Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER (UAS) GENAP

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Prodi/Semester: S1-Sistem Informasi / 6 Waktu : 09.00 - 10.30

Sifat : Openbook Ruang : Lab 1


Kelas : SI20C Dosen : Triyono, S.Kom
Nama : Opi Siskawati NIM : 220101141

SOAL :
Pilihan ganda (setiap soal 2 point)

1. Apa yang dimaksud dengan Cloud Computing?


a) Teknologi jaringan lokal
b) Infrastruktur data center fisik
c) Penyediaan sumber daya komputasi dan layanan melalui internet
d) Sistem operasi komputer

2. Apa perbedaan antara public cloud dan private cloud?


a) Public cloud dapat diakses oleh semua orang, sementara private cloud hanya dapatdiakses
oleh satu perusahaan.
b) Public cloud lebih mahal daripada private cloud.
c) Private cloud memiliki sumber daya terbatas, sementara public cloud tidak terbatas.
d) Public cloud hanya digunakan untuk hosting situs web, sementara private cloud digunakan
untuk pengembangan aplikasi.

3. Apa yang dimaksud dengan IaaS (Infrastructure-as-a-Service)?


a) Model layanan cloud yang menyediakan perangkat lunak dan aplikasi melalui internet.
b) Model layanan cloud yang menyediakan infrastruktur dasar seperti server dan jaringanmelalui
internet.
c) Model layanan cloud yang memberikan platform pengembangan aplikasi melalui internet.
d) Model layanan cloud yang menyediakan database dan layanan analitik melalui internet.

4. Apa perbedaan antara scalability up dan scalability out dalam Cloud Computing?
a) Scalability up berarti menambah kapasitas sumber daya pada satu server, sedangkan
scalability out berarti menambah jumlah server.
b) Scalability up berarti menambah jumlah server, sedangkan scalability out berarti
menambah kapasitas sumber daya pada satu server.
c) Scalability up dan scalability out memiliki arti yang sama dalam Cloud Computing.
d) Scalability up dan scalability out tidak relevan dalam Cloud Computing.
5. Sebutkan dan jelaskan tiga model layanan utama dalam Cloud Computing.
a) Infrastructure-as-a-Service (IaaS), Platform-as-a-Service (PaaS), dan Software-as-a-Service
(SaaS)
b) Data-as-a-Service (DaaS), Networking-as-a-Service (NaaS), dan Security-as-a-Service(SecaaS)
c) Virtualization-as-a-Service (VaaS), Storage-as-a-Service (STaaS), dan Database-as-a-Service
(DBaaS)
d) Cloud-as-a-Service (CaaS), Service-as-a-Service (SaaS), dan Application-as-a-Service(AaaS)

6. Apa yang dimaksud dengan data security dalam konteks Cloud Computing?
a) Perlindungan terhadap data dari kecelakaan fisik seperti kebakaran atau banjir.
b) Perlindungan terhadap data dari perangkat lunak berbahaya seperti virus atau malware.
c) Perlindungan terhadap data dari akses yang tidak sah dan kebocoran data.
d) Perlindungan terhadap data dari serangan jaringan seperti DDoS (Distributed Denial of
Service).

7. Apa perbedaan antara cost optimization dan cost allocation dalam Cloud Computing?
a) Cost optimization adalah menghitung total biaya cloud, sedangkan cost allocation adalah
mengatur siapa yang membayar.
b) Cost optimization adalah mengidentifikasi sumber daya yang tidak terpakai untuk mengurangi
biaya, sedangkan cost allocation adalah pembagian biaya cloud sesuai penggunaannya.
c) Cost optimization dan cost allocation adalah istilah yang sama dalam Cloud Computing.
d) Cost optimization adalah strategi menghindari biaya cloud, sedangkan cost allocation adalah
strategi mengalokasikan biaya operasional.

8. Apa itu server virtualisasi dalam Cloud Computing?


a) Teknologi yang memungkinkan penggunaan server fisik dengan kapasitas maksimum.
b) Proses mengubah sistem operasi server secara langsung tanpa penghentian.
c) Teknologi yang memungkinkan beberapa mesin virtual berjalan di atas satu server fisik.
d) Proses mentransfer data dari server lokal ke server cloud.

