Anda di halaman 1dari 180

Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia

PB 08
DINAMIKA STRATIFIKASI DAN
MOBILITAS SOSIAL DI INDONESIA
PADA ERA DIGITAL

Sosiologi KPM131
Semester Ganjil 2020/2021
Program Pendidikan Kompetensi
Umum (PPKU)
OUTLINE PERKULIAHAN

1 Fenomena Sosial
2 Teori/Konsep
Sosiologi

3 Problem Solving
01 FENOMENA SOSIAL

 Mahasiswa diminta membaca terlebih dahulu


artikel yang diberikan di LMS sebagai contoh
fenomena sosial tentang stratifikasi sosial
dan inequality
 Mahasiswa ditugaskan untuk memberikan
respon terhadap artikel tersebut dan
menuliskan pengalamannya terkait fenomena
Bacaan pada course.ipb.ac.Id
• http://globaldialogue.isa-
sociology.org/stimulating-upward-mobility-
in-indonesia/
• https://tirto.id/panjat-sosial-lewat-kontes-
kecantikan-di-venezuela-dg3a
• https://www.fimela.com/lifestyle-
relationship/read/4303396/5-ukuran-
kesuksesan-yang-banyak-digunakan-anak-
muda-masa-kini#
PERTANYAAN SEBAGAI PEMANTIK

01 Apakah menurut kamu stratifikasi sosial


itu ada?
02 Dimanakah posisi kamu dalam
stratifikasi sosial itu? Coba jelaskan
03 Apakah komentarmu pada salah satu
bacaan di atas?
04
PROSES BELAJAR

Sebelum kuliah diberi 3 Lalu 40 menit penyampaian


bacaan terpilih dan pertanyaan konsep dan teori dengan power
pemantik di course.ipb.ac.id point

Mahasiswa menyampaikan
Add Contents Title
hasil analisa bacaan 35 menit kemudian diskusi
tentang:
a.Bagaimana sikap mereka
Add Contents Title Add Contents Title
Pada saat jam perkuliahan 20 pada adanya kelas sosial
menit dosen mereview tugas b.Apa ide mereka untuk
mahasiswa mengurangi inequality
sebagai dampak negative
adanya kelas sosial (Dosen
manjadi fasilitator)
TUJUAN YANG AKAN DICAPAI
DARI PB STRATIFIKASI SOSIAL
1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan kedudukan
individu atau kelompok secara sosial dalam
masyarakat
2. Membandingkan kelas sosial dalam akses pada sosial,
ekonomi dan politik untuk membangkitkan kepekaan
akan adanya ketidak samaan kesempatan (inequality)
dalam masyarakat dengan adanya kelas sosial
3. Menjelaskan perbedaan dalam nilai-nilai, gaya hidup,
sikap bahkan hidup dan mati seseorang (harapan
hidup)
4. Membangkitkan ide/pemikiran untuk mengatasi
inequality dalam masyarakat khususnya di Indonesia
KONSEP-KONSEP
01 Pengertian dan Fungsi Stratifikasi
Sosial
02 Proses Terbentuknya Stratifikasi
Sosial
03 Dinamika Stratifikasi Sosial
DIFERENSIASI
SOSIAL

PEMBAGIAN
KERJA

Nilai-nilai INEQUALITY
masyarakat

STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi Sosial diantara
Mahasiswa IPB University

Mhsw BEM
LN IPB
Mhsw BEM
PTN FAKULTAS

Mahasiswa
Mhsw PTS
Biasa
02
PENGERTIAN DAN
FUNGSI STRATIFIKASI
SOSIAL
PENGERTIAN
STRATIFIKASI SOSIAL

• adalah suatu pembedaan penduduk atau


masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hirarkis), yang diwujudkan dalam kelas tinggi dan
kelas lebih rendah ( P. Sorokin dalam Pattinasarany
2016)
• adalah penggolongan orang-orang yang termasuk
dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese dan prestise (Max Weber)
PENGERTIAN STRATIFIKASI SOSIAL

Stratifikasi didasarkan pada


pemilikan sesuatu yang
dinilai berharga dan langka
dalam masyarakat , misalnya
tanah, uang, ternak,
pendidikan dsb. Mereka yang
memilikinya dalam jumlah
banyak dianggap
berkedudukan dalam lapisan
atas
FUNGSI STRATIFIKASI SOSIAL
(Davis & Moore Dalam GRusky 1994)

Berbagai kedudukan dan peranan dalam masyarakat


sebagai konsekuensi adanya pembagian kerja dalam
masyarakat diberi penilaian berbeda-beda. Pembedaan
kedudukan dan peranan tersebut dinilai dengan ganjaran
(imbalan), gengsi, kehormatan dan hak yang berbeda. :
1. sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukan dan
peranannya pada posisi-posisi yang tersedia dalam
struktur masyarakat tersebut
2. sebagai dasar penuntun bertingkah laku dalam
masyarakat yang mempenharuhi cara berpikir, sikap,
pola bertindak, selera dsb
3. Menunjukkan ciri-ciri penyimpangan
DASAR SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL
1. Ukuran Kekayaan (Jumlah/kualitas: Ternak, Perhiasan
Emas/Permata, Lahan sawah/kebun, Rumah, Perahu/
Kapal, Kendaraan)
2. Ukuran Kekuasaan (Birokrasi Pemerintahan,
Perusahaan/ bisnis, Organisasi)
3. Ukuran Kehormatan (ukuran ini dapat saja terlepas
dari ukuran kekayaan dan kekuasaan): Nilai Prestise-Nilai
Adat/Keagamaan
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan (digunakan dalam
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan; kadang-
kadang menimbulkan dampak negatif seperti “gelar
kesarjanaan” menjadi ukuran): Ahli/professional-kerja fisik
DASAR STRATIFIKASI SOSIAL
(Sajogyo 1994)
 faktor biologis (jenis kelamin, ras, bentuk fisik,
bakat, dll)
 faktor ajar (pendidikan, jenis pekerjaan,
penguasaan teknologi digital dsb)
 kepentingan dan kelangkaan
Pembedaan tersebut dinilai dengan ganjaran
(pahala), gengsi, kehormatan, dan hak yang
berbeda-beda atas tiap posisi
SIFAT-SIFAT STRATIFIKASI SOSIAL
1. Stratifikasi sosial ada dalam semua masyarakat
namun bervariasi antara satu masyarakat dengan
masyarakat yang lain, contoh: masyarakat
nelayan, masyarakat badui, masyarakat petani,
masyarakat era 4.0
2. Stratifikasi sosial selalu ada dari waktu ke waktu
walaupun dasar, rentang, jenis, tipe dan
sebagainya mengalami perubahan –perubahan
3. Stratifikasi sosial diwariskan dari generasi ke
generasi melalui sosialisasi (pengajaran)
4. Stratifikasi sosial melibatkan inequality
(ketidaksamaan) dimana tiap lapisan sosial
mempunyai akses yang berbeda pada
sumberdaya ekonomi, sosial dan politik, dan juga
beliefs (keyakinan) masyarakat
03
PROSES
TERBENTUKNYA
STRATIFIKASI SOSIAL
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STRATIFIKASI

PROSES KELEMBAGAAN
TENTANG BARANG/JASA YANG
DIANGGAP BERNILAI

ATURAN ALOKASI
PENDISTRIBUSIAN BARANG/JASA
PADA KEDUDUKAN TERTENTU

MEKANISME MOBILITAS BERKAITAN


DENGAN KEDUDUKAN DALAM
STRUKTUR SOSIAL
PROSES STRATIFIKASI SOSIAL

1. Stratifikasi sosial dapat dengan sendirinya


terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan
masyarakat.
2. Stratifikasi sosial bisa terjadi dengan sengaja
disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama
misalnya melalui konflik sosial sebagai bentuk
perjuangan oleh pelaku-pelaku untuk
memperebutkan sesuatu yang dianggap langka
dan berharga dalam masyarakat.
04
DINAMIKA
STRATIFIKASI SOSIAL
UNSUR-UNSUR STRATIFIKASI SOSIAL

Kedudukan/status :
tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatya sehubungan dengan orang-orang
lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,
prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya
Dibedakan menjadi: achieved status, ascribed
status dan assigned status
Peranan/ role :
aspek dinamis kedudukan (status diman
seseorang diharapkan melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
JENIS SISTEM STRATIFIKASI

1. Terbuka: Kedudukan seseorang diperoleh


atas usaha sendiri (achieved status)melalui
beragam saluran sehingga mobilitas sosial
umum terjadi (ref: bacaan yang sudah
dibagikan)
2. Tertutup: kedudukan seseorang dalam
masyarakat diperoleh karena kelahiran
(ascribed status) sehingga mobilitas sosial
vertikal sangat sulit terjadi
MOBILITAS SOSIAL
(Sorokin dalam Pattinasarany 2016):
1. Gerak Sosial Horizontal: peralihan status
individu (kelompok) dari satu kedudukan ke
kedudukan lain yang sederajat : contoh: Tukang Ojek
Pangkalan mjd Tukang Ojek On-line, Manejer Personalia
dimutasikan ke manejer Pemasaran dll.
2. Gerak Sosial Vertikal: peralihan status individu
(kelompok) dari satu kedudukan ke kedudukan lain
yang tidak sederajat
1. Social Climbing (naik): kepala divisi mjd
Direktur, Sersan Mayor mjd Letnan Dua dll.
2. Social Sinking (turun): Kepala sekolah mjd Guru
kelas, Petani pemilik lahan mjd buruh tani
Peluang Gerak Vertikal
SOCIAL CLIMBING DAN SOCIAL SINKING
DI MASA KINI.

• https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/p
anjat-sosial-social-climber-di-
media-sosial-bagaimana-
seharusnya/
• https://kumparan.com/miss-
kepo/selain-ferdian-paleka-ini-
5-youtuber-and-influencer-
yang-kena-masalah-demi-
konten-1tO0BHrlVik
Prinsip-prinsip Mobilitas Sosial Vertikal

1. Hampir tidak ada


sistem pelapisan sosial
mutlak tertutup tanpa
mobilitas sosial vertikal
sama sekali;
5. Tidak ada
kecenderungan
2. Betapa terbukanya suatu
kontinyu dalam laju sistem sosial, mobilitas sosial
mobilitas sosial PRINSIP vertikal tidak mungkin
vertikal MOBILITAS dilakukan sebebas-bebasnya
SOSIAL (ada hambatan)
VERTIKAL

4. Terdapat perbedaan
laju mobilitas sosial 3. Setiap masyarakat
vertikal karena faktor memiliki kekhasan
ekonomi, politik, dalam mobilitas sosial
pekerjaan vertikal
RUJUKAN
1. Bierstedt, R. 1970. The Social Order An Introduction to Sociology. New
York (USA): McGraw Hill Book Co.
2. Calhoun, C. et al. 1994. Sociology An Introduction. McGraw Hill, Inc.
3. Davis K and Moore WE. 1994. The Functions of Stratification. Di dalam David
B Grusky, editor. Social Stratification in Sociological Perspective.
Colorado (US):Westview Press Inc
4. Hurst C E. 2007. Social Inequality: Forms, Causes, and Consequences.
Boston MA, Allyn and Bacon, 6th edn ISBN 0-205-48436-0.
5. Pattinasarany IRI. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta (ID):
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
6. Prasodjo NW dan Pandjaitan NK. 2015. Stratifikasi Sosial. Di Dalam Fredian T
Nasdian, editor. Sosiologi Umum. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
7. Riyanto A. 2019. Panjat Sosial (Social Climber) di Media Sosial,
Bagaimana Seharusnya?. Business Law [Internet]. [diunduh 2020
November 13]. Tersedia pada https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/panjat-sosial-social-climber-di-media-sosial-
bagaimana-seharusnya
8. Satria A. 2015. Struktur Sosial Masyarakat Pesisir. Di dalam Pengantar
Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
9. Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): Rajawali
Press.
10.Wertheim W.F. 1959. Indonesian Society in Transition A Study of Social
Change. Bandung: Van Hoeve.
BAB VIII
DINAMIKA STRATIFIKASI DAN MOBILITAS SOSIAL DI INDONESIA
PADA ERA DIGITAL
Nurmala K. Pandjaitan, Nuraini W. Prosodjo, Murdianto, Zessy Ardinal Barlan, dan Rajib
Gandi

Perbedaan antar individu atau antar kelompok adalah suatu gejala yang umum dalam semua
masyarakat. Perbedaan ini ada yang bersifat horizontal dan ada vertikal. Perbedaan yang bersifat
horizontal disebut juga diferensiasi sosial dimana individu-individu atau kelompok-kelompok
dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan, jenis kelamin, jenis ras/etnis dan perbedaan lainnya yang
tidak menunjukkan adanya suatu jenjang atau peringkat diantara individu atau kelompok, artinya
perbedaan ini tidak menunjukkan ada yang lebih tinggi atau rendah posisinya. Namun dalam
masyarakat ada juga perbedaan yang bersifat vertikal, yang membedakan individu-individu atau
kelompok dalam lapisan sosial yang hierarkis atau bertingkat dimana ada individu atau kelompok
yang lebih tinggi atau lebih rendah posisinya dari yang lain di dalam masyarakat. Inilah yang
disebut sebagai stratifikasi sosial. Stratifkasi sosial merupakah bagian dari struktur sosial dan
merupakan gejala sosial yang ada di setiap masyarakat.

PENGERTIAN DAN FUNGSI STRATIFIKASI SOSIAL


Pelapisan masyarakat muncul sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu
organisasi sosial. Misalnya, pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan sederhana,
pelapisan masyarakat didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, perbedaan antara pemimpin
dengan yang dipimpin, pembagian kerja dan juga pembedaan berdasarkan kekayaan. Pada
masyarakat semacam ini biasanya pembedaan kedudukan dan peranan masih bersifat minim,
karena warganya sedikit dan kedudukan yang dianggap tinggi juga tidak banyak baik macam
maupun jumlahnya. Dengan semakin rumit dan semakin majunya teknologi suatu masyarakat,
maka akan semakin kompleks pula sistem pelapisan masyarakatnya. Di dalam masyarakat yang
sudah kompleks, pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks, karena semakin
banyaknya orang dan ragamnya ukuran yang dapat diterapkan terhadapnya.
Sistem pelapisan masyarakat dalam Sosiologi dikenal dengan istilah social-stratification
(stratifikasi sosial). Kata “stratification” berasal dari stratum (jamaknya strata yang berarti
lapisan). Sorokin (dalam Pattinasarany 2016 ) memberikan batasan social stratification sebagai
suatu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan
masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan/ketidaksamaan dalam pembagian hak,
kewajiban, tanggung-jawab, nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota
masyarakat.
Seorang Sosiolog terkemuka, Pitirim A. Sorokin (1959), menyatakan bahwa sistem pelapisan
masyarakat merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur. Barang
siapa memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap oleh
masyarakatnya berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau bahkan
tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang
lebih rendah. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam
apa yang dihargai oleh masyarakat, karena kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif.
Mereka yang memiliki uang banyak, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan
mungkin juga kehormatan, sedang mereka yang mempunyai kekuasaan besar, mudah menjadi
kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.
Sedangkan Max Weber (dalam Hurst 2007) menjelaskan stratifikasi sosial sebagai penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis
menurut dimensi kekuasaan, privilege (hak istimewa) dan prestise. Kekuasaan dilihat dari
kedudukan atau harta yang dimiliki seseorang. Kekuasaan dan harta yang melimpah menyebabkan
seseorang dapat memperoleh privilege yaitu hak istimewa, hak mendahului dan hak untuk
mendapat perlakuan istimewa untuk melakukan berbagai hal yang mungkin bila dilakukan oleh
orang biasa merupakan suatu hal yang sulit dan bahkan tidak mungkin. Kekuasaan dan privilege
ini menjadi sebuah kehormatan, wibawa dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang
akhirnya membuat dirinya berbeda dan terkesan istimewa bila dibandingkan dengan orang lain
yang berada disekitarnya.

Fungsi Stratifikasi Sosial


Berbagai kedudukan dan peranan dalam masyarakat sebagai konsekuensi adanya pembagian
kerja dalam masyarakat diberi penilaian berbeda-beda. Pembedaan kedudukan dan peranan
tersebut dinilai dengan ganjaran (imbalan), gengsi, kehormatan dan hak yang berbeda. Dengan
demikian stratifikasi sosial berfungsi:
1. Sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
kedudukan dan peranannya pada posisi-posisi yang tersedia dalam struktur masyarakat
tersebut
2. Sebagai dasar penuntun bertingkah laku dalam masyarakat yang mempengaruhi cara
berpikir, sikap, pola bertindak, selera dan sebagainya
3. Menunjukkan ciri-ciri penyimpangan

Dasar Stratifikasi Sosial


Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam masyarakat lebih banyak dan atau
fasilitas-fasilitas hidup lebih baik dan atau pengaruh sosial lebih besar, dianggap oleh
masyarakatnya berkedudukan dalam lapisan lebih tinggi. Sesuatu yang dianggap berharga amat
beragam dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Namun ukuran atau dasar yang biasa dipakai
untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:
(a) Ukuran kekayaan: barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk lapisan
teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari jumlah penghasilannya, luas lahan
yang dimilikinya, rumah yang dihuninya (bentuk, tipe dan ukuran), jumlah dan merek mobil
pribadinya, cara-cara menggunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan
untuk berbelanja barang-barang mahal, dan seterusnya;
(b) Ukuran kekuasaan: barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang
lebih besar, menempati lapisan lebih tinggi. Sekalipun seorang politikus tidak sangat kaya,
namun sering pula mereka diakui sebagai lapisan atas, karena kekuasaan dapat diperoleh
bukan semata dari kekayaan tetapi juga dari akses dan kontrolnya terhadap birokrasi;
(c) Ukuran kehormatan: ukuran ini dapat saja terlepas dari ukuran kekayaan dan atau
kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat teratas. Ukuran
semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional yang masih
memegang teguh adat istiadat. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang
pernah berjasa atau mereka yang mempunyai kualitas spiritual tertentu; dan
(d) Ukuran iImu-pengetahuan: sebagai suatu ukuran, ia dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan
terjadinya akibat-akibat negatif. Oleh karena, ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang
dijadikan ukuran tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala
macam usaha untuk mencapai gelar, walaupun tidak halal karena melanggar norma hukum.
Sajogyo (1994) mengemukakan ada 3 faktor yang mendasari adanya stratifikasi sosial yaitu :1)
faktor biologis (jenis kelamin, ras, bentuk fisik, bakat, dan lain-lain), 2) faktor ajar (pendidikan,
jenis pekerjaan, penguasaan teknologi digital dan sebagainya), 3) kepentingan dan kelangkaannya.
Pembedaan tersebut dinilai dengan ganjaran (pahala), gengsi, kehormatan, dan hak yang berbeda-
beda atas tiap posisi.
Ukuran-ukuran yang dipakai sebagai dasar stratifikasi sosial tidaklah terbatas pada apa yang telah
disebutkan di atas, karena masih banyak ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Pada beberapa
masyarakat tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanah-lah yang menduduki lapisan
tertinggi. Pada masa kini pakar IT dianggap kedudukan sosialnya lebih tinggi dari masyarakat
lainnya karena orang yang memiliki kompetensi tinggi dalam IT dianggap belum banyak. Biasanya
dalam suatu masyarakat, tidak ada sistem stratifikasi sosial yang benar-benar dipengaruhi oleh satu
ukuran saja. Max Weber menyatakan bahwa dasar kekayaan bersama-sama dengan dasar
kekuasaan belum dapat seluruhnya menjelaskan sistem stratifikasi yang ada pada masyarakat
modern, tetapi masih ada faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu faktor yang melibatkan
kebudayaan (culture).
Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial:
1. ada dalam semua masyarakat namun bervariasi antara satu masyarakat dengan masyarakat
yang lain.
2. ada dari waktu ke waktu walaupun dasar, rentang, jenis, tipe dan sebagainya mengalami
perubahan-perubahan.
3. diwariskan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi (pengajaran).
4. melibatkan inequality (ketidaksamaan) dimana tiap lapisan sosial mempunyai akses yang
berbeda pada sumberdaya ekonomi, sosial dan politik, dan juga beliefs (keyakinan)
masyarakat.

