Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
PB 08
DINAMIKA STRATIFIKASI DAN
MOBILITAS SOSIAL DI INDONESIA
PADA ERA DIGITAL
Sosiologi KPM131
Semester Ganjil 2020/2021
Program Pendidikan Kompetensi
Umum (PPKU)
OUTLINE PERKULIAHAN
1 Fenomena Sosial
2 Teori/Konsep
Sosiologi
3 Problem Solving
01 FENOMENA SOSIAL
Mahasiswa menyampaikan
Add Contents Title
hasil analisa bacaan 35 menit kemudian diskusi
tentang:
a.Bagaimana sikap mereka
Add Contents Title Add Contents Title
Pada saat jam perkuliahan 20 pada adanya kelas sosial
menit dosen mereview tugas b.Apa ide mereka untuk
mahasiswa mengurangi inequality
sebagai dampak negative
adanya kelas sosial (Dosen
manjadi fasilitator)
TUJUAN YANG AKAN DICAPAI
DARI PB STRATIFIKASI SOSIAL
1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan kedudukan
individu atau kelompok secara sosial dalam
masyarakat
2. Membandingkan kelas sosial dalam akses pada sosial,
ekonomi dan politik untuk membangkitkan kepekaan
akan adanya ketidak samaan kesempatan (inequality)
dalam masyarakat dengan adanya kelas sosial
3. Menjelaskan perbedaan dalam nilai-nilai, gaya hidup,
sikap bahkan hidup dan mati seseorang (harapan
hidup)
4. Membangkitkan ide/pemikiran untuk mengatasi
inequality dalam masyarakat khususnya di Indonesia
KONSEP-KONSEP
01 Pengertian dan Fungsi Stratifikasi
Sosial
02 Proses Terbentuknya Stratifikasi
Sosial
03 Dinamika Stratifikasi Sosial
DIFERENSIASI
SOSIAL
PEMBAGIAN
KERJA
Nilai-nilai INEQUALITY
masyarakat
STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi Sosial diantara
Mahasiswa IPB University
Mhsw BEM
LN IPB
Mhsw BEM
PTN FAKULTAS
Mahasiswa
Mhsw PTS
Biasa
02
PENGERTIAN DAN
FUNGSI STRATIFIKASI
SOSIAL
PENGERTIAN
STRATIFIKASI SOSIAL
PROSES KELEMBAGAAN
TENTANG BARANG/JASA YANG
DIANGGAP BERNILAI
ATURAN ALOKASI
PENDISTRIBUSIAN BARANG/JASA
PADA KEDUDUKAN TERTENTU
Kedudukan/status :
tempat seseorang secara umum dalam
masyarakatya sehubungan dengan orang-orang
lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,
prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya
Dibedakan menjadi: achieved status, ascribed
status dan assigned status
Peranan/ role :
aspek dinamis kedudukan (status diman
seseorang diharapkan melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
JENIS SISTEM STRATIFIKASI
• https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/p
anjat-sosial-social-climber-di-
media-sosial-bagaimana-
seharusnya/
• https://kumparan.com/miss-
kepo/selain-ferdian-paleka-ini-
5-youtuber-and-influencer-
yang-kena-masalah-demi-
konten-1tO0BHrlVik
Prinsip-prinsip Mobilitas Sosial Vertikal
4. Terdapat perbedaan
laju mobilitas sosial 3. Setiap masyarakat
vertikal karena faktor memiliki kekhasan
ekonomi, politik, dalam mobilitas sosial
pekerjaan vertikal
RUJUKAN
1. Bierstedt, R. 1970. The Social Order An Introduction to Sociology. New
York (USA): McGraw Hill Book Co.
2. Calhoun, C. et al. 1994. Sociology An Introduction. McGraw Hill, Inc.
3. Davis K and Moore WE. 1994. The Functions of Stratification. Di dalam David
B Grusky, editor. Social Stratification in Sociological Perspective.
Colorado (US):Westview Press Inc
4. Hurst C E. 2007. Social Inequality: Forms, Causes, and Consequences.
Boston MA, Allyn and Bacon, 6th edn ISBN 0-205-48436-0.
5. Pattinasarany IRI. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta (ID):
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
6. Prasodjo NW dan Pandjaitan NK. 2015. Stratifikasi Sosial. Di Dalam Fredian T
Nasdian, editor. Sosiologi Umum. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
7. Riyanto A. 2019. Panjat Sosial (Social Climber) di Media Sosial,
Bagaimana Seharusnya?. Business Law [Internet]. [diunduh 2020
November 13]. Tersedia pada https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/panjat-sosial-social-climber-di-media-sosial-
bagaimana-seharusnya
8. Satria A. 2015. Struktur Sosial Masyarakat Pesisir. Di dalam Pengantar
Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
9. Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): Rajawali
Press.
