Anda di halaman 1dari 10

PEDOMAN MERAYAKAN PRAPASKAH DAN PASKAH

Komisi Liturgi Keuskupan Weetebula

0. PENGANTAR

 Perayaan Prapaskah dan Paskah merupakan perayaan puncak iman kita, karena dalam misteri
Paskah (sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus) rencana penyelamatan Allah terpenuhi.
Perayaan ini juga merupakan pusat dari semua perayaan Liturgi serta menjadi episentrum dari
Tahun Liturgi. Maka, perlu pemahaman serta persiapan yang baik sehingga umat beriman dapat
menyelami dan menikmati rahmat yang mengalir dari misteri ini.

 Untuk itu, Komisi Liturgi Keuskupan merasa perlu untuk menyegarkan kembali ingatan kita
tentang makna perayaan paskah serta beberapa ketentuan-ketentuan liturgi yang perlu
diperhatikan bersama agar kita dapat merayakan misteri ini secara aktif dan sadar, sesuai dengan
tradisi dan kebiasaan Gereja.

 Pedoman dan ketentuan ini diambil dari Dokumen yang dikeluarkan oleh Kongregasi Kultus
Ilahi dan Disiplin Sakramen, yakni: Litterae Circulares De Festis Paschalibus Praeparandis et
Celebrandis (Perayaan Paskah dan Persiapannya – PPP) (1988) serta Direttorio Su Pietà
Popolare e Liturgia (Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi – KL) (2002).

1. MASA PRAPASKAH
1.1. Makna

 Prapaskah adalah waktu yang mendahului dan mempersiapkan perayaan Paskah. Waktu untuk
lebih mencurahkan perhatian untuk mendengarkan Sabda Allah dan untuk bertobat; untuk
mempersiapkan dan mengenang Pembaptisan; untuk berdamai dengan Allah dan dengan
sesama; untuk lebih sering menggunakan "senjata penebusan dosa Kristiani": doa, puasa, dan
sedekah (Bdk. Mat 6, 1-6.16-18). (KL 124)

 Jalan Salib (Via Crucis) adalah latihan kesalehan yang sangat cocok untuk masa Prapaskah (KL
133). Ada ekspresi karakteristik spiritualitas Kristiani yang menyatu dalam Via Crucis, yakni:
konsep hidup sebagai sebuah perjalanan atau ziarah; serta ekspresi keinginan untuk secara
mendalam menyesuaikan diri dengan Sengsara Kristus, di mana murid harus berjalan di
belakang Guru, memikul salibnya setiap hari (Bdk. Luk 9:23) (KL 134).

 Masa Prapaskah, dalam Ritus Romawi, diawali dengan Rabu Abu. Penerimaan Abu memiliki
arti mengakui kerapuhan dan kefanaan seseorang, yang hanya bisa ditebus oleh belas kasihan
Tuhan. Ini juga sebagai simbol sikap hati yang menyesal yang harus dijalani oleh setiap orang
yang telah dibaptis selama Prapaskah. Maka, kepada umat beriman yang akan menerima
menerima Abu, perlu dibantu untuk memahami makna simbol ini.

 Masa Prapaskah berlangsung sampai dengan Kamis dalam Pekan Suci, sebelum perayaan
mengenang Malam Perjamuan Tuhan.

Page 1 of 9
1.2 Ketentuan Liturgis

 Pemberkatan dan pembagian abu pada hari Rabu Abu, dapat dilaksanakan dalam Misa atau di
luar misa. Jika terjadi di luar Misa, maka diawali dengan ibadat Sabda dan ditutup dengan doa
umat (PPP 21).

 Pada hari Minggu haruslah dalam khotbah diadakan pengajaran terutama tentang misteri Paskah
dan sakramen-sakramen (PPP 12). Imam juga hendaknya lebih sering dan lebih intensif
mewartakan Sabda Allah dalam homili Misa hari biasa, dalam perayaan Sabda, dalam perayaan
tobat, atau pada kunjungan rumah, bila ada. (PPP 13).

 Penerimaan Sakramen Tobat kepada umat beriman sebaiknya lebih diintensifkan, agar
mereka dapat merayakan misteri Paskah dengan hati murni. Para iman hendaknya menyediakan
lebih banyak waktu untuk pelayanan sakramen tobat dan pengakuan dosa (PPP 13).