PROSES TERBENTUKNYA STRATIFIKASI SOSIAL

Faktor Penyebab Terjadinya Stratifikasi Sosial


Studi mengenai stratifikasi (pelapisan) sosial pada dasarnya adalah usaha untuk mempelajari pola-
pola yang melembaga akibat adanya differensiasi sosial (social-differentiation) dan ketidaksamaan
sosial (social-inequality).
Apabila konsep diferensiasi sosial lebih menekankan pada adanya sejumlah kedudukan dan
peranan yang berbeda dalam masyarakat, maka konsep ketidaksamaan sosial menekankan pada
adanya sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian berbeda-beda. Pembedaan
kedudukan dan peranan tersebut dinilai dengan ganjaran (imbalan), gengsi, kehormatan dan hak
yang berbeda. Kedudukan itu juga memberikan kemampuan mengakses sumberdaya (kekayaan,
kekuasaan, kehormatan, dan lain-lain) secara berbeda-beda (Calhoun, 1994). Dapat saja
kedudukan dalam masyarakat (status sosial) tertentu mempunyai akses yang tinggi pada salah satu
sumberdaya tersebut sekaligus, misalnya bankir (pendapatan tinggi, kekuasaan besar dan
gengsinya tinggi), sedangkan status sosial lain mempunyai akses yang rendah pada hampir semua
sumberdaya itu, misalnya pengemis. Pada umumnya semakin tinggi status sosial seseorang, maka
semakin besar pula aksesnya pada beragam sumberdaya berharga di dalam masyarakat.
Kasus 7.1.
Dari Desa Membangun Negara1

Narwin (33) cekatan menggeser-geser layar sentuh tabletnya di tengah kebun sayur organik
yang dikelolanya di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah. Melalui aplikasi portal desa melung.desa.id yang terkoneksi dengan ribuan
desa lain di Jawa, dia menawarkan hasil panen sayur dari lereng Gunung Slamet. Setelah
Narwin mengunggah produk-produk sayuran organiknya ke situs portal desa yang mulai
dibuat pada tahun 2011 tersebut, pemasarannya pun semakin luas. Portal desa itu juga
menghubungkan Narwin dengan pemasok sayur ke beberapa supermarket di Yogyakarta.
”Budidaya sayur organik, terutama caisim, sudah masuk ke dalam rencana pengelolaan
sumber daya desa. Program itu bisa diakses dengan mudah oleh semua warga lewat akses
internet,” ujar Narwin, Minggu (9/11).
Desa Melung dulunya tak pernah punya panggung untuk menampilkan potensinya.
Jangankan dilirik, didengar namanya pun tidak. Dengan penguasaan akses teknologi
informasi sejak 2011, sekat-sekat yang membuat desa tersebut termarjinalkan, karena jauh
dari pusat pemerintahan kabupaten dan jalan satu-satunya menuju desa itu rusak, bisa
diterobos. Selain sayur organik, kata Kepala Desa Melung Khoerudin, pengembangan
sumber daya alam lainnya, seperti kopi luwak dan potensi kayu hutan, juga dimasukkan
dalam Sistem Informasi Desa (SID) berbasis internet. SID juga mencakup arah
pengembangan dan pemasaran hasil alam. ”Kami cantumkan hingga ke detail
anggaran multiyears. Nanti warga yang akan mengevaluasi,” ujar Khoerudin.
Masih di Banyumas, Kirman (50), warga Dusun Karang Gedang, Desa Dermaji,
Kecamatan Lumbir, kini tak perlu repot lagi menempuh jalan yang berkelok dan tak mulus
dengan sepeda motornya hingga satu jam dari rumahnya ke balai desa di Dusun Pangkalan.
Berkat SID berbasis internet, Kirman bisa mengadukan permasalahannya ke pemerintah
desa dari rumahnya. Melalui SID, kata Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho,
pelayanan kepada warga bisa dipermudah karena data warga tersimpan dalam basis data
yang mudah dicari dan diakses. Portal desa juga memublikasikan seluruh bantuan yang
diterima pemerintah desa. Pemerintah desa merilis alokasi penggunaan bantuan itu dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Bayu mencontohkan, pada 2014 Dermaji
mendapatkan alokasi dana PNPM Mandiri Pedesaan sebesar Rp 368,845 juta. Dalam portal
desa, pemerintah desa merinci alokasi dana itu untuk pembuatan rabat beton jalan Dermaji-
Sirongge sepanjang 1.070 meter, talut jalan Dermaji-Sirongge sepanjang 20 meter, talut
penahan tanah di RW 005 sepanjang 71 meter, serta pelatihan budidaya ternak kambing
untuk 12 kelompok ternak.

1 Disadur dari tulisan Gregorius Magnus Finesso/Cornelius Herlambang/Final Daeng


Akses teknologi informasi juga telah memudahkan semua urusan di Desa Mandalamekar,
Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Semua laporan mengenai
pembagian beras miskin dan pengeluaran desa bisa diakses melalui internet. Warga pun
bisa mengawasi kinerja aparat pemerintahnya. Potensi desa juga dipromosikan. Obyek
wisata Air Terjun Cinunjang dan Goa Kahuripan, Hutan Karangsoak yang sudah
mendapatkan sertifikasi sistem legalitas verifikasi kayu, hingga beragam wirausaha di
Mandalamekar terpampang di laman mandalamekar.desa.id. ”Banyak orang yang sudah
datang dan terinspirasi saat potensi itu dipromosikan lewat teknologi informasi. Ditambah
dengan blog pribadi warga, peran radio komunitas Mandalamekar Ruyuk FM yang
didirikan sekitar tiga tahun lalu memudahkan informasi tersampaikan dengan baik,” kata
Kepala Desa Mandalamekar Yana Noviandi. Dodi Rosadi, petani cabai di Mandalamekar,
misalnya, dengan senang hati berbagi ilmu kepada pendengar Ruyuk FM. Tak jarang,
pendengar dari daerah lain kemudian bertandang ke rumahnya untuk belajar bertani cabai
dan pemasarannya. Beberapa waktu lalu dia didatangi Cecep, petani di Desa Sukagalih,
Kecamatan Jatiwaras, serta Maman, warga Kecamatan Parungpoteng.
”Sekarang di Parungpoteng, cabai ditanam sudah dilahan seluas 2 hektar. Sekali panen bisa
mendapatkan 16.000 kilogram per hari. Jauh lebih menguntungkan ketimbang padi sawah,”
kata Maman menceritakan hasilnya ”berguru” kepada Dodi. Desa-desa mandiri berbasis
teknologi informasi tersebut merupakan contoh cara aparat pemerintah desa berusaha
melayani dan membantu warganya untuk membangun diri mereka. Warga hanya perlu
difasilitasi untuk bisa mandiri mengelola potensi alam di sekitarnya. Buktinya,
pemberdayaan masyarakat di Desa Melung, Dermaji, dan Mandalamekar akan menjadi
contoh pemberdayaan masyarakat bagi 1.000 desa di 33 provinsi, terkait pelaksanaan
Undang-Undang Desa. Kerja ini diinisiasi Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan
Kawasan.

Petani-petani seperti Narwin di Desa Melung, Kirman di Desa Dermaji, dan Dodi Rosadi di Desa
Mandalamekar adalah individu-individu yang berada pada posisi, status, dan pelapisan sosial
tertentu di dalam komunitas desanya. Perbedaan posisi, status, dan pelapisan sosial ketiga petani
tersebut dibandingkan warga lainnya dalam komunitas desanya disebabkan karena pola-pola yang
melembaga akibat diferensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial (Kasus 7.1). Akan tetapi
kemampuan ketiga orang petani tersebut mendapatkan dan memberikan informasi serta
berkomunikasi dalam aktivitas pertanian dan pembangunan pedesaan lebih disebabkan oleh
ketidaksamaan sosial. Oleh karena ketiga orang petani tersebut di dalam komunitas desanya
masing-masing memiliki akses atau mampu mengakses sumberdaya informasi melalui jaringan
komunikasi internet (Portal Desa dan teknologi informasi).
Perbedaan kemampuan mengakses sumberdaya inilah yang kemudian turut membentuk sistem
stratifikasi sosial. Singkatnya sistem stratifikasi sosial itu terjadi karena:
(a) Adanya proses-proses kelembagaan yang menetapkan suatu tipe barang dan jasa tertentu
sebagai sesuatu yang bernilai dan diinginkan;
(b) Adanya aturan-aturan alokasi yang mendistribusikan barang dan jasa tersebut kepada
beragam kedudukan-kedudukan atau pekerjaan; dan
(c) Adanya mekanisme mobilitas (gerak berubah) yang mengkaitkan antara individu-individu
dengan pekerjaannya atau kedudukannya itu.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, maka konsep stratifikasi sosial di sini menunjuk pada
pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan orang yang memiliki sumber-sumber langka tapi
diinginkan secara tidak sama (unequal), kesempatan hidup yang tidak sama dan pengaruh sosial
yang tidak sama (Beteille, 1985).
Proses Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat dengan sendirinya terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan masyarakat.
Akan tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Beberapa
alasan dasar untuk menerangkan terjadinya stratifikasi sosial di antaranya dikemukakan oleh Karl
Marx, yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak
kepemilikan pribadi. Bila dikaitkan dengan kekuasaan, maka dengan adanya pembagian kerja akan
bermunculan posisi-posisi dimana yang satu akan memiliki kekuasaan lebih daripada yang lain.
Ketidaksamaan dalam kekuasaan ini pada gilirannya akan mendorong terjadinya stratifikasi sosial.
Berkaitan dengan pembagian kerja dalam masyarakat ini pula, Bierstedt (1970) mengemukakan
pemikiran bahwa pembagian kerja merupakan:
a) Fungsi dari ukuran masyarakat, semakin besar masyarakat, semakin nyata
pembagian kerja;
b) Merupakan syarat perlu untuk terbentuknya kelas/pelapisan; dan
c) Menghasilkan ragam posisi/status dan peranan yang berbeda, yang satu dinilai lebih
tinggi dari yang lainnya.
Inilah juga dasar differensasi sosial yang membawa pada ketidaksamaan sosial dan akhirnya
stratifikasi sosial. Sedangkan konflik sosial dapat diartikan sebagai perjuangan oleh pelaku-pelaku
untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat (dapat
berupa tanah, uang, pendidikan, kemanan, dan lain-lain). Barang siapa yang menang dalam suatu
konflik sosial, akan membawanya untuk mudah memperoleh kekuasaan sosial yang lebih besar
lagi. Dengan demikian konflik sosial juga turut andil dalam menciptakan ketidaksamaan dalam
mengakses kekuasaan, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar stratifikasi sosial. Sebagian
konflik sosial juga terjadi karena ada dan diakuinya sistem pemilikan pribadi terhadap materi, yang
dengan hal itu orang tidak dibatasi untuk memperoleh dan mengakumulasikan materi sebanyak
yang ia inginkan.
Mekanisme yang turut andil mempertahankan sistem stratiifikasi sosial dalam masyarakat di
antaranya adalah :
(a) Usaha dari pihak yang berkuasa, yaitu usaha yang dilakukan dengan menggunakan beragam
saluran seperti ekonomi, politik, pendidikan dan sistem hukum ini dimaksudkan untuk
melindungi dirinya agar tetap terus bertahan dalam posisi yang diuntungkan;
(b) Pranata sosial, yaitu kelembagaan sosial yang dimanfaatkan untuk mempertahankan sistem
stratifikasi sosial, dapat berupa kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi seperti hak
kepemilikan terhadap barang dan usaha, kelembagaan agama, pendidikan, militer,
kekerabatan dan lain-lain;
(c) Kebudayaan, yang selalu menjadi alasan pembenaran adanya pembedaan atau pelapisan
masyarakat, seperti misalnya adanya ideologi bahwa kemiskinan akibat dari kemalasan;
(d) Sosialisasi, yaitu suatu proses dimana individu-individu belajar tentang posisi, peranan serta
hak dan kewajibannya yang sesuai dengan konteks budaya masyarakatnya; dan
(e) Alat pemaksa, yang berfungsi untuk mengontrol penyimpangan yang dilakukan individu-
individu dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisinya ataupun
mengontrol upaya pelanggaran hukum yang dilakukan mereka dalam usaha menaikkan
posisinya, misalnya hukuman bagi pejabat yang korupsi atau mahasiswa yang menyontek.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah
demikian. Pembedaan atas lapisan-lapisan sosial merupakan gejala universal yang merupakan
bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses-proses pelapisan
dalam masyarakat, pokok-pokok berikut dapat dijadikan pedoman (Soekanto, 1990):
(1) Sistem pelapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan (konflik sosial). Sistem
demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang
menjadi obyek penyelidikan; dan
(2) Sistem pelapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup sebagai berikut:
(a) Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti misalnya penghasilan, kekayaan,
keselamatan, kesehatan, wewenang dan sebagainya;
(b) Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan);
(c) Dasar sistem pertanggaan, dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok
kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;
(d) Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan,
keanggotaan pada suatu organisasi, dan seterusnya;
(e) Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan; dan
(f) Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki kedudukan yang
sama dalam sistem sosial masyarakat.

DINAMIKA STRATIFIKASI SOSIAL

Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial


Gejala stratifikasi sosial menunjuk pada adanya suatu hierarki sistematis dalam penilaian atas
beragam tingkatan pada sejumlah kedudukan/posisi (aspek statis) beserta peranan (aspek dinamis)
merupakan unsur-unsur baku dalam sistem stratifikasi sosial.
1. Kedudukan (status)
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.
Sedangkan kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-
hak serta kewajiban-kewajibannya. Apabila kedudukan tadi berarti tempat seseorang dalam suatu
pola tertentu, maka seseorang dapat mempunyai beberapa kedudukan karena biasanya seseorang
ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Misalnya kedudukan si A sebagai warga masyarakat,
merupakan kombinasi dari segenap kedudukannya sebagai guru, ketua RT, suami si B, ayah dari
anak-anaknya, dan sebagainya. Kedudukan ini merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang
seharusnya dimiliki oleh siapapun individu yang menempati kedudukan itu.

Masyarakat pada umumnya mengenal dua macam kedudukan, yaitu:


(a) Kedudukan yang diperoleh karena kelahiran (ascribed-status), misalnya kedudukan anak
seorang bangsawan adalah bangsawan juga; dan
(b) Kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja (achieved-
status). Keduduan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi
siapa saja tergantung dari kemampuannya masing-masing dalam mengejar tujuannya.
Misalnya, setiap orang dapat menjadi dokter asal memenuhi persyaratannya.
Seringkali dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned status, kedudukan yang
diberikan. Assigned status ini mempunyai hubungan erat dengan achieved status. Kedudukan
seperti ini sering diberikan oleh suatu kerajaan atau negara kepada seseorang yang dianggap telah
berjasa memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Sebagai contoh
adalah penganugerahan gelar “Sir” kepada aktor Sean Connery atas perannya sebagai agen rahasia
dalam film James Bond yang sangat terkenal, dan pemberian gelar ”Dame” pada artis Angelina
Jolie atas dedikasinya mengkampanyekan stop kekerasan seksual di zona konflik, oleh Ratu
Elizabeth II dari Kerajaan Inggris.
Kedudukan seseorang atau kedudukan yang melekat padanya ini dalam kehidupan sehari-hari
dapat terlihat melalui ciri-ciri tertentu yang dalam Sosilogi dinamakan prestige simbol (status-
symbol). Ciri-ciri tersebut seolah-olah sudah menjadi bagian hidup seseorang yang telah
terlembaga dan mendarah daging. Beberapa contoh ciri-ciri yang sering dianggap sebagai status
simbol adalah cara berpakaian, pergaulan, cara mengisi waktu luang (bentuk rekreasi), memilih
tempat tinggal, cara dan corak penghias rumah serta selera warnanya, gelar kesarjanaannya, dan
lain-lain.
2. Peranan (role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia telah menjalani suatu peranan.
Antara peranan dan kedudukan, dalam kenyataanya tidak dapat dipisahkan, karena yang satu
tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Kalaupun dilakukan pemisahan, itu hanyalah untuk
kepentingan menganalisis. Peranan sosial yang melekat pada diri seseorang dipelajari terpisah dari
kedudukan sosialnya adalah agar dapat menunjukkan perbedaan kedua konsep tersebut.
Kedudukan sosial merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi
masyarakat, sedangkan peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai
suatu proses.
Dalam kaitan ini, Soekanto (1990) menegaskan bahwa konsep peranan dapat dipelajari dalam arti
sebagai berikut :
(a) Norma-norma yang dihubungkan dengan kedudukan atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat atau apa yang seharusnya
dilakukan seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kedudukannya;
(b) Apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat; dan
(c) Perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyaraka atau apa yang dilakukan oleh
seseorang.
Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti, yaitu peranan dan
peranan sosial. Setiap orang memiliki bermacam-macam peranan yang berasal dari pola-pola
pergaulan hidupnya, sehingga memungkinkan pula terjadinya konflik peranan (conflict of roles).
Kadang-kadang pemisahan antara individu dengan peranannya pun dapat terjadi. Hal ini
dinamakan role-distance. Gejala ini timbul pada saat individu merasa dirinya tertekan karena ia
merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan masyarakat kepadanya.
Dengan demikian ia tidak melaksanakan peranannya dengan sempurna bahkan menyembunyikan
dirinya, apabila ia berada dalam kelompok sosial yang berbeda.

