama pada anak-anak, Tan et
al (2018) menegaskan bahwa kreativitas pada anak-anak bukan terletak pada
seberapa hebat mereka mainkan instrumen, tetapi pada ide-ide sederhana yang
diciptakan, misalnya melalui pola ritmik sederhana. Pendidikan musik yang
berdasarkan kreativitas lebih bersifat humanistik.
Grup Musik Al-Banjari UKM Rebana Modern UNNES dalam
pertunjukannya cukup menarik, dan ini merupakan salah satu faktor masyarakat
menyukai musik rebana grup tersebut. Keunikan alat musik rebana yang
digunakan dalam kesenian hadrah ini, khususnya jenis hadrah al-banjari adalah
pada saat memainkannya, setiap pukulan pemain satu dengan pemain yang lain
berbeda-beda, tetapi mereka saling melengkapi. Nada-nada yang dihasilkan
rebana memang berbeda, tapi justru itulah yang membentuk harmoni bermusik.
Jadi, setiap pemain harus mengontrol egonya agar ritmis nada tetap terjaga dan
tidak merusak pakem nada (Majalah AULA Nahdlatul Ulama, 2013:51-52).
Apabila dilihat dari segi musiknya, pola iringan dan alat musik yang
dimainkan lebih bervariasi. Adapun aspek-aspek dari bentuk penyajian musik
rebana modern secara keseluruhan meliputi urutan penyajian, alat musik, musik,
lagu, pemain, perlengkapan penyajian, waktu dan tempat pementasan. Pelestarian
seni rebana sebagai wujud konservasi budaya terhadap salah satu kekayaan
budaya di Indonesia serta upaya dalam menumbuhkan jiwa multikulturalisme
melalui revitalisasi nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia.
Multikultural, sebagai sebuah ideologi, terlibat dalam interaksi-interaksi
yang terjadi dalam keseharian masyarakat, termasuk di dalamnya adalah politik,
ekonomi, bisnis, kehidupan sosial, dan kegiatan lainnya (Suparlan, 2002: 98). Hal
tersebut tidak sama dengan pemahaman tentang keanekaragaman kebudayaan
suku-suku suatu bangsa yang melekat sebagai ciri masyarakat majemuk yang
menitikberatkan pada perbedaan, sebab multikultural menekankan keberagamaan
kebudayaan tersebut ke dalam kesederajatan (Watson dalam Suparlan, 2002: 99).
Pancasila merupakan ideologi Multikultural atau disebut juga dengan
keberagaman kultur. Indonesia memiliki keberagaman meliputi suku bangsa, ras,
agama kepercayaan, dan adat istiadat, serta status sosial. Fakta historis
menunjukkan bahwa keberagaman yang tidak diringi dengan semangat persatuan
akan menjadi kelemahan. Sebaliknya tonggak sejarah tahun 1928 dan seterusnya
hingga puncak perjuangan pada tahun 1945 menunjukkan bahwa semangat
persatuan menjadi sumber kekuatan untuk mengusir penjajah. Keberagaman di
Indonesia adalah suatu keniscayaan sampai kapanpun, malah zaman sekarang dan
selanjutnya keberagaman akan semakin meningkat dengan pengaruh kultur global
dalam hidup di masyarakat yang multikultur (Molan, 2015: 117-121).
Multikultural adalah pandangan dunia yang dapat diterjemahkan ke dalam
berbagai kebijakan kebudayaan, yang menekankan penghargaan kepada realitas
keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam keseharian
masyarakat, kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azra, 2003).
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa
macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan
konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah,
adat dan kebiasaan. “A Multicultural society, then is one that includes several
cultural communities with their overlapping but none the less distinct conception
of the world, system of meaning, values, forms of social organizations, historis,
customs and practices” (Parekh dalam Azra, 2003).
Multikultural mengandung tentang pemahaman, penilaian, dan
penghargaan terhadap kebudayaan lain, serta penghormatan dalam keingintahuan
mengenainya (Lubis dalam Irhandayaningsih, 2012). Multikultural adalah sebuah
ideologi yang menjunjung tinggi prinsip bahwa kesederajatan berlaku bagi setiap
kebudayaan yang ada, dan individu satu sama lain (Suparlan, 2002). Di dalam
multikultural melingkupi gagasan-gagasan, persepsi, penyikapan, kebijakan, dan
tindakan oleh masyarakat yang berdiversitas tinggi dari segi kebudayaan,
religiusitas, etnis, dan lainnya, tetapi memiliki tujuan untuk meningkatkan
semangat kebangsaan yang sama serta memahami satu sama lain bahwa
kemajemukan tersebut adalah suatu kebanggan (Harahap dalam Azra, 2003).
Untuk memahami konsep multikultural, diperlukan pondasi pemahaman
berupa rangkaian konsep-konsep yang sesuai, dan mendukung keberadaannya,
serta fungsionalisasi multikultural dalam keseharian masyarakat, melingkupi
keadilan, hukum, demokrasi, nilai-nilai budaya, kebersamaan dalam keberbedaan
yang memegang teguh kesederajatan, suku bangsa, kebudayaan, religiusitas,
ekspresi kebudayaan, privasi, dan hak asasi manusia secara umum, serta konsep
lain yang relevan (Fay dalam Suparlan, 2002: 100). Kajian tentang hal tersebut
kemudian dikembangkan lebih lanjut, salah satu aspek yang penting untuk dikaji
berdasarkan konsep multikultural adalah hubungan masyarakat dalam berbagai
pengelolaan sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia,
menurut Suparlan (2002:100) isu-isu tersebut cukup penting untuk diperhatikan.
Permasalahan ini sudah menjadi sesuatu yang sering terjadi, hingga menimbulkan
demo-demo di Indonesia tercipta begitu panas. Adapun persoalan ini muncul tak
lain karena kurangnya pengetahuan mengenai multikultural baik secara individu
maupun antarmasyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, Suparlan menjelaskan (2002: 101) bahwa
sebaiknya langkah yang dilakukan oleh Kemendikbud adalah menerapkan
pendidikan multikultural dalam pembelajaran di sekolah, dari jenjang dasar
sampai atas. Nilai multikultural sudah menjadi keharusan masuk ke dalam
kurikulum, sedangkan pelaksanaannya bisa melalui pengajaran secara langsung
atau ekstrakurikuler (terutama daerah-daerah yang pernah terpapar konflik
berdarah, seperti Kalimantan Barat, Poso, Kalimantan Tengah, dan lainnya).
Usulan tersebut sangat relevan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga
layak untuk diterapkan. Selain memberikan pendidikan kepada siswa tentang jiwa
multikultural, juga memperkuat jiwa nasionalisme, sehingga akan mempertebal
pendidikan karakter yang selama ini digalakkan. Intinya adalah bahwa
multikultural ini membangun pondasi di dalam jiwa masing-masing siswa,
kemudian pendidikan karakter memperkokohnya dan memotorisasi setiap tingkah
lakunya.
Konflik di Indonesia sampai saat ini masih terjadi secara signifikan, hal
tersebut terjadi bukan hanya karena perbedaan agama, etnis, ataupun budaya,
melainkan disebabkan perbedaan ideologi dan kepentingan. Tawuran dan
bentrokan tersulut di mana-mana, ini mengindikasikan bahwa rasa kebersamaan di
atas perbedaan masyarakat sudah semakin hilang. Hal tersebut tentu sangat
merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi mengingat bahwa
Indonesia adalah negara dengan seribu kebhinnekaan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat kesenjangan
sosial terutama terkait kebudayaan antarmasyarakat. Konsep pendidikan
multikultural sangat diperlukan untuk memfiltrasi terjadinya konflik-konflik atas
dasar perbedaan, melalui penanaman nilai-nilai multikultural dalam diri generasi
muda. Jika dilihat secara yuridis, dalam Undang-Undang Pendidikan Tahun 2003,
terutama dalam pasal 4 ayat 1, prinsip pendidikan multikultural telah diatur lebih
lanjut sampai ke konsep penyelenggaraannya. Di dalamnya, penyelenggaraan
pendidikan multikultural dilakukan dengan mempertimbangan nilai-nilai
multikultural sebagai langkah untuk menginternalisasinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Kreativitas Musik Al-Banjari dalam Lagu Nusantara
karya UKM Rebana Modern UNNES?
2. Bagaimana Nilai Multikulturalisme dalam Lagu Nusantara karya UKM
Rebana Modern UNNES?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Kreativitas Pola Ritmis Al-Banjari dalam Lagu Nusantara
karya UKM Rebana Modern UNNES
2. Mengetahui Nilai Multikulturalisme dalam Lagu Nusantara karya UKM
Rebana Modern UNNES