10.Wertheim W.F. 1959. Indonesian Society in Transition A Study of Social
Change. Bandung: Van Hoeve.
BAB VIII
DINAMIKA STRATIFIKASI DAN MOBILITAS SOSIAL DI INDONESIA
PADA ERA DIGITAL
Nurmala K. Pandjaitan, Nuraini W. Prosodjo, Murdianto, Zessy Ardinal Barlan, dan Rajib
Gandi
Perbedaan antar individu atau antar kelompok adalah suatu gejala yang umum dalam semua
masyarakat. Perbedaan ini ada yang bersifat horizontal dan ada vertikal. Perbedaan yang bersifat
horizontal disebut juga diferensiasi sosial dimana individu-individu atau kelompok-kelompok
dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan, jenis kelamin, jenis ras/etnis dan perbedaan lainnya yang
tidak menunjukkan adanya suatu jenjang atau peringkat diantara individu atau kelompok, artinya
perbedaan ini tidak menunjukkan ada yang lebih tinggi atau rendah posisinya. Namun dalam
masyarakat ada juga perbedaan yang bersifat vertikal, yang membedakan individu-individu atau
kelompok dalam lapisan sosial yang hierarkis atau bertingkat dimana ada individu atau kelompok
yang lebih tinggi atau lebih rendah posisinya dari yang lain di dalam masyarakat. Inilah yang
disebut sebagai stratifikasi sosial. Stratifkasi sosial merupakah bagian dari struktur sosial dan
merupakan gejala sosial yang ada di setiap masyarakat.
Narwin (33) cekatan menggeser-geser layar sentuh tabletnya di tengah kebun sayur organik
yang dikelolanya di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah. Melalui aplikasi portal desa melung.desa.id yang terkoneksi dengan ribuan
desa lain di Jawa, dia menawarkan hasil panen sayur dari lereng Gunung Slamet. Setelah
Narwin mengunggah produk-produk sayuran organiknya ke situs portal desa yang mulai
dibuat pada tahun 2011 tersebut, pemasarannya pun semakin luas. Portal desa itu juga
menghubungkan Narwin dengan pemasok sayur ke beberapa supermarket di Yogyakarta.
”Budidaya sayur organik, terutama caisim, sudah masuk ke dalam rencana pengelolaan
sumber daya desa. Program itu bisa diakses dengan mudah oleh semua warga lewat akses
internet,” ujar Narwin, Minggu (9/11).
Desa Melung dulunya tak pernah punya panggung untuk menampilkan potensinya.
Jangankan dilirik, didengar namanya pun tidak. Dengan penguasaan akses teknologi
informasi sejak 2011, sekat-sekat yang membuat desa tersebut termarjinalkan, karena jauh
dari pusat pemerintahan kabupaten dan jalan satu-satunya menuju desa itu rusak, bisa
diterobos. Selain sayur organik, kata Kepala Desa Melung Khoerudin, pengembangan
sumber daya alam lainnya, seperti kopi luwak dan potensi kayu hutan, juga dimasukkan
dalam Sistem Informasi Desa (SID) berbasis internet. SID juga mencakup arah
pengembangan dan pemasaran hasil alam. ”Kami cantumkan hingga ke detail
anggaran multiyears. Nanti warga yang akan mengevaluasi,” ujar Khoerudin.
Masih di Banyumas, Kirman (50), warga Dusun Karang Gedang, Desa Dermaji,
Kecamatan Lumbir, kini tak perlu repot lagi menempuh jalan yang berkelok dan tak mulus
dengan sepeda motornya hingga satu jam dari rumahnya ke balai desa di Dusun Pangkalan.
Berkat SID berbasis internet, Kirman bisa mengadukan permasalahannya ke pemerintah
desa dari rumahnya. Melalui SID, kata Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho,
pelayanan kepada warga bisa dipermudah karena data warga tersimpan dalam basis data
yang mudah dicari dan diakses. Portal desa juga memublikasikan seluruh bantuan yang
diterima pemerintah desa. Pemerintah desa merilis alokasi penggunaan bantuan itu dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Bayu mencontohkan, pada 2014 Dermaji
mendapatkan alokasi dana PNPM Mandiri Pedesaan sebesar Rp 368,845 juta. Dalam portal
desa, pemerintah desa merinci alokasi dana itu untuk pembuatan rabat beton jalan Dermaji-
Sirongge sepanjang 1.070 meter, talut jalan Dermaji-Sirongge sepanjang 20 meter, talut
penahan tanah di RW 005 sepanjang 71 meter, serta pelatihan budidaya ternak kambing
untuk 12 kelompok ternak.