Jenis Sistem Stratifikasi Sosial


Selanjutnya secara garis besar dikenal setidaknya dua sifat sistem stratifikasi sosial yaitu sistem
yang relatif terbuka dan relatif tertutup. Kedua sistem ini membawa konsekuensi terhadap peluang
mobilitas sosial. Pada masyarakat yang menganut atau menerapkan sitem stratifikasi sosial
tertutup (closed social stratification), struktur sosial masyarakatnya menjaga ketat dan tidak
membuka akses untuk anggota masyarakat dari lapisan sosial lebih rendah untuk memasuki sistem
stratifikasi mereka. Dengan demikian tidak setiap anggota masyarakat memiliki akses untuk
melakukan mobilitas sosial vertikal. Sebagai contoh adalah stratifikasi sosial pada masyarakat
yang menerapkan system kasta (di India dan di Bali). Pada masyarakat yang menerapkan sistem
stratifikasi sosial tertutup ini, mobilitas sosial hanya terjadi pada kasus khusus dan sangat terbatas
misalnya melalui pernikahan.
Sedangkan pada masyarakat oligarkhi atau masyarakat yang berlatar belakang kerajaan dan
mengenal pemerintahan parlementer (dimana terdapat pemisahan sistem pemerintahan yang
mengatur kerajaan dan sistem pemerintahan yang mengatur pemerintahan umum dalam suatu
negara), akses masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial vertikal relatif terbuka. Akan tetapi
pada struktur kerajaan, akses mobilitas sosial vertikal hanya terbuka bagi keluarga kerajaan dan
relatif tertutup bagi masyarakat umum. Namun terdapat kekhususan pada masyarakat umum untuk
mendapatkan gelar bangsawan yang dianugerahkan oleh raja/ratu atas kontribusinya pada kerajaan
(negara), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada artis/aktor yang mendapat gelar
kebangsawanan seperti “sir” atau “dame” dari Ratu Inggris karena prestasi mereka maupun
dedikasinya pada usaha-usaha kemanusiaan. Mereka yang dianugrahi gelar kebangsawanan ini
berasal dari berbagai kewarganegaraan, antara lain David Beckham dan JK Rowling dari Inggris,
Bill Gates dan Angelina Jolie dari Amerika bahkan Prof. Azyumardi Azra dari Indonesia dan
masih banyak lagi tokoh dari berbagai bidang yang dianggap telah berprestasi luar biasa.
Sementara pada sistem stratifikasi terbuka (opened social stratification), mobilitas sosial vertikal
relatif lebih mudah terjadi. Kedudukan atau status sosial yang hendak diraih oleh seseorang lebih
tergantung pada usaha dan kemampuan individu tersebut. Memang benar bahwa seorang anak
dari keluarga kelas atas akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai status yang lebih
tinggi dan terpandang dalam masyarakat dibanding anak seorang buruh pabrik dari kelas bawah.
Namun demikian, sifat terbuka dalam sistem stratifikasi memungkinkan dan memberikan peluang
anak buruh itu untuk dapat mencapai kedudukan sosial yang sama tinggi dan terpandang dalam
masyarakat, melalui ragam saluran misalnya saluran sekolah, organisasi politik, ekonomi dan
sebagainya.
Dengan demikian prinsip-prinsip umum yang patut diperhatikan dalam memahami mobilitas sosial
vertikal adalah bahwa (Sorokin dalam Prasodjo & Pandjaitan, 2015: 199):
(1) Hampir tidak ada masyarakat yang sifat sistem stratifikasi sosialnya mutlak tertutup, sama
sekali tidak memberi peluang mobilitas sosial vertikal;
(2) Betapapun terbukanya suatu sistem sosial, mobilitas sosial vertikal tidak mungkin dilakukan
sebebas-bebasnya, sedikit banyaknya akan ada hambatan-hambatan;
(3) Tidak ada mobilitas sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat, setiap
masyarakat memiliki kekhasan dalam mobilitas sosial vertikal;
(4) Terdapat perbedaan antara laju mobilitas vertikal sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, politik dan pekerjaan;
(5) Secara historis, khususnya dalam mobilitas sosial vertikal yang disebabkan faktor-faktor
ekonomi, politik dan pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang kontinu dalam hal bertambah
atau berkurangnya laju mobilitas sosial.

Gambar 1: Perbandingan peluang gerak sosial vertikal pada beragam tipe masyarakat.

Mobilitas Sosial
Di dalam masyarakat kedudukan individu tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Peningkatan
karir selain membuat seseorang naik ke lapisan yang lebih tinggi dalam pekerjaannya juga dapat
membuatnya menduduki lapisan sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat, misalnya setelah
berhasil menjadi pemenang pada suatu ajang pencarian bakat yang bergengsi seorang penyanyi
yang belum terkenal menjadi sangat dikenal di seantero negeri, dihormati dan menjadi kaya raya.
Sebaliknya PHK (pemutusan hubungan kerja) bukan saja membuat seseorang kehilangan
pekerjaan tetapi juga dapat membuatnya turun ke lapisan sosial yang lebih rendah. Fenomena
inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial.
Sorokin menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar yaitu: (1) gerak sosial horizontal, yang
merujuk pada peralihan status individu atau kelompok dari suatu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat, dan (2) gerak sosial vertikal, yang merujuk pada peralihan status
individu atau kelompok dari suatu kedudukan (posisi) sosial ke kedudukan sosial lainnya yang
tidak sederajat (Sorokin dalam Pattinasarany 2016:35). Sebagai ilustrasi, seorang tukang ojek
pangkalan yang beralih menjadi tukang ojek on-line, atau seorang kasir di bank yang beralih
pekerjaan menjadi bagian keuangan di sebuah kantor pengacara, dapat dikatakan status sosialnya
tetap sama, tidak naik dan tidak turun. Berbeda halnya dengan seorang pejabat negara yang
menjadi narapidana karena korupsi atau seorang pegawai kantor menjadi pengangguran setelah
diberhentikan dari perusahaan akibat pandemi Covid-19 yang membuat perusahaan mengalami
penurunan produksi secara drastis, hal ini dapat dikatakan status sosialnya berubah secara vertikal,
naik maupun turun.
Sesuai dengan arahnya, gerak sosial vertikal secara khusus dapat dibedakan lagi menjadi dua,
yaitu: (a) gerak sosial vertikal naik (social climbing), dan (b) gerak sosial turun (social sinking).
Gerak sosial vertikal naik merujuk pada (i) masuknya individu-individu yang mempunyai
kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan-kedudukan yang telah
ada sebelumnya dalam masyarakat; atau (ii) pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian
ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk
kelompok itu. Sementara itu, gerak sosial vertikal turun merujuk pada (i) turunnya kedudukan
individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya; atau (ii) turunnya derajat sekelompok
individu yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan (Sorokin dalam
Prasodjo dan Pandjaitan, 2015).
Sorokin mendefinisikan mobilitas sosial secara luas sebagai perpindahan orang dalam ruang sosial
/social space (Sorokin dalam Pattinasarany, 2016). Ini artinya, status sosial atau posisi sosial
individu, keluarga atau kelompok memiliki kemungkinan berubah dari waktu ke waktu. Gejala
mobilitas sosial vertikal dapat mudah diamati dalam suatu masyarakat, meskipun kriteria dan laju
perubahannya amat bervariasi. Studi yang dilakukan Wherteim (1959) memberikan informasi
bahwa gejala mobilitas sosial vertikal di Jawa pada tahun 1900-an ditengarai dengan munculnya
kriteria (dasar atau dimensi penetapan) pelapisan sosial yang baru yaitu dari kriteria ras menjadi
kriteria pendidikan. Perjuangan ini dilakukan secara kolektif oleh golongan terdidik pribumi
(“golongan priyayi baru”) kala itu yang menuntut kesamaan hak dengan lapisan atas yang
ditempati oleh bangsa Eropa. Sementara itu di luar Jawa pada saat itu masih berlaku sistim
pelapisan sosial berdasarkan kriteria keturunan. Para bangsawan dan tetua adat ditempatkan pada
lapisan atas, sedangkan rakyat kebanyakan pada lapisan bawah. Namun. Setelah berkembangnya
ekonomi uang, khususnya melalui ekonomi perkebunan, lahirlah kelompok orang-orang kaya yang
menuntut hak-hak sejajar dengan pemuka adat. Kekayaan ekonomi dalam kaitan ini menjadi
ukuran baru yang memungkinkan masyarakat lapisan bawah naik ke lapisan atas tanpa
memandang garis keturunan.
Pada era digital, gejala mobilitas sosial juga terjadi dengan munculnya influencer dan selebgram
yang memanfaatkan saluran internet untuk menjadi terkenal bahkan melakukan “pansos (panjat
sosial)”. Istilah ini merupakan kosa kata baru yang beredar di kalangan netizen (warganet yaitu
orang yang menggunakan media sosial melalui medium internet untuk berinteraksi atau
berkomunikasi) yang oleh sebagian orang diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan seseorang
untuk mencitrakan dirinya sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi. Sebagian lainnya
menterjemahkan “pansos” sebagai suatu upaya untuk meningkatkan popularitas, yang pada
gilirannya tingkat popularitas itu akan mendudukkannya pada kedudukan sosial tertentu yang baru.
Pelaku pansos selalu berusaha melakukan berbagai cara untuk dapat dikenal oleh banyak orang
atau publik yang dihitung dari jumlah follower-nya. Publikasinya seringkali direncanakan secara
matang agar masif dan terkadang juga bombastis. Upaya-upaya ini dilakukan untuk membangun
brand personalitas positif, yang nantinya dapat memberi keuntungan ekonomi, otoritas, dll.
Namun tidak jarang bukan social climbing yang diperolah melainkan social sinking karena apa
yang mereka hadirkan dianggap melanggar norma sosial atau norma moral. Akibatnya justru
menjatuhkannya pada citra negatif, sehingga popularitas yang diperolehnya justru
menjatuhkannya pada kedudukan sosial yang lebih rendah.
Contoh-contoh di atas selain menjelaskan kriteria yang digunakan masyarakat untuk
mendudukkan warganya ke dalam lapisan sosial tertentu, juga menjelaskan saluran-saluran yang
ada dalam masyarakat untuk mencapai mobilitas sosial vertikal. Saluran-saluran itu diantaranya
seperti sekolah (sebagai saluran mobilitas vertikal bagi orang-orang lapisan rendah yang berhasil
masuk pada sekolah untuk orang-orang dari lapisan atas), ekonomi (kekayaan sebagai saluran
mobilitas sosial vertikal bagi orang yang semula berada pada lapisan rendah), dan popularitas
(sebagai saluran untuk menciptakan brand personalitas positif, yang pada akhirnya dapat berefek
pada peluang memperoleh sumberdaya ekonomi, kekuasaan ataupun kehormatan). Sudah tentu,
selain saluran-saluran yang disebutkan ini masih banyak lagi saluran-saluran lain yang dapat
diamati pada gejala mobilitas sosial. Proses mobilitas sosial vertikal melalui saluran-saluran inilah
yang disebut sebagai social circulation.

RUJUKAN
Bierstedt, R. 1970. The Social Order An Introduction to Sociology. New York: McGraw Hill
Book Co.
Calhoun, C. et al. 1994. Sociology An Introduction. McGraw Hill, Inc.
Davis K and Moore WE. 1994. The Functions of Stratification. Di dalam David B Grusky, editor.
Social Stratification in Sociological Perspective. Colorado (US):Westview Press Inc
Hurst C E. 2007. Social Inequality: Forms, Causes, and Consequences. Boston MA, Allyn and
Bacon, 6th ed ISBN 0-205-48436-0.
Pattinasarany IRI. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Prasodjo NW dan Pandjaitan NK. 2015. Stratifikasi Sosial. Di Dalam Fredian T Nasdian,
editor. Sosiologi Umum. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Riyanto A. 2019. Panjat Sosial (Social Climber) di Media Sosial, Bagaimana Seharusnya?.
Business Law [Internet]. [diunduh 2020 November 13]. Tersedia pada https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/panjat-sosial-social-climber-di-media-sosial-bagaimana-
seharusnya/
Satria A. 2015. Struktur Sosial Masyarakat Pesisir. Di dalam Pengantar Sosiologi Masyarakat
Pesisir. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): Rajawali Press.
Wertheim W.F. 1959. Indonesian Society in Transition A Study of Social Change. Bandung:
Van Hoeve.
SOSIOLOGI (KPM131)
P R O G R A M P E N D I D I K A N KO M P E T E N S I U M U M
1

IPB UNIVERSITY

PB 09
KEKUASAAN DAN
WEWENANG
Pengajar: Dr. Saharuddin
skpm.ipb.ac.id @skpm_ipb @skpm_ipb Departemen SKPM
Sub Pokok Bahasan
2

Kekuasaan dan Wewenang

Pengertian dan Cakupan Kekuasaan


dan Wewenang

Tipe Pelapisan Kekuasaan dan


Wewenang

Tipologi Praktik Kekuasaan dan Wewenang


3

01
PENGERTIAN DAN CAKUPAN
KEKUASAAN DAN WEWENANG
4

KEKUASAAN (Weber .1922)


 “The ability of an individual or group to achieve their own goals or aims
when others are trying to prevent them from realising them” (Weber 1922)

 “Power affects more than personal relationships; it shapes larger dynamics


like social groups, professional organizations, and governments. Similarly, a
government’s power is not necessarily limited to control of its own citizens.”
(Weber 1922)
 Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-
kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem
organisasi kolektif (Parson, 1957:139)
 Setiap kemampuan yang dimiliki untuk mempengaruhi pihak lain
(Soekanto 2013:228)
 hubungan kekuasaan (power relationship) sifatnya selalu asimetris
(Budiardjo, 2014:63)
5

Unsur Kekuasaan
• Menurut Soekanto (2013)

Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang/kelompok
menimbulkan kepatuhan terhadap kemauan dan
tindakan kelompok tersebut
Rasa Cinta
Menghasilkan perbuatan yang cenderung positif,
sehingga Orang/kelompok orang mau bertindak
untuk dirinya dan kelompok itu
Kepercayaan
Sifat-sifat universal (jujur, bersih, peduli sesama, toleran, dll)
yang dimiliki oleh seseorang meghasilkan hubungan-
hubungan asosiatif secara kolektif.

Pemujaan
Puncak dari kualitas kepribadian adalah pemujaan.
Semua tindakan penguasa dianggap benar atau
dibenarkan ata menjadi rujukan tindakan.
6

Sumber Kekuasaan
Menurut Soekanto (2013)

Kedudukan
Komondan, majikan atau pimpinan dapat memberikan perintah
dan ganjaran kepada bawahannya.

Kekayaan
Pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus
atau siapapun yang diperlakukan sebagai bawahannya

Kepercayaan atau agama


Seorang ulama mempunyai kekuasaan terhadap umatnya karena
itu alim ulma disertakan dalam pengambilan keputusan
Saluran Kekuasaan
7

Soekanto (2013:234-235)

Militer/Polisi/Preman
Lebih banyak menggunakan
kekuatan superior untuk Tradisional
menjalankan dan Dilakukan dengan
mengamankan kekuasaan menyesuaiakan tradisi
pemegang kekuasaan
dengan tradisi
masyarakat
Ekonomi
Dilakukan dengan
penguasaan ekonomi Ideologi
dalam kehidupan Melalui doktrin-doktrin
masyarakat atau ajaran-ajaran yang
digunakan untuk
pembenaran bagi
penguasa
Politik
Dilakukan dengan
membuat peraturan- Komunikasi
peraturan yang harus Penguasaan terhadap media
ditaati melalui badan komunikasi dan jejaring
legal
Cakupan dan Domain Kekuasaan
8

Budiardjo (2014: 62)

1. Cakupan kekuasaan (Scope of power) , merujuk pada


kegiatan, perilaku, sifat dan keputusan yang menjadi
obyek kekuasaan

2. Wilayah kekuasaan (domain of power ), merujuk pada


kelompok, organisasi atau kolektivitas yang kena
kekuasaan
Cara Mempertahankan Kekuasaan
9

Soekanto (2013: 236-237)

1. Menghilangkan/mengganti peraturan-peraturan lama


(terutama dalam bidang politik) yang merugikan
kedudukan penguasa dan diganti dengan peraturan-
peraturan yang menguntungkan penguasa;
2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief
systems) yang dapat memperkokoh kedudukan
penguasa;
3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik;
4. Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal.
Wewenang (dan Legitimasi) 10

"Authority refers to accepted power—that is, power that people agree


to follow. People listen to authority figures because they feel that these
individuals are worthy of respect. Generally speaking, people perceive
the objectives and demands of an authority figure as reasonable and
beneficial ” — Weber (1978)
 "Kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan dukungan
atau mendapat pengakuan dari masyarakat”. —Soekanto (2013:228).
 Dalam pelaksanaan wewenang melekat konsep legitimasi/keabsahan, yakni keyakinan
anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang atau kelompok, atau
penguasa adalah wajar dan patut dihormati.
 Istilah lain:
 "Kekuasaan yang dilembagakan (institutionalized power)” (Budirdjo, 2014; merjuk Biersted.)
 “Kekuasaan formal (formal power) (Budirdjo, 2014; merjuk Harold D. Laswell & Abraham Kaplan)
11

02
TIPE PELAPISAN KEKUASAAN
DAN WEWENANG
Tipe Wewenang
12

Menurut Weber (1922)

Traditional Authority Charismatic Authority Legal-Rational Authority

• Keabsahannya berlandaskan • Wewenang yang dimiliki • Bentuk wewenang yang


kepercayaan yang mapan seseorang karena kualitas atau berkembang dalam kehidupan
terhadap kedudukan tradisi- mutu yang luar biasa dari masyarakat modern yang
tradisi turun temurun serta dirinya. dibangun atas legitimasi
legitimasi status mereka yang sebagai hak bagi yang berkuasa
menggunakan otoritas yang
dimilikinya. • Kharismatik harus dipahami
sebagai kualitas yang luar biasa, • Berdasarkan kepercayaan pada
tanpa memperhitungkan tatanan hukum rasional yang
• Aturan yang mendasari apakah kualitas itu sungguh – melandasi keduduka seorang
legitimasinya dianggap telah ada sungguh atau hanya pemimpin
sejak lama dan dihormati berdasarkan dugaan orang
sepanjang waktu secara turun belaka tanpa memerlukan
temurun pembuktian.
Tipe Wewenang
13

Menurut Weber (1922)

Traditional Authority Charismatic Authority Legal-Rational Authority

Contohnya: Contohnya: Contohnya:


• Ketua Adat Tradisional • Para dukun, pemimpin • Polisi, Rektor, Ketua
(Bukan Ketua Lembaga adat suku, pemimpin Koperasi, Ketua “Lembaga
formal), pergerakan, dsb. Adat Formal/Modern”;
• Ratu Elizabeth di Inggris • Soekarno, Nelson
• Sri Sultan Hamengubuwono Mandela
X di Kasultanan Yogyakarta

• “Beberapa pemimpin dapat memiliki lebih dari satu tipe wewenang, atau berevolusi atau berubah menjadi tipe lain.”
Tipe Pelapisan Kekuasaan
14

Tipe Kasta

*) Gambar ini dikutip dari The Web of Government, halaman 100.