9. Apa yang dimaksud dengan cloud bursting dan bagaimana cara kerjanya?
a) Migrasi aplikasi dari satu cloud ke cloud lain untuk mengurangi biaya.
b) Proses penyimpanan data besar dalam cloud storage yang dapat diakses secara online.
c) Perluasan kapasitas sumber daya dari private cloud ke public cloud ketika permintaan
meningkat.
d) Proses mengurangi kapasitas server untuk menghemat biaya cloud.

10. Apa itu serverless computing dan bagaimana itu berbeda dari model tradisional?
a) Serverless computing adalah model di mana aplikasi dijalankan pada server fisik,
sedangkan model tradisional adalah aplikasi berjalan di mesin virtual.
b) Serverless computing adalah model di mana pengguna tidak perlu mengelola infrastruktur
server, sedangkan model tradisional memerlukan pengelolaan server secara manual.
c) Serverless computing adalah model di mana aplikasi tidak memerlukan database,
sedangkan model tradisional menggunakan database.
d) Serverless computing adalah model di mana pengguna hanya dapat mengakses aplikasi
dari server lokal, sedangkan model tradisional memungkinkan akses dari internet..
Essai
1. Jelaskan peran hypervisor dalam virtualisasi server untuk Cloud Computing. [5 poin]
2. Diskusikan manfaat dan risiko dari adopsi Cloud Computing di sektor kesehatan. [10 poin]
3. Jelaskan konsep load balancing dalam Cloud Computing dan mengapa itu penting dalam
lingkungan cloud yang padat lalu lintas. [10 poin]
4. Apa itu edge computing dan bagaimana itu berhubungan dengan Cloud Computing? [5 poin]
5. Jelaskan konsep governance dalam Cloud Computing dan bagaimana hal itu dapat membantu mengelola
risiko dan keamanan. [5 poin]
6. Diskusikan kelebihan dan kekurangan menggunakan layanan cloud publik dibandingkan
dengan private cloud. [10 poin]
7. Jelaskan perbedaan antara migration antara cloud vendor yang berbeda dan bagaimana cara
mengatasi tantangan yang terkait. [10 poin]
8. Apa itu arsitektur serverless dan bagaimana cara kerjanya dalam Cloud Computing? [5 poin]
9. Diskusikan peran cloud storage dalam mendukung Big Data Analytics. [10 poin]
10. Jelaskan konsep DevOps dalam Cloud Computing dan bagaimana itu memfasilitasi
pengiriman aplikasi yang lebih cepat dan andal. [10 poin]

Jawaban :

1. Peran hypervisor dalam virtualisasi server untuk Cloud Computing mencakup beberapa hal berikut:
➢ Abstraksi Sumber Daya : Hypervisor mengabstraksi sumber daya fisik dari server fisik, seperti
CPU, RAM dan penyimpanan, dan mengalokasikan sumber day aini ke dalam VM yang berbeda.
Ini memungkinkan banyak VM untuk berbagi sumber daya fisik yang ada secara efisien.
➢ Isolasi : Hypervisor menyediakan isolasi penuh antara VM yang berjalan pada server fisik yang
sama. Artinya jika terjadi kegagalan pada satu VM, VM lainnya tidak akan terpengaruh dan
keamanan serta stabilitas lingkungan dapat terjaga.
➢ Manajemen VM : Hypervisor memungkinkan pengelolaan VM, termasuk pembuatan,
penghapusan, pengalihan dan cloning VM. Hal ini memudahkan penyedia cloud atau
administrator untuk mengelola dan menyediakan sumber daya kepada pengguna dengan cepat.
➢ Elastisitas : Hypervisor memungkinkan penyesuaian skala yang fleksibel untuk memenuhi
permintaan yang berfluktuasi dalam Cloud Computing. VM dapat ditambah atau dikurangi sesuai
kebutuhan, sehingga pengguna dapat membayar hanya untuk sumber daya yang mereka
gunakan.
➢ Migrasi Live : Hypervisor sering mendukung migrasi VM yang aktif dari satu server fisik ke
server lain tanpa mengganggu ketersediaan aplikasi. Fitur ini disebut live migration, dan
memungkinkan peningkatan kinerja, pemeliharaan, dan peningkatan efisiensi.
➢ Pengelolaan Sumber Daya : Hypervisor memantau dan mengalokasikan sumber daya sesuai
kebutuhan. Dengan melakukan manajemen sumber daya yang baik, hypervisor dapat
meningkatkan penggunaan server fisik dan memastikan sumber daya yang ada dioptimalkan.
➢ Snapshot dan Backup : Hypervisor biasanya mendukung fitur snapshot, di mana pengguna
dapat mengambil gambaran VM pada titik waktu tertentu. Snapshot ini dapat digunakan untuk
membuat backup, menguji konfigurasi, dan mengembalikan sistem ke kondisi sebelumnya jika
terjadi masalah.