Petani-petani seperti Narwin di Desa Melung, Kirman di Desa Dermaji, dan Dodi Rosadi di Desa
Mandalamekar adalah individu-individu yang berada pada posisi, status, dan pelapisan sosial
tertentu di dalam komunitas desanya. Perbedaan posisi, status, dan pelapisan sosial ketiga petani
tersebut dibandingkan warga lainnya dalam komunitas desanya disebabkan karena pola-pola yang
melembaga akibat diferensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial (Kasus 7.1). Akan tetapi
kemampuan ketiga orang petani tersebut mendapatkan dan memberikan informasi serta
berkomunikasi dalam aktivitas pertanian dan pembangunan pedesaan lebih disebabkan oleh
ketidaksamaan sosial. Oleh karena ketiga orang petani tersebut di dalam komunitas desanya
masing-masing memiliki akses atau mampu mengakses sumberdaya informasi melalui jaringan
komunikasi internet (Portal Desa dan teknologi informasi).
Perbedaan kemampuan mengakses sumberdaya inilah yang kemudian turut membentuk sistem
stratifikasi sosial. Singkatnya sistem stratifikasi sosial itu terjadi karena:
(a) Adanya proses-proses kelembagaan yang menetapkan suatu tipe barang dan jasa tertentu
sebagai sesuatu yang bernilai dan diinginkan;
(b) Adanya aturan-aturan alokasi yang mendistribusikan barang dan jasa tersebut kepada
beragam kedudukan-kedudukan atau pekerjaan; dan
(c) Adanya mekanisme mobilitas (gerak berubah) yang mengkaitkan antara individu-individu
dengan pekerjaannya atau kedudukannya itu.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, maka konsep stratifikasi sosial di sini menunjuk pada
pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan orang yang memiliki sumber-sumber langka tapi
diinginkan secara tidak sama (unequal), kesempatan hidup yang tidak sama dan pengaruh sosial
yang tidak sama (Beteille, 1985).
Proses Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat dengan sendirinya terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan masyarakat.
Akan tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Beberapa
alasan dasar untuk menerangkan terjadinya stratifikasi sosial di antaranya dikemukakan oleh Karl
Marx, yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak
kepemilikan pribadi. Bila dikaitkan dengan kekuasaan, maka dengan adanya pembagian kerja akan
bermunculan posisi-posisi dimana yang satu akan memiliki kekuasaan lebih daripada yang lain.
Ketidaksamaan dalam kekuasaan ini pada gilirannya akan mendorong terjadinya stratifikasi sosial.
Berkaitan dengan pembagian kerja dalam masyarakat ini pula, Bierstedt (1970) mengemukakan
pemikiran bahwa pembagian kerja merupakan:
a) Fungsi dari ukuran masyarakat, semakin besar masyarakat, semakin nyata
pembagian kerja;
b) Merupakan syarat perlu untuk terbentuknya kelas/pelapisan; dan
c) Menghasilkan ragam posisi/status dan peranan yang berbeda, yang satu dinilai lebih
tinggi dari yang lainnya.
Inilah juga dasar differensasi sosial yang membawa pada ketidaksamaan sosial dan akhirnya
stratifikasi sosial. Sedangkan konflik sosial dapat diartikan sebagai perjuangan oleh pelaku-pelaku
untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat (dapat
berupa tanah, uang, pendidikan, kemanan, dan lain-lain). Barang siapa yang menang dalam suatu
konflik sosial, akan membawanya untuk mudah memperoleh kekuasaan sosial yang lebih besar
lagi. Dengan demikian konflik sosial juga turut andil dalam menciptakan ketidaksamaan dalam
mengakses kekuasaan, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar stratifikasi sosial. Sebagian
konflik sosial juga terjadi karena ada dan diakuinya sistem pemilikan pribadi terhadap materi, yang
dengan hal itu orang tidak dibatasi untuk memperoleh dan mengakumulasikan materi sebanyak
yang ia inginkan.