Tipe Pelapisan Kekuasaan
15

Tipe Oligarkhis

*) Gambar ini dikutip dari The Web of Government, halaman 102.


Tipe Pelapisan Kekuasaan
16

Tipe Demokratis

*) Gambar ini dikutip dari The Web of Government, halaman 102.


17

03
TIPOLOGI PRAKTEK
KEKUASAAN DAN
WEWENANG
Tipologi Praktik Kekuasaan dan 18

Wewenang Sah
Kekuasaan negara
Soekanto (2013: 237) yang dijalankan oleh •Kekuasaan Negara,
lembaga-lembaga khusus •Masyarakat adat
(Jaksa, polisi, Densus •Lembaga patron-client
888, dll) •LSM

Dengan Kekerasan Tanpa Kekerasan

•Gembong narkoba  Lembaga pelacuran


•Makar dan terorisme  Lembaga percaloan
 Rentenir
Tidak Sah
19

TERIMA KASIH

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


Sosiologi – IPB University
TIM SOSIOLOGI 20
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

KONTAK
Anggra Irena Bondar
Email: airena@apps.ipb.ac.id
Mobile Phone: 08129093791

SOCIAL MEDIA
https://www.facebook.com/departemen.sainskpm.7

Twitter.com/skpm_ipb

Instagram.com/skpm_ipb

@skpm_ipb
KOMUNIKASI:
Merajut Hubungan Sosial

Djuara Lubis
Sarwititi
Ratri Virianita
Asri Sulistiawati
Widya Hasian Situmeang
SUB POKOK BAHASAN

1. Pengantar: Komunikasi Merajut Interaksi


Sosial
2. Komunikasi dalam Sistem Sosial
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial
4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan
Ancamannya
1. Pengantar: Komunikasi dan Interaksi Sosial

 Lebih
dari 70 % aktivitas mahasiswa ketika sadar
dalam beromunikasi
 Proses sosial diwujudkan dalam komunikasi
 Komunikasi mewujud dalam hubungan antar
pribadi, kelompok, organisasi, masyarakat, dan
global
1. Pengantar: Komunikasi dan Interaksi Sosial

Tiga Isu Komunikasi:


1. Komunikasi dalam Sistem Sosial
2. Komunikasi untuk Perubahan Sosial
3. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL

 Komunikasi adalah pertukaran simbol


 Simbol sebagai produk budaya: diproduksi dan
ditafsirkan dalam kerangka kebudayaan
 Perbedaan
budaya : konflik dan indahnya
keberagaman
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL

Komunikasi antar Budaya: Perbedaan tafsir atas simbol


karena perbedaan budaya
1. Individualisme vs. Kolektivisme

2. Penghindaran Ketidakpastian
3. Jarak Kekuasaan
4. Maskulinitas vs. Feminitas
5. Konteks Tinggi vs. Konteks Rendah
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL

1. Individualisme vs. Kolektivisme: Perbedaan


pandangan tentang persaingan dan
kerjasama dengan konsekuensinya
2. Penghindaran Ketidakpastian: Perbedaan
toleransi dalam ketepatan waktu,
perencanaan rinci dan sebagainya
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL

3. Jarak Kekuasaan: Perbedaan sikap terhadap


atasan, ambisi terhadap kekuasaan
4. Maskulinitas vs. Feminitas: Perbedaan budaya
tentang posisi gender
5. Konteks Tinggi vs. Konteks Rendah: Perbedaan
penggunaan simbol terus terang, eufimisme
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL

Lalu?
 Mindfulness
untuk menghindari konflik akibat
perbedaan budaya
 Memperbanyak berdialog antar budaya
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial

a. Kesenjangan informasi antara satu komunitas


dengan komunitas lainnya (information rich and
information poor society)
b. Berdampak pada kesejahteraan dalam arti luas
c. Komunikasi untuk perubahan sosial: upaya
membangun masyarakat melalui proses komunikasi
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial

Dua Pendekatan Komunikasi untuk Perubahan Sosial:


a. Komunikasi Inovasi
b. Integrated Model of Communication for Social
Change
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial

a. Komunikasi Inovasi: Model komunikasi dari pusat informasi ke masyarakat (adopter)


Berdasarkan kecepatan adopsi, masyarakat dikategorikan menjadi
 Innovator (innovators): Orang yang ingin menrapkam inovasi pertama kali.
 Adopter awal (early adopters) – Orang dalam kelompok ini biasanya pemimpin
pendapat.
 Mayoritas awal (Early Majority) –umumnya lebih dahulu menrima inovasi
dibandingkan kebanyakan orang
 Mayoritas Belakangan (Late Majority) – Kelompok ini skeptic terhadap perubahan
 Kolot (Laggards) – Orang terikat pada tradisi
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial

Ciri inovasi yang menentukan dapat diterima masyarakat:


 Observabilitas: hasil inovasi dapat ditangkap oleh indera
 Keuntungan relative: inovasi lebih unggul dari ide, praktek, produk yang
digunakan saat ini
 Kesesuaian: inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai sosial-budaya
 Trialabilitas: inovasi dapat dicoba dalam jumlah kecil
 Kompleksitasinovasi mudah digunakan atau dipahami
KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN SOSIAL

B. Integrated Model of
Communication for Social Change
 Basisnya: Komunikasi dua arah
 Unsurnya:
 Katalis
 Dialog Komunitas
 Aksi Kolektif
3. KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN SOSIAL

 Katalis: Orang luar atau dalam komunitas. Bersama


anggota komunitas merumuskan isu
 Dialog Komunitas: Upaya terorganisir agar komunitas
secara kolektif memahami dan mencermati masalah, serta
menyusun rencana aksi
 Aksi kolektif: Langkah bersama melakukan aksi dan
mengevaluasi hasilnya
4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya

 TIK telah merasuk ke seluruh kehidupan, pribadi, sosial, ekonomi, politik


 Generasi digital sangat berbeda dengan generasi sebelumnya (Tapscott
2013)
 Perubahan dalam berbagai aspek kehidupan:
• Cara belajar
• Ekonomi dan Perdagangan
• Praktek Poitik dan demokrasi
• Gerakan sosial
4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya

 Terbentuk sebagai “network society” Castells (2001) atau


“digital society” (Lupton, 2014) yakni masyarakat yang
struktur sosialnya terbuat dari jaringan yang didukung oleh
teknologi informasi dan komunikasi berbasis
mikroelektronika
 Menciptakan struktur sosial, ekonomi global, dan budaya
baru.
 Dampaknya: Digital Inequalities dan Digital Divide
4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya

Dampak Buruknya Media Sosial:

 Post truth: Kebenaran dinilai berdasarkan “perasaan” bukan pikiran rasional

 Hoax: berita bohong yang sengaja dibuat

• Filter bubbles: membentuk dunia berbasis kesamaan

• Echo chamber: kecenderungan hanya mau mendengar dari orang/kelompok yang


berpandangan sama

• Social bots: Penyebaran berita dengan mempergunakan “mesin”


4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya

Masalah lain dalam pemanfaatan TIK

 Digital divided: Kesenjangan akses ke TIK; terbaik Jakarta dan Yogyakarta;


terburuk Papua Barat, Papua, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur

 Digital Inequality: Kesenjangan dalam memanfaatkan informasi yang tersedia di


Internet. Kesenjangan ini berhubungan dengan faktor pendidikan, penguasaan
sumber daya
4. Teknologi Komunikasi: Sihir dan Ancamannya

Mengatasi masalah tersebut:

 Pemerataan akses ke TIK (pembangunan infrastruktur TIK)

 Program Digital Literasi dan penyediaan informasi yang sesuai dengan


kebutuhan dan kemampuan golongan bawah
BAB X
KOMUNIKASI: MERAJUT HUBUNGAN SOSIAL

Djuara P. Lubis, Sarwititi, Asri Sulistiawati, Ratri Virianita dan Widya Hasian Situmeang

1. Pengantar
Coba buat daftar kegiatan yang Anda lakukan sejak bangun pagi sampai sekarang! Pasti,
banyak kegiatan Anda berhubungan dengan berkomunikasi. Mungkin, setelah bangun
Anda mulai berfikir merencanakan kegiatan hari ini, sembahyang, membuka gadget
memeriksa chat, menelepon berbicara dengan teman atau orangtua, membaca,
mendengar kuliah, dan sebagainya. Itu semuanya kegiatan berkomunikasi. Penelitian
di Amerika menunjukkan, sekitar 70 persen aktivitas mahasiswa selama dia bangun
adalah berkomunikasi. Begitu banyaknya kita berkomunikasi, sehingga dikatakan
manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Ketika Anda diam tidak berbicara, saat itu
Anda sudah berkomunikasi kepada orang lain.
Pada hakekatnya, komunikasi merupakan proses yang merajut semua interaksi sosial.
Semua proses dan struktur sosial diwujudkan dalam proses komunikasi. Kekuasaan
dijalankan dan diekspresikan melalui proses komunikasi, dan bahasa yang kita pakai
pun turut menggambarkan status sosial kita. Karena itu, Edward T. Hall mengatakan
communication is culture, culture is communication
Apakah komunikasi itu? Komunikasi merupakan proses berbagi pesan di antara
pelakunya. Ketika berkomunikasi, para pelaku komunikasi ini mempertukarkan pesan
dalam bentuk simbol yang sama-sama mereka pahami. Ada beragam simbol yang
dipakai dalam berkomunikasi, misalnya bahasa tertulis, bahasa lisan, gerak tubuh,
gerakan bendera, suara kentongan, rambu lalu lintas dan sebagainya.
Kembali ke daftar kegiatan Anda tadi. Kepada siapa saja Anda berkomunikasi? Ada
beberapa aras (level) komunikasi. Aras pertama adalah komunikasi intrapersonal,
berkomunikasi dengan diri sendiri, berfikir sebelum mengambil keputusan. Ketika
Anda merencanakan sesuatu di dalam pikiran, atau berfikir ketika menjawab pertanyaan
ujian, pada saat itu Anda sedang melakukan komunikasi intrapersonal. Aras kedua
adalah komunikasi interpersonal, yaitu berkomunikasi tatap muka dengan orang lain
pada suasana akrab. Berbicara dengan teman, ngobrol dengan orangtua adalah contoh
kegiatan komunikasi anterpersonal atau antar pribadi. Aras ketiga adalah komunikasi
kelompok, yaitu ketika Anda berkomunikasi dalam kelompok; kelompok
mempengaruhi Anda dan Anda mempengaruhi kelompok. Berdiskusi dengan teman
sekelompok praktikum, keluarga yang berbincang sambil makan malam adalah contoh
keminikasi kelompok. Aras keempat adalah komunikasi massa, yaitu komunikasi dari
sumber yang terorganisasi kepada khalayak yang anonim dengan menggunakan
teknologi komunikasi. Membaca buku, menonton televisi merupakan contoh
komunikasi massa.
Pasti Anda sudah melihat bagaimana peranan komunikasi dalam kehidupan kita. Kita
berkomunikasi dalam berbagai aras dan beragam tujuan. Komunikasi telah tumbuh
menjadi salah satu cabang ilmu sosial. Dalam mata pelajaran Sosiologi ini, kita akan
mendiskusikan tiga isu penting, yaitu (a) komunikasi dalam sistem sosial, (b)
komunikasi untuk menyebarkan inovasi, dan (c) perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Ketiga issu ini penting, karena erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga issu ini berguna bagi kita semua. Issu pertama penting, karena kita hidup di
Indonesia yang sangat beragam budayanya, seperti telah pelajari pada bab sebelumnya.
Dengan menerapkan mindfulness dalam berkomunikasi, kita bisa menghindari berbagai
konflik karena perbedaan budaya. Sebagai (calon) sarjana pertanian, issu kedua sangat
relevan. Pada bagian tersebut kita mempelajari bagaimana fungsi komunikasi dalam
mendorong adopsi inovasi; kita tahu inovasi merupakan kunci pembangunan, termasuk
pembangunan pertanian. Issu ketiga menyangkut penggunaan teknologi komunikasi,
yang sudah merasuk ke semua aspek kehidupan kita. Kita perlu cerdas mempergunakan
teknologi ini, agar kita tidak dipermainkan oleh arus informasi yang begitu hebat dibawa
oleh teknologi ini.

2. Komunikasi dan Sistem Sosial


Seperti yang telah kita bicarakan di depan, komunikasi merupakan kegiatan berbagi
pesan dalam bentuk simbol. Simbol tersebut diberi makna oleh komunitas yang
mempergunakan simbol tersebut. Bisa saja, satu simbol yang dipakai oleh suatu
masyarakat tidak dimengerti atau diberi arti berbeda oleh masyarakat lain. (Mulyana
2001).
Karena Indonesia merupakan Negara yang masyarakatnya sangat heterogen ini (lebih
dari 300 kelompok suku dan 250 bahasa), ada beragam simbol dalam masyarakat
Indonesia. Seperti yang telah dikemukakan di atas, keragaman kebiasaan, agama, status
sosial, pendidikan, dan sebagainya dapat mengakibatkan perbedaan dalam memaknai
suatu simbol. Untuk itulah kita perlu memahami kemungkinan perbedaan pemaknaan
ini sehingga kita dapat mengendalikan konflik yang mungkin terjadi. Issu ini menjadi
sorotan dalam studi komunikasi lintas budaya.
Berbagai studi konflik menunjukkan bahwa jalinan komunikasi yang akrab merupakan
salah satu cara yang sangat baik untuk menghindari dan mengendalikan konflik, serta
membuat integrasi sosial semakin kuat. Di daerah transmigrasi (di mana penduduk dari
berbagai latar belakang budaya berkumpul) konflik sangat potensial terjadi akibat
keragaman ini. Di desa (atau calon desa) yang banyak aktivitas sosial (misalnya
kelompok pengajian, arisan, dan olah raga bersama) biasanya lebih sedikit konflik
dibanding desa yang kurang memiliki wadah tersebut.
Proses komunikasi lintas budaya (inter-cultural communication) memungkinkan orang-
orang yang terlibat menjadi saling memahami kebudayaan pihak lain. Dengan
memahami kebudayaan pihak lain, semua pihak belajar untuk menghargai perbedaan
tersebut. Melalui komunikasi, proses akomodasi juga dapat dilakukan apabila ada
perbedaan pendapat dan sikap di antara kategori sosial tersebut. Bukankah lebih baik
saling melempar kata dibanding saling melempar batu?
Ahli komunikasi, Gudykunst (2003), merumuskan ada lima dimensi komunikasi lintas
budaya yang perlu kita perhatikan, yaitu:
a. Dimensi Kolektivistik vs. Individualistik, yaitu perbedaan nilai pencapaian tujuan
individu atau tujuan kolektif bagi anggota-anggotanya. Ada komunitas yang sangat
menghargai nilai kolektivistik, di mana tujuan kelompok lebih penting daripada
tujuan individu, namun sebaliknya ada komunitas yang lebih menghargai nilai
individualistik, di mana tujuan individu lebih penting dari tujuan kelompok
b. Dimensi Toleransi terhadap Ketidakpastian. Ada komunitas yang sangat toleran
terhadap ketidak-pastian dan ambiguitas. Mereka ini tidak mudah stres, lebih mudah
menerima perbedaan, dan lebih berani mengambil risiko. Sebaliknya ada komunitas
yang tidak toleran terhadap ketidak-pastian.
c. Dimensi Maskulinitas vs. Feminitas. Ini bukanlah issu tentang cara berkomunikasi
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan budaya. Pada
budaya maskulin pembagian peran gender sangat jelas, misalnya laki-laki harus
tegas, kuat, dan berfokus pada keberhasilan material, sedang wanita harus lebih
sederhana, lembut, dan memperhatikan kualitas hidup. Budaya feminin
menganggap pembagian peran antara pria dan wanita tumpang tindih. Laki-laki dan
perempuan harus lembut, sederhana, dan memperhatikan kualitas hidup.
d. Dimensi Jarak Kekuasaan. Ada komunitas yang “jarak kekuasaan” sangat dekat.
Orang yang berbeda dalam hierarkhi kekuasaan dapat berbincang akrab. Sebaliknya,
ada komunitas dengan jarak kekuasaan jauh. Antara orang yang berbeda hierarkhi
kekuasaan berinteraksi dengan unggah-ungguh dan kepatuhan yang tinggi.
e. Dimensi High Context vs. Low Context. Komunitas low context adalah komunitas yang
berbicara terus terang langsung mengungkapkan maksudnya, sedang komunitas high
context lebih banyak menggunakan perumpamaan yang dimengerti oleh sesame
anggota komunitas.
Sering terjadi, perjumpaan orang yang berbeda dalam berbagai konteks di atas, dapat
menyebabkan salah pengertian. Karena itulah, untuk menghindari konflik diperlukan
mindfulness di antara orang-orang yang berbeda. Dalam hal ini mindfulness diartikan
sebagai kesiapan merubah cara pandang dan motivasi untuk menggunakan cara
pandang baru dalam memahami perbedaan budaya. Di Indonesia yang beragam budaya
ini kita harus terbuka terhadap perbedaan budaya ini. Kita harus menyadari adanya
perbedaan budaya, dan tidak bersikap stereotype terhadap budaya lain. Anda
beruntung berada di Kampus Institut Pertanian Bogor, kampus dengan latar belakang
mahasiswa yang sangat beragam. Latihlah kemampuanmu untuk berkomunikasi lintas
budaya di kampus ini dengan bergaul dengan banyak orang dari berbagai latar belakang
budaya, dan merayakan perbedaan itu, bukan menjadikannya sekat pergaulan.

3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial


Tak dapat disangkal bahwa terdapat ketimpangan besar di sekitar kita. Ada masyarakat
tertinggal ditandai dengan perekonomiannya belum maju. Masyarakat ini belum
memiliki perilaku yang modern, tidak produktif, bekerja secara subsisten belum
komersial. Sering sekali, produktivitas mereka rendah karena tidak memiliki
pengetahuan, etos kerja, dan ketrampilan untuk bekerja lebih efektif dan efisien untuk
meningkatkan taraf hidup mereka. Contohnya, ada petani yang belum punya orientasi
bisnis, belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan bertani yang baik, menggunakan
peralatan manual, belum dapat mengatur pola tanam, atau belum menerapkan teknik
perlindungan tanaman yang ramah lingkungan. Sementara di tempat lain, pertanian
sudah sangat maju; dikontrol oleh komputer atau artificial intelegence.