2. Manfaat dari adopsi Cloud Computing di sektor Kesehatan :


- Meningkatkan pengalaman pasien
- Efektik untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar
- Akses layanan medis yang lebih mudah
- Meningkatkan keamanan dalam penyimpanan data pasien
- Mempercepat proses pengambilan keputusan
- Menghemat biaya operasional
Resiko dari adopsi Cloud Computing di sektor kesehatan :
- Kurangnya tenaga ahli yang pakar teknologi
- Resiko keamanan fisik dan pembaharuan mesin
- Ubah manajemen
- Privasi dan kepatuhan
3. Load Balancing Load balancing dalam Cloud Computing adalah teknik distribusi lalu lintas dan beban
kerja secara merata di antara berbagai sumber daya (server fisik atau virtual) yang tersedia dalam
lingkungan cloud. Tujuan dari load balancing adalah untuk memastikan bahwa tidak ada server yang
terlalu terbebani sementara yang lainnya hampir tidak terpakai. Hal ini dilakukan untuk
mengoptimalkan kinerja, meningkatkan ketersediaan, dan mencegah kelebihan beban pada server
tertentu.
Dalam lingkungan cloud yang padat lalu lintas, load balancing menjadi sangat penting dengan alas an
berikut :
a. Peningkatan Kinerja : Dengan mendistribusikan lalu lintas secara merata di antara berbagai
sumber daya, load balancing membantu memastikan bahwa tidak ada satu server yang terlalu
terbebani dan menjadi bottleneck. Sebagai hasilnya, aplikasi dan layanan di cloud dapat berjalan
lebih cepat dan responsif terhadap permintaan pengguna.
b. Ketersediaan yang tinggi : Load balancing membantu mencegah kegagalan satu titik pusat yang
dapat menyebabkan downtime. Dengan mendistribusikan lalu lintas ke berbagai server, jika satu
server mengalami masalah, beban kerja akan dialihkan ke server lain yang masih berfungsi
dengan baik, menjaga ketersediaan layanan secara keseluruhan.
c. Elastisitas : Lingkungan cloud yang padat lalu lintas cenderung mengalami fluktuasi dalam
permintaan. Load balancing memungkinkan cloud provider untuk menyesuaikan jumlah sumber
daya yang dialokasikan untuk memenuhi permintaan yang berubah-ubah. Misalnya, saat terjadi
lonjakan trafik, cloud provider dapat menambahkan server lebih banyak untuk menangani beban
tambahan.
d. Pemanfaatan sumber daya yang lebih baik : Load balancing memastikan bahwa sumber daya
yang ada digunakan secara optimal. Tanpa load balancing, beberapa server mungkin mengalami
beban kerja yang tinggi sementara yang lainnya tidak terpakai. Dengan load balancing, sumber
daya dimanfaatkan secara efisien, menghindari pemborosan dan meningkatkan efisiensi.
e. Skalabilitas horizontal : Load balancing memungkinkan adanya pendekatan skalabilitas
horizontal, yaitu menambahkan lebih banyak server pada level yang sama untuk mengatasi
peningkatan beban. Ini lebih mudah dan lebih cepat daripada skalabilitas vertikal, di mana server
yang ada harus di-upgrade secara fisik.
Dengan adanya load balancing, cloud provider dapat mencapai penggunaan sumber daya yang
optimal, menghadapi lonjakan lalu lintas tanpa terpengaruh kinerja, meningkatkan ketersediaan
layanan, dan memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pengguna. Hal ini membuat load
balancing menjadi aspek kritis dalam pengelolaan infrastruktur cloud, terutama ketika cloud
menghadapi padat lalu lintas dan permintaan yang tinggi.