Mekanisme yang turut andil mempertahankan sistem stratiifikasi sosial dalam masyarakat di
antaranya adalah :
(a) Usaha dari pihak yang berkuasa, yaitu usaha yang dilakukan dengan menggunakan beragam
saluran seperti ekonomi, politik, pendidikan dan sistem hukum ini dimaksudkan untuk
melindungi dirinya agar tetap terus bertahan dalam posisi yang diuntungkan;
(b) Pranata sosial, yaitu kelembagaan sosial yang dimanfaatkan untuk mempertahankan sistem
stratifikasi sosial, dapat berupa kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi seperti hak
kepemilikan terhadap barang dan usaha, kelembagaan agama, pendidikan, militer,
kekerabatan dan lain-lain;
(c) Kebudayaan, yang selalu menjadi alasan pembenaran adanya pembedaan atau pelapisan
masyarakat, seperti misalnya adanya ideologi bahwa kemiskinan akibat dari kemalasan;
(d) Sosialisasi, yaitu suatu proses dimana individu-individu belajar tentang posisi, peranan serta
hak dan kewajibannya yang sesuai dengan konteks budaya masyarakatnya; dan
(e) Alat pemaksa, yang berfungsi untuk mengontrol penyimpangan yang dilakukan individu-
individu dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisinya ataupun
mengontrol upaya pelanggaran hukum yang dilakukan mereka dalam usaha menaikkan
posisinya, misalnya hukuman bagi pejabat yang korupsi atau mahasiswa yang menyontek.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah
demikian. Pembedaan atas lapisan-lapisan sosial merupakan gejala universal yang merupakan
bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses-proses pelapisan
dalam masyarakat, pokok-pokok berikut dapat dijadikan pedoman (Soekanto, 1990):
(1) Sistem pelapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan (konflik sosial). Sistem
demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang
menjadi obyek penyelidikan; dan
(2) Sistem pelapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup sebagai berikut:
(a) Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti misalnya penghasilan, kekayaan,
keselamatan, kesehatan, wewenang dan sebagainya;
(b) Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan);
(c) Dasar sistem pertanggaan, dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok
kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan;
(d) Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan,
keanggotaan pada suatu organisasi, dan seterusnya;
(e) Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan; dan
(f) Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki kedudukan yang
sama dalam sistem sosial masyarakat.
Gambar 1: Perbandingan peluang gerak sosial vertikal pada beragam tipe masyarakat.
Mobilitas Sosial
Di dalam masyarakat kedudukan individu tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Peningkatan
karir selain membuat seseorang naik ke lapisan yang lebih tinggi dalam pekerjaannya juga dapat
membuatnya menduduki lapisan sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat, misalnya setelah
berhasil menjadi pemenang pada suatu ajang pencarian bakat yang bergengsi seorang penyanyi
yang belum terkenal menjadi sangat dikenal di seantero negeri, dihormati dan menjadi kaya raya.
Sebaliknya PHK (pemutusan hubungan kerja) bukan saja membuat seseorang kehilangan
pekerjaan tetapi juga dapat membuatnya turun ke lapisan sosial yang lebih rendah. Fenomena
inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial.
Sorokin menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar yaitu: (1) gerak sosial horizontal, yang
merujuk pada peralihan status individu atau kelompok dari suatu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat, dan (2) gerak sosial vertikal, yang merujuk pada peralihan status
individu atau kelompok dari suatu kedudukan (posisi) sosial ke kedudukan sosial lainnya yang
tidak sederajat (Sorokin dalam Pattinasarany 2016:35). Sebagai ilustrasi, seorang tukang ojek
pangkalan yang beralih menjadi tukang ojek on-line, atau seorang kasir di bank yang beralih
pekerjaan menjadi bagian keuangan di sebuah kantor pengacara, dapat dikatakan status sosialnya
tetap sama, tidak naik dan tidak turun. Berbeda halnya dengan seorang pejabat negara yang
menjadi narapidana karena korupsi atau seorang pegawai kantor menjadi pengangguran setelah
diberhentikan dari perusahaan akibat pandemi Covid-19 yang membuat perusahaan mengalami
penurunan produksi secara drastis, hal ini dapat dikatakan status sosialnya berubah secara vertikal,
naik maupun turun.
Sesuai dengan arahnya, gerak sosial vertikal secara khusus dapat dibedakan lagi menjadi dua,
yaitu: (a) gerak sosial vertikal naik (social climbing), dan (b) gerak sosial turun (social sinking).
