Anda di halaman 1dari 5

RINGKASAN ISU BIDANG POLHUKAM

KONTROVERSI HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU KEKERASAN


SEKSUAL

A. RINGKASAN ISU

Nama Herry Wirawan sangat menghebohkan publik atas perbuatan tidak terpuji
yang dilakukannya. Guru pesantren ini diketahui telah melakukan pemerkosaan kepada
13 santriwatinya. Sontak hal tersebut membuat publik geram dengan apa yang
dilakukannya. Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Herry
Wirawan. Pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta
hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Herry. Namun Majelis Hakim menjatuhkan
hukuman seumur hidup. Merespons keputusan ini, Jaksa kemudian mengajukan banding
ke Pengadilan Tinggi Bandung. Pengadilan tingkat ke II ini kemudian mengabulkan
permohonan Jaksa dan memutuskan Herry Wirawan dihukum mati. Dalam putusan itu,
Herry Wirawan tetap dihukum sesuai karena Mahkamah Agung menilai Herry bersalah
melakukan kejahatan sesuai Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) juncto Pasal 76D UU
Perlindungan Anak. Tidak menerima dihukum mati, pihak Herry lantas mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung. Namun, permohonannya ditolak oleh hakim. Kasus ini mengangkat
opini pakar dan rakyat tentang hukuman mati. Beberapa memandang hukuman mati
sebagai hukuman yang adil, namun beberapa juga berpendapat bahwa hukuman mati
merupakan hukuman yang tidak menimbang kemanusiaan.

B. DISKURSUS (PRO DAN KONTRA)

• Komisi National Hak Asası Manusia (Komnas HAM) berpendapat bahwa hukuman mati
bukan solusi yang tepat untuk mengakhiri kasus kekerasan seksual. Komisioner
Pemantauan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam menegaskan bahwa ia akan
selalu menolak hukuman mati.

• Barda Nawi Arief, Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro
termasuk salah satu pakar hukum pidana berpendapat bahwa walaupun pidana mati
dipertahankan, hukuman tersebut didasarkan sebagai upaya perlindungan masyarakat
namun dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati-hati dan berorientasi juga
pada perlindungan/kepentingan individu (pelaku tindak pidana).

• Joseph von Sonnefels menentang pidana mati, karena dianggap bertentangan dengan
Undang-Undang Protokol Opsional kedua Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil
dan politik, yang ditujukan untuk menghapuskan hukum mati menyebutkan di dalam
pasal 1 nya.

• R. Santoso Poedjosoebroto yang merupakan mantan wakil ketua Mahkamah Agung,


berpendapat pidana mati itu adalah merupakan senjata pamungkas atau akhir dalam
keadilan namun dalam penjatuhan pidana mati haruslah diperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan hak-hak si terpidana dan eksekusinya pun dilakukan dengan cara
yang patut dan berprikemanusiaan.

• Jonkers mendukung pidana mati dengan pendapatnya bahwa “alasan pidana tidak
dapat ditarik kembali, apabila sudah dilaksanakan” bukanlah alasan yang dapat diterima
untuk menyatakan pidana mati tak dapat diterima. Sebab putusan hakim di pengadilan
akan didasarkan atas alasan serta bukti yang benar.

• Oemar Seno Adji menyatakan bahwa selama negara Indonesia masih meneguhkan diri,
dan bergulat dengan kehidupan sendiri yang terancam oleh bahaya, selama tata tertib
masyarakat dikacaukan dan dibahayakan dengan hal yang tidak mengenal
perikemanusiaan, maka pidana mati masih diperlukan.

• Menurut Roeslan Saleh, penjara seumur hidup adalah pidana yang merupakan
perampasan dan pembatasan atas kemerdekaan dan harta kekayaan seseorang
sajalah yang dipandang sebagai pidana. Orang semakin tahu betapa buruknya pidana
mati itu, sehingga berturut-turut banyak negara beradab yang menghapuskannya.

• Menurut Genoveva Alicia, peneliti bidang hukum pidana dari Institute for Criminal
Justice Reform (ICJR), tidak ada data maupun studi yang pernah membuktikan
keefektifan narasi efek jera tersebut. Menurutnya ancaman pidana mati dalam aturan
hukum tidak menghasilkan perubahan berarti untuk melindungi anak dan perempuan
dari kekerasan seksual.

• Mantan hakim agung Bismar Siregar, yang pernah menjatuhkan pidana mati untuk
beberapa terdakwa, hukuman mati itu sah-sah saja, karena ada ayat yang
membenarkan hukuman mati. Begitu juga dalam Kitab Perjanjian Lama, hukuman mati
dibolehkan. Juga pada kasus pemerkosaan yang menimpa keluarga Acan di Bekasi.

Bismar mengusulkan agar hakim menjatuhkan hukuman mati kepada para pelakunya
karena dianggap lebih keji dari binatang.

• Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan pasal-pasal
kontroversial dalam RKUHP. Setidaknya ada 15 hal kontroversial dalam draf revisi
sebelumnya, termasuk pidana mati. Edy menyebut KUHP menempatkan pidana mati
sebagai salah satu pidana pokok. Sedangkan, RKUHP pada Pasal 100 menempatkan
pidana mati sebagai pidana paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya
tindak pidana. Selain itu, hukuman mati selalu diancamkan secara alternatif dengan
penjara waktu tertentu (paling lama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup).
Kemudian pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.

C. KESIMPULAN
Aksi keji Herry Wirawan telah menggemparkan warga dan juga mengundang
banyak pendapat rakyat. Setelah proses pengadilan yang panjang, Mahkamah Agung
(MA) menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Herry Wirawan. Dalam putusan itu,
Mahkamah Agung menilai Herry bersalah melakukan kejahatan sesuai Pasal 81 ayat (1),
ayat (3) dan (5) juncto Pasal 76D UU Perlindungan Anak. Vonis tersebut dibilang telah
mengadili para korban Herry Wirawan. Pidana mati merupakan hukuman paling berat,
yang merampas kebebasan hak atas hidup seseorang.