4. Edge computing adalah proses komputasi yang berfokus pada trafik Internet of Things (IoT) untuk
menyimpan dan memproses data penting secara lokal. Sesuai namanya, pengolahan data dilakukan di
tepi jaringan atau berada dekat dengan sumber data. Hal tersebut diklaim cukup efektif mengurangi
berbagai permasalahan terkait latency dan bandwidth.
Pada dasarnya, edge computing berhubungan dengan Cloud Computing karena keduanya adalah dua
konsep yang saling melengkapi dalam ekosistem komputasi modern. Berikut adalah beberapa cara di
mana edge computing dan Cloud Computing berhubungan:
- Penyimpanan Data : Dalam edge computing, sebagian data dan pemrosesan disimpan dan diolah
di tepi jaringan, dekat dengan perangkat dan pengguna akhir. Namun, tidak semua data dan
pemrosesan bisa ditangani di tepi jaringan itu sendiri. Data yang tidak memerlukan pemrosesan
instan atau data historis yang jarang diakses sering disimpan dalam cloud. Cloud Computing
menyediakan kapasitas penyimpanan besar dan skalabilitas yang dapat menangani data dalam
jumlah besar.
- Pemrosesan Pintar di Tepi Jaringan : Dalam beberapa kasus, aplikasi dan perangkat di tepi
jaringan memerlukan pemrosesan pintar secara real-time untuk memberikan respons cepat dan
personalisasi. Di sinilah edge computing berperan penting. Namun, terkadang pemrosesan ini
memerlukan sumber daya dan kemampuan komputasi yang lebih besar daripada yang tersedia di
tepi jaringan. Oleh karena itu, beberapa pemrosesan yang lebih rumit atau data yang perlu
diakses dari banyak lokasi akan dipindahkan ke pusat data di cloud untuk pemrosesan lebih
lanjut.
- Ketersediaan Layanan : Edge computing membantu meningkatkan ketersediaan layanan
dengan mendistribusikan pemrosesan dan data lebih dekat dengan pengguna akhir. Jika ada
masalah koneksi atau pemadaman jaringan di salah satu lokasi, layanan dapat terus berjalan di
lokasi lain yang masih terhubung dengan baik. Pada saat yang sama, cloud berperan sebagai
cadangan dan memastikan integritas data serta penyediaan layanan dalam skala besar.
- Skalabilitas : Edge computing memungkinkan perangkat dan sumber daya komputasi
ditempatkan lebih dekat dengan lokasi pengguna. Hal ini memungkinkan skalabilitas dan respons
yang lebih baik ketika ada lonjakan permintaan di beberapa wilayah. Namun, untuk mengatasi
permintaan global yang besar, cloud dapat digunakan sebagai sumber daya tambahan untuk
menyesuaikan kapasitas dan memastikan ketersediaan layanan yang andal.
Jadi edge computing dan Cloud Computing saling berkomplementasi dalam menciptakan
infrastruktur komputasi yang efisien dan responsif. Edge computing membawa komputasi lebih
dekat dengan sumber data dan perangkat akhir, sementara Cloud Computing menyediakan kapasitas
besar dan kemampuan pemrosesan yang diperlukan untuk pemrosesan data secara global dan skala
besar.

5. Governance dalam Cloud Computing mengacu pada rangkaian kebijakan, proses, dan praktik yang
digunakan untuk mengelola dan mengendalikan lingkungan cloud. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa penggunaan cloud secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan organisasi,
serta memitigasi risiko dan memastikan keamanan data dan layanan.
Beberapa cara di mana governance dalam Cloud Computing membantu mengelola risiko dan
keamanan:
➢ Kebijakan keamanan dan privasi
➢ Manajemen akses pengguna
➢ Pemantauan dan pengauditan
➢ Penilaian Risiko
➢ Kepatuhan hukum dan peraturan
➢ Pengelolaan kontrak dengan penyedia Cloud
➢ Pelatihan dan kesadaran keamanan
Dengan menerapkan governance dalam Cloud Computing, organisasi dapat memiliki kendali yang
lebih baik atas lingkungan cloud mereka, mengelola risiko dengan lebih efektif, dan memastikan
keamanan data dan layanan secara lebih optimal. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan
cloud yang aman, andal, dan sesuai dengan kebutuhan bisnis dan peraturan yang berlaku