Bagaimana proses memajukan masyarakat? Bagaimana menyebarkan gagasan,


semangat dan ketrampilan bertani agar lebih maju? Bagaimana proses penyebaran
gagasan baru (inovasi) tersebar dimasyarakat? Siapa pembawa pembaruan? Orang-
orang dalam status sosial seperti apa mereka? Saluran dan media komunikasi apa yang
dapat mendorog penyebaran dan meyakinkan masyarakat tentang inovasi? Komunikasi
berperan penting dalam hal ini.

Ada dua pendekatan komunikasi untuk perubahan sosial. Yang pertama dinamai
komunikasi inovasi dan yang kedua dinamakan model komunikasi terpadu untuk
perubahan sosial.

Mari kita diskusikan yang pertama. Agar maju dan beradaptasi dengan perubahan,
masyarakat memerlukan informasi tentang pembaharuan atau inovasi. Ini yang disebut
komunikasi inovasi (Rogers 1964; Singhal & Dearing 2006). Komunikasi inovasi
membahas proses mengalirnya informasi dari pusat informasi sampai akhirnya diadopsi
atau ditolak oleh sistem sosial masyarakat adopter.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau sesuatu yang dianggap baru oleh suatu masyarakat.
Tentu penilaian “baru” sangat relatif, baru pada suatu komunitas bisa saja usang pada
komunitas lain.

Berbagai penelitian menunjukkan kecepatan seseorang mengadopsi iovasi sangat


berbeda-beda. Menurut kecepatannya mengadopsi suatu inovasi, Rogers
mengategorikan anggota sistem sosial menjadi:

a. Innovator (innovators), yaitu orang yang pertama sekali menerapkam inovasi. Mereka
adalah orang yang memiliki jiwa petualangan dan tertarik kepada hal-hal baru,
berani mengambil risiko dan biasanya termasuk orang yang mengembangkan
gagasan baru.
b. Adopter awal (early adopters), biasanya menjadi pemimpin pendapat; orang yang
pendapatnya diikuti oleh pengikutnya. Sebagai pemimpin mereka menyadari
perlunya perubahan dalam lingkungan mereka dan mudah menerima hal baru.
c. Mayoritas awal (Early Majority) – umumnya bukan pemimpin, tetapi mereka relatif
lebih dahulu menerima inovasi dibandingkan kebanyakan orang. Mereka
memerlukan bukti dari pengadopsi sebelumnya tentang kehebatan suatu inovasi.
d. Mayoritas Belakangan (Late Majority) – golongan ini skeptis terhadap perubahan dan
baru mau menerima inovasi setelah sebagain besar orang menerimanya.
e. Kolot (Laggards) – Orang-orang ini sangat terikat pada tradisi dan sangat konservatif.
Mereka skepstis terhadap perubahan dan sulit mengikuti perubahan.

Ada inovasi yang cepat diadopsi, ada pula yang lambat. Kecepatan ini dipengaruhi oleh
persepsi adopter terhadap inovasi tersebut. Dasar penilaian subyektif terhadap inovasi
tersebut adalah:

a. Observabilitas, yaitu sejauh mana hasil suatu inovasi dapat ditangkap oleh indera
(misalnya dilihat) oleh calon pengadopsi.
b. Keuntungan relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap lebih unggul dari ide,
praktek, dan produk yang digunakan saat ini atau sebelum inovasi diperkenalkan.
c. Kesesuaian: Sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai sosial-
budaya, ide sebelumnya, dan atau kebutuhan yang dirasakan. Masyarakat yang
memandang sampah adalah kotoran akan sulit menerima bahwa pupuk organik
memeberikan hasil produk pertanian yang menyehatkan.
d. Trialabilitas: Sejauh mana inovasi dapat dicoba dalam jumlah kecil. Inovasi
penggunaan botol-botol minuman mineral untuk teknik penanaman sayur di
perkotaan lebih mudah diterima dibandingkan membuat instalasi hidroponik yang
membutuhkan ukuran besar
e. Kompleksitas: Sejauh mana inovasi sulit digunakan atau dipahami dan rumit dalam
penerapannya. Gagasan tentang cara bertani yang baru untuk beradaptasi dengan
“pemanasan global” lebih sulit dipahami dibandingkan dengan penjelasan
penggunaan pupuk baru.

Sebagai civitas akademika kampus paling inovatif di Indonesia, Anda memiliki peran
penting untuk menyebarkan inovasi agar pertanian kita semakin maju di masa depan.
Sebagai contoh, Anda ingin mendorong praktek urban farming. Untuk itu Anda perlu
memikirkan: siapa orang-orang yang bisa Anda ajak kerjasama dengan memperhatikan
ciri-ciri adopter. Bagaimana Anda mengemas pesan inovasi agar diterima masyarakat
lingkungan Anda mengingat kakarteristik inovasi mempengaruhi penerimaan inovasi?
Jenis tanaman apa yang lebih menarik untuk ditanam di lingkungan pekarangan/taman
sekitar rumah? Saluran komunikasi apa yang lebih tepat untuk mengajak lingkungan
tetangga Anda untuk melakukan urban farming?

Selanjutnya, kita diskusikan model yang kedua, yaitu Model Terpadu Komunikasi untuk
Perubahan Sosial. Anda bisa memperhatikan, pada komunikasi inovasi, proses
komunikasi diawali oleh agen perubahan sosial yang membawa informasi kepada
penerima inovasi. Dengan demikian komunikasi bersifat satu arah dan dari atas ke
bawah. Dikatakan dari atas ke bawah, seperti mengintruksikan atau membujuk untuk
menerapkan suatu inovasi. Model kedua ini berbeda, karena berangkat dari asumsi
perubahan sosial tidak selalu berasal dari luar sistem sosial dan tidak selalu bersifat
searah. Perubahan seringkali bersifat siklikal seperti dalam Model Komunikasi untuk
Perubahan Sosial (Gambar 2).

Berlangsungnya perubahan (dalam arti diterapkannya sebuah inovasi menurut Model


Komunikasi Terpadu ini adalah: ada Katalis yaitu orang yang membawa stimulus
perubahan ke suatu komunitas. Katalis ini dapat berasal dari komunitas dapat pula dari
luar. Dia mendorong komunitas bermusyawarah mengidentifikasi masalah yang ada
dalam komunitas. Proses musyawarah ini dinamakan dialog komunitas. Dalam dialog
ini mereka mengidentifikasi masalah yang yang dihadapi komunitas dan menyepakati
dan menilai apakah masalah tersebut merupakan masalah bersama. Kalau mereka
sepakat bahwa itu adalah masalah bersama, mereka harus memasuki tahap tindakan
kolektif. Inilah fase di mana komunitas merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan bersama mereka. Anda bisa melihat, bahwa komunikasi sangat
penting dalam semua tahapan ini.

Apa perubahan yang terjadi? Perubahan dapat dilihat di aras individu ataupun aras
komunitas. Contoh perubahan pada aras individu adalah:

a. ketrampilan baru yang diperlukan untuk melakukan perilaku baru


b. faktor ideasional seperti pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai, risiko yang
dihayati dan norma subyektif, citra diri, dan respon emosional seperti perasaan
solidaritas, empati, kepercayaan diri, dukungan sosial dan advokasi untuk pihak
lainnya.
c. kemauan untuk terlibat dalam perilaku baru di masa mendatang
d. perilaku khusus terkait dengan masalah yang dibicarakan dalam dialog dan
tindakan kolektif.

Selain itu, ada pula perubahan pada aras komunitas. Contohnya adalah:

a. kepercayaan diri kolektif bahwa mereka dapat berhasil dalam proyek berikutnya
b. rasa memiliki proyek
c. kohesi sosial
d. norma sosial terkait siapa yang seharusnya berbicara dan memutuskan dan
menjamin keadilan
e. kapasitas kolektif untuk melakukan dialog komunitas dan melakukan tindakan
kolektif.
Gambar 2. Model Komunikasi untuk Perubahan Sosial

Maukan Anda menjadi katalis? Tantangan lebih hebat di masyarakat perkotaan yang
lebih individualistik. Masih mungkinkah melakukan pengambilan keputusan melalui
dialog dan menangani masalah lingkungan secara bersama-sama? Bila di suatu
pemukiman elit terjadi banyak pencurian, mungkinkah dilakukan dialog komunitas dan
tindakan kolektif? Bagaimana bentuk komunikasi yang mungkin dilakukan warga.
Apakah hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh masyarakat perkotaan dalam
berkomunikasi di antara lingkungan ke tetanggaan? Apa faktor-faktor pendorongnya
apabila ada?

4. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


Dunia sudah memasuki Revolusi Indutri Keempat (Schwab 2016). Salah satu yang
sangat berubah dengan kehadiran internet adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Teknologi ini telah merasuk ke sejumlah besar aktivitas kita, dan mengubah
tatanan sosial. Bayangkan betapa “sulitnya” hidup kita bila saat ini kita tidak terkoneksi
dengan TIK. Kita dapat melihat kehadiran dan penggunaan TIK di setiap aspek
kehidupan dan implikasinya; baik positif maupun negatif.

Dengan mempertimbangkan kehadiran internet, Tapscott (2013) menyatakan orang yang


lahir di antara Januari 1977 sebagai sampai Desember 1997 sebagai Generasi Net,
Generasi Milenial, atau Generasi Y, sedang Anda, yang lahir setelah Januari 1998 sebagai
Generasi Z, atau Next Generation. Menurut Tapscott, Generasi Net dan Next Generation
telah mengubah dunia.

Pada sektor ekonomi misalnya, kehadiran TIK menjanjikan efektivitas dan efisiensi yang
dapat meningkatkan produktivitas bagi perusahaan serta mampu menciptakan model
bisnis baru melalui pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan atau Internet of Things
(IoT). Melalui pemanfaatan teknologi ini, perusahaan dan pelanggan dapat melakukan
transaksi secara langsung. Manusia dapat melakukan transaksi jual beli, mencari produk
tanpa harus berlelah-lelah dan membuang waktu banyak untuk pergi ke pasar.
Perkembangan selanjutnya, muncullah “cashless society” dimana masyarakat
mengunduh aplikasi uang elektronik yang digunakan sebagai moda pembayaran
produk dan atau jasa. Penggunaan alat pembayaran digital ini semakin hari semakin
populer sebagai ciri dari semakin berkembangnya ekonomi digital.
Tidak hanya di sektor ekonomi, perubahan juga terjadi pada sektor layanan publik yang
sekarang masih terus dikembangkan layanan “e-government”. Melalui pemanfaatan TIK,
Anda tidak lagi perlu melewati rumitnya birokrasi, bolak-balik pergi ke kantor kelurahan
dan kecamatan untuk mengurusi data kependudukan, karena masyarakat dapat
melakukannya di rumah melalui jaringan online dengan platform yang telah disediakan.
Berkat TIK, otomatisasi layanan publik semakin hari semakin berkembang. Satu contoh
di antaranya adalah dicetuskannya portal desa melalui domain desa.id pada Tahun 2013
silam. Website ini digagas oleh perwakilan desa-desa yang tergabung dalam Gerakan
Desa Membangun (GDM) yang bertujuan untuk memberikan sejumlah informasi desa
dan menunjukkan kearifan serta potensi yang dimiliki masing-masing desa.

Digitalisasi juga terjadi pada sektor pendidikan. Dengan Revolusi Industri 4.0, proses
pembelajaran jarak jauh menjadi semakin mudah dan mempunyai beragam bentuk.
Bahkan di masa pandemi covid-19 seluruh kegiatan pendidikan formal di seluruh
jenjang, dilakukan secara daring. Kita melihat dan mengalami kehadiran internet dan
web telah menghasilkan cara belajar yang sepenuhnya baru. Peserta belajar disebut
sebagai “Cyber Student” yang mengubah praktik menulis menjadi praktik mengetik dan
internet menjadi salah satu sumber informasi yang utama bagi siswa (Thurlow, Lengel,
& Tomic, 2004)

Di ranah sosial, kehadiran TIK telah mengubah pola interaksi dan komunikasi
masyarakat. Perubahan tidak hanya terjadi pada perubahan pola pikir manusia dalam
menyikapi suatu hal, namun juga berdampak pada perubahan perilaku secara sosial.
Saat ini, orang lebih banyak berkomunikasi melalui aplikasi chat seperti Whatsap, LINE
dan semacamnya ketimbang komunikasi secara tatap muka. Bahkan, fenomena
menujukkan adanya kecenderungan seseorang dapat lebih akrab dengan kerabatnya di
dunia maya melalui media sosial namun tidak di kehidupan nyata. Terbentuknya
komunitas maya di dunia virtual disebut Castells (2001) sebagai “network society” yakni
masyarakat yang struktur sosialnya terbuat dari jaringan yang didukung oleh teknologi
informasi dan komunikasi berbasis mikroelektronika. Adapun (Lupton, 2014)
menyebutnya dengan “digital society” atau masyarakat digital. Menurut Castells,
teknologi digital seperti media sosial telah memainkan peran utama dalam menciptakan
struktur sosial baru, ekonomi global, dan budaya virtual baru.

Tidak ada definisi baku apa itu TIK. Namun secara sederhana, kita dapat memahami TIK
sebagai teknologi digital yang mampu membantu manusia dalam memproses informasi,
yaitu menerima, membuat, menyimpan, mengirim dan bahkan memanipulasinya.
Perangkat keras TIK diwujudkan dalam bentuk yang beragam seperti, komputer, televisi
digital dan teknologi telepon pintar (smart phone) yang kini semakin murah dan mudah
diperoleh.
Tahun 2020, sudah hampir 70 persen penduduk Indonesia terhubung dengan internet,
dan sebagian besar dipergunakan untuk media sosial. Salah satu dampak negatif
perkembangan TIK ini adalah penyebar-luasan berita yang tidak benar dan ujaran
kebencian. Pada bacaan terlampir, Anda dapat melihat dampak buruk yang diakibatkan
oleh kabar bohong ini.Beberapa istilah yang muncul karena informasi melalui TIK ini:
a. Hoax: berita palsu atau bohong yang sengaja dibuat karena iseng belaka, atau
bertujuan untuk menguji kecerdasan penerima berita, dan membentuk opini publik.
b. Fake News: artikel atau berita yang salah yang dibuat secara sensasional dan
disebarkan di dunia maya melalui internet.
c. Filter bubbles: dunia yang dibangun atas “kesamaan” yang menciptakan efek
konsensus yang salah. Informasi yang seragam yang diperoleh mengakibatkan
kecenderungan seseorang mengklaim orang lain sepaham dengan dirinya, atau
menyimpulkan pendapatnya adalah kesimpulan dari mayoritas.
d. Echo chambers: hanya “mendengar” yang sependapat tanpa mau mengetahui kondisi
nyata sehingga mengaibatkan kecenderungan seseorang memilih informasi yang
disukainya.
e. Social bots: teknologi informasi dan komunikasi digunakan untuk melipatgandakan
penyebaran informasi.
f. Post truth, yaitu: kondisi dimana pembentukan kebenaran (opini publik) tidak terlalu
dipengaruhi fakta obyektif, tetapi oleh emosi dan keyakinan personal. Artinya, fakta
obyektif kurang berpengaruh dibandingkan kondisi emosional dan sentimen
seseorang terhadap latar belakang informasi yang disajikan di sebuah media. Post
truth ditunjukkan dengan semakin merebaknya berita hoax dan kebimbangan media
massa dan jurnalis menghadapi berita-berita bohong yang disebarkan di media sosial.
Kondisi ini biasanya memuncak dalam momen politik yang digerakkan oleh
sentimen emosi. Pada situasi ini, banyak kampanye hitam yang menyerang seorang
tokoh dan berita tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat tanpa mencari
tahu perihal fakta yang sebenarnya terjadi. Contoh lainnya, yaitu kondisi pandemi
Covid-19, ada orang yang mempercayai opini terkait teori konspirasi dalam
mewabahnya penyakit Covid-19 tanpa mencari tahu perihal sebenarnya dari
penyakit Covid-19.

Apa yang harus kita lakukan menghadapi disrupsi informasi ini? Setiap warga yang
mempunyai gawai harus memiliki Literasi digital. Literasi digital adalah pengetahuan
dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan
dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan
memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam
rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (LiDi, 2020).
Literasi digital, menurut Bawden (2001) sebagai keterampilan teknis dalam mengakses,
memahami, merangkai dan menyebarluaskan informasi. Belshaw (2012) menyatakan
bahwa literasi digital sebagai pengetahuan dan kecakapan seseorang dalam
memanfaatkan dan menggunakan media digital, mulai dari menggunakan jaringan, alat
komunikasi hingga bagaimana mengevaluasi informasi yang tersedia di media digital
tersebut.

Issu lain yang menarik dalam era digital ini adalah digital divided dan digital inequality.
Digital divided berkaitan dengan ketimpangan dalam mengakses internet. Pada masa
belajar dari rumah ini banyak mahasiswa mengalami kesulitan besar dalam mengakses
sumber belajar. Studi Ariyanti (2015) menunjukkan propinsi yang akses internetnya baik
adalah DKI Jakarta dan DI. Yogyakarta, sedang propinsi dengan akses internet sulit
adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah. Bagaimana
akses di tempat tinggalmu?

Digital inequality berkaitan dengan pemanfaatan informasi yang diperoleh dari internet.
Banyak orang yang memperoleh banyak manfaat sosial, ekonomi, dan politik dari
penggunaan internet, namun ada pula yang tidak memperoleh apa-apa. Dalam
memanfaatkan bidang pertanian misalnya, banyak informasi pertanian yang tersedia di
dunia maya, misalnya tentang teknologi pertanian, informasi harga, dan jual beli hasil
pertanian. Banyak petani yang memperoleh pengetahuan dari dunia maya ini, dan
kemudian beruntung secara ekonomi karena memanfaatkan berbagai informasi tersebut.

Namun, ada pula yang tidak memperoleh manfaat ekonomi ini. Berdasarkan studi
literatur dan penelitian lapangan, Lubis dan Sulistiawati (2020) menemukan bahwa
petani yang memiliki lahan luas dan berpendidikan tinggi lebih banyak memperoleh
keuntungan dari informasi pertanian yang tersedia di dunia maya. Artinya, petani kaya
tersebut semakin kaya dengan hadirnya TIK, sementara petani guren hanya memperoleh
sedikit keuntungan. Selain karena faktor keinovatifan yang sudah dibahas di atas,
banyak petani kecil tidak mampu memahami informasi yang ada di dunia maya karena
bahasanya terlalu “tinggi” bagi mereka. Masalah lain adalah informasi yang tersedia
tidak begitu relevan bagi petani kecil, karena tekologinya mahal dan hanya mengatasi
masalah petani besar.