 Selama Masa Prapaskah tak diperkenankan, menghias altar dengan bunga-bunga, bunyi alat-
alat musik diperkenankan hanya untuk mengiringi nyanyian”, karena keduanya
menggarisbawahi ciri tobat masa ini (PPP 17).

 Sejak awal Masa Prapaskah sampai Malam Paskah, “Haleluya” tidak dipakai dalam semua
ibadat, juga pada Hari Raya dan Pesta (PPP 18).

 Nyanyian yang dipakai dalam ibadat, terutama perayaan Ekaristi, dan juga dalam kebaktian lain,
harus disesuaikan dengan masa ini dan juga sesuai dengan teks liturgi (PPP 19).

 Kesalehan Umat pada Masa Prapaskah, misalnya Jalan Salib, hendaknya dipelihara dan
diresapi dengan semangat liturgi, sehingga kaum beriman dapat dihantar ke dalam misteri
Paskah Kristus (PPP 20).

 Dalam Misa Minggu Prapaskah I, prosesi masuk hendaknya yang diiringi nyanyian Litani para
Kudus (PPP 23).

 Pada Minggu Prapaskah IV (Minggu Laetare) dan pada Hari Raya dan Pesta, orgel dan alat-alat
musik lain dapat dimainkan dan altar dapat dihias dengan bunga-bunga. Pada Minggu ini dapat
juga dipakai busana berwarna merah muda (PPP 25).

 Kebiasaan memberi selubung kepada salib-salib dalam gereja sejak Minggu Prapaskah V,
hendaknya tetap dipertahankan. Salib-salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung,
sedangkan patung dan gambar kudus sampai awal perayaan Malam Paskah (PPP 23).

 Devosi Jalan salib resmi yang digunakan sekarang terdiri dari 14 Perhentian, seperti yang
digunakan oleh Santo Leonardus dari Porto Maurizio († 1751) pada abad ke-17 dan disetujui
oleh Tahta Apostolik dan diperkaya oleh indulgensi. Dalam jalan salib, kata-kata (teks), lagu,
bentuk prosesi, dan saat hening harus diatur secara seimbang agar umat dapat memetik buah-
buah spiritual dari ulah kesalehan ini (KL 135).

Page 2 of 9
2. PEKAN SUCI

2.1 MINGGU PALMA


a) Makna

 Pekan Suci dimulai pada Minggu Palma, yang menghubungkan perayaan kemenangan Kristus
Raja dengan pewartaan penderitaan-Nya. Hubungan antara kedua aspek misteri Paskah ini harus
menjadi jelas dalam perayaan dan katekese (PPP 28).

 Gereja mempunyai tradisi untuk memperingati peristiwa Kristus masuk ke Yerusalem dalam
prosesi meriah. Dengan ini, kaum kristiani menjalani peristiwa ini dan menyertai Tuhan, seperti
anak-anak Ibrani yang menyongsong-Nya dengan menyerukan “Hosana” (PPP 29).

 Umat beriman perlu diberi pamahaman bahwa yang benar-benar penting adalah partisipasi
dalam prosesi dan bukan hanya sekedar mendapatkan daun palem. Kepada umat juga perlu
diingatkan bahwa cabang palem harus dilestarikan terutama sebagai kesaksian iman kepada
Kristus, Raja Mesianik, dan kemenangan Paskahnya, bukannya disimpan sebagai jimat,
atau untuk tujuan takhayul: untuk mengusir roh jahat dari rumah dan ladang (KL 139).

b) Ketentuan Liturgis

 Hari-hari Pekan Suci, dari Senin sampai dengan Kamis, diutamakan di atas semua Hari Raya.
Sakramen Baptis dan Krisma tak boleh diberikan pada hari-hari ini (PPP 27).

 Dalam setiap Gereja hanya boleh diadakan satu kali prosesi, sebelum Misa, yang dihadiri
kebanyakan kaum beriman, entah Misa sore (Sabtu) atau Minggu. Umat berarak sambil
membawa ranting-ranting palma yang sudah diberkati (PPP 27).

 Di tempat tidak dapat diadakan Misa, dianjurkan untuk pada petang sebelumnya atau pada saat
yang pantas pada hari Minggu mengadakan perayaan Sabda dengan tema masuknya Kristus
sebagai Almasih dan penderitaan-Nya (PPP 31).