6. Layanan Cloud Publik dan Private Cloud adalah dua model utama dalam penerapan teknologi cloud.
Kedua model ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan sebelum
memutuskan untuk mengadopsinya. Berikut tentang kelebihan dan kekurangan menggunakan
layanan cloud publik dibandingkan dengan private cloud:
Kelebihan Layanan Cloud Publik :
➢ Skalabilitas Tinggi : Cloud publik menawarkan sumber daya yang sangat skalabel. Pengguna
dapat dengan mudah menambah atau mengurangi kapasitas sesuai dengan permintaan mereka
tanpa perlu mengelola fisik server tambahan.
➢ Biaya Operasional Lebih Rendah : Layanan cloud publik biasanya menawarkan model
pembayaran berbasis penggunaan, di mana pengguna hanya membayar untuk sumber daya yang
mereka gunakan. Ini mengurangi biaya modal awal karena tidak perlu menginvestasikan dalam
infrastruktur sendiri.
➢ Kemudahan penggunaan dan manajemen : Penyedia layanan cloud publik mengelola dan
merawat infrastruktur mereka, termasuk pemeliharaan dan pembaruan. Pengguna dapat fokus
pada pengembangan aplikasi dan bisnis inti tanpa terlalu khawatir tentang operasional
infrastruktur.
➢ Keterjangkauan : Layanan cloud publik dapat diakses dari mana saja dengan koneksi internet. Ini
memungkinkan kolaborasi tim yang lebih efisien, terutama bagi organisasi dengan cabang atau
tim yang tersebar di lokasi yang berbeda.
Kekurangan Layanan Cloud Publik :
➢ Keamanan : Meskipun penyedia layanan cloud publik biasanya menawarkan keamanan yang
kuat, beberapa organisasi mungkin memiliki kekhawatiran tentang kerahasiaan data karena data
mereka disimpan bersama dengan data dari pelanggan lain di server yang sama.
➢ Ketergantungan Pada Penyedia : Dengan cloud publik, organisasi akan sangat bergantung pada
penyedia layanan cloud untuk ketersediaan dan keamanan layanan. Jika penyedia mengalami
masalah atau mengalami pemadaman, ini dapat berdampak pada bisnis pengguna.
Kelebihan Private Cloud :
- Kontrol Penuh : Private cloud memberikan organisasi kendali penuh atas infrastruktur dan
keamanan. Data dan aplikasi disimpan di lingkungan internal, memberikan tingkat keamanan dan
privasi yang lebih tinggi.
- Keamanan yang di Tingkatkan : Dengan private cloud, organisasi dapat menerapkan kebijakan
keamanan yang lebih ketat dan mengelola akses ke data dengan lebih cermat.
- Kepatuhan : Private cloud memungkinkan organisasi untuk mematuhi peraturan dan kebijakan
internal yang lebih ketat, terutama dalam sektor yang mengatur privasi data sensitif.
Kekurangan Private Cloud :
- Biaya Kapital : Implementasi private cloud memerlukan investasi awal yang besar dalam
perangkat keras dan infrastruktur. Ini dapat menjadi beban keuangan yang signifikan, terutama
untuk organisasi kecil dan menengah
- Kompleksitas Pengelolaan : Pengelolaan private cloud memerlukan keahlian teknis yang kuat,
termasuk perawatan, pembaruan, dan pemantauan infrastruktur secara terus-menerus.
- Skalabilitas Terbatas : Private cloud memiliki batas sumber daya yang dimiliki oleh organisasi.
Jika ada lonjakan permintaan, pengguna harus mengalokasikan sumber daya secara manual, yang
dapat membutuhkan waktu dan upaya.
Keputusan untuk menggunakan layanan cloud publik atau private cloud harus berdasarkan
kebutuhan dan kebijakan keamanan organisasi. Beberapa organisasi mungkin lebih cocok dengan
model cloud publik karena fleksibilitas dan biaya yang lebih rendah, sementara yang lain mungkin
lebih memilih private cloud untuk kontrol dan keamanan yang lebih tinggi. Terkadang, pendekatan
yang paling ideal adalah memanfaatkan kedua model dalam strategi hybrid cloud, di mana beberapa
aplikasi dan data dipindahkan ke cloud publik sementara yang lain tetap dijalankan di private cloud
untuk mengoptimalkan manfaat dari masing-masing model.