Untuk memperbaiki digital divided tentu pemerintah dan swasta perlu bahu membahu
untuk memeratakan akses internet ke seluruh penjuru tanah air. Bagaimana
memperbaiki digital inequality? Maukah Anda mendampingi petani kecil agar mereka
juga bisa belajar memanfaatkan informasi yang ada di dunia maya? Maukah Anda?

Daftar Pustaka

Ariyanti S. 2015. Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. Bulletin Pos dan
Telekomunikias. DOI: 10.17933/bpostel.2013.110402
Bawden, David. (2001). Information and Digital Literacies: A Review of Concepts. Journal
of Documentation, v57 n2 p218-59 Mar 2001

Belshaw, Douglas, AJ (2012) What is 'digital literacy'? A Pragmatic investigation.,


Durham theses, Durham University. Available at Durham E-Theses Online:
http://etheses.dur.ac.uk/3446/

Canada’s Center for Digital and Media Literacy (2019) http://mediasmarts.ca/digital-


media-literacy/general-information/digital-media-literacy-fundamentals/digital-
literacy-fundamentals

Gudykunst W. 2003. Cross-Cultural and Intercultural Communication, SAGE


Publication. London.

Lupton, D. (2014). Digital Sociology. In Digital Sociology.


https://doi.org/10.4324/9781315776880

Mulyana, D. 2001.Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Rivortella .2001. Digital Literacy: Tools and Methodologies for Information Society. New
York. IGI Publishing

Rogers, E. M. (1962). Diffusion of innovations. New York: Free Press of Glencoe

Schwab 2019. Revolusi Industri Keempat. Gramedia. Jakarta

Singhal, A. & Dearing, J. W. (Eds.) (2006). Communication of innovations: A journey with Ev


Rogers New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd doi: 10.4135/9788132113775

Tapscott, D. 2013. Grown up Digital. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Thurlow, C., Lengel, L., & Tomic, A. (2004). Computer Mediated Communication. Retrieved
from file:///Users/asrisulistiawati/Downloads/Dr Crispin Thurlow, Laura
Lengel, Professsor Alice Tomic - Computer Mediated Communication (2004, Sage
Publications Ltd) - libgen.lc.pdf
SOSIOLOGI (KPM131)
Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


POKOK BAHASAN 11

KRISIS EKOLOGI
DAN
MODERNISASI EKOLOGI
SUB POKOK BAHASAN

1 Peradaban Modern & Krisis


Ekologi
2 Ekologi Manusia

Resiliensi, Adaptasi &


3 Keberlanjutan

4 Modernisasi dan Modernisasi Ekologi

5 Inisiatif dan Praktik Readaptasi


melalui Modernisasi Ekologi
01
PERADABAN
MODERN DAN
KRISIS EKOLOGI
Terus bertambahnya emisi karbon
Kerusakan Sumberdaya Air
(Ecosphere+, 2020)
Planet bumi: planet air
Kelangkaan air: dari
Sahara Afrika Utara
hingga Amerika Barat
Kelangkaan/kerusakan
timbul akibat:
 Kesalahan
manajemen
penggunaan air
 Konversi daerah Jika tidak ada upaya-upaya mitigasi
tangkap hujan perubahan iklim, maka emisi
menjadi perumahan karbon global akan terus
mengalami penambahan dan
mempercepat perubahan iklim
Permasalahan lingkungan yang dihadapi Indonesia

Sampah plastik di laut Rusaknya kawasan hutan

2010: Indonesia berada di 2019: 35 juta hektare dari 125


peringkat kedua terbesar juta hektare kawasan hutan
di dunia dalam kondisi rusak berat dan
setelah China lahan tidak berhutan
0,48-1,29 juta ton/tahun
(KLHK 2019)
(Jambeck et al. 2015)
Perubahan Iklim dan Pulau- Kontribusi Industri terhadap
Pulau Kecil (Petzold, 2017) Gas Emisi (ecosphere+, 2015)
• Petzold (2017) menjelaskan
salah satu keprihatinan utama
terkait perubahan iklim
adalah kenaikan permukaan
laut global dan dampaknya
terhadap wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
• Indonesia menunjukkan
bahwa kenaikan muka air laut
hingga tahun 2050 diprediksi
mencapai 25 hingga 50 cm.
• Temuan Boxall dan Kebede
(2020) menunjukkan bahwa • Industri memiliki kontribusi yang besar
emisi global akan memuncak terhadap emisi gas rumah kaca sebesar
pada tahun 2040, sekitar 21 persen;
sepertiga (37 persen) dari • Sektor industri menjadi salah satu
pantai dunia akan tenggelam kontributor terbesar penyumbang asap
pada tahun 2100. pabrik, CO2, dan penggunaan peralatan
listrik yang menghasilkan emisi
02
EKOLOGI MANUSIA DAN
REVOLUSI TEKNOLOGI
Ekologi & Manusia

Unsur-unsur yg
Manusia sbg Hidup
makhluk biologis (hewan, tumbuhan)

Unsur-unsur tak
Kebudayaan (karya,
Hidup
cipta, karsa)
(air, udara, tanah)

Masyarakat Manusia & Lingkungan Hidup Manusia


Kebudayaannya

Ekologi Manusia
Manusia ada di persimpangan, yaitu di
Jejak Kaki Ekologis dan antara membiarkan kerusakan
Pilihan Umat Manusia diteruskan, atau mengembalikan Bumi
menjadi lebih mampu mendukung
(Footprint Network, 2020) kehidupan manusia dan makhluk
lainnya secara berkelanjutan.
Revolusi Industri dan Perubahan Lingkungan
• Schwab (2019:2) revolusi industri
terjadi ketika teknologi-teknologi
mutakhir dan cara-cara baru
dalam melihat dunia memicu
perubahan mendalam pada
sistem ekonomi serta struktur
sosial;
• Revolusi industri 4.0 akan
mempengaruhi cara-cara manusia
dalam memanfaatkan alam.

• Berlangsungnya revolusi industri juga mendorong munculnya konsekuensi


berubahnya kualitas lingkungan hidup manusia.
• Nurbaya et al. (2019) menyebutkan sejak revolusi industri seluruh tatanan
biosfer dan lansekap bumi manusia modern telah berubah secara drastis.
03
RESILIENSI,
ADAPTASI, DAN
KEBERLANJUTAN
Adaptasi Budaya dan Perubahan Lingkungan
• Merujuk teori ekologi budaya (cultural
ecology), Steward (1995) mengungkapkan
bahwa adaptasi budaya masyarakat
terhadap kehidupan ekologi di sekitarnya
pada dasarnya dapat dilihat pada inti
budaya (cultural core) yang meliput:
teknologi, populasi penduduk,
organisasi ekonomi, dan sistem sosial
politik.
• Tidak seluruh elemen kebudayaan
merupakan produk hasil adaptasi manusia
dengan sistem ekologi (ekosistem) di
sekitarnya. Adaptasi budaya hanya
berlangsung atau dapat dilihat pada inti
budaya.
• Kritik penting yang dialamatkan pada teori
ekologi budaya adalah hubungan sebab-
akibat yang bersifat satu arah: dari sistem
kehidupan alam (ekologi) ke sistem sosial.
Adaptasi dan Resiliensi terhadap Perubahan Iklim di Era
Revolusi Industri 4.0
• Nurbaya et al. (2019) menjelaskan
perubahan iklim akibat antropogenik
yang tidak terkendali telah memicu
krisis sosial ekologis yang luas dan
intens di seantero dunia.
• Meskipun begitu, dampak yang
dirasakan oleh setiap negara
berbeda- beda, negara miskin dan
kepulauan menjadi paling rentan
terhadap risiko perubahan iklim
dibandingkan dengan negara-negara
maju (Petzold 2017).

• Perkembangan teknologi digital pada era revolusi industri 4.0 jika


dikaitkan dengan dampak perubahan iklim, menunjukkan bahwa
masyarakat kelas atas akan lebih adaptif dan resilien ketimbang kelas
bawah;
• Negara berkembang pulau-pulau kecil dan negara-negara kurang
berkembang juga lebih rentan dari pengaruh perubahan iklim.
Langkah-langkah untuk Adaptasi dan
Resiliensi terhadap Perubahan Iklim di
Era Revolusi Industri 4.0

• Pertama, dalam upaya mitigasi resiko


perubahan iklim, diperlukan data-data terkait
perubahan iklim yang dikumpulkan menjadi
big data;
• Kedua, untuk mempercepat proses adaptasi
terhadap perubahan iklim perlu membangun
kesadaran (raising awareness and ambition)
kolektif;
• Ketiga, diperlukan aksi partisipasi seluruh
elemen bangsa (individu, organisasi, swasta,
masyarakat dan pemerintah) untuk
pengurangan resiko perubahan iklim;
• Keempat, memanfaatkan teknologi untuk
sharing information, knowledge and guidance
agar kesadaran kolektif dan aksi partisipatif
semakin meluas;
• Kelima, melalui modernisasi ekologi, revolusi
industri 4.0 harus semakin di dorong dalam
rangka “menghijaukan” industrialisasi.
04
MODERNISASI DAN
MODERNISASI
EKOLOGI
MODERNISASI DAN MODERNISASI EKOLOGI
• Krisis ekologi mengakibatkan
• Modernisasi merujuk pada suatu
proses transformasi dari keadaan yang berubahnya proses-proses sosial
kurang maju atau kurang berkembang dan perubahan sosial di kalangan
ke kehidupan masyarakat yang lebih masyarakat. Misal, konflik sosial
maju, lebih modern, dan lebih makmur antar pihak akibat pencemaran dan
berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial akibat perubahan
teknologi. iklim.

• Dalam perkembangannya • Modernisasi Ekologi (ME)


modernisasi juga membawa merupakan upaya adaptasi ulang
pengaruh negatif berupa (re-adaptasi) masyarakat industri
pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan hidupnya melalui
lingkungan, degradasi hutan dan laut, cara menggunakan ilmu pengetahuan
bahkan hingga kerusakan ozon dan modern dan teknologi maju sehingga
perubahan iklim. pencemaran dan kerusakan
• Modernisasi merupakan pendorong lingkungan dapat dikendalikan, daya
utama timbulnya krisis ekologi. dukung alam meningkat dan
pembangunan berkelanjutan terwujud.
DAMPAK POSITIF & NEGATIF MODERNISASI

• Perubahan nilai, norma dan


sikap, terutama dari irasional
• Pola hidup konsumtif menjadi rasional
• Sikap individualistik • Berkembangnya ilmu
• Gaya hidup kebarat-baratan pengetahuan & teknologi.
• Kesenjangan sosial
• Kriminalitas meningkat
• Tingkat kesejahteraan yang lebih
baik
sebagai akibat menipisnya
kekeluargaan, sikap
individualisme, pola hidup
yang konsumtif
MODERNISASI EKOLOGI
• Pembangunan tidak mungkin • Dalam dunia yang semakin modern,
dilakukan tanpa konsumsi sumber setidaknya terdapat dua cara untuk
daya alam dan menghasilkan menghindari peningkatan emisi gas rumah
berbagai emisi. kaca yang menjadi penyebab perubahan
iklim.
• Namun dalam struktur ekonomi yang
kapitalistik dimana proses produksi • Pertama, menahan diri dari menggunakan
terus dipacu untuk menghasilkan aktivitas apa pun yang membutuhkan
keuntungan yang lebih besar telah energi, artinya modernisasi harus
dihentikan. Hal ini akan mengurangi
menyebabkan bumi mengalami kenyamanan manusia, yang kemudian
kerusakan yang semakin parah dan akan menyebabkan penolakan.
lambat laun tidak mampu lagi
menopang kehidupan makhluk • Kedua, tetap melanjutkan aktivitas namun
hidup. menggunakan teknologi yang lebih baik,
artinya pengembangan teknologi dalam
• Perubahan tersebut menjadi dunia modern dengan menghasilkan
keprihatinan atas semakin tingginya teknologi yang lebih ramah lingkungan.
harga bahan energi dan
kekhawatiran atas meluasnya • Pendekatan yang kedua inilah yang
disebut sebagai modernisasi ekologi.
dampak perubahan iklim, maka
Martin Janicke (2007) menjelaskan bahwa
muncul inovasi untuk menyelesaikan modernisasi ekologi merupakan
persoalan lingkungan melalui pendekatan untuk kebijakan lingkungan
pendekatan modernisasi ekologi yang berbasis teknologi dan berorientasi
(Janicke 2007). inovasi.
Modernisasi Ekologi
• Modernisasi Ekologi ini merupakan jawaban
dimana proses modernisasi dalam industri
dan pembangunan tidak mungkin untuk
dihentikan namun harus ada terobosan
dalam mengurangi dampak lingkungan;
• Modernisasi ekologi muncul karena
perubahan kelembagaan yang dilakukan
oleh pelaku bisnis dalam perusahaan
dengan mengintegrasikan kepentingan
menjaga kelestarian ekologis dengan
pemenuhan kebutuhan produksi dan
konsumsi dalam proses ekonomi.
• Mol (2010) menjelaskan di antara
perubahan kelembagaan tersebut adalah
manajemen lingkungan dalam industri,
pajak atas jasa lingkungan yang digunakan
(ecotax), penghematan dan daur ulang
sumber daya alam, dan penggunaan
ekolabel.
LATAR HISTORIS MUNCULNYA
TEORI MODERNISASI EKOLOGI (ME)
• 1970an  penelitian sosiologi dan
ilmu politik di Barat yang terkait
dengan lingkungan hidup difokuskan • 1990an  ilmuwan sosial di Eropa
untuk mengetahui: Akar masalah merubah fokus penelitian ke arah
lingkungan hidup di negara-negara memahami reformasi lingkungan hidup.
industri, gagalnya lembaga-lembaga Sehingga Modernisasi Ekologi muncul
modern dalam menangani masalah menjadi Ilmu Sosial tentang Reformasi
lingkungan hidup dan latar gerakan Lingkungan Hidup.
timbulnya protes lingkungan, • Sejak diperkenalkan oleh Martin Jänicke
kapitalisme sebagai penyebab krisis and Joseph Huber sekitar 1980, dan
lingkungan, serta sikap dan perilaku kemudian dikembangkan sebagai teori
yang menjadi penyebab masalah sosial oleh Arthur Mol dan Gert Spaargaren
pada 1990an, ME muncul sebagai konsep
lingkungan.
yang paling tangguh, terkenal paling baik,
• 1980an  konsep Modernisasi paling banyak digunakan, disitasi (cited)
Ekologi (ME) diperkenalkan dalam secara luas, dan senantiasa diperdebatkan
suatu studi yang diperuntukkan bagi di berbagai literatur dan forum akademik
“the Berlin Science Center”
PERGESERAN PANDANGAN DI EROPA BARAT DAN AS
SEBELUM & SETELAH MODERNISASI EKOLOGI
Sebelum 1980-an Sesudah 1980-an
• Pengelolaan • Biaya untuk
lingkungan umumnya pengelolaan lingkungan
dipandang sebagai dipandang sebagai
biaya yang harus investasi masa depan,
dihindari & mengurangi bahkan meningkatkan
competitive advantage. competitive advantage
• Sikap industriawan: • Sikap industriawan:
defensive, resisten, lari proaktif, kreatif, tumbuh
dari berbagai klaim, ecologically conscious
cenderung sengketa management.,
dengan masyarakat kerjasama dengan
gerakan akar rumput.
PENGARUH TEORI MODERNISASI EKOLOGI:
RE- ADAPTASI
• Semula pengelolaan lingkungan hidup dilakukan karena
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Kini
cenderung berubah menjadi sukarela.
• Sikap industriawan yang semula resisten & menolak
menjadi proaktif & kreatif terhadap lingkungan hidup;
• Semula pengelolaan lingkungan hidup dilakukan sendiri-
sendiri. Sekarang bergeser ke cara pengelolaan
lingkungan yang bersifat membangun jaring kerjasama
(networks);
• Semula pengelolaan lingkungan hidup dipandang sebagai
suatu hal yang bersifat instrumental (misal, cukup
ditangani oleh teknologi pengolahan limbah). Kini berubah
menjadi instrumental dan fundamental (misal,
berubahnya kepedulian lingkungan warga)
BENTUK-BENTUK RE-ADAPTASI MELALUI
MODERNISASI EKOLOGI
Dengan “menghijaukan” proses industrialisasi,
Modernisasi Ekologi tidak memandang masalah
lingkungan hidup sebagai ancaman terhadap bisnis
dan industri, melainkan sebagai peluang untuk
meningkatkan manfaat ekonomi dan keberlanjutan
pembangunan.
05
INISIATIF DAN PRAKTIK RE-
ADAPTASI MELALUI
MODERNISASI EKOLOGI
INISIATIF & PRAKTIK RE- ADAPTASI
MELALUI MODERNISASI EKOLOGI

Modernisasi ekologi
menjadi aksi dan praksis
re-adaptasi yang dimulai
dari diri sendiri (individu),
keluarga, komunitas,
organisasi, dan entitas
global dalam merespon
krisis ekologi kontemporer
MODRENISASI EKOLOGI DALAM
PROSES PRODUKSI INDUSTRI
KURANGI LIMBAH
INPUT
 Tingkatkan kepedulian & kompetensi
 Perbaiki cara pemeliharaan
 Tetapkan indikator kinerja
lingkungan
KURANGI DARI SUMBER
 Perbaiki pengendalian operasi
 Ubah disain produk  Perbaiki peralatan/instrumen
 Ganti/subsitusi B3 yang  Ubah proses produksi
digunakan
 Kurangi konsentrasi bahan RECYCLE & REUSE
 Perbaiki cara pemeliharaan  Pemilahan limbah
 Hemat air  Pakai ulang limbah
 Hemat energi  Pulihkan limbah

OUTPUT
INISATIF & ANEKA PRAKTEK RE-ADAPTASI DI TINGKAT
INDIVIDU & KOMUNITAS: MAHAR BIBIT TANAMAN

Upacara pernikahan yang


“green”: mewajibkan
pemberian mahar berupa
bibit pohon yang harus
tanam
INISATIF & ANEKA PRAKTEK RE-ADAPTASI DI TINGKAT
INDIVIDU & KOMUNITAS

Keterlibatan para
pihak dalam
beragam aksi
re-adaptasi ME:
perusahaan,
pemerintah, LSM,
komunitas,
parpol, dll
ANDA JUGA BISA MELAKUKAN RE-ADAPTASI :
BANK SAMPAH
INISATIF & ANEKA PRAKTEK RE-ADAPTASI:
HEMAT ENERGI
Jangan Cuma wacana
“Hemat Energi dan
Lindungi Bumi”

Apa bentuk Re-


adaptasi
yang telah Anda
lakukan sehari-hari?