Gerak sosial vertikal naik merujuk pada (i) masuknya individu-individu yang mempunyai
kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan-kedudukan yang telah
ada sebelumnya dalam masyarakat; atau (ii) pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian
ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk
kelompok itu. Sementara itu, gerak sosial vertikal turun merujuk pada (i) turunnya kedudukan
individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya; atau (ii) turunnya derajat sekelompok
individu yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan (Sorokin dalam
Prasodjo dan Pandjaitan, 2015).
Sorokin mendefinisikan mobilitas sosial secara luas sebagai perpindahan orang dalam ruang sosial
/social space (Sorokin dalam Pattinasarany, 2016). Ini artinya, status sosial atau posisi sosial
individu, keluarga atau kelompok memiliki kemungkinan berubah dari waktu ke waktu. Gejala
mobilitas sosial vertikal dapat mudah diamati dalam suatu masyarakat, meskipun kriteria dan laju
perubahannya amat bervariasi. Studi yang dilakukan Wherteim (1959) memberikan informasi
bahwa gejala mobilitas sosial vertikal di Jawa pada tahun 1900-an ditengarai dengan munculnya
kriteria (dasar atau dimensi penetapan) pelapisan sosial yang baru yaitu dari kriteria ras menjadi
kriteria pendidikan. Perjuangan ini dilakukan secara kolektif oleh golongan terdidik pribumi
(“golongan priyayi baru”) kala itu yang menuntut kesamaan hak dengan lapisan atas yang
ditempati oleh bangsa Eropa. Sementara itu di luar Jawa pada saat itu masih berlaku sistim
pelapisan sosial berdasarkan kriteria keturunan. Para bangsawan dan tetua adat ditempatkan pada
lapisan atas, sedangkan rakyat kebanyakan pada lapisan bawah. Namun. Setelah berkembangnya
ekonomi uang, khususnya melalui ekonomi perkebunan, lahirlah kelompok orang-orang kaya yang
menuntut hak-hak sejajar dengan pemuka adat. Kekayaan ekonomi dalam kaitan ini menjadi
ukuran baru yang memungkinkan masyarakat lapisan bawah naik ke lapisan atas tanpa
memandang garis keturunan.
Pada era digital, gejala mobilitas sosial juga terjadi dengan munculnya influencer dan selebgram
yang memanfaatkan saluran internet untuk menjadi terkenal bahkan melakukan “pansos (panjat
sosial)”. Istilah ini merupakan kosa kata baru yang beredar di kalangan netizen (warganet yaitu
orang yang menggunakan media sosial melalui medium internet untuk berinteraksi atau
berkomunikasi) yang oleh sebagian orang diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan seseorang
untuk mencitrakan dirinya sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi. Sebagian lainnya
menterjemahkan “pansos” sebagai suatu upaya untuk meningkatkan popularitas, yang pada
gilirannya tingkat popularitas itu akan mendudukkannya pada kedudukan sosial tertentu yang baru.
Pelaku pansos selalu berusaha melakukan berbagai cara untuk dapat dikenal oleh banyak orang
atau publik yang dihitung dari jumlah follower-nya. Publikasinya seringkali direncanakan secara
matang agar masif dan terkadang juga bombastis. Upaya-upaya ini dilakukan untuk membangun
brand personalitas positif, yang nantinya dapat memberi keuntungan ekonomi, otoritas, dll.
Namun tidak jarang bukan social climbing yang diperolah melainkan social sinking karena apa
yang mereka hadirkan dianggap melanggar norma sosial atau norma moral. Akibatnya justru
menjatuhkannya pada citra negatif, sehingga popularitas yang diperolehnya justru
menjatuhkannya pada kedudukan sosial yang lebih rendah.
Contoh-contoh di atas selain menjelaskan kriteria yang digunakan masyarakat untuk
mendudukkan warganya ke dalam lapisan sosial tertentu, juga menjelaskan saluran-saluran yang
ada dalam masyarakat untuk mencapai mobilitas sosial vertikal. Saluran-saluran itu diantaranya
seperti sekolah (sebagai saluran mobilitas vertikal bagi orang-orang lapisan rendah yang berhasil
masuk pada sekolah untuk orang-orang dari lapisan atas), ekonomi (kekayaan sebagai saluran
mobilitas sosial vertikal bagi orang yang semula berada pada lapisan rendah), dan popularitas
(sebagai saluran untuk menciptakan brand personalitas positif, yang pada akhirnya dapat berefek
pada peluang memperoleh sumberdaya ekonomi, kekuasaan ataupun kehormatan). Sudah tentu,
selain saluran-saluran yang disebutkan ini masih banyak lagi saluran-saluran lain yang dapat
diamati pada gejala mobilitas sosial. Proses mobilitas sosial vertikal melalui saluran-saluran inilah
yang disebut sebagai social circulation.