7. Migrasi antara cloud vendor yang berbeda mengacu pada proses memindahkan aplikasi, data, dan
sumber daya dari satu penyedia layanan cloud ke penyedia layanan cloud lainnya. Ini bisa terjadi
karena beberapa alasan, seperti perubahan kebutuhan bisnis, kinerja layanan yang tidak memuaskan,
atau mencari harga yang lebih baik. Meskipun migrasi ini dapat memberikan manfaat jangka panjang,
itu juga melibatkan tantangan teknis dan bisnis tertentu. Berikut adalah perbedaan antara migrasi
cloud vendor dan cara mengatasi tantangan yang terkait:
Perbedaan antara migrasi cloud vendor :
a. Arsitektur Cloud : Setiap penyedia layanan cloud memiliki arsitektur dan cara operasi yang
berbeda. Ketika beralih dari satu vendor ke vendor lain, mungkin perlu melakukan penyesuaian
atau perubahan dalam arsitektur aplikasi dan lingkungan cloud untuk menyelaraskan dengan
lingkungan baru
b. Keamanan : Kebijakan keamanan dan kepatuhan dapat berbeda antara penyedia layanan cloud.
Selama migrasi, perlu memastikan bahwa keamanan data dan privasi pengguna tetap terjaga
sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
c. Integrasi : Jika aplikasi dan layanan bergantung pada layanan cloud vendor sebelumnya, maka
integrasi ulang dengan layanan yang setara di vendor baru mungkin diperlukan. Hal ini dapat
melibatkan pengkodean ulang atau penyesuaian lainnya.
d. Migrasi Data : Migrasi data dari satu penyedia cloud ke penyedia lainnya bisa rumit, terutama jika
format penyimpanan atau basis data berbeda. Memastikan transfer data yang tepat dan akurat
adalah tantangan yang harus dihadapi.
e. Downtime dan ketersediaan : Selama proses migrasi, aplikasi mungkin mengalami downtime atau
ketidaktersediaan sementara. Mengurangi dampak ini pada pengguna adalah salah satu
tantangan utama.
Cara mengatasi tantangan migrasi cloud vendor:
a. Perencanaan Perencanaan yang matang adalah kunci sukses migrasi cloud vendor. Identifikasi
dan dokumentasikan dengan cermat aplikasi, data, dan sumber daya yang akan dipindahkan,
serta persyaratan kinerja dan keamanan yang diperlukan di cloud baru.
b. Uji coba simulasi Sebelum migrasi sebenarnya, lakukan uji coba dan simulasi migrasi untuk
mengidentifikasi potensi masalah dan melakukan perbaikan sebelumnya.
c. Pemantauan dan pengendalian resiko Selama proses migrasi, pemantauan dan pengendalian
risiko harus dilakukan dengan cermat. Lakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk
menghindari masalah serius.
d. Kerjasama dengan tim dan vendor Melibatkan tim IT dan vendor penyedia layanan cloud dalam
perencanaan dan pelaksanaan migrasi dapat membantu mengatasi tantangan teknis dan
mendapatkan wawasan dari berbagai perspektif.
e. Backup dan pemulihan Pastikan data dan konfigurasi aplikasi di backup dengan baik sebelum
migrasi, sehingga jika terjadi masalah, Anda dapat dengan cepat mengembalikan sistem ke
keadaan sebelumnya.
f. Migrasi bertahap dapat membantu mengurangi risiko dan dampak pada operasi bisnis. Anda
dapat memindahkan aplikasi atau bagian sistem satu per satu daripada melakukan migrasi semua
sekaligus.
Migrasi cloud vendor adalah proses yang rumit dan perlu dikelola dengan hati-hati. Dengan
perencanaan yang matang, koordinasi yang baik dengan tim dan vendor, serta pemantauan dan
pengelolaan risiko yang efektif, Anda dapat mengatasi tantangan ini dan melakukan migrasi dengan
sukses.

