Anda di halaman 1dari 10

Target Adopter (Audience)

Target adopter atau sasaran dalam pemasaran sosial terdiri dari satu atau lebih kelompok

yang dapat dibagi berdasarkan usia, status sosial, letak geografis. Sama halnya dengan target

market dalam pemasaran komersial, ketidakakuratan dalam mendefinisikan target adopter akan

mengurangi tingkat keberhasilan dari aktivitas pemasaran yang kita lakukan. Oleh karena

masing-masing kelompok tersebut memiliki perangkat kepercayaan, sikap dan nilai yang tidak

sama. Oleh karena itu, perlu diperhatikan perbedaan karakter dari target adopter sebagai berikut

(Kotler, 1989: 26–28).

a. Karakteristik Sosio-Demografis (kelas sosial, pendapatan, pendidikan, usia)

Anda masih ingat iklan Pemilu pada Tahun 1999? Ada berapa versi iklan yang

ditayangkan di televisi? Mungkin Anda sudah lupa, tetapi sekadar untuk

mengingatkan kembali, ada jenis iklan “inga-inga” yang menampilkan orang Manado

untuk berpartisipasi dalam pemilu, ada iklan yang menampilkan anak-anak muda

yang sedang main band, dan ada pula mpok Ati (sebagai orang Betawi) yang

mengingatkan kita untuk ikut pemilu.

Mengapa perlu ada pembedaan versi iklan? Ya, Anda benar! Agar masing-masing

kelompok yang memiliki sifat dan budaya yang berbeda menjadi tertarik untuk

memperhatikan iklan sehingga sikap dan perilakunya terhadap ide yang disampaikan

bisa berubah.

b. Profil Psikologis (atribut internal, seperti sikap, nilai, motivasi, dan kepribadian)

Sama halnya dengan karakteristik sosio-demografis, profil psikologis pun menjadi

pertimbangan dalam kampanye pemasaran sosial. Coba Anda berikan contohnya!


c. Karakteristik perilaku (pola perilaku, kebiasaan beli, dan karakteristik pengambilan

keputusan)

Dalam pelaksanaannya pelaku social marketing kita seyogianya mampu

mengidentifikasi kelompok berpengaruh yang dapat mempengaruhi keberhasilan

program. Sebagaimana yang telah Anda ketahui, keberhasilan program Keluarga

Berencana dikarenakan pemerintah selaku aktor dalam kegiatan pemasaran sosial

berhasil mendekati dan meyakinkan kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat,

ulama, pemuka adat dan pemimpin informal lainnya. Adapun kelompok-kelompok

berpengaruh ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) Kelompok Pemberi Izin, seperti badan-badan pengatur di mana izin atau

peraturan mungkin dibutuhkan dalam memulai penyebaran program. Misalnya,

kampanye kepedulian dan solidaritas masyarakat dunia terhadap penderita AIDS

tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh kelompok pemberi izin ini. Bentuk

kampanyenya adalah pada tanggal 1 Desember semua kendaraan bermotor yang ada

di jalan raya diminta untuk menghidupkan lampu baik pada waktu siang hari maupun

pada malam hari. Dalam keadaan normal, pihak kepolisian atau DLLAJR akan

menyetop kendaraan bermotor yang tidak menghidupkan lampunya di siang hari di

jalan karena melanggar undang-undang lalu lintas di Indonesia.

2) Kelompok Pendukung, seperti dokter atau staf medis lainnya yang mendukung

atau berpartisipasi dalam pelaksanaan program. Dalam pemasaran program keluarga

berencana dukungan dari dokter sangatlah penting. Oleh karena cukup banyaknya pro

dan kontra di kalangan masyarakat termasuk dari pihak medis (dokter) maka KB

dengan vasektomi dan tubektomi tidak bisa berkembang di Indonesia saat ini. Dengan
kata lain, program ini tidak berhasil karena tidak didukung oleh kelompok

pendukung.

3) Kelompok Oposisi. Contoh klasik yang sering ditampilkan adalah para ulama

yang menentang Keluarga Berencana pada awal disosialisasikan (tahun 1970-an).

Upaya yang paling tepat untuk menaklukkan kelompok ini adalah dengan

memberikan keyakinan yang masuk akal bahwa program yang dilaksanakan adalah

benar dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, yakni dengan memberikan

argumentasi secara agama pula. Misalnya, dengan pembenaran “agama menyuruh

kita untuk tidak meninggalkan anak yang lemah di kemudian hari”. Kalau banyak

anak tentunya akan merepotkan dalam mengurus gizi, kesehatan dan pendidikannya

dibandingkan jika memiliki jumlah anak yang sedikit. Tentunya taktik lain juga bisa

diberikan, seperti membangun image bahwa pemerintah sangat memperhatikan

kehidupan beragama dan bukannya ingin membuat masyarakat menjadi sekuler,

yakni dengan memberikan bantuan dana untuk membangun masjid, pesantren dan

pendidikan keagamaan serta bantuan material lainnya kepada para kiai dan santri.

4) Kelompok Evaluasi, seperti komite legislatif yang memberikan evaluasi yang

dapat menilai apakah program tersebut menguntungkan atau merugikan. Contohnya

program pemerintah Kanada untuk mengurangi konsumsi rokok, seperti disinggung

di atas akan berjalan sangat efektif karena didukung oleh parlemen.


Langkah Perencanaan Pemasaran Sosial

Menurut Hong Cheng, Philip Kotler, dan Nancy R. Lee (2009) perencanaan pemasaran

social program kesehatan masyarakat meliputi 10 langkah yaitu:

1. Latar belakang, tujuan dan focus program

Dimulai dengan memfokuskan pada isu social yang akan diangkat, dilanjutkan

dengan latar belakang mengapa memilih untuk melakukan pemasaran social pad

aprogram tersebut dan tujuan dari kegiatan yang akan dilakukan.

Dalam masalah kesehatan masyarakat Kotler (2009) mendefinisikannya sebagai

identifikasi siapa sponsor kegiatan, alasan penyelenggaraan program, masalah social

apa yang terjadi di masyarakat menggunakan aspek epidemiologi maupun isu khusus,

bagaimana tujuan dan focus program. Semua ini harus berdasarkan data epidemiologi

atau hasil penelitian, untuk mempertanggung jawabkan secara kuantitatif.

Pernyataan tujuan juga diperlukan untuk melihat secara spesifik dampak atau

manfaat apa yang diinginkan dalam kampanye pemasaran social yang dilakukan.

Ketika ukuran keberhasilan terpenuhi, maka program pemasaran social dapat

diperluas. Sedangkan focus, sangat diperlukan untuk mempersempit ruang lingkup

kampanye pemasaran social. Hal ini dapat berfungsi sebagai strategi untuk membuat

penggunaan sumber daya secara efektif, memaksimalkan dampak serta menjamin

kampanye dapat dilakukan.

2. Analisis situasi

Pada tahap ini dilakukan analisa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan

yang akan dihadapi dalam melakukan pemasaran social ini.


Menurut Kotler dan Nancy (2008) situation analysis (SWOT) is a quick audit of

factors and forces in the internal and eksternal environment, particularly those

anticipated to have some impact on or relevance for subsequent planning decisions.

Sedangkan Kotler (2009) dalam social marketing for public helath mengatakan,

analysis situasi yaitu kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan yang akan

dihadapi (strengths, weaknesses, opportunities, streats) serta telaah literature dan

telaah lingkungan program yang berfokus pada upaya-upaya serupa “SWOT dan

literature review and environmental scan of programs focusing on similar efforts:

activities, and lessons learned.”

3. Segmentasi sasaran (target audiens profile)

Menurut kotler (2007), memilih sasaran pemasaran, antara lain berdasarkan

demografis, doegrafis, psikologis, perilaku, jejaring social, asset masyarakat serta

tahapan dalam perubahan. Selain itu, ukuran selanjutnya yaitu jumlah sasaran target.

Segmentasi sasaran yaitu upaya organisasi untuk mengelompokkan pasar

berdasarkan veriabel-veriabel tertentu dengan karakteristik yang sama, dilakukan

berdasarkan variable geografis, demografis, psikologis, perilaku ataupun individual.

Tujuan ari segmentasi ini adalah untuk menentukan cara, metode, media yang

sesuai dengan tiap kelompok tersebut (Notoatmodjo, 2007). Pada umumnya

segmentasi pasar ditentukan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain:

a. Karakteristik demografis ( usia, jenis kelamin, pendidikan, social ekonomi,

tempat tinggal, agama, dan sebagainya)

b. Karakteristik geografis (wilayah, luas, daerah, kepadatan dan sebagainya)

c. Psikologis atau karakteristik perilaku (gaya hidup, nilai-nilai dan sebagainya)


Sedangkan menurut Utami (2013) segmentasi sasaran dapat dibagi menjadi tiga

kelompok sasaran yaitu primer (yang bias mengadopsi perilaku), sekunder (yang

diharapkan dapat mendukung perilaku sasran primer), tersier (kelompo yang

berpengaruh dan berperan dalam pengambilan keputusan)

4. Tujuan dan target pemasaran social

Dalam perencanaan pemasaran social, Kopler (2008) mengatakan, tujuan pemasaran

social program kesehatan masyarakat akan berkaitan dengan perilaku, pengetahuan

dan kepercayaan. Dalam menentukan tujuan, yang harus diperhatikan adalah harus

memenuhi kriteria SMART (specific, measurable, achievable, time-bound, changes

en behaviors and attitudes)

5. Identifikasi factor yang mempengaruhi perubahan perilaku

Factor yang mempengaruhi perubahan perilaku penting dilakukan sebelum

menentukan positioning produk dan marketing mix, pemegang program perlu

dilakukan.

Menurut Kopler (2009) terdapat empat hal yang harus diidentifikasi sebagai factor

yang mempengaruhi perilaku sasaran, yaitu hambatan yang dirasakan dengan perilaku

yang ditargetkan, manfaat potensial untuk perilaku yang ditargetkan, perilaku

bersaing/gaya, pengaruh orang penting lain.

Barrier mengacu pada alasan mengapa sasaran tidak mau melakukan adopsi perilaku

atau menyebarkan informasi. Benefits diartikan sebagai hasil atau manfaat yang akan

didapat setelah kelompok sasaran mengadopsi perilaku.

Competitors diartikan sebagai perilaku yang ditawarkan competitor atau organisasi

lain.
Influencers diartikan sebagai kelompok masyarakat atau individuyang dapat

mempengaruhi sasaran dalam perubahan perilaku. Pada langkah ke lima ini sudah

diketahui siapa target audience dan siapa yang akan dilakukan oleh changing agent

dalam rangka merubah perilaku target audience yang ada, dengan melihat pesaing,

hambatan dan motivator dari target audience.

6. Peryataan positioning

Kotler (2009) mengartikan pernyataan positioning sebagai posisi apa atau seperti

apa yang diinginkan pemasar melihat atau menilai produk di dalam benak target

audience. Philip Kotler (1997) dalam Kasali (2007) mendefinisikan positioning

sebagai tindakan yang dilakukan marketer untuk membuat citra produk dan hal-hal

yang ingin ditawarkan kepada pasarnya berhasil memperoleh posisi yang jelas dan

mengandung arti dalam benak sasaran konsumennya. Sedangkan Adnan (2013)

mendefinisikan positioning sebagai upaya organisasi untuk memposisikan dirinya di

benak konsumen, melalui desain produk yang akan disajikan kepada konsumen,

sehingga strategis bernilai dipikiran konsemen.

Positioning merupakan inti strategi pemasaran.

7. Mengembangkan bauran pemasaran

Langkah yang ke tujuh yaitu develop a strategic marketing mix (4ps) atau

pengembangan bauran pemasaran. Kotler dkk (2009) mendefinisikan marketing mix

sebagai campuran pemasaranyang tepat (atau kombinasi dari unsur-unsur strategis),

sering digambarkan dalam hal “empat ps”: produc, price, place, promotion. Kotler

mendefinisikan product yaitu strategi produk yang diterapkan meliputi core product
(produk utama atau manfaat) nya, actual product (tindakan atau perilaku) seperti tes

HIV, dan augmented product (barang dan layanan).

Strategi price yaitu harga, waktu dan pengorbanan baik psikologis maupun fisik yang

harus diberikan klien dalam pemanfaatan program kesehatan.

Strategi plece yaitu strategi pemasaran dalam menciptakan kemudahan akses layanan

bagi klien.

Strategi promotion merupakan metode yang dipakai untuk menyampaikan

keunggulan dan manfaat produk social meliputi metode, pesan, promotor, saluran

media promosi yang digunakan.

8. Rencana pemantauan dan evaluasi

Kotler dkk (2009) mendefinisikan outline a plan for monitoring and evaluating atau

rencana pemantauan dan evaluasi sebagai pembuatan perencanaan yang berisikan

pengukuran yang bias dipakai untuk memonitor dan mengevaluasi langkah yang akan

dilakukan. Perencanaan monitoring dan evaluasi meliputi tujuan dan sasaran

monitoring dan evaluasi, rencana metode, rencana metode dan waktu monitoring dan

evaluasi, dan indicator monitoring evaluasi yang dipakai

(input/output/outcome/impact)

9. Rencana anggaran dan sumber dana

Kotler dkk (2009) mendefinisikan rencana anggaran dan sumber dana (establish

budget and find funding source) sebagai membuat perhitungan anggaran biaya yang

dibutuhkan untuk menjalankan perencanaan pemasaran dan sumber dana serta

donatur yang akan membiayai.

10. Menyusun rencana implementasi kampanye dan manajemen


Merupakan langkah terakhir dalam perencanaan pemasaran social. Dalam

perencanaan ini diakhiri dengan sebuah proposal yang berisi secara spesifik nama dan

job desk masing-masing yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Selain itu diikuti

juga dengan waktu pelaksanaannya.

Langkah kegiatan pemasaran social

Menurut Novelli D, William (1990) terdapat enam langkah pemasaran social, yaitu: 1)

analisis, 2) perencanaan, 3) pengembangan, uji coba, dan perbaikan, 4) implementasi, 5)

penilaian efektifitas, 6) mengulangi proses pertama dan seterusnya. Enam langkah ini dibuat

dengan memperhitungkan keinginan sasaran, kebutuhan, harapan, kepuasan atau ketidakpuasan,

dalam menyusun tujuan program, dengan menggunakan pendekatan intergrasi pemasaran dan

mix serta perkembangan kebutuhan konsumen dan respon pasar terhadap program.

Keenam langkah pemasaran social tersebut digambarkan sebagai roda pemasaran social

sebagai berikut:

1 analysis

feedback to
2 planning
stage 1

Roda Pemasaran
Sosial

3 development,
5 assessment of
testing, and
lo-market
refinement of
effectiveness
plan element

4
implementation

Anda mungkin juga menyukai