Perubahan sosial menuju


keberlanjutan umat
manusia di bumi
berawal dari Anda
melalui aksi kolektif
dalam komunitas dan
masyarakat
RUJUKAN

Carter, Neil. 2007. The Politics of the Environment: Ideas, Activism,


and Policy. Second Edition. Cambridge University Press, NY.

Mol, Arthur P.J. 2010. Ecological Modernization as Social Theory of


Environmental Reform dalam M.R. Redclift dan G. Woodgate
(2010) Environmental Sociology (Eds). Edward Elgar Publishing
Limited. Cheltenham, UK.
Terima kasih
Terima kasih
MK. SOSIOLOGI
PB12. Gender, Kesetaraan dan Inklusi Sosial
Melani Abdulkadir-sunito, Ekawati Sri Wahyuni,
Nuraini W.Prasodjo, Sriwulan F. Falatehan, Rajib Gandhi

Sub Pokok Bahasan


1. Konsep Gender, Identitas dan Peran Gender
2. Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender
3. Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial
… mengapa Sosiologi mengkaji gender
*Masyarakat (grup/interaksi sosial) → identitas (perempuan,
laki-laki) dan aktivitas

*Stratifikasi sosial: posisi dan penilaian atas posisi


“Dalam masyarakat terdapat pembagian dan pembedaan atas
peranan dan fungsi berdasarkan perbedaan perorangan karena
faktor biologis (jenis kelamin, ras, bentuk fisik, bakat, dll) atau
faktor ajar (pendidikan, jenis pekerjaan, dsb)”. Pembedaan
peranan dan fungsi itu melahirkan posisi-posisi yang dinilai
secara berbeda (Sajogyo 1994).

Konsep ‘gender’ merupakan konsep kunci dalam Analisa Sosiologi mengenai stratifikasi
sosial, ideologi dan pengetahuan … tidak saja menekankan pentingnya perbedaan dan
pembedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat biologis maupun ajar, tetapi juga
bahwa perbedaan ini melintas-bagi (cross-divides) segala bentuk perbedaan sosial lain,
seperti kelas, status atau ras (Slattery 2003:115-119)
1. KONSEP GENDER,
IDENTITAS dan PERAN GENDER
Jenis Kelamin (Sex) dan Gender

Jenis kelamin Gender


Perbedaan fisik atau fisiologis Perbedaan secara sosial dan budaya dalam
antara Laki-laki dan Perempuan sikap dan tindakan yang diasosiasikan
(alat kelamin/sistem reproduksi, ciri fisik) dengan kelelakian dan keperempuanan
→tidak dapat berubah → → dapat berubah → dipelajari (learn-
ketentuan biologis (kodrat) unlearn), adaptasi

(Gender adalah) Perbedaan sifat, peranan, fungsi dan tanggung jawab antara laki-
laki dan perempuan yang bukan berdasar pada perbedaan biologis, tetapi berdasar
konstruksi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas,
sehingga dapat berubah sesuai perkembangan zaman (KPP-PA, 2010)
Jenis Kelamin (Sex) dan Gender

1. Ciri siapa? 2. Sifat siapa?


-Perempuan-
a. Memiliki penis a.Lembut
b. Memiliki vagina & rahim -cenderungPerempuan- b.Agresif
c. hamil, melahirkan, menyusui -Keduanya- c.Pemimpin
d. Memiliki jakun, suara pecah / d.Berpikir logis
-cenderungLaki-laki- e.Emosional
memberat saat remaja
-Laki-laki-

3. Setuju / Tidak Setuju-kah Anda?


1. Perempuan bekerja (mencari nafkah) untuk memperoleh pendapatan dan menjadi mandiri
2. Pendapatan suami harus lebih tinggi dibanding pendapatan isterinya
Jenis Kelamin (Sex) dan Gender

10
8.48 100
7.79 7.98 7.64
8 7.09 95.38 95.78
6.71 94.04
95
6 90.67
90 89.1
4 Angka 86.8
Lama Melek
Sekolah 2 Huruf 85
(tahun) (%)
0 80
2004 2008 2012 2004 2008 2012
laki-laki perempuan laki peremp

Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf perempuan lebih rendah dibanding laki-laki .
Mengapa?
-pandangan “perempuan tak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya hanya mengurus
dapur” atau “makin tinggi pendidikan perempuan makin sulit ia mendapat jodoh” . . . .
.dlsb
Identitas dan Peran Gender
(dipelajari seseorang pertama melalui)
sosialisasi primer dalam keluarga
→ peran spesifik gender (diperkenalkan,ditiru)
*hadiah mainan *jenis kegiatan *buku cerita

penampilan dan perilaku yg sesuai ekspektasi budaya

ganjaran
/ sanksi dikuatkan dalam beragam diterus-
ranah/bidang kehidupan sosial kan antar
*sekolah *tempat kerja *media&budaya populer generasi
*adat istiadat masy *agama (tafsir) *negara

perbedaan gender diyakini sebagai sesuatu yang alamiah


apa masalahnya??
Perbedaan Peran Gender:
pembagian kerja dan tanggung-
jawab antara Prp dan Lelaki Pembedaan Peran Gender:
Menilai atau memperlakukan secara
Misal: suami/ayah/lelaki bekerja upahan, berbeda kerja dan tanggungjawab
istri/ibu/perempuan bekerja mengurus perempuan dan laki-laki
rumah → berubah dgn berjalannya waktu,
berbeda antar budaya/masyarakat Misal kerja upahan dipandang sebagai ‘kerja’
dan lebih penting dibanding mengurus
differentiation/ rumahtangga (bukan ‘kerja’)
distinction
discrimination

Tidak masalah,
Masalah,
tidak perlu digugat perlu digugat (karena menciptakan dan
melanggengkan ketidakadilan)
2. BENTUK KETIDAKADILAN GENDER:
stereotipe, bebankerja, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan
Ketidakadilan Gender
Bentuk ketidakadilan gender:
-stereotipe,
negara, organisasi antar-negara

tempat kerja, organisasi,


-beban kerja
institusi pendidikan -marjinalisasi
adat istiadat kelompok etnis,
-subordinasi
kultur suku, tafsir agama -kekerasan
keluarga, rumahtangga
Ketidakadilan gender terjadi
beban kerja marginalisasi
dalam berbagai tingkatan, dari
stereotipe keluarga, adat, sekolah dan
tempat kerja hingga negara
kekerasan subordinasi
Bentuk ketidakadilan gender (1)

1.Stereotip: pelabelan
atau penandaan
berdasarkan pandangan
yang sangat
menyederhanakan
(oversimplified
standardized image or
idea) → negatif
Stereotip menjadi dasar
bentuk-bentuk
ketimpangan gender
lainnya
Bentuk ketidakadilan gender (2)

2. Beban kerja ganda: beban kerja yang lebih berat pada salah satu jenis kelamin
(umumnya perempuan)

3. Marginalisasi: meniadakan peran


perempuan dari kegiatan ekonomi
(kerja upahan, pasar tenaga kerja;
Saptari & Holzner 1997), serta dari
asumsi dalam (pengembangan) ilmu
pengetahuan, dan dari kebijakan
pemerintah, interpretasi keagamaan
/tradisi /adat suku
Kerja sebagai Konstruksi Sosial
setiap masyarakat membagikan tugas2 berbeda pada perempuan dan laki-laki
→ pembagian kerja berdasar jenis kelamin
Kegiatan Pelaku Makna
Kerja menghasilkan barang dan jasa untuk Laki-laki kerja yg diakui secara sosial, dan
produktif pendapatan atau subsistensi Perempuan dinilai sebagai “kerja”, juga dihitung
dalam GNP
Kerja memasak mencuci membereskan Tanggung Kerja di dalam rumah-tangga tidak
reproduktif rumah mengasuh anak dll (→ jawab dinilai sebagai “kerja”
menyiapkan tenaga kerja) perempuan
Kerja Menyelesaikan sengketa, membuat Laki-laki Kegiatan informal, tidak dinilai
komunitas aturan bersama, menyelenggarakan Perempuan sebagai kerja
upacara, pesta, dsb)
Bentuk ketidakadilan gender (3)

4. Subordinasi: menilai peran-peran secara


berbeda atas dasar gender → pandangan Seorang Ibu melahirkan di rumah
lebih rendah dan kurang penting ditolong Bidan, kemudian mengalami
menyebabkan perempuan tidak memiliki pendarahan hebat, disarankan untuk
akses atas sumberdaya, pengambilan ke rumah sakit. Suami si Ibu tersebut
mengatakan: Saya tidak bisa
keputusan, dll memutuskan begitu saja karena harus
5. Kekerasan: tindakan kekerasan berbasis meminta pendapat orang tua dan
mertuanya terlebih dahulu. Setelah
gender, baik fisik maupun non-fisik → berembug, suami mengatakan kepada
dapat berbentuk kekerasan fisik , Bidan, “…keluarga kami memutuskan
kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan bahwa nyawa di tangan Tuhan, kalau
kekerasan ekonomi (Fakih 1999; Saptari istri saya tetap harus meninggal biarlah
& Holzner 1997) dia meninggal di rumah saja”

(Noerdin/Ed, WRI 2011)


3. KESETARAAN GENDER
dan INKLUSI SOSIAL
Sama vs Setara, Kesempatan vs Hasil
• Seekor rubah dan seekor
bangau diberi kesempatan yg
sama untuk makan dari satu
wadah. Apa maknanya?
• Siapa yg mendapat makanan Saat berikhtiar mengurangi
paling banyak tergantung pada ketimpangan, pertimbang-
apakah wadah makan itu lebar kan hambatan tersembunyi
dan dangkal yg sesuai untuk si (underlying) untuk mencapai
rubah, ataukah dalam dan partisipasi yg sama →
sempit yg sesuai untuk si mengarah pada kesetaraan
bangau. manfaat (equity of impact),
tidak sekedar kesamaan
• Agar sama, masing2 binatang kesempatan (equality of
harus makan bagian makanan opportunity)
mereka dari wadah masing2 yg
berbeda
Sumber: Dongeng Aesop, dengan modifikasi (CCIC 2000)
Sama vs Setara, Kesempatan vs Hasil

Diasumsikan bahwa semua orang akan Setiap orang mendapat dukungan/bantuan berbeda supaya
mendapatkan manfaat dari dukungan/bantuan memungkinkan mereka mendapat akses (kesempatan) yg
yg sama. Mereka mendapat perlakuan SAMA sama. Mereka mendapat perlakuan SETARA
Inklusi Sosial sebagai Strategi Kesetaraan

Inklusi sosial adalah proses


perbaikan keadaan/kondisi Diversity
orang atau kelompok agar
STRATEGI KESETARAAN DUA
supaya setiap mereka ARAH : perlakuan khusus bagi
dapat berperan setara perempuan dan pertimbangan
dalam masyarakat … kepentingan perempuan dalam
dengan memperbaiki Equality program umum
kemampuan dan & Equity Strategi Kesetaraan JANGKA
kesempatan, serta PANJANG: perubahan perilaku
meningkatkan harga diri dan sikap dari Perempuan dan
mereka yang tersisih akibat Laki-laki; perubahan ideologi
identitas-identitasnya gender dan sosialisasi
(Bank Dunia, 2020)
Inclusion
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir-sunito M, Sumarti T. 2015. Gender dan Pembangunan. Dalam
Nasdian FT, editor. Sosiologi Umum. Jakarta (ID): Buku Bogor.
Canadian Council for International Cooperation (1991) Two Halves Make a
Whole: Balancing Gender Relations in Development. CCIC.
Connell R. (2009). Gender: Short Introductions. Polity.
Fakih M. 1999 . Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar
(cetakan keempat)
O’Donnell, M. (1981) A New Introduction to Sociology
(2nd Edition). UK: Thomas Nelson and Sons.
Saptari R, Holzner B. 1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial. Pustaka
Utama Grafiti & Kalyanamitra.
Noerdin, E. (Ed.). 2011. Mencari Ujung Tombak Penurunan Angka Kematian Ibu
di Indonesia. Women Resource Institute (WRI).
Lampiran 1: mendiskusikan pembagian kerja gender

Bahan:
“The Impossible Dream” https://images.app.goo.gl/ULPeEmVHGsV9iVDg6

Isu untuk didiskusikan:


1. Sebutkan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan perempuan dewasa, laki-laki dewasa,
anak perempuan, dan anak laki-laki
2. Kelompokkan kegiatan itu ke dalam (1) kegiatan produktif/mencari nafkah, (2)
kegiatan reproduktif (mengurus rumahtangga dan anak). Jika dihitung jenis
kegiatan dan (perkiraan) jam kerja, siapa yang bekerja lebih banyak (dan lama)?
3. Selain jenis kegiatan, hal-hal apa lagi yang Anda lihat yang membedakan kerja laki-
laki dan perempuan?
4. Bagaimana cara agar beban kerja perempuan berkurang?
Lampiran 2: mendiskusikan isu ketidakadilan gender

Bahan:
Artikel “Perempuan Kepala Keluarga Kian Terpuruk” dan “Kesetaraan Jender: Menepis Stigma
dengan Berdaya” (Kompas 3 Agustus 2020)

Isu untuk didiskusikan:


1. Mengapa ada Perempuan Kepala Keluarga (PeKKa) dan Laki-laki Kepala Keluarga (LaKKa)?
Siapa PeKKa ini? Apa saja faktor/penyebab perempuan jadi Kepala Keluarga?
2. Dalam hal ekonomi dan penerimaan bantuan sosial, bagaimana dan mengapa rumahtangga
PeKKa mendapat perlakuan berbeda dibanding rumahtangga LaKKa?
3. Apa bentuk ketidakadilan (stigma, diskriminasi) yang dialami PeKKa?
4. Bagaimana upaya PeKKA agar berdaya?
Lampiran 3: mendiskusikan Inklusi Sosial

Apa yang tidak inklusif


pada dua ‘kasus’
berikut?

Apakah terjadi
ketidakadilan gender?

Diskusikan pilihan cara


dan langkah agar dua
‘kasus’ ini lebih inklusif
dan adil gender !

Social inclusion is the process of improving the terms on which individuals and groups take part in society – improving
the ability, opportunity, and dignity of those disadvantaged on the basis of their identity (World Bank, 2020)
PB 13
PERUBAHAN SOSIAL DALAM
ARUS GLOBALISASI

M.A. SOSIOLOGI
Tim Pengembangan M.A.
Dep. Sains Komunikasi & Pengembangan Masyarakat/Fak. Ekologi Manusia
Universitas IPB
November 2020
SUB-POKOK BAHASAN
I. DEFINISI DAN ASPEK-ASPEK PERUBAHAN SOSIAL
I.1. Definisi Perubahan Sosial
I.2. Aspek-Aspek Perubahan Sosial
II. PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI PROSES DAN SEBAGAI INTERAKSI
II.1. Perubahan Sosial sebagai Peroses & sebagai Interaksi
II.2. Teori Dependent Development
III. GLOBALISASI & GLOKALISASI
III.1. Pendefinisian Globalisasi
III.2. Ragam Skenario Globalisasi dan Glokalisasi
IV. PEMBANGUNAN
IV.1. Makna Pembangunan
IV.2. Indikator Pembangunan
IV.3. Human Development Indeks – Dimana posisi Indonesia?
IV.4. Pembangunan (MDGS ) Harus Diperjuangkan!
TUGAS MAHASISWA

APPENDIX
I. DEFINISI & ASPEK PERUBAHAN SOSIAL

1.1. Definisi Perubahan Sosial


1.2. Kompleksitas Aspek dan Sumber Perubahan Sosial
1.1. Definisi Perubahan Sosial
 Gejala perubahan dalam lembaga2 kemasyarakatan yang
mempengaruhi sistem sosialnya (Selo Soemardjan 1981)
 Perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu di dalam
pola sikap dan tindak manusia, di dalam kebudayaan dan
struktur dari suatu masyarakat (Calhoun et al 1994)
 Perubahan antar waktu dari pola2 perilaku, hubungan2
sosial, kelembagaan2, dan struktur sosial (Farley 1990 dalam
Sztompka 1993)
 Social change includes both development, undevelopment and
underdevelopment. Development implies some positive progress
in a society’s condition whereas underdevelopment implies decline
or stagnation. (Mike O’Donnell, second ed., 1987)

NOTE
1.2. KOMPLEKSITAS ASPEK & SUMBER Kearah kemajuan/ progress? –
PERUBAHAN SOSIAL indicator universal?: angka
harapan hidup; akumulasi ilmu
TINGKAT dan teknologi; partisipasi dalam
Global – Climate Change; PERUBAHAN politik. Ada permasalahan
Globalisasi . Lokal s/d Global moral – dng pengorbanan siapa/
Regional – gelombang demokrasi apa?: Lingungan, jajahan.
dan reaksi serta intervensi negara ARAH &
LAJU
Evolusi – Perubahan lambat
adidaya di Timur-Tengah. dan harmonis.
PERUBAHAN
Nasional – perubahan strategi Revolusi – Perubahan
pembangunan: populis ke liberal. (relative*) cepat, penuh gejolak,
Lokal – perkebunan besar  SUMBER
PERUBAHAN konfliktual.
perubahan landscape  *) Relative – Rev. Neolithik/
perubahan livelihood penduduk . External & Alam & Pertanian = ribuan tahun; Rev.
Internal Man-made Industri = ratusan tahun; Rev.
Kemerdekaan = tahunan.
External – IMF memaksa
deregulasi, privatisasi negara PERUBAHA
anggota; Teknologi digital; N SOSIAL Alam – Tsunami; kegiatan
Internal – Peningkatan penduduk; vulkanik; gempa, dsb.
Kebijkan Alokasi SDA; hub. Gender; Man-made – Sumber External
Gerakan-social. Perubahan Struktur-sosial Perubahan Sosial-budaya & Internal; Climate Change;
Problematis – Pandemi Covid- Pelapisan sosial; Peran- & status- Aspek Material ; dan aspek Pencemaran alam; ancaman
19?; Climate Change?; Pencemaran sosial baru; Organisasi-sosial; Non-Material; Nilai & Norma. thd. biodiversivitas, dsb.
laut?  kombinasi sumber. interaksi-social; penguasaan asset Ilmu Pengetahuan & teknologi;
ekonomi, dsb. Kesenian; Agama, Ideologi; NOTE
II. PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI PROSES &
SEBAGAI INTERAKSI

II.1. Perubahan Sosial sebagai Peroses & sebagai Interaksi


II.2. Teori Dependent Development
2.1. PERUBAHAN SOSIAL: SEBAGAI PROSES &
SEBAGAI INTERAKSI
Perubahan Sosial sebagai Proses  Perubahan
dipandang sebagai proses modernisasi, perkembangan
masyarakat tradisional ke masyarakat modern, melalui
proses difusi budaya bangsa-bangsa industrial maju seperti
Barat. Pandangan ini diwakili TEORI MODERNISASI.
Perubahan Sosial sebagai Interaksi  Perubahan
social suatu masyarakat atau bangsa dipandang sebagai
hasil dominasi satu bangsa atas yang lain. Menghasilkan
masyarakat maju dan kaya (negara di bumi bagian Utara)
disatu sisi, dan masyarakat terkebelakang dan miskin Stratifikasi negara-negara dunia: Negara kaya/maju di
(negara di bumi bagian Selatan) di sisi lain. Pandangan ini belahan bumi Utara, dan Negara miskin/sed.-
diwakili oleh TEORI KETERGANTUNGAN/DEPENDENCY berkembang di belahan bumi Selatan – Brandt Report
1980.