8. Arsitektur serverless adalah paradigma komputasi di mana pengembang tidak perlu memikirkan
tentang infrastruktur server yang mendasari untuk menjalankan kode aplikasi. Penyedia layanan
cloud mengelola seluruh infrastruktur, termasuk alokasi sumber daya, pemeliharaan, dan skala
otomatis. Pengguna hanya fokus pada menulis dan mengunggah kode fungsional, dan infrastruktur
server akan secara otomatis menangani permintaan dan alokasi sumber daya sesuai dengan
kebutuhan.
Cara kerja arsitektur serverless dalam Cloud Computing adalah sebagai berikut:
➢ Menulis Fungsi : Pengembang menulis kode dalam bentuk fungsi yang merupakan bagian dari
aplikasi mereka. Fungsi ini berisi logika bisnis atau algoritme yang diinginkan untuk menjalankan
tugas tertentu. Pengembang juga mendefinisikan trigger atau pemicu yang menyebabkan fungsi
dipanggil, misalnya permintaan HTTP, perubahan dalam basis data, atau peristiwa lainnya.
➢ Mengunggah Fungsi : Setelah fungsi ditulis, pengembang mengunggahnya ke platform serverless
di penyedia layanan cloud (seperti AWS Lambda, Google Cloud Functions, atau Azure Functions).
Pengembang juga menentukan konfigurasi seperti ukuran sumber daya, memori yang
dialokasikan, atau konfigurasi jaringan.
➢ Menjalankan Fungsi : Saat ada trigger atau pemicu yang dikonfigurasi, penyedia cloud akan
secara otomatis memicu fungsi yang sesuai. Penyedia cloud akan mengalokasikan sumber daya
yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sesuai permintaan.
➢ Skala Otomatis : Arsitektur serverless secara otomatis akan menangani skala aplikasi sesuai
permintaan yang masuk. Jika ada lonjakan lalu lintas, penyedia cloud akan secara otomatis
menambahkan lebih banyak sumber daya untuk menangani beban tambahan. Ketika permintaan
menurun, sumber daya akan dikurangi secara otomatis.
➢ Pembayaran berbasis Penggunaan : Model serverless biasanya menerapkan model pembayaran
berbasis penggunaan. Pengguna hanya membayar untuk sumber daya yang mereka gunakan
selama waktu eksekusi fungsi. Ini memungkinkan pengguna untuk menghindari biaya
infrastruktur tetap dan membayar hanya ketika kode mereka benar-benar berjalan.
Keuntungan dari arsitektur serverless termasuk skala otomatis tanpa harus mengelola infrastruktur,
efisiensi biaya karena hanya membayar ketika kode berjalan, dan kesederhanaan dalam mengelola
kode aplikasi. Namun, juga perlu dipertimbangkan keterbatasan, seperti batasan waktu eksekusi dan
ketergantungan pada penyedia cloud tertentu. Pemilihan arsitektur serverless harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan karakteristik aplikasi yang sedang dikembangkan.

9. Cloud storage memainkan peran krusial dalam mendukung Big Data Analytics. Sebagai teknologi
penyimpanan data skala besar dan fleksibel, cloud storage memberikan infrastruktur yang ideal
untuk mengatasi tiga tantangan utama yang terkait dengan Big Data Analytics:
➢ Skala dan Kapasitas: Big Data Analytics membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar karena
data yang diproses dan dianalisis bisa mencapai petabytes atau lebih. Cloud storage menawarkan
skala tak terbatas yang memungkinkan organisasi menyimpan, menyimpan, dan mengelola
volume data yang sangat besar tanpa perlu mengkhawatirkan batas kapasitas fisik.
➢ Elastisitas: Sumber data dalam Big Data Analytics cenderung bervariasi dalam volume dan
intensitas. Dengan cloud storage, organisasi dapat dengan mudah menyesuaikan kapasitas
penyimpanan sesuai dengan kebutuhan saat ini. Kemampuan untuk meningkatkan atau
mengurangi kapasitas penyimpanan secara dinamis memungkinkan adaptasi yang cepat
terhadap fluktuasi volume data.
➢ Aksesibilitas: Data yang digunakan dalam Big Data Analytics sering kali diperlukan oleh banyak
pengguna dan aplikasi dari lokasi yang berbeda. Cloud storage menyediakan aksesibilitas data
dari mana saja dengan koneksi internet, memungkinkan tim yang tersebar geografis dan beragam
aplikasi untuk mengakses data dengan mudah dan cepat.
Dengan kombinasi kapasitas penyimpanan yang tak terbatas, skalabilitas, aksesibilitas global, dan
manfaat lainnya, cloud storage menjadi infrastruktur yang penting dalam mendukung Big Data
Analytics. Ini memungkinkan organisasi untuk mengatasi tantangan penyimpanan data dalam Big
Data Analytics, serta meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi operasional mereka.