D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti diharapkan memberikan
kebermanfaatan baik secara teoretis maupun praktis, yakni:
1. Secara Teoretis
Manfaat penelitian ini secara teoretis adalah dapat memberikan
sumbangsih kepada keilmuan umum, terkhusus keilmuan bidang pendidikan
seni musik yang berkaitan dengan kreativitas pola ritmis dan nilai
multikulturalisme pada lagu tertentu dalam musik al-banjari.
2. Secara Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis ialah bisa memberikan
penjelasan, penggambaran, dan pengarahan terkait kreativitas pola ritmis
yang dibarengi dengan nilai multikulturalisme dalam lagu ataupun sholawat
kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan dunia musik al-banjari
serta seluruh pembaca.

E. Kajian Pustaka
1. Nilai Multikulturalisme
Choirul Mahfud dalam Amin (2011: 75) menjelaskan bahwa
multikulturalisme terdiri dari kata ‘multi’ yang berarti banyak, ‘kultur’ yang
mengandung arti budaya, dan ‘-isme’ yang memiliki arti aliran atau paham.
Multikultural mengandung sebuah pengakuan mengenai martabat manusia
yang mana hidup dalam lingkungannya dengan kebudayaan masing-masing
yang memiliki keunikan tersendiri. Suparlan mengutip Fay Brian (1996: 203),
menjelaskan bahwa multikulturalisme akan merupa sebuah acuan untuk
mewujudkan masyarakat dengan pemahaman mengenai multikultural, sebab
hal tersebut mampu menjadi sebuah penggerak ideologi yang melingkupi
pengakuan dan mengagungkan kesederajatan di atas perbedaan, baik secara
individual maupun kebudayaan masyarakat umum. Model masyarakat
multikultural ini sangat sesuai diimplementasikan terhadap masyarakat
Indonesia yang memiliki beragam kebudayaan yang berlaku secara umum di
dalam kehidupan sosial masyarakat tersebut.
Yusuf Al-Qardhawi (2001: 79) menjelaskan bahwa pendidikan
multikultural bertujuan untuk menjunjung tinggi harkat martabat manusia
dengan menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal, yaitu
nilai kesetaraan, toleransi, pluralisme, dan demokrasi. Nilai-nilai tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
a. Nilai Kesetaraan
Setiap orang memiliki hak yang sama dalam masyarakat,
penjelasan tersebut adalah makna mengenai nilai kesetaraan. Kemudian
pengertian tersebut dijabarkan lebih lanjut, bahwa kesetaraan setiap
individu berlaku dalam segala aspek, termasuk dalam aktivitas sosial di
masyarakat. Dalam agama apapun mampu memberikan dampak positif
yang sangat besar jika memiliki kepedulian kepada lingkungan sekitar,
karena religiusitas harus bisa menjabarkan visi kemaslahatan sosial yang
ditujukan bagi masyarakat. Kesetaraan berdasarkan aspek agama, dalam
agama Islam Allah sudah memberikan perintah agar meniadakan
perbudakan, sebagai bukti bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama.
Konsep kesetaraan dalam Islam bukan hanya mengenai kehidupan religius,
tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan masyarakat (Imron, 2009: 93).