RUJUKAN
Bierstedt, R. 1970. The Social Order An Introduction to Sociology. New York: McGraw Hill
Book Co.
Calhoun, C. et al. 1994. Sociology An Introduction. McGraw Hill, Inc.
Davis K and Moore WE. 1994. The Functions of Stratification. Di dalam David B Grusky, editor.
Social Stratification in Sociological Perspective. Colorado (US):Westview Press Inc
Hurst C E. 2007. Social Inequality: Forms, Causes, and Consequences. Boston MA, Allyn and
Bacon, 6th ed ISBN 0-205-48436-0.
Pattinasarany IRI. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Prasodjo NW dan Pandjaitan NK. 2015. Stratifikasi Sosial. Di Dalam Fredian T Nasdian,
editor. Sosiologi Umum. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Riyanto A. 2019. Panjat Sosial (Social Climber) di Media Sosial, Bagaimana Seharusnya?.
Business Law [Internet]. [diunduh 2020 November 13]. Tersedia pada https://business-
law.binus.ac.id/2019/12/19/panjat-sosial-social-climber-di-media-sosial-bagaimana-
seharusnya/
Satria A. 2015. Struktur Sosial Masyarakat Pesisir. Di dalam Pengantar Sosiologi Masyarakat
Pesisir. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): Rajawali Press.
Wertheim W.F. 1959. Indonesian Society in Transition A Study of Social Change. Bandung:
Van Hoeve.
SOSIOLOGI (KPM131)
P R O G R A M P E N D I D I K A N KO M P E T E N S I U M U M
1
IPB UNIVERSITY
PB 09
KEKUASAAN DAN
WEWENANG
Pengajar: Dr. Saharuddin
skpm.ipb.ac.id @skpm_ipb @skpm_ipb Departemen SKPM
Sub Pokok Bahasan
2
01
PENGERTIAN DAN CAKUPAN
KEKUASAAN DAN WEWENANG
4
Unsur Kekuasaan
• Menurut Soekanto (2013)
Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang/kelompok
menimbulkan kepatuhan terhadap kemauan dan
tindakan kelompok tersebut
Rasa Cinta
Menghasilkan perbuatan yang cenderung positif,
sehingga Orang/kelompok orang mau bertindak
untuk dirinya dan kelompok itu
Kepercayaan
Sifat-sifat universal (jujur, bersih, peduli sesama, toleran, dll)
yang dimiliki oleh seseorang meghasilkan hubungan-
hubungan asosiatif secara kolektif.
Pemujaan
Puncak dari kualitas kepribadian adalah pemujaan.
Semua tindakan penguasa dianggap benar atau
dibenarkan ata menjadi rujukan tindakan.
6
Sumber Kekuasaan
Menurut Soekanto (2013)
Kedudukan
Komondan, majikan atau pimpinan dapat memberikan perintah
dan ganjaran kepada bawahannya.
Kekayaan
Pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus
atau siapapun yang diperlakukan sebagai bawahannya
Soekanto (2013:234-235)
Militer/Polisi/Preman
Lebih banyak menggunakan
kekuatan superior untuk Tradisional
menjalankan dan Dilakukan dengan
mengamankan kekuasaan menyesuaiakan tradisi
pemegang kekuasaan
dengan tradisi
masyarakat
Ekonomi
Dilakukan dengan
penguasaan ekonomi Ideologi
dalam kehidupan Melalui doktrin-doktrin
masyarakat atau ajaran-ajaran yang
digunakan untuk
pembenaran bagi
penguasa
Politik
Dilakukan dengan
membuat peraturan- Komunikasi
peraturan yang harus Penguasaan terhadap media
ditaati melalui badan komunikasi dan jejaring
legal
Cakupan dan Domain Kekuasaan
8
02
TIPE PELAPISAN KEKUASAAN
DAN WEWENANG
Tipe Wewenang
12
• “Beberapa pemimpin dapat memiliki lebih dari satu tipe wewenang, atau berevolusi atau berubah menjadi tipe lain.”