Teori Dependent Development – merupakan teori lanjutan dari Teori Dependency dapat menerangkan
perubahan dan kondisi di masyarakat dan negara-negara sedang berkembang di dalam konteks
Globalisasi  kita akan membahas teori ini.
NOTE
2.2. TEORI DEPENDENT DEVELOPMENT Hoogvelt, 1997
Teori Dependent Development – dapat dipilah kedalam beberapa proposisi:
1. Perusahaan Transnasional (TNCS/Transnational Corporations) mengintegrasikan ekonomi
dunia, yang kita kenal kini sebagai kapitalisme-global.
2. Di dalam proses integrasi ini, terbentuk aliansi transnasional antara elite ekonomi negara-
negara-kaya dan -miskin/-sedang berkembang, atas dasar kepentingan yang sama.
3. Akses TNCS pada SDA, pasar dan tenaga-murah di negara sedang berkembang dilandasi
ideology bersama yang baru: tidak ada antagoni/konflik antara kepentingan TNC dengan
aspirasi ekonomi nasional.
4. Negara miskin dapat mengundang TNC dengan membuka akses pada SDA dan memberi
keringanan pajak (tax holliday). Selanjutnya mendukung elite ekonomi nasional di dalam
negosiasi dengan TNC agar kerjasama lebih banyak menguntungkan ekonomi nasional.
5. Kondisi ini memungkinkan negara miskin dengan cepat meng-industrialisasi diri dan
berkembang cepat. Malah dapat merebut peran penting di kancah global (seperti Korea,
Taiwan, China).
NOTE
III. GLOBALISASI & GLOKALISASI

3.1. Pendefinisian Globalisasi


3.2. Ragam Skenario Globalisasi & Glokalisasi Budaya
3.1. GLOBALISASI
 Globalisasi sebagai tujuan adalah, merealisasi prinsip bahwa dunia dan
sumberdayanya adalah suatu ekonomi pasar bebas yang dikelola secara
global, oleh lembaga2 politik dan finansial raksasa dan oleh elite
ekonomi dan politik yang boleh dikatakan unaccountable. (McMichael 2000,
241, di dalam Ben White, Saturnino M. Borras Jr., Ruth Hall, Ian Scoones and Wendy Wolford, The
New Enclosures, 2012: 354)

 Globalisasi dicirikan oleh keterhubungan di dunia yang bertambah erat,


terutama di dalam “rantai produksi dan pemasaran komoditi”/
commodity chain, untuk memasok kebutuhan konsumsi dari para
konsumen yang hidup jauh dari lokasi dimana barang konsumsinya di
rencanakan serta diproduksi. (Philip McMichael, Development and social Change. A
Global Perspective. Third Edition. Pine Forge Press, 2004)

NOTE
3.2. GLOBALISASI & GLOKALISASI BUDAYA

Ragam Skenario Globalisasi dan Glokalisasi Budaya


(Ulf Hannerz di dalam Sztompka, ibid:93-94)

 Global homogenization scenario  terjadi dominasi budaya Barat, dimana seluruh dunia menjadi
sebentuk replika gaya hidup Barat (barang konsumsi, menu resto., mobil, film, lakon theater, berita
media, musik, dsb.
 Saturation scenario  versi homogenization dengan dimensi waktu. Di dalam proses waktu yang
panjang periphery kehilangan ciri khasnya karena meng-absorb pola budaya centre.(negara kaya)
 Peripheral corruption scenario  di dalam proses adoppsi oleh Periphery, terjadi degradasi dan
erosi dari elemen-elemen budaya dari Centre. Hal ini disebabkan oleh 1) mekanisme seleksi-
dan dumping–budaya oleh Centre.; 2) penyesuaian dengan norma dan nilai di periphery (misal nilai
demokrasi ter-degradasi menjadi sandiwara politik, persamaan dihadapan hukum menjadi
nepotism, dsb.)
 Maturation scenario  terjadi arus pertukaran budaya yang lebih timbal balik. Aktor-aktor
penyelia budaya menterjemahkan ulang elemen-elemen budaya yang diadopsi sesuai budaya
sendiri. Merangsang kreatifitas. Di dalam konteks ini bentuk dan nilai budaya lokal mekar dan
diperkaya. Proses globalisasi ini menciptakan hibridisasi / sintesa budaya /Glokalisasi budaya.
NOTE
IV. PEMBANGUNAN
4.1. Makna Pembangunan
4.2. Indikator Pembangunan
4.3. Pembangunan (SDG) harus Diperjuangkan!

NOTE
Dari sudut
4.1. MAKNA PEMBANGUNAN (Bernstein, 1982:219) pandang bangsa
yang sdng
berjuang
 Bagi kebanyakan gerakan kemerdekaan di seantero Selatan, Kemerdekaan bukan membebaskan
tujuan akhir. Namun Kemerdekaan merupakan prasyarat bagi keluar dari diri
Keterbelakangan (underdevelopment) dan dimungkinkannya “Pembangunan
Nasional” (Bernstein, 1982:219)
 “Pembangunan Nasional” dimaknai sebagai: 1) Pertumbuhan modal dibawah
kendali Nasional, (untuk) mengembangkan kekuatan produksi (SDM, teknologi,
infrastruktur untuk berproduksi) dan kapasitas untuk pertumbuhan yang mandiri;
2) Perluasan lapangan kerja yg produktif dan mencapai tingkat pendapatan dan
kesejahteraan lebih tinggi (kesehatan dan gizi, pendidikan) serta partisipasi di
dalam proses politik bangsa; 3) Prospek pencapaian Pembangunan Nasional
sedikit banyak dipengaruhi oleh kedudukan negara-negara DIII di dalam ekonomi
global (ibid.)  Pembangunan (Nasional) – merupakan usaha menggerakan perubahan ke
arah yang diniatkan, dengan perencanaan, kebijakan serta kegiatan-kegiatan lain.
 Pembangunan Nasional  Perubahan kemasyarakatan yang besar, dari satu tingkat
kesejahteraan ke tingkat berikutnya yang dihargai lebih tinggi (Katz dikutip Ndraha
1987)
NOTE
4.2. INDIKATOR PEMBANGUNAN Perlu diperhatikan bahwa
Todaro, scnd impress. 1989: 152-157. Program Pembangunan
Nasional adalah factor
penting pembawa Perubahan
Periode 1950-1970an  Pembangunan hanya dipandang dari segi
Sosial di pedesaan, bisa positif
ekonomi, di dalam bentuk pertumbuhan GNP/Gross National Product
maupun negative.
secara umum atau per-capita. Asumsi Ekonomi yang dominan saat itu:
Pembasmian Buta Huruf –
Pertumbuhan ekonomi adalah syarat untuk pembagian kekayaan
pemberdayaan yang positif.
kebawah, menetes kebawah – trickle down effect.
Rev. Hijau – peningkatan
Periode ‘80an  Di kebanyakan negara GNP meningkat, namun tingkat produktivitas namun,
kemiskinan tetap parah, jurang kaya-miskin bertambah. Brand Report membuka proses konsentrasi
(1980) ikut menyadarkan bahwa Pembangunan bukan hanya penguasaan tanah, kerusakan
pertumbuhan ekonomi, namun juga redistribusi dari pertumbuhan tsb. lingkungan, ketergantungan
pd input pertanian yg mahal
Periode 2000-2015  Milenium Development Goals/MDG : 8 target
dan tidak sustainable.
Pembangunan dari kemiskinan s/d kesehatan ibu hamil dan kelestarian
Program Resettlement MHA*
alam, yang berperan juga sebagai indicator.
– MHA* kehilangan SDA,
Periode pasca 2015  Sustainable Development Goals/SDG: menjadi 17 runtuhnya Kelembagaan Lokal,
target Pembangunan yang saling terkait yang diproyeksikan tercapai erosi budaya local, kerusakan
2030. Target menjadi indicator keberhasilan Pembangunan juga. lingkungan, etc. etc……
*) MHA – Masyarakat Hukum Adat
NOTE
MDG/Melenium Dev Goal
1. Penghapusan Kemiskinan &
kelaparan
2. Mencapai Pendidikan Dasar
bagi semua,
3. Kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan,
4. Menurunkan angka kematian
balita,
5. Meningkatkan kesehatan ibu
hamil,
6. Melawan HIV/AIDS, Malaria
dan penyakit menular lain,
7. Memastikan kelestarian
lingkungan
8. Kembangkan partnership
global untuk pembangunan

dengan bintang = Milenium Development Goals


?
5 tahun setelah
dicanangkan – dan
seyoyanya dicapai
pada tahun 2030 –
mana Goals yang
belum tersentuh,
mana yang masih
kedodoran, dan mana
yang sudah on the
right track?
Goal mana harus jadi
prioritas? Bagaimana
keterkaitan antar
Goal?
PRAN PERGURUAN
TINGGI & ANDA?
4.3. Human Development Index & Posisi Indonesia
No HDI INDONESIA 1990 - 2019
1 Life expectancy + 9.4 (yr.)
2 Means year of schooling + 4.9 (yr.) Rata-rata lama sekolah penduduk umur sama > 25 th.

3 Expected years of schooling + 3.5 (yr.) Perkiraan total lama sekolah bagi anak usia sekolah

HDI value + 37.3%

INDONESIA DALAM
PERBANDINGAN
Nilai HDI, Life expentancy dan
Expected yearr of schooling:
Indonesia lebih rendah dari rata-
rata Asia Tenggara dan Pacific.
Rangking HDI Indonesia 107 dari
162 negara.
NOTE
Index Ketimpangan: adalah HDI dipotong oleh nilai Ketimpangan. Besar potongan tsb. diwujudkan dalam %.
Nilai Indonesia: 0.718 – 17.8%. Nilai ketimpangan Indonesia (17.8%) lebih tinggi dari rata2 Asia Tenggara dan
Pasific (16.9%).
Index Ketimpangan Dalam hal IHDI – Ketimpangan
di Indonesia lebih tinggi dari
rata-rata Asia Tenggara.
Perhatikan:
Angka harapan hidup antara
kaya dan miskin, dan
Ketimpangan pendidikan antara
kaya dan miskin.
Index Ketimpangan Gender
GII Indonesia lebih tinggi dari
rata-rata Asia Tenggara. Namun
lihat:
• Kematian ibu Melahirkan: dng
177.0 kematian ibu
melahirkan/100.000 kelahiran
jauh lebih dari rata Asia & Pasific
yang 73.1
• Perempuan di DPR, Indonesia
(17.4 %) ketinggalan dari Asia &
Pasific (20.2%).
4.4. SDG’S HARUS DIPERJUANGKAN Teori
Perspektif business as usual
Dependent
Devolopment
Komersialisasi Science,
growth for profit,
spekulasi tanah, politik
identitas, politik-uang, dll
KAPITALISME GLOBAL
Tenaga kerja murah, Transnasional Corporation
bisnis pendidikan & +
kesehatan, subordinasi Aliansi Transnasional Elite
perempuan, eksploitas, Ekonomi
perdagangan senjata +
Politikus dan Aparat
Negara
KOMODITAS SDA – Tanah,
mineral, minyak, gas, kayu,
air, landscape, ikan, ternak,
ungags, dsb.
Konsumerisme. Climate
Change = mythos.

TUGAS ALIANSI GERAKAN- SIPIL = MELAWAN


PERSPEKTIF ‘business as usual’ dan
NOTE MEMPERJUANGKAN PERSPEKTIF SDG’s
TUGAS MAHASISWA
• MENDISKUSIKAN SCENARIO GLOBALISASI & GLOKALISASI.
• Perhatikan ragam scenario Globalisasi (Ulf Hannerz). Scenario Globalisasi mana yang anda
lihat dan alami di Indonesia? Berikan argumentasi anda dan berikan contoh-contoh.

• Perhatikan bahwa peningkatan nilai HDI, belum tentu terjemahan dari kesejahteraan yang
sesungguhnya. Bagaimana anda menerangkan hal tersebut?

• Dimana peran Perguruan Tinggi dan mahasiswa di dalam mendorong tercapainya SDG?
TERIMAKASIH
Sumber bacaan
• Bernstein, H., 1982, Industrialization, Development, and Dependence. In Hamza Alavi & T. Shanin (eds.),
Introduction to the Sociology of “Developing Societies”, Monthly Review Press, NY and London.
• Edelman, M. & Angelique Haugerud, 2005, The Anthropology of Development and Globalization. Blackwell
Publishing.
• Harper, C.l., 1989, Exploring Social Change, Prenticehall.
• Hoogvelt, A.M.M.,1978, The Sociology of Developing Societies. Second edition, McMillan Press.
• Hoogvelt, A.M.M., 1997, Globalisation and the Postcolonial World. The New Political Economi of
Development. MacMillan Press LTD.
• McMichael, P., 2004, Development and social Change. A Global Perspective. Third Edition. Pine Forge Press.
• Schoorl, J.W., 1988, Modernisasi. Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang,
PT. Gramedia.
• Sztompka P., 1993: The Sociology of Social Change, Blackwell Publishing.
• Todaro, M.P., 1982, Economics for a Developing World. Scnd Edt. Longman.
APPENDIX
• Dua muka dari Teknologi Digital
• Global Digital Divide: 1986 – 2014 & ASEAN Digitaal Divide
• Kompleksitas Perubahan Sosial di Pedesaan dan Pertanian
• Teori Modernisasi
• Teori Ketergantungan
DUA MUKA DARI TEKNOLOGI DIGITAL
diera Pandemik COVID-19
Peran positif Komunikasi Digital dalam
gerakan solidaritas Petani & Buruh
dampak Covid-19
Digital Divide
Produk PETANI
Pertanian Produk Pertanian
Pedesaan

Gerakan
Agraria TEKNOLOGI
COVID-19
Konsorsium DIGITAL
Pembaruan Agraria Komunikasi pengangguran
& data lock-down
Gerakan Buruh
Perkotaan
Usaha menanggulangi pandemic COVID-19 dengan ambil-
jarak, menghindari kerumunan dsb. berujung pada ‘belajar GOL. MISKIN KOTA
dari rumah’. Sistem belajar ini menegaskan perbedaan kaya- Hilangnya nafkah dan
Kebutuhan
miskin: KAYA ter Koneksi; MISKIN tidak terkoneksi (alat ancaman kebutuhan-
pokok
mahal, konektivitas mahal, kawasan miskin tidak terkoneksi pokok
baik, dsb.) – berdampak ketertinggalan lebih jauh.
GLOBAL DIGITAL DIVIDE
APPENDIX - KOMPLEKSITAS ASPEK DAN SUMBER PERUBAHAN SOSIAL
PEDESAAN DAN PERTANIAN

AGRO-EKOLOGI STRUKTUR SOSIAL RELASI- , KELEMBAGAAN-


PEM. DESA &
SISTEM-PENGHIDUPAN & ORGANISASI-SOS. PASAR
KEBIJAKAN
O
Pemaknaan lokal Homogenitas KELEMBANGAAN: Aturan Rantai Pemasaran Kebijakan
Tata-Guna-Lahan & Adat, Kelembagaan- Lembaga- Kependudukan
Sos. kerjasama
distribusi , hal akses Stratifikasi Sos. Keuangan Kebijakan Politik
RELASI-SOSIAL:
Pemanfaatan sda & Input Pertanian Kebijakan
Kemiskinan Relasi-Gender
Teknologi Hubungan Produksi Ekonomi & SDA,
Hubungan Ethnik/agama Kebijakan Sosial,
ORGANISASI-SOSIAL:
• Out-migration Org. Keagamaan, Org. • HEIA*) & keter-
• Komoditisasi SDA • In-migration Ethnisitas, gantungan;
• Posisi tawar thd Kiprah PemDes.
• Perubahan TGL /tata • TKI/TKW Org. Kepentingan (serikat
tani, Koperasi) sebagai ujung
guna lahan • Mobilitas-Sosial pasar;
tombak PUSAT.
& kesenjangan.
PERUBAHAN

• Penerapan UU Nas.
• Alokasi SDA untuk • Erosi lembaga Adat
Usaha Skala Besar • Rasionalisasi
• Kerusakan Ekologis hubungan kerja.
• Perubahan Teknologi • Konflik primordial;
• New Movements;
• Tekno. komunikasi *) HEIA - High External Input Agric.
2.2. TEORI MODERNISASI – Modernisasi adalah transformasi total dari
masyarakat tradisional/pre-modern ke dalam tipe masyarakat dengan teknologi dan
organisasi sosial seperti pada masyarakat “maju” (advance) di Barat yang secara
ekonomi makmur dan secara politik stabil. (Wilbert More, 1963b:89 didalam Sztompka, 1993:132)

ARENA PROSES TRANSFORMASI Smelser, 1973 di dalam


MODERNSASI Sztompka,ibid. 132-133
EKONOMI Ke arah teknologi berbasis ilmu pengetahuan; komersialisasi
pertanian; mekanisasi dan industrialisasi produksi; urbanisasi.
POLITIK Dari sistem politik tradisional berkembang ke demokrasi.

PENDIDIKAN Alfabetisasi; pengembangan ilmu pengetahuan.

KELUARGA Peran sistem kekerabatan turun (klan, marga, dsb.), sebaliknya bentuk
keluarga- batih/nuclear-family menjadi umum .
STRATIFIKASI SOS. Status ascriptive surut, diganti Status berdasar prinsip achivement.
2.2. TEORI KETERGANTUNGAN Center
Gelombang 1 dari center

Hubungan Center/Pusat (negara industri

Antar Center
Kepentingan
kaya, mis. Jepang) dan center

sama
Periphery/Pinggiran (negara miskin, mis.
Indonesia) berciri hubungan
ketergantungan & eksploitasi.
HUBUNGAN
Ketergantungan sukar dipatahkan Center dari EKSPLOITATIF
karena Center dari center (Elite Jepang) periphery
dan Center dari periphery (elite
Indonesia) punya kepentingan sama
untuk mengeksploitasi SDA dan periphery
tenaga kerja murah dari periphery
(Indonesia) Periphery dari
the periphery
Johan Galtung di dalam J.W. Schoorl, 1988: 80-82

Anda mungkin juga menyukai