b. Nilai Toleransi
Toleransi merupakan sikap menghargai orang lain berdasarkan
perbedaan yang ada. Pendidikan multikultural sangat menghargai dan
menghormati perbedaan dalam kehidupan masyarakat secara umum.
Begitu pun Islam merupakan agama dengan semangat toleransi yang
tinggi. Islam bersikap adil serta moderat yang mana tidak memihak ke
kanan ataupun ke kiri. Sikap toleransi telah diajarkan oleh Rasulullah
SAW melalui kehidupan sehari-harinya yang mana beliau begitu
menghargai umat lainnya. Berdasarkan hal itu, sebenarnya nilai-nilai
toleransi tersebut juga tertuang dalam pendidikan multikultural.
c. Nilai Demokrasi
Dalam pendidikan, konsep demokrasi yang ditekankan adalah
berupa sebuah prinsip yang mampu membebaskan manusia dari segala
belenggu dan memberikan kesempatan bagi setiap manusia untuk
berkembang sesuai keinginannya. Konsep demokrasi masuk ke bidang
pendidikan sebagai wujud pengakuan atas segala kebebasan terhadap
manusia.
Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa, Islam sudah lebih dulu
memahami demokrasi dengan memberlakukan kaidah-kaidah yang
menjadi penopang substansi demokrasi. Mampu melindungi masyarakat
dari kesewenang-wenangan dan memperjuangkannya adalah keutamaan
demokrasi. Sehingga, konsep demokrasi yang berlaku di sektor pendidikan
sebenarnya menyuguhkan kesempatan yang sama terhadap setiap individu
untuk memeroleh pendidikan.
Yusuf Al-Qadhawi (2001: 83) menjelaskan bahwa tumbuhnya
demokrasi dalam proses pembelajaran mendukung tumbuhnya
multikulturalisme di dalamnya. Multikulturalisme melingkupi berbagai
sektor kehidupan masyarakat, apalagi sektor pendidikan. Masyarakat akan
mendapatkan keadilan apabila kebutuhannya terakomodasi dengan tepat
dan baik.

d. Nilai Pluralisme
Pluralisme merupakan paham yang menekankan pada perbedaan
yang ada di dalam masyarakat. Penjelasan tersebut pada intinya adalah
mengajak masyarakat melihat kenyataan bahwa perbedaan itu pasti ada di
sendi-sendi kehidupan. Hal tersebut sebagai aspek realistis dalam
menerima keberagaman dan menghormati keyakinan satu sama lain.
Pluralisme bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat yang dinamis,
realistis, dialogis, dan toleran.
Pemahaman pluralisme tidak dapat dikatakan bahwa semua agama,
dan budaya adalah sama. Justru pluralisme memandang perbedaan tersebut
sebagai realitas untuk saling menghargai perbedaan. Pluralisme ada untuk
menetralisasi tindakan yang bersifat destruktif yang terjadi antaragama,
antarsuku, antarbangsa, dan antarbudaya. Oleh sebab itu, pandangan
tentang pluralisme patut dipahami oleh masyarakat bahwa setiap orang
berhak menentukan keyakinannya. Pluralisme adalah kemajemukan yang
realistis memandang perbedaan sebagai sebuah anugerah.

Pancasila merupakan cerminan karakter bangsa dari negara Indonesia


yang beragam. Hal itu dapat terlihat dari fungsi dan kedudukan pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa,
sarana tujuan hidup dan pedoman bangsa Indonesia. Sebagai warga negara
yang setia kepada nusa dan bangsa, haruslah mau mempelajari dan
menghayati pancasila yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara (Kaelan &
Zubaidi, 2007). Adapun jika nilai multikulturalisme ditinjau berlandaskan
Pancasila, terdapat lima sila ataupun nilai yang dapat diambil.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu pengertian,
keyakinan, kepercayaan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan Yang
Maha Esa, yang Mahatunggal. Oleh karena itulah bangsa Indonesia
percaya bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa akan memberikan
bimbingan dalam segala gerak cara dan wujud masyarakat yang makmur
dan berkeadilan sosial sesuai cita-cita bangsa. Sila perama ini dianggap
sebagai sumber pokok dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
termasuk sumber pokok atau norma dasar dari segala norma dalam konteks
sosial kemasyarakat (Budiyono, 2009: 29).
Menurut Aminullah (2016: 621), nilai-nilai yang terkandung dalam
sila pertama ini yakni sebagai manusia yang diciptakan, wajib
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Didalam konteks
masyarakat Indonesia, seluruhnya berhak untuk memeluk agama dan
kepercayaannya masing-masing dan wajib menjalankan apa yang
diperintahkan dalam agama masing-masing dan menjauhi apa yang
dilarang. Dapat disimpulkan bahwa sila pertama ini menjunjung tinggi
nilai religiusitas atau ketuhanan.

b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Makna “kemanusiaan” dalam sila kedua Pancasila
mengindikasikan ciri-ciri atau kekhasan ataupun identitas manusia itu
sendiri, seperti sifat manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi
yang memiliki kemampuan cipta, rasa, dan karya, juga sifat yang luhur
(Budiyono, 2009: 147). Sila kedua ini menjelaskan bahwa kita sesama
manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum (Aminullah,
2016: 621). Jika disimpulkan berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, sila
kedua menjunjung tinggi kemanusiaan.

c. Persatuan Indonesia
Makna persatuan hakikatnya ialah satu, yang artinya bulat, tidak
terpecahkan. Dalam sila ketiga ini, tercermin nilai-nilai persatuan dan
kesatuan, yakni tidak menghendaki adanya perpecahan baik sebagai
bangsa maupun sebagai negara.

d. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Istilah “kerakyatan” memiliki arti bahwa yang berdaulat atau yang
berkuasa ialah rakyat. Dalam bahasa lain, kerakyatan disebut juga
demokrasi, yang berasal dari bahasa Yunani “Demos” yakni rakyat dan
“Kratos” yang berarti berdaulat (Sunoto, 2001: 5). Dalam sila ini
menjelaskan tentang demokrasi, adanya kebersamaan dalam mengambil
keputusan dan penanganannya, dan kejujuran Bersama (Aminullah, 2016:
621). Berdasarkan hal tersebut, sila keempat ini menjunjung tinggi nilai
demokrasi.

e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima dalam Pancasila mengandung makna bahwa keadilan
sosial berlaku pada segala bidang kehidupan masyarakat, baik materiil
maupun spiritual. Maksudnya adalah bahwa setiap penduduk Indonesia
mendapatkan perlakuan yang adil, baik di bidang hukum, politik, sosial,
ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan bidang-bidang lainnya. Adapun
perwujudan dan pelaksanaan dari keadilan sosial sendiri tidak bisa
dilepaskan dari tujuan dan cara-cara mencapai tujuan tersebut. Salah satu
jalan yang dipandang paling ampuh dalam mengupayakan adanya nilai
keadilan adalah melalui azas kekeluargaan yang selaras ataupun harmonis
(Maghfiroh, 2016: 58-59). Jika ditarik kesimpulan berdasarkan pernyataan
tersebut, sila kelima ini menjunjung tinggi nilai pluralisme dan toleransi.

2. Kreativitas
Menurut Utami Munandar (1995: 45) setiap orang pada dasarnya
memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara
kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang
berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan ialah bahwa
bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Sehubungan
dengan pengembangan kreativitas siswa, perlu dilaksanakan berkaitan empat
aspek dari kreativitas, yaitu pribadi, pendorong atau press, proses, dan produk
(4P dari kreativitas).
a. Pribadi
Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu
dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif ialah yang
mencerminkan orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi
yang unik inilah dapt diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-
produk yang inovatif. Oleh karena itu pendidik haendaknya dapat
menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat siswanya (jangan
mengharapkan semua melakukan atau menghasilkan hal-hal yang sama,
atau mempunyai minat yang sama). Guru hendaknya membantu siswanya
menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya.

b. Pendorong (press)
Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan
dari lingkungannya, ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri
(motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat
berkembang dalam lingkungan yang mendukung tetapi dapat pula
terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Di dalam keluarga, di
sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan maupun di dalam masyarakat
harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif
individu atau kelompok individu.

c. Proses
Untuk mengembangkan kreatif, anak perlu diberi kesempatan
untuk bersibuk diri secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang
untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu
mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang
penting ialah memberi kebebasan kepada anak untuk mengesprsikan
dirinya secara aktif, tentu saja dengan persyaratan tidak merugikan orang
lain atau lingkungan. Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri
secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkannya
produk-produk kreatif yang bermakna. Hal itu akan datang dengan
sendirinya dalam iklim yang menunjang, menerima, dan menghargai.
Perlu pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga
tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis pekerjaan yang
monoton, tidak menunjang siswa untuk mengungkapkan dirinya secara
kreatif.

d. Produk
Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk
kreatif yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu
sejauh mana keduanya mendorong (“press”) seseorang untuk melibatkan
dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif dengan dimilikinya
bakat dan ciri-ciri pribadi kreatif, dan dengan dorongan (internal maupun
eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif
yang bermakna dengan sendirinya akan timbul. Hendaknya pendidik
menghargai produk kreativitas anak dan mengomunikasikannya kepada
yang lain. Misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil
karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi.
Pendapat lain dari Utami Munandar jenis dimensi sebagai konsep
kreativitas dengan pendekatan empat P (Four P’s Creativity), yang
meliputi dimensi person, process, press dan product dimana kreativitas
dalam dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang
berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut
dengan kreatif, kreativitas dalam dimensi process merupakan kreativitas
yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik
atau kreatif, kreativitas dalam dimensi press merupakan kreativitas yang
menekankan pada faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri
sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri
secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan
psikologis.
Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang
menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta
inovasi. Kreativitas dalam dimensi product adalah merupakan upaya
kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh
individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah
elaborasi/penggabungan yang inovatif dan kreativitas yang berfokus pada
produk kreatif menekankan pada orisinalitas. Berdasarkan tentang teori 4 P
(Pribadi kreatif, Press, Proses, dan Produk) di atas, berikut ini adalah
instrumen yang berupa indikator-indikatornya:

Tabel 1. Indikator Kreativitas 4P


Kreativitas Musik Indikator Dimensi
Teori Utami Pribadi kreatif Percaya diri, Ketekunan
Munandar 4 P Memberikan semangat,
Press (dorongan)
Pantang menyerah
Proses kreatif Persiapan, Inkubasi,
luminasi, Verivikasi
Produk kreatif Pengetahuan, Ketrampilan
(Sumber: Munandar)

Berkaitan dengan kreativitas tersebut, Soedarsono (dalam Utomo,


2013: 3) menjelaskan bahwa berkreasi pada hakikatnya adalah melahirkan
sesuatu, atau menciptakan sesuatu yang belum ada. Untuk dapat
melahirkan atau menciptakan sesuatu dibutuhkan kemampuan kreasi atau
daya kreatif, yaitu suatu kualitas yang berhubungan dengan sensitivitas,
kelancaran (fluency), fleksibilitas, originalitas, pengaturan, analisis,
sintesis, serta elaborasi.