 Selama prosesi hendaknya dinyanyikan oleh paduan suara dan umat nyanyian yang disediakan
dalam Buku Misa, seperti Mazmur 24 (23) dan 47 (46), atau nyanyian lain untuk menghormati
Kristus Raja (PPP 32).

 Kisah sengsara Tuhan dibawakan dengan meriah. Dianjurkan untuk membacakan atau
menyanyikannya secara tradisional oleh tiga orang, yang mengambil alih peran Kristus, narator
dan orang banyak. Biasanya, Kisah Sengsara harusnya dibawakan oleh para Diakon atau imam,
atau, bila ada halangan, oleh lektor; dalam hal ini peran Kristus dikhususkan bagi imam. Karena
manfaat rohani kaum beriman, maka Kisah Sengsara harus dibawakan seutuhnya dan bacaan-
bacaan sebelumnya tak boleh dilewati (PPP 33).

 Pada pewartaan Kisah Sengsara, lilin tidak dinyalakan; tidak ada dupa dan salam bagi
umat; juga penandaan buku tidak diadakan (PPP 33).

 Aktus permohonan berkat sebelum membawakan Kisah Sengsara – seperti sebelum


pembacaan Injil – hanya dilakukan oleh Diakon (PPP 33).

 Setelah pembacaan kisah sengsara harus diadakan homili (PPP 34).

Page 3 of 9
 Hendaknya nyanyian khusus – menurut tradisi Gereja – yang disediakan untuk pemberkatan
dan prosesi Palma menuju ke dalam gereja (Madah Bakti nomor 391-399) dinyanyikan
dengan mempertimbangkan partisipasi umat (PPP 42).

2.2 MISA KRISMA


a) Makna

 Misa Krisma dirayakan oleh Uskup bersama presbiterium, pada Hari Kamis pagi dalam pekan
suci, setelah Misa Rekonsiliasi. Perayaan ini merupakan ungkapan kebersamaan para imam
dengan Uskup dalam satu imamat Kristus (PPP 35).

b) Ketentuan Liturgi

 Menurut tradisi, Misa Krisma diadakan pada Kamis Putih. Tetapi bila klerus dan umat pada hari
ini sulit berkumpul di sekitar Uskup, pemberkatan dapat dimajukan pada hari lain, yang dekat
dengan perayaan Paskah (PPP 35).

 Misa Krisma dirayakan hanya satu kali karena maknanya bagi kehidupan Keuskupan; dan harus
dirayakan di Katedral; atau karena alasan pastoral di suatu gereja penting lainnya (PPP 36).

 Semua imam yang berada di wilayah Keuskupan harus diundang menghadiri Misa ini dan
mengikuti konselebrasi bersama Uskup (PPP 35),

 Kaum beriman hendaknya diundang untuk mengambil bagian dalam Misa ini dan menyambut
ekaristi (PPP 35).

 Minyak-minyak suci harus diterima di paroki-paroki sebelum Misa Perjamuan Malam Terakhir
(atau pada waktu lain yang sesuai), karena minyak Krisma dan minyak Katekumen yang baru
akan dipakai pada Malam Paskah untuk sakramen inisiasi (PPP 36).

3. TRIHARI SUCI
a) Makna

 Gereja merayakan misteri terbesar penebusan manusia setiap tahun pada Trihari yang
berlangsung dari Misa Perjamuan Malam Terakhir pada Kamis Putih sampai ibadat sore I
(vesper) Minggu Paskah. Kurun waktu ini selayaknya bernama: “Trihari Penyaliban,
Pemakaman dan Kebangkitan Kristus”, juga disebut “Tri Hari Paskah”, karena di dalamnya
dipentaskan dan diwujudkan misteri Paskah, artinya, peralihan Tuhan dari dunia ini kepada
Bapa (PPP 38).

b) Ketentuan Liturgi

 Pada Jumat Agung, puasa dan pantang harus diadakan di mana-mana; juga dianjurkan untuk
meneruskannya pada Sabtu Paskah, sehingga Gereja dengan hati gembira dan terbuka mencapai
sukacita Kebangkitan Tuhan (PPP 39).

 Pada Jumat Agung dan Sabtu Paskah, ibadat bacaan dan ibadat pagi – dulu disebut Tenebrarum
– hendaknya dirayakan terbuka bersama jemaat (PPP 40).

Page 4 of 9
 Nyanyian umat, serta nyanyian imam dan petugas lainnya dalam perayaan Tri Hari Suci amat
bermakna, karena syair lagunya menguatkan inti dari perayaan Pekan Suci. Teks-teks nyanyian
liturgi tersebut (PPP 42), yakni:

o Doa permohonan pada Jumat Agung; juga seruan diakon dan jawaban umat;
o Nyanyian pengangkatan dan penghormatan salib;
o Aklamasi prosesi lilin Paskah dan Madah Paskah, aleluya sesudah bacaan, litani dan
aklamasi pemberkatan air baptis.

 Hendaknya nyanyian khusus – menurut tradisi Gereja – yang disediakan untuk prosesi
persembahan dalam Misa Perjamuan Malam Terakhir Kamis Putih dan Madah untuk
pemindahan Sakramen Mahakudus (Madah Bakti nomor 391-399) dinyanyikan dengan
mempertimbangkan partisipasi umat (PPP 42).

3.1 KAMIS PUTIH


a) Makna

 Pada Misa petang Kamis Putih “Gereja mengawali Tri Hari Suci Paskah dan memperingati
Perjamuan Malam Terakhir, di mana Ia mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa
roti dan anggur dan menugaskan para rasul serta para penggantinya dalam imamat untuk
mempersembahkan-Nya sebagai kurban” (PPP 43).

 Maka, misteri yang menjadi fokus perayaan hari ini adalah: pengadaan ekaristi dan imamat serta
perintah kasih persaudaraan (PPP 45).

b) Ketentuan Liturgi

 Homili para imam hendaknya terpusat pada inti dari perayaan Kamis Putih, yakni penetapan
ekaristi dan imamat serta perintah kasih persaudaraan (PPP 45).

 Misa Perjamuan Malam Terakhir dirayakan pada petang hari, waktu yang paling sesuai untuk
partisipasi seluruh jemaat. Semua imam dapat berkonselebrasi dalam Misa petang tersebut (PPP
46).

 Sebelum perayaan, tabernakel harus kosong sama sekali. Hosti untuk komuni kaum beriman
harus dikonsekrir dalam perayaan kurban ini. Jumlah hosti yang harus dikonsekrir harus cukup
juga untuk komuni pada Jumat Agung (PPP 48).

 Sesuai dengan tradisi, pada perayaan ini diadakan pencucian kaki pada pria-pria yang terpilih;
maksudnya ialah untuk menunjukkan semangat pelayanan dan kasih Kristus yang datang, “tidak
untuk dilayani, melainkan untuk melayani”. Kebiasan ini hendaknya dipertahankan dan
maksudnya diterangkan kepada kaum beriman (PPP 51).

 Sementara Gloria dinyanyikan, lonceng-lonceng dibunyikan, dan setelah itu hening sampai
Gloria pada malam Paskah (PPP 50).

 Setelah doa penutup diadakan prosesi. Sakramen Mahakudus dibawa melalui gereja ke tempat
penyimpanan.Urutan prosesi: pembawa salib terdepan, diikuti pembawa lilin dan dupa. Madah
Pange Lingua atau nyanyian ekaristis lain dinyanyikan (PPP 54).

Page 5 of 9
 Sakramen Mahakudus ditempatkan dalam tabernakel yang kemudian ditutup. Pentakhtaan
dengan monstrans tak diperkenankan. Tempat penyimpanan tak boleh berbentuk “makam suci”,
karena fungsinya sebagai tempat penyimpanan hosti suci untuk komuni pada Jumat Agung (PPP
55).

 Umat beriman hendaknya diajak untuk mengadakan adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus,
setelah Misa Kamis Putih (PPP 46).

 Setelah Misa altar ditutupi. Salib ditutup dengan kain merah atau ungu, jika belum ditutup pada
Sabtu sebelum Minggu Prapaskah V. Di depan gambar para Kudus tak boleh dinyalakan lilin
(PPP 57).

3.2 JUMAT AGUNG

a) Makna

 Pada hari ini, Gereja merenungkan sengsara dan wafat Yesus di kayu salib demi keselamatan
dunia. Puncak dari perayaan Jumat Agung adalah penyembahan Salib (PPP 58).

b) Ketentuan Liturgi

 Menurut tradisi kuno, pada hari ini Gereja tidak merayakan Ekaristi; komuni suci dibagikan
kepada kaum beriman hanya yang hadir dalam perayaan tersebut (PPP 59).

 Jumat Agung di seluruh Gereja harus dijalani sebagai hari tobat, maka puasa serta pantang
diwajibkan (PPP 60).

 Perayaan sakramen-sakramen pada hari ini dilarang keras, kecuali sakramen tobat dan orang
sakit. Jika ada pemakaman, maka diadakan tanpa nyanyian, orgel dan lonceng (PPP 61).

 Perayaan Sengsara dan Wafat Kristus diadakan siang menjelang jam 15.00. Karena alasan
pastoral dapat ditentukan waktu lain, yang memudahkan umat berkumpul, misalnya langsung
setelah siang atau petang, tetapi tidak sesudah pukul 21.00 (PPP 63).

 Tata perayaan Sengsara dan Wafat Kristus yang berasal dari tradisi kuno Gereja, yakni: ibadat
Sabda, Penghormatan Salib, dan komuni. Ketentuan ini harus diadakan dengan tepat dan setia,
dan tak boleh diubah sesukanya (PPP 64).

 Imam dan asistennya berarak menuju ke altar dalam keheningan, tanpa nyanyian. Kalau ada
pengantar dari komentator, hendaknya dibacakan sebelum imam memulai prosesi (PPP 65).

 Bacaan yang tersedia harus dibacakan secara lengkap. Mazmur tanggapan dan nyanyian
sebelum Injil dinyanyikan seperti biasanya. Kisah Sengsara menurut Yohanes dinyanyikan atau
dibacakan, seperti pada Minggu Palma. Setelah Kisah Sengsara, ada homili yang diakhiri
dengan keheningan doa sejenak (PPP 66).

 Doa permohonan hendaknya dilaksanakan menurut teks dan bentuk yang berasal dari tradisi
kuno dengan segala intensi, karena mengacu kepada daya universal sengsara Kristus, yang
tergantung pada kayu salib untuk keselamatan seluruh dunia. Dalam keadaan darurat berat
Ordinaris wilayah dapat memperkenankan atau memerintahkan doa khusus tambahan. Imam
dapat memilih doa-doa permohonan yang disediakan dalam Buku Misa, sesuai dengan keadaan

Page 6 of 9
setempat; tetapi tidak dapat menambahkannya dengan intensi khusus tertentu, kecuali atas
perintah atau izin Uskup (PPP 67).

 Salib yang disiapkan untuk ritus Jumat Agung hendaknya cukup besar dan indah. Ritus ini
hendaknya dibawakan dengan meriah, baik seruan pada pengangkatan salib maupun jawaban
umat harus dinyanyikan, dan keheningan setelah berlutut jangan diabaikan (PPP 68).
Penghormatan pribadi terhadap salib adalah unsur hakiki perayaan ini, sehingga harus disiapkan
dan diatur secara baik (PPP 69).

 Imam menyanyikan pengantar doa Bapa Kami, yang kemudian dinyanyikan oleh semua. Salam
damai tak dipakai. Komuni dilaksanakan, seperti diatur dalam Buku Misa (PPP 70).

 Setelah perayaan altar dilucuti, tetapi salib dan keempat kandelar dibiarkan. Dalam gereja dapat
disediakan tempat bagi salib, misalnya di tempat penyimpanan Sakramen Mahakudus sejak
perayaan Kamis Putih (PPP 71).

3.3 MALAM PASKAH

a) Makna

 Malam Paskah menurut tradisi kuno adalah “malam tirakatan (vigili) bagi Tuhan”; tirakatan
yang diadakan untuk mengenang malam kudus Tuhan bangkit. Di malam ini, Gereja
menantikan dalam doa Kebangkitan Tuhan dan merayakannya dengan sakramen baptis, krisma
dan ekaristi (PPP 77).

b) Ketentuan Liturgi

 Seluruh perayaan Malam Paskah dilaksanakan waktu malam: tak boleh diadakan sebelum gelap
atau berakhir setelah fajar Minggu. Peraturan ini harus ditepati secara ketat. Penyelewengan
dan kebiasaan yang tak dibenarkan yang sering terjadi adalah merayakan Malam Paskah pada
waktu yang biasanya diadakan Misa Sabtu sore (PPP 78).

 Malam Paskah mempunyai struktur, sebagai berikut: upacara cahaya, ibadat sabda, liturgi baptis
dan liturgi ekaristi. Urutan tata perayaan ini tak boleh diubah atas kuasa sendiri (PPP 81).

 Lilin Paskah demi kesungguhan Tanda, harus sungguh lilin dengan ukuran cukup besar dan
dikhususkan untuk Malam Paskah. Dan setiap tahun harus menggunakan lilin baru dan hanya
boleh dipakai satu lilin Paskah, agar dapat menjadi tanda bahwa Kristus adalah cahaya dunia
(PPP 82).

 Madah Paskah dinyanyikan oleh Diakon. Bila tiada diakon, dan bukan imam sendiri yang
menyanyikannya, maka dapat diserahkan kepada seorang penyanyi (PPP 84).

 Perayaan Malam Paskah mempunyai tujuh bacaan dari Perjanjian Lama dan dua bacaan
dari Perjanjian Baru, satu bacaan surat Rasul dan Injil. Jika memungkinkan, semua bacaan
wajib dibacakan agar terpelihara ciri tirakatan yang memang memerlukan waktu yang lebih
lama. Tetapi, bila ada alasan pastoral untuk mengurangi jumlah bacaan itu, haruslah sekurang-
kurangnya dipakai tiga bacaan dari Perjanjian Lama, yakni dari kitab Taurat dan Nabi-nabi,
serta Kitab Keluaran bab 14 wajib dibacakan diikuti dengan nyanyian tanggapannya (PPP 85).

 Setelah bacaan Perjanjian Lama dinyanyikan gloria dan lonceng-lonceng dibunyikan, lalu
diikuti doa kolekta. Setelah itu, dibacakan epistola (PPP 87).
Page 7 of 9
 Setelah epistola, semua umat berdiri dan dengan meriah imam menyanyikan aleluya, tiga kali
dan setiap kali lebih tinggi, dan umat mengulanginya. Bila perlu, aleluya dinyanyikan
pemazmur atau penyanyi; umat mengulanginya sebagai sisipan antara ayat-ayat mazmur 118
(117) (PPP 87).

 Pemakluman Kebangkitan Tuhan dalam Injil merupakan puncak seluruh ibadat Sabda. Injil
diikuti homili, meskipun singkat (PPP 87).

 Pada perayaan Malam Paskah, jika di suatu gereja tidak ada orang yang dibaptis dan tidak ada
pula pemberkatan air baptis, maka harus disiapkan air yang sudah diberkati untuk memerciki
umat setelah pembaharuan janji baptis (PPP 88).

 Liturgi ekaristi merupakan puncak dari perayaan Malam Paskah. Harus diusahakan agar
perayaan ekaristi jangan cepat-cepat dan tergesa-gesa; sebaliknya, semua ritus dan perkataan
harus diungkapkan dengan tegas (PPP 90, 91).

 Prosesi persiapan persembahan, sebaiknya melibatkan peran mereka yang baru dibaptis, jika
ada, Doa Syukur Agung I, atau II, atau III dengan sisipan masing-masing, yang sebaiknya
dinyanyikan (PPP 91).

 Dalam Ekaristi Malam Paskah, Komuni sebagai bentuk partisipasi yang paling mendalam dalam
misteri yang dirayakan, sepantasnya diterima umat dalam kepenuhan tanda ekaristis, yakni
dalam dua rupa: roti dan anggur. Ordinaris wilayah hendaknya memutuskan, sejauh mana hal
ini sebaiknya dilaksanakan (PPP 92).

c) Petunjuk-Petunjuk Pastoral

 Perayaan Malam Paskah harus disiapkan dengan saksama, sehingga memungkinkan jemaat
memahami seluruh kekayaan teks dan ritus. Maka, semuanya harus dilaksanakan dengan penuh
makna dan tepat, agar kaum beriman berperan aktif (PPP 93).

 Beberapa kelompok umat (stasi) yang berdekatan dan terlalu kecil untuk sebuah perayaan
meriah, sebaiknya berhimpun dalam satu gereja, demi terwujdunya perayaan yang meriah. Dan
juga agar semua orang beriman mendapat pengalaman yang lebih mendalam tentang
persekutuan dalam Gereja (PPP 94).

 Bila perayaan Malam Paskah diumumkan, hendaknya dihindari memberi kesan seolah-olah
merupakan perayaan Sabtu petang Paskah. Sebaliknya, harus dikatakan bahwa perayaan
Malam Paskah terjadi “pada malam Paskah” dan sebagai satu-satunya ibadat (PPP 95).

3.4 MINGGU PASKAH

a) Ketentuan Liturgi

 Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah.

 Pernyataan Tobat dianjurkan menggunakan pemercikan dengan air yang diberkati pada
Malam Paskah; sementara itu, umat menyanyikan antifon “Vidi aquam” – “Aku melihat air”
atau nyanyian lain dengan ciri baptis. Dengan air berkat ini juga, tempat air pada pintu gereja
diisi (PPP 97).

Page 8 of 9
 Perayaan Ibadat Sore (Vesper) Paskah yang disertai prosesi ke bejana baptis seraya
menyanyikan mazmur, hendaknya dipertahankan di gereja yang sudah melaksanakannya.
Sedangkan, di gereja yang belum menjalankannya, hendaknya mulai melaksanakannya (PPP
98).

 Lilin Paskah ditempatkan di sisi mimbar atau di sisi altar sampai pada Minggu Pentakosta. Lilin
ini dinyalakan pada semua perayaan liturgi yang agak besar, misalnya: Misa, Ibadat Pagi
(Laudes) atau Ibadat Sore (Vesper). Setelah itu, lilin Paskah itu disimpan dengan hormat dalam
kapel baptis, atau tempat yang terhormat lainnya untuk digunakan lagi pada perayaan
pembaptisan dan misa pemakaman (PPP 99).

3.5 MASA PASKAH


a) Ketentuan Liturgi

 Hari-hari Minggu masa Paskah dipandang sebagai Minggu (Hari Raya) Paskah dan dirayakan
dengan gembira, bagaikan “Minggu Agung” (PPP 100, 101).

 Bagi orang dewasa yang dibaptis pada Malam Paskah, seluruh masa Paskah adalah waktu
mistagogi. Dalam Misa Minggu selama masa Paskah, mereka hendaknya disediakan tempat
khusus dan jika memungkinkan, bersama dengan wali baptisnya (PPP 102, 103).

 Kepada para gembala, amat dianjurkan untuk memberi komuni kepada orang-orang sakit, dan
bila memungkinkan dalam Oktaf Paskah (PPP 104).

 Ada kebiasaan dalam Gereja untuk memberkati rumah selama masa Paskah, yang
dilaksanakan oleh Pastor Paroki atau rekannya atau diakon yang diutusnya. Ini merupakan
peluang untuk pertemuan pastoral. Pastor hendaknya mengunjungi rumah-rumah dan setiap
keluarga, berbicara dengan mereka dan berdoa dengan mereka (Bdk. PPP 105; KL 152).

Tradisi ini juga merupakan pemberkatan tahunan keluarga. Paus Yohanes Paulus II sangat
menganjurkan reksa pastoral ini kepada para pastor paroki dan pembantunya, karena ini
merupakan kesempatan berharga untuk mengingatkan keluarga Kristiani akan kehadiran berkat
Allah yang terus-menerus, juga kesempatan untuk mengajak mereka agar hidup selaras dengan
Injil, serta sebagai bentuk himbauan kepada orang tua dan anak-anak untuk menunjukkan
misteri keberadaan mereka sebagai "gereja rumah tangga" (KL 152).

 Novena Pentakosta merupakan tradisi gereja yang mengingatkan umat beriman akan sikap
penantian para rasul akan kedatangan “Paraclete/Pembantu” yang dijanjikan Allah. “Mereka
semua dengan sehati bertekun dalam doa bersama dengan para wanita dan Maria, ibu Yesus,
serta saudara-saudara-Nya” (Kis 1:14). Jika tidak teks novena tidak tersedia, maka kita bisa
menggunakan teks Vesper atau Ibadat Sore, karena tema “penantian akan penolong yang lain”
sudah termuat di dalamnya (KL 155).

Weetebula, 09 Februari 2023


KomLit Keuskupan Weetebula

Page 9 of 9

Anda mungkin juga menyukai