10. DevOps adalah suatu pendekatan yang menggabungkan pengembangan (Development) dan operasi
(Operations) dalam siklus pengembangan perangkat lunak. Konsep ini bertujuan untuk
meningkatkan kolaborasi, komunikasi, dan integrasi antara tim pengembangan dan operasi untuk
mencapai pengiriman aplikasi yang lebih cepat dan andal. Dalam konteks Cloud Computing, DevOps
menjadi lebih efektif karena infrastruktur cloud menawarkan fleksibilitas dan otomatisasi yang
mempercepat siklus pengembangan dan pengiriman aplikasi.
Berikut adalah beberapa cara di mana DevOps dalam Cloud Computing memfasilitasi pengiriman
aplikasi yang lebih cepat dan andal:
➢ Otomatisasi Infrastruktur: Cloud Computing memungkinkan pengelolaan infrastruktur sebagai
kode (Infrastructure as Code/IaC). DevOps menggunakan IaC untuk mengotomatisasi proses
pembuatan, konfigurasi, dan pengelolaan infrastruktur secara konsisten. Hal ini memungkinkan
tim untuk dengan cepat dan mudah menyusun lingkungan pengembangan, pengujian, dan
produksi, serta menghindari masalah yang mungkin timbul akibat konfigurasi manual yang
rentan terhadap kesalahan.
➢ Skalabilitas dan Elastisitas: Cloud Computing menawarkan sumber daya yang sangat elastis dan
dapat dengan cepat diskalakan sesuai permintaan. DevOps memanfaatkan fitur ini untuk
meningkatkan kinerja aplikasi saat ada lonjakan lalu lintas. Aplikasi dapat otomatis
meningkatkan kapasitas sumber daya untuk menangani beban kerja yang meningkat, dan
mengurangi kapasitas saat beban kerja berkurang, sehingga memastikan ketersediaan aplikasi
yang konsisten.
➢ Continuous Integration and Continuous Deployment (CI/CD): DevOps menggunakan CI/CD untuk
mengotomatisasi dan mempercepat siklus pengembangan dan pengiriman aplikasi. Continuous
Integration melibatkan penggabungan kode secara teratur ke dalam repositori bersama dan
menguji kode secara otomatis untuk mengidentifikasi masalah lebih awal. Continuous
Deployment mengotomatisasi proses pengiriman aplikasi ke lingkungan produksi secara
otomatis setelah lulus pengujian. Kedua langkah ini mempercepat proses pengiriman aplikasi dan
meningkatkan kualitas perangkat lunak.
➢ Pemantauan dan Pengukuran Kinerja: DevOps menggunakan alat pemantauan dan analitik untuk
mengukur performa aplikasi dan infrastruktur secara real-time. Tim DevOps dapat dengan cepat
mengidentifikasi masalah kinerja dan meresponsnya dengan cepat untuk menghindari atau
mengatasi gangguan dalam aplikasi.
➢ Pengujian Otomatis: DevOps menerapkan pengujian otomatis yang komprehensif untuk
memastikan kualitas dan keandalan perangkat lunak. Pengujian otomatis ini dilakukan pada
berbagai lingkungan, termasuk pengembangan, pengujian, dan produksi, sehingga mengurangi
risiko bug atau masalah saat aplikasi berjalan di lingkungan produksi.
Dengan mengintegrasikan DevOps dengan Cloud Computing, tim pengembangan dan operasi dapat
lebih efektif bekerja sama, mengotomatisasi proses, dan menggunakan fleksibilitas infrastruktur
cloud untuk mencapai pengiriman aplikasi yang lebih cepat, lebih handal, dan lebih responsif. Ini
membantu organisasi untuk menjadi lebih kompetitif, berinovasi dengan cepat, dan memberikan
pengalaman yang lebih baik kepada pengguna akhir.

Anda mungkin juga menyukai