3. Pola Ritmis
Pengertian ritmis atau irama adalah suatu urutan rangkaian gerak yang
terbentuk dari suatu kelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam
lama waktu atau panjang pendeknya membentuk pola irama bergerak
menurut pulsa dalam ayunan birama (Jamalus, 1988: 58). Lebih lanjut, Knapp
(2016) menjelaskan bahwa Pola ritmis adalah dasar dari musik yang
mempengaruhi keberlanjutan, ketukan, dan struktur keseluruhan komposisi.
Dalam musik, ritme merujuk pada pengaturan waktu dan pola perulangan
suara atau bunyi yang dihasilkan. Pola ritmis bisa mencakup berbagai elemen,
seperti ketukan, durasi, bete, aksen, dan pola pengulangan.
Pola ritmis dalam musik merujuk pada pengaturan waktu dan
perulangan bunyi atau suara yang membentuk dasar struktur musik. Pola
ritmis memainkan peran penting dalam membentuk irama dan memberikan
keberlanjutan dalam musik. Penelitian oleh London dan Nantas (2008)
menyajikan analisis mendalam tentang pola ritmis dalam musik dan
hubungannya dengan pengalaman musik yang memuaskan.
Dalam musik pop dan rock, pola ritmis seringkali mengikuti struktur
dasar 4/4 atau 3/4 dengan penekanan pada ketukan satu dan ketukan tiga. Pola
ritmis yang sederhana ini memberikan dasar stabil untuk membangun melodi
dan lirik dalam musik populer. Menurut Negus (2019), pola ritmis dalam
musik pop dan rock berperan penting dalam menghasilkan ketukan yang
mudah diikuti dan mempengaruhi perasaan dan gerakan pendengar.
Dalam musik jazz, pola ritmis seringkali lebih kompleks dan
improvisasional. Musisi jazz menggunakan pola ritmis yang beragam,
termasuk perubahan ketukan, pola swing, dan ritme bertumpuk. Gridley
(2005) menyoroti kebebasan yang diberikan oleh pola ritmis dalam jazz untuk
berimprovisasi dan berinteraksi antara musisi.
Selain itu, musik tradisional Afrika dikenal karena pola ritmis yang
kompleks dan poliritmis. Nketia (2005) menjelaskan tentang pentingnya pola
ritmis dalam musik Afrika. Pola ritmis dalam musik Afrika berperan penting
dalam mengkomunikasikan pesan sosial, spiritual, dan budaya, dan
menggunakan instrumen seperti drum Afrika dan kora untuk menciptakan
pola ritmis yang khas.
Dalam musik elektronik, pola ritmis seringkali menggunakan loop
atau pola drum yang repetitif untuk menciptakan musik yang mengajak
pendengar untuk berdansa. Butler dan du Gay (2013) membahas peran pola
ritmis dalam musik elektronik. Mereka menekankan penggunaan pola ritmis
yang berulang dan menggugah dalam musik elektronik untuk membangun
energi dan menggerakkan penonton.
Pola ritmis adalah elemen fundamental dalam musik yang
memberikan struktur dan irama. Studi oleh Friberg dan Sundström (2002)
tentang pola ritmis dalam musik menyoroti pentingnya pola ritmis dalam
menciptakan pengalaman musik yang memuaskan dan mempengaruhi
persepsi emosional pendengar.

4. Musik Al-Banjari
Menurut Tylor (dalam Joseph, 2001: 3), musik adalah ekspresi artistik
dengan bunyi-bunyian atau molodi dari alat-alat musik ritmis, atau nada-nada
yang harmonis. Musik sebenarnya sudah mengandung arti seni, tambahan
kata seni dalam kata seni musik adalah sebuah perwujudan dalam jajarannya
dengan cabang seni lainya, yaitu sama-sama bergerak dalam bidang estetika
atau keindahan. Jadi musik adalah suatu bunyi-bunyian yang dibuat oleh
manusia untuk mengungkapkan ide, akal budi, dan perasaannya.
Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Dari
beberapa banyak karya seni, pada perkembangan musik di Indonesia terdapat
berbagai macam kesenian musik tradisional yang lahir dan berkembang dari
suatu daerah tertentu dan di wariskan secara turun temurun dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Di Indonesia banyak sekali ragam kesenian musik
tradisional yang ada, contohnya adalah kesenian rebana yang hampir ada
disetiap daerah, dan bahkan kesenian tersebut mempunyai karakter dan
keunikan tersendiri.
Musik merupakan suara yang disusun demikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama dari suara yang
dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama. Sedangkan Dalam
Kata Kamus Besar Bahasa Indonesia musik dapat diartikan ilmu atau seni
menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal
untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan
kesinambungan.
Rebana merupakan salah satu dari sekian banyak seni tradisional yang
ada di berbagai daerah Indonesia yang bernafaskan keislaman. Pengertian
rebana menurut Jaelani (2007: 175) berasal dari kata rabbana yang berarti
wahai tuhan kami (satu doa dan pujian terhadap tuhan). Istilah hadrah juga
sering disebut, rebana, terbang, sadrah. Rebana pada awalnya adalah sebagai
instrumen dalam menyanyikan lagu keagamaan berupa puji-pujian terhadap
Allah SWT dan para Rasulnya.
Seni musik rebana memiliki beberapa istilah yaitu bermacam-macam
namun jika ingin menjadi suatu lantunan musik yang utuh dan bagus maka
harus dibutuhkan setidaknya empat suara musik yang bervariasi, maksudnya
yaitu ada empat terbang (rebana) yang mana satu terbang itu bunyinya akan
berbeda-beda namun harus nyatu musiknya, untuk itu dibutuhkan keselarasan
hati dan pikiran. Beberapa istilah dalam rebana antara lain:
a. ‘T’ yaitu “tek”, atau kata lain memukul dengan tangan terbuka pada
bagian pinggir rebana
b. ‘D’ yaitu “dung”, atau kata lain memukul pada bagian tengah rebana
dengan tangan mengumpul, tidak terbuka.
c. ‘T-T’ yaitu memukul cepat dua kali tek ‘T’ begitu pula dengan ‘D-
D’.
d. Inti, yaitu yang dimaksud disini adalah berginjing dan merasuk,
atau ada nama lain, yakni lanangan dan wedokan, ataupun nikahan
dan anakan. Semuanya memiliki kesamaan rumus, hanya saja
istilahnya berbeda
e. Golong, yaitu yang dimaksud adalah golong berginjing dan merasuk.
Pukulan golong ini relatif lebih mudah dari pada inti, yang mana
golong ini memiliki jumlah ketukan yang sedikit dari pada inti
namun bunyinya harus kencang.
f. Koor, yaitu nada dari audience atau pemirsa, yang tidak membaca
lagu inti dan membaca secara bersamaan
g. Vokal yaitu nada dari sang pembaca utama yang melantunkan syair-
syair pada syair sholawat.
h. Setengah, yaitu lonjakan tabuhan terbang untuk menghiasi variasi
pada vocal.