Namun, hukuman mati masih menuai pro dan kontra. Banyak pakar menentang
hukuman mati dan melihat vonis mati sebagai suatu hukuman yang tidak
berkemanusiaan. Ancaman pidana mati dalam aturan hukum dilihat tidak menghasilkan
perubahan dan bukanlah solusi yang tepat untuk mengakhiri kasus kekerasan seksual.
Hukuman mati bertentangan dengan Undang-Undang Protokol Opsional kedua Kovenan
Internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Tidak ada studi yang pernah membuktikan
keefektifan narasi efek jera dari hukuman mati. Di sisi lain, banyak pakar yang mendukung
hukuman mati. Hukuman tersebut dilihat sebagai upaya perlindungan masyarakat namun
dalam penerapannya tetap harus bersifat selektif dan berorientasi juga pada perlindungan
rakyat sipil. Penjatuhan pidana mati haruslah memperhatikan hak-hak si terpidana dan
eksekusinya pun dilakukan dengan cara yang berprikemanusiaan. Pidana mati dilihat
masih diperlukan karena merupakan senjata akhir dalam keadilan yang KUHP
menempatkan sebagai salah satu pidana pokok.


Hukuman mati dalam persfektif hukum pidana di Indonesia tertuang dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan perundang-undangan lainnya yang memuat
tentang hukuman mati, pidana Mati merupakan salah satu pidana pokok yang ditempatkan
di pasal 10 dalam KUHP. Aturan tentang hukuman mati juga diatur dalam Pasal 100 KUHP
baru. Dalam pasal itu disebutkan hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa
percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal. Pertama, rasa penyesalan
terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak
pidana. Kemudian Pasal 100 Ayat (4) menyatakan jika dalam masa percobaan itu
terpidana menunjukan sikap terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana
penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung
(MA). Pidana mati atau yang sering disebut dengan pidana mati tidak bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia karena pada intinya pidana mati dapat dilaksanakan
dengankualifikasi kejahatan karena di dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD
1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam pasal 28J UUD1945. Dalam hukum
Indonesia ada beberapa pasal yang mengatur kekerasan seksual. Dalam KUHP pasal
289, dinyatakan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun. Ada pula Rancangan Undang-undang
Republik Indonesia mengenai Penghapusan Kekerasan Seksual yang belum lama
disahkan, menimbang bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam RUU-PKS, ruang lingkup dari undang-
undang tersebut melingkup pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban,
dan penindakan pelaku.

Sidang paripurna pada tahun 2016 menetapkan sikap menolak hukuman mati
karena melanggar dua aspek hak asasi manusia, yaitu hak atas hidup dan hak untuk
bebas dari penyiksaan. kemanusiaan dan Pancasila. Hak hidup dan hak untuk tidak
disiksa merupakan hak fundamental yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun
atau biasa disebut non-derogable rights dan hak konstitusional sesuai pasal 28 I UUD
1945. Juan E. Mendez, Dewan Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan bahwa death row
merupakan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan kesehatan mental karena
lamanya masa tunggu sampai eksekusi pidana mati. Meskipun pidana mati menuaikan
banyak pro kontra terhadap kesesuaiannya dengan HAM, secara hukum pidana mati


terhadap kejahatan luar biasa atau extraordinary crimes tidak bertentangan dengan HAM
maupun hukum positif yang berlaku. Aturan undang-undang tentang HAM secara tegas
telah menerangkan tentang adanya pembatasan terhadap hak-hak tertentu dari seorang
pelaku tindak pidana. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan di dalam Pasal
340 KUHP tidak menjelaskan secara detail tentang jumlah korban pembunuhan
berencana tersebut. Artinya, pembunuhan terhadap satu orang pun dapat dikenai pidana
mati.

Eksistensi pidana mati di Indonesia masih menjadi sebuah kontroversi yang dilihat
tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila walaupun telah disahkan dalam undang-undang
Republik Indonesia, maka dari itu walaupun pidana mati dirasa sebagai sanksi pidana
yang keras dan kejam tapi tetap di pertahankan dan digunakan dalam ketentuan hukum
positif di Indonesia baik di dalam KUHP maupun ketentuan pidana di luar KUHP. Adanya
pro-kontra pidana mati ini merupakan masalah biasa karena setiap individu mempunyai
sudut pandang dan perspektif yang berbeda.

D. REFERENSI

1. Darmawan, Iwan. Pro dan Kontra Pidana Mati. Halaman 2.


2. Hadiyanto, Alwan. (2016). Pro dan Kontra Pidana Mati di Indonesia. Jurnal Unrika.
Volume 5, No 2. Halaman 15.
3. Eleanora, Fransiska Novita. (2012). Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum
Pidana. Tahun 29 Nomor 318 Maret 2012. Halaman 12
4. Wibowo, Kukuh S. (2022). “Pakar Hukum Trisakti Tidak Setuju Hukuman Mati
Dimasukkan dalam RKUHP”. https://rb.gy/vzsx2d.
5. (2022).“Rudapaksa 13 Santriwati, Herry Wirawan Dipastikan Dieksekusi Mati,
Keluarga Korban: Memang Pantas”. https://rb.gy/24mhx4
6. Saptohutomo, Aryo Putranto. (2022). “Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP
Baru Disebut Jadi Jalan Tengah”. Kompas. https://rb.gy/eytlsy
7. (2022). “Realita Hukuman Mati dari Perspektif HAM”. https://rb.gy/vommq5
8. Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Penghapusan Kekerasan
Seksual
9. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai