3
Periksa: Abdul Munir Mulkan, “Pancasila, Agama, dan Paradigma Bebas Konflik”,
Kompas, 30 Agustus 1996.
4
Mudji Sutrisno, “Paradigma Negara Hukum”, Kompas, 22 September 1995.
5
Satjipto Rahardjo, “Deregulasi Pembangunan Hukum dan
Politik”, Republika, 15 November 1993.
6
Budiono Kusumohamidjojo, op.cit., hlm. 116-117.
7
Budiono Kusumohamidjojo, op.cit., hlm. 49.
9
Dalam hal ini perlu dibedakan antara “amoral” dengan
“immoral.” Amoral berarti tidak moral, tidak pula immoral, artinya ia merupakan sebuah
kategori yang berada di luar lingkaran di mana sebuah sistem penilaian moral ditetapkan.
Sementara itu, immoral berarti tindakan ertengan atau opisisi aktif maupun pasif terhadap
moral. Ibid., hlm. 145.
10
Ibid., hlm. 144-145.
11
Ibid., hlm. 147.
13
Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasaan, Jakarta: Penerbit Kompas, hlm.
191- 199.
14
Ibid., hlm. 199-200.
15
Sebagaimana uraian pada bagian sebelumnya, penggunaan paradigma kekuasaan selama
Orde Baru telah melahirkan kebijaksanaan yang didominasi oleh pertimbangan kelompok
(agama, etnis, dan suku)_sehingga produk hukum yang diskriminatif cukup banyak.