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif-deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Sugiyono, 2014).
Dasar pemikiran digunakannya metode ini adalah karena peneliti ingin
mengetahui tentang fenomena yang ada dalam kondisi yang alamiah, bukan
dalam kondisi terkendali, labolatoris atau eksperimen. Di samping itu, karena
peneliti perlu untuk langsung terjun ke lapangan bersama oleh objek
penelitian sehingga jenis penelitian kualitatif-deskriptif lebih tepat untuk
digunakan. Dengan menggunakan metode ini, maka peneliti akan
mendapatkan data secara utuh dan dapat dideskripsikan dengan jelas sehingga
hasil penelitian ini benar-benar sesuai dengan kondisi lapangan yang ada.

2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat ataupun letak dilaksanakannya suatu
penelitian yang dilakukan oleh seorang ataupun sejumlah peneliti. Lokasi
penelitian dapat berwujud suatu instansi, lembaga, yayasan, sekolah,
organisasi dan sebagainya. Dalam penelitian ini, lokasi penelitiannya adalah
Unit Kegiatan Mahasiswa Rebana Modern Universitas Negeri Semarang
(UKM REMO UNNES. Oleh karenanya, penelitian ini dilaksanakan di UKM
Grup Musik Remo Universitas Negeri Semarang (Rebana Modern UNNES).

3. Data dan Sumber Data Penelitian


a. Sumber Data Primer
Menurut Sugiyono (2009:225), data primer adalah sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data
primer diperoleh oleh peneliti melalui wawancara dengan informan.
Informan merupakan orang yang dapat memberikan informasi mengenai
masalah yang diangkat oleh penelitian. Informan dalam penelitian ini
dilakukan secara langsung (wawancara dilakukan dengan pengurus dan
anggota grup musik Remo).

b. Sumber Data Sekunder


Menurut Sugiyono (2009:225), data sekunder adalah sumber data
tidak langsung yang memberikan data kepada pengumpul data. Data
sekunder diperoleh selain dari pernyataan-pernyataan atau tindakan dari
informan sebagai sumber primer, dan tambahan seperti hasil pengamatan
di lapangan dari penelitian. Untuk melengkapi dan mendukung kegiatan
penelitian ini, juga digunakan sumber data sekunder berupa arsip-arsip,
dokumen-dokumen dari pengurus UKM Grup Musik Remo (Rebana
Modern UNNES).
4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Creswell menjelaskan dalam buku yang di tulis Sugiyono
tahun 2014, Grounded adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif
dimana penelitian menarik generalisasi (apa yang di amati secara induktif)
teori yang abstrak tentang tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan
partisipan yang diteliti.
Selanjutnya, Sugiyono (2014) menyatakan metode penelitian kualitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
post-positive, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
(sebagai kebalikannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrument
kunci, eknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan
makna dari pada generalisasi. Teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri
dengan panduan wawancara yang telah di uji validitas-nya.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

a. Metode Wawancara
Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui kreativitas pola ritmis dan nilai multikulturalisme dalam lagu
nusantara karya UKM Rebana Modern UNNES. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan alat pengumpulan data yang berupa pedoman
wawancara yaitu instrumen yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang
ditujukan kepada pengurus dan anggota UKM Rebana Modern UNNES.

b. Metode Observasi
Observasi adalah suatu metode pengumpulan data dimana peneliti
mencatat setiap informasi sesuai dengan kenyataan yang mereka alami
selama penelitian berlangsung. Observasi dapat diartikan sebagai kegiatan
mempelajari hal-hal dan peristiwa yang terjadi di lapangan secara apa
adanya. Observasi bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Observasi non-sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan
tidak menggunakan intrumen pengamatan.
2) Observasi sistematis yang dilakukan pengamat dengan
menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Data yang ingin peneliti dapatkan dengan menggunakan metode ini
adalah deskripsi umum, nilai multikulturalisme, dan kreativitas pola ritmis
dalam lagu nusantara karya UKM Rebana Modern UNNES.

c. Metode Dokumentasi
Gottschalk dalam Sugiyono (2009:270) menyatakan bahwa
dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih luas berupa
setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik
itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
Dalam menggali data dalam penelitian ini, selain menggunakan
metode wawancara dan observasi peneliti juga menggunakan metode
dokumentasi. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh
melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini dokumentasi yang
digunakan adalah berupa catatan dan alat perekam serta dokumentasi
berupa foto atau gambar.

5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah seperangkat peralatan yang digunakan
untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif terbagi menjadi dua
jenis, yaitu instrumen penelitian yang bersifat primer, dan instrumen
penelitian yang bersifat sekunder.
Instrumen penelitian primer dalam penelitian kualitatif adalah peneliti.
Hal itu dikarenakan dalam penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai
pemeroleh data pertama. Dalam proses pemerolehan data penelitian kualitatif,
peneliti memegang kunci utama. Sedangkan instrumen penelitian sekunder
dalam penelitian kualitatif, biasanya berupa teks wawancara, literatur-
literatur, referensi kepustakaan dan sebagainya. Instrumen penelitian
sekunder ini bersifat membantu peneliti dalam pemerolehan data.
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah
instrumen penelitian primer dan instrumen penelitian sekunder. Instrumen
penelitian primer dalam penelitian ini ialah peneliti itu sendiri, sebagai kunci
utama, terkhusus pada penganalisisan data dan interpretasi hasil analisis.
Kemudian, instrumen sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teks wawancara yang disusun berlandaskan indikator-indikator yang
digunakan dalam penelitian.

6. Keabsahan Data
Untuk menentukan keabsahan data menurut Sugiyono (2009:269)
dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif menggunakan
istilah yang berbeda. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
menggunakan triangulasi data.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu.
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
c. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan
cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data
yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.

7. Teknik Analisis Data


Proses analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Peneliti menggunakan
analisis data setelah dilapangan dengan alasan bahwa analisisnya akan lebih
lengkap, dengan demikian tidak perlu diulang-ulang. Agar hasil penelitian ini
dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dalam
menganalisis data penelitian menggunakan analisa model interaksi Miles dan
Huberman. Kegiatan ini meliputi data collection, data reduction, data
display, dan conclussion drawing/verifying. Tahap-tahap yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah:
a. Pengumpulan Data (Data Collection)
Peneliti merekam dan mencatat data secara objektif dan apa adanya
sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan lalu data-data
yang didapat dikumpulkan menjadi satu dan akan dipersiapkan untuk
diolah.

b. Reduksi Data (Data Reduction)


Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Kegiatan reduksi ini telah
dilakukan penulis setelah kegiatan pengumpulan dan pengecekan data
valid. Kemudian data ini akan digolongkan sehingga menjadi data yang
lebih sistematis. Sedangkan data yang sekiranya tidak diperlukan lagi akan
dipisah dan disimpan kembali, barang kali diperlukan kembali. Reduksi
data dilakukan oleh peneliti mencakup banyak hal yang telah diperoleh di
lokasi penelitian.

c. Penyajian Data (Data Display)


Setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, bagan alur, dan sejenisnya. Kegiatan penyajian
data ini dilakukan kemudian disederhanakan menjadi suatu hasil penelitian
yang sudah dianalisis dalam bentuk uraian singkat, bagan dan sebagainya.

d. Kesimpulan (Conclusion)
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan dapat menemukan
kesimpulannya, Peneliti meninjau kembali hasil penelitian dengan catatan
lapangan selama penelitian apakah sesuai atau belum, kemudian menarik
kesimpulan dari setiap item tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (2018). Pendidikan Multikultural. Jurnal Kajian Islam Kontemporer,


4(1). Diakses melalui
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/view/5020
Azra, Azyumardi. (2003). Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali
Indonesia Bhineka Tunggal Ika. Tsaqafah, 1(2).
Bastomi, Suwaji. 1992. Seni dan Budaya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Firdaus, F., Yasin, f., & Anggreta, D. K. (2018). Penanaman Nilai-Nilai
Multikulturalisme Melalui Pendidikan di Indonesia dan Malaysia.
https://doi.org/10.31219/osf.io/a6qf7
Irhandayaningsih, A. (2012). Kajian Filosofis Terhadap Multikulturalisme
Indonesia. HUMANIKA, 15(9). https://doi.org/10.14710/humanika.15.9
Jamalus. 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta:
Depdikbud.
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.
Joseph, W. 2001. Teori Musik Dasar. FBS UNNES Semarang.
Joseph, Wagiman. 2001. Akustik dan Organologi. Semarang: FBS Universitas
Negeri Semarang.
Kurniasih. 2006. Pengerian Pengembangan dan Pemanfaatan Musik Tradisional.
Jakarta: PT. Grafinda Persada.
Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Muslimah, R. H. (2010). Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural dalam
Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Kelas X. Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Nahdlatul Ulama. 2013. Ingat Kanjeng Nabi dengan al-Banjari. Majalah AULA
Nahdlatul Ulama.
Poerwadarminta, W. J. S. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Prestisa, G., dan Rachman, A. 2013. Bentuk Pertunjukan dan Nilai Estetis
Kesenian Tradisional Terbang Kencer Baitussolikhin di Desa Bumijawa
Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Semarang: Sendratasik Unnes.
Ritter, S. M., & Ferguson, S. (2017). Happy Creativity: Listening To Happy
Music Facilitates Divergent Thinking. PLOSONE, 12(9).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0182210
Soedarsono. R. M. 2002. Perkembangan Kesenian Tradisional Kita. Yogyakarta:
Proyek ASKI.
Sugiyono, S. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono, S. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi dan Diseertasi. Bandung:
Alfabeta.
Suhaya, S., Rachman, A., Sinaga, S. S., & Alfayad, D. M. (2020). Percussion
Pattern of Terebang Gede in Panggung Jati Studio, Panggung Jati Village,
Serang. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 20(2).
Suparlan, P. (2002). Multikulturalisme. Jurnal Ketahanan Nasional, 7(1), 9-18.
https://doi.org/10.22146/jkn.22069
Susetyo. 2007. Menggali Lebih Dalam Tentang Musik. Jakarta: PT. Grafinda
Persada.
Suwondo. 1992. Seni Pertunjukan Musik Tradisional. Jakarta: Yudistira.
Tan, A.-G., Tsubonou, Y., Oie, M., & Mito, H. (2018). Creativity And Music
Education: A State Of Art Reflection. In Y. Tsubonou, A.-G. Tan, & M.
Oie (Eds.), Creativity In Music Education (Pp. 3–16). Springer Berlin
Heidelberg.
Ulya, Firdausul. (2017). Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Film Tanda
Tanya Karya Hanung Bramantyo. Skripsi, Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto.
Webster, P. R. (2002). Creative Thinking In Music: Advancing A Model. In T.
Sullivan & L. Willingham (Eds.), Creativity And Music Education (Pp.
16–33). The Canadian Music Educators’ Association.
Wicaksono, H. Y. (2009). Kreativitas Dalam Pembelajaran Musik. Cakrawala
Pendidikan: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 1, 1–12.
https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.42
Lampiran 1. Foto bersama salah satu Pendiri UKM Rebana Modern Universitas
Negeri Semarang
Lampiran 2. Foto-foto bersama para pemain grup rebana Al-Banjari UKM Rebana
Modern Universitas Negeri Semarang
Lampiran 3. Transkrip Wawancara Tidak Terstruktur bersama Perumus (Mantan
Fungsionaris/IKAREMO) Lagu Nusantara dan Pendiri UKM Rebana Modern
Universitas Negeri Semarang