Tipe Pelapisan Kekuasaan
14
Tipe Kasta
Tipe Oligarkhis
Tipe Demokratis
03
TIPOLOGI PRAKTEK
KEKUASAAN DAN
WEWENANG
Tipologi Praktik Kekuasaan dan 18
Wewenang Sah
Kekuasaan negara
Soekanto (2013: 237) yang dijalankan oleh •Kekuasaan Negara,
lembaga-lembaga khusus •Masyarakat adat
(Jaksa, polisi, Densus •Lembaga patron-client
888, dll) •LSM
TERIMA KASIH
KONTAK
Anggra Irena Bondar
Email: airena@apps.ipb.ac.id
Mobile Phone: 08129093791
SOCIAL MEDIA
https://www.facebook.com/departemen.sainskpm.7
Twitter.com/skpm_ipb
Instagram.com/skpm_ipb
@skpm_ipb
KOMUNIKASI:
Merajut Hubungan Sosial
Djuara Lubis
Sarwititi
Ratri Virianita
Asri Sulistiawati
Widya Hasian Situmeang
SUB POKOK BAHASAN
Lebih
dari 70 % aktivitas mahasiswa ketika sadar
dalam beromunikasi
Proses sosial diwujudkan dalam komunikasi
Komunikasi mewujud dalam hubungan antar
pribadi, kelompok, organisasi, masyarakat, dan
global
1. Pengantar: Komunikasi dan Interaksi Sosial
2. Penghindaran Ketidakpastian
3. Jarak Kekuasaan
4. Maskulinitas vs. Feminitas
5. Konteks Tinggi vs. Konteks Rendah
2. KOMUNIKASI: PROSES SOSIAL
Lalu?
Mindfulness
untuk menghindari konflik akibat
perbedaan budaya
Memperbanyak berdialog antar budaya
3. Komunikasi untuk Perubahan Sosial
B. Integrated Model of
Communication for Social Change
Basisnya: Komunikasi dua arah
Unsurnya:
Katalis
Dialog Komunitas
Aksi Kolektif
3. KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN SOSIAL
Djuara P. Lubis, Sarwititi, Asri Sulistiawati, Ratri Virianita dan Widya Hasian Situmeang
1. Pengantar
Coba buat daftar kegiatan yang Anda lakukan sejak bangun pagi sampai sekarang! Pasti,
banyak kegiatan Anda berhubungan dengan berkomunikasi. Mungkin, setelah bangun
Anda mulai berfikir merencanakan kegiatan hari ini, sembahyang, membuka gadget
memeriksa chat, menelepon berbicara dengan teman atau orangtua, membaca,
mendengar kuliah, dan sebagainya. Itu semuanya kegiatan berkomunikasi. Penelitian
di Amerika menunjukkan, sekitar 70 persen aktivitas mahasiswa selama dia bangun
adalah berkomunikasi. Begitu banyaknya kita berkomunikasi, sehingga dikatakan
manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Ketika Anda diam tidak berbicara, saat itu
Anda sudah berkomunikasi kepada orang lain.
Pada hakekatnya, komunikasi merupakan proses yang merajut semua interaksi sosial.
Semua proses dan struktur sosial diwujudkan dalam proses komunikasi. Kekuasaan
dijalankan dan diekspresikan melalui proses komunikasi, dan bahasa yang kita pakai
pun turut menggambarkan status sosial kita. Karena itu, Edward T. Hall mengatakan
communication is culture, culture is communication
Apakah komunikasi itu? Komunikasi merupakan proses berbagi pesan di antara
pelakunya. Ketika berkomunikasi, para pelaku komunikasi ini mempertukarkan pesan
dalam bentuk simbol yang sama-sama mereka pahami. Ada beragam simbol yang
dipakai dalam berkomunikasi, misalnya bahasa tertulis, bahasa lisan, gerak tubuh,
gerakan bendera, suara kentongan, rambu lalu lintas dan sebagainya.
Kembali ke daftar kegiatan Anda tadi. Kepada siapa saja Anda berkomunikasi? Ada
beberapa aras (level) komunikasi. Aras pertama adalah komunikasi intrapersonal,
berkomunikasi dengan diri sendiri, berfikir sebelum mengambil keputusan. Ketika
Anda merencanakan sesuatu di dalam pikiran, atau berfikir ketika menjawab pertanyaan
ujian, pada saat itu Anda sedang melakukan komunikasi intrapersonal. Aras kedua
adalah komunikasi interpersonal, yaitu berkomunikasi tatap muka dengan orang lain
pada suasana akrab. Berbicara dengan teman, ngobrol dengan orangtua adalah contoh
kegiatan komunikasi anterpersonal atau antar pribadi. Aras ketiga adalah komunikasi
kelompok, yaitu ketika Anda berkomunikasi dalam kelompok; kelompok
mempengaruhi Anda dan Anda mempengaruhi kelompok. Berdiskusi dengan teman
sekelompok praktikum, keluarga yang berbincang sambil makan malam adalah contoh
keminikasi kelompok. Aras keempat adalah komunikasi massa, yaitu komunikasi dari
sumber yang terorganisasi kepada khalayak yang anonim dengan menggunakan
teknologi komunikasi. Membaca buku, menonton televisi merupakan contoh
komunikasi massa.
Pasti Anda sudah melihat bagaimana peranan komunikasi dalam kehidupan kita. Kita
berkomunikasi dalam berbagai aras dan beragam tujuan. Komunikasi telah tumbuh
menjadi salah satu cabang ilmu sosial. Dalam mata pelajaran Sosiologi ini, kita akan
mendiskusikan tiga isu penting, yaitu (a) komunikasi dalam sistem sosial, (b)
komunikasi untuk menyebarkan inovasi, dan (c) perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Ketiga issu ini penting, karena erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Ketiga issu ini berguna bagi kita semua. Issu pertama penting, karena kita hidup di
Indonesia yang sangat beragam budayanya, seperti telah pelajari pada bab sebelumnya.
Dengan menerapkan mindfulness dalam berkomunikasi, kita bisa menghindari berbagai
konflik karena perbedaan budaya. Sebagai (calon) sarjana pertanian, issu kedua sangat
relevan. Pada bagian tersebut kita mempelajari bagaimana fungsi komunikasi dalam
mendorong adopsi inovasi; kita tahu inovasi merupakan kunci pembangunan, termasuk
pembangunan pertanian. Issu ketiga menyangkut penggunaan teknologi komunikasi,
yang sudah merasuk ke semua aspek kehidupan kita. Kita perlu cerdas mempergunakan
teknologi ini, agar kita tidak dipermainkan oleh arus informasi yang begitu hebat dibawa
oleh teknologi ini.
Ada dua pendekatan komunikasi untuk perubahan sosial. Yang pertama dinamai
komunikasi inovasi dan yang kedua dinamakan model komunikasi terpadu untuk
perubahan sosial.
Mari kita diskusikan yang pertama. Agar maju dan beradaptasi dengan perubahan,
masyarakat memerlukan informasi tentang pembaharuan atau inovasi. Ini yang disebut
komunikasi inovasi (Rogers 1964; Singhal & Dearing 2006). Komunikasi inovasi
membahas proses mengalirnya informasi dari pusat informasi sampai akhirnya diadopsi
atau ditolak oleh sistem sosial masyarakat adopter.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau sesuatu yang dianggap baru oleh suatu masyarakat.
Tentu penilaian “baru” sangat relatif, baru pada suatu komunitas bisa saja usang pada
komunitas lain.
a. Innovator (innovators), yaitu orang yang pertama sekali menerapkam inovasi. Mereka
adalah orang yang memiliki jiwa petualangan dan tertarik kepada hal-hal baru,
berani mengambil risiko dan biasanya termasuk orang yang mengembangkan
gagasan baru.
b. Adopter awal (early adopters), biasanya menjadi pemimpin pendapat; orang yang
pendapatnya diikuti oleh pengikutnya. Sebagai pemimpin mereka menyadari
perlunya perubahan dalam lingkungan mereka dan mudah menerima hal baru.
c. Mayoritas awal (Early Majority) – umumnya bukan pemimpin, tetapi mereka relatif
lebih dahulu menerima inovasi dibandingkan kebanyakan orang. Mereka
memerlukan bukti dari pengadopsi sebelumnya tentang kehebatan suatu inovasi.
d. Mayoritas Belakangan (Late Majority) – golongan ini skeptis terhadap perubahan dan
baru mau menerima inovasi setelah sebagain besar orang menerimanya.
e. Kolot (Laggards) – Orang-orang ini sangat terikat pada tradisi dan sangat konservatif.
Mereka skepstis terhadap perubahan dan sulit mengikuti perubahan.
Ada inovasi yang cepat diadopsi, ada pula yang lambat. Kecepatan ini dipengaruhi oleh
persepsi adopter terhadap inovasi tersebut. Dasar penilaian subyektif terhadap inovasi
tersebut adalah:
a. Observabilitas, yaitu sejauh mana hasil suatu inovasi dapat ditangkap oleh indera
(misalnya dilihat) oleh calon pengadopsi.
b