Lagu Nusantara diciptakan berdasarkan desakan kemampuan inovasi di


dalam ruang lingkup kreasi mahasiswa pada bidang kesenian rebana ataupun al-
banjari. Lagu Nusantara pertama kali diciptakan untuk kepentingan festival atau
lomba tingkat nasional yang diadakan di IPB Bogor. Kala itu, UKM Rebana
Modern UNNES berhasil menyabet piala sebagai juara 1 tingkat nasional.
Setelah perhelatan di Bogor tersebut, Lagu Nusantara terus dikembangkan
oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Rebana Modern Universitas Negeri Semarang
(UKM REMO UNNES) melalui beberapa modifikasi, terutama pada bagian ritmis
rebana ataupun al-banjarinya. Lagu Nusantara kian berkembang hingga dikenal
kalangan pecinta sholawat di lingkungan sekitar. Kemudian, selang beberapa
waktu, Lagu Nusantara dibawakan dan dipopulerkan oleh Majelis Az-Zahir (dulu
bernama Al-Munsyidin), sehingga para pecinta sholawat dan masyarakat
mengetahui tentang Lagu Nusantara tersebut.
Popularitas Lagu Nusantara semakin meroket, selain karena pola ritmis
rebana al-banjarinya yang menarik (memiliki beberapa variasi yang khas), nilai-
nilai yang terkandung di dalam Lagu Nusantara pun mampu tersampaikan
terhadap para pendengarnya. Kala itu, masyarakat sebatas mengetahui bahwa
Lagu Nusantara merupakan ciptaan Majelis Az-Zahir (dulu Al-Munsyidin), sebab
merekalah yang mempopulerkannya. Oleh karenanya, Al-Habib Bidin As-Segaf
(Pekalongan) pun memberikan klarifikasi kepada masyarakat luas (di dalam suatu
majelis atau pengajian) bahwa Lagu Nusantara merupakan kreasi orisinil milik
Unit Kegiatan Mahasiswa Rebana Modern Universitas Negeri Semarang (UKM
REMO UNNES). Mulai detik itu, Unit Kegiatan Mahasiswa Rebana Modern
Universitas Negeri Semarang (UKM REMO UNNES) semakin dikenal
masyarakat.
Beranjak dari perjalanan Lagu Nusantara yang ikut mengharumkan nama
Unit Kegiatan Mahasiswa Rebana Modern Universitas Negeri Semarang (UKM
REMO UNNES) tersebut, variasi-variasi dan nilai-nilai yang terkandung secara
tersirat ataupun tersurat di dalam Lagu Nusantara memiliki dampak yang secara
tidak langsung terhadap masyarakat. Adapun nilai-nilai tersebut identik dengan
Indonesia yang memiliki diversitas kebudayaan, agama, ras, dan sebagainya,
yakni nilai multikulturalisme. Nilai-nilai multikulturalisme yang terkandung di
dalam Lagu Nusantara antara lain nilai kesatuan (solidaritas), nilai religiusitas,
nilai toleransi, dan sebagainya.
Lampiran 4. Lagu Nusantara dan Rumus Terbang-nya (diperoleh melalui Buku
Rumus Rebana milik UKM REMO UNNES)
Rumus Terbang “Nusantara”

Variasi 1
R1 :D TD TD TD TD TD TD…
R2 :DT DT DT DT DT DT D…
Variasi 2
R1 : D D D TT TTTD D D TT TTTD …
R2 : D D D T T TT D D D T T TT D …
Variasi 3
R1 : D D T D D T TT TD D T D D T TT TD …
R2 : D D TD D T TT D D TD D T TT D …
Variasi 4
R1 :D D T DTD D T DT…
R2 : DD T D T DD T D T …
Lirik Rumus
Kita semua putra putri Indonesia
Variasi 1,
sopan santun berakhlak mulia
Pukulan
Pancasila ada dalam dada
Dasar
Ajib ajib jos… Indonesia raya 2x
Variasi 2,
La la la… la la la la la.. (4x)
Variasi 3
Indonesia banyak suku dan bahasa Variasi
Kekayaan yang harus kita jaga Bass
Tanah airku kaya alam dan pulaunya Tam,
Mari kita rawat itu semuanya Variasi 1
Pukulan
Oh tanah airku Indonesia raya (4x)
Dasar
Kita-kita semua anak Indonesia
Jadi satu garis dalam katulistiwa Darbuka
Beda-beda tapi kita tetap satu jua Jawanan
Bersatu padu dalam membangun nusantara 2x
Pukulan
Oh tanah airku Indonesia raya (4x)
Dasar
Variasi 2,
La la la… la la la la la la (4x)
Variasi 3
Kami anak Indonesia
tanah airku tumpah darahku Variasi
Ayo jaga Indonesia Bass Tam
senantiasa dalam merdeka
Wahai pemuda mari satukan bangsa Variasi 4
Agar tak ada lagi segala perpecahan
Wahai pemuda harapan bangsa
Marilah kita bangun nusantara
Pukulan
Oh tanah airku Indonesia raya (4x)
Dasar

Anda mungkin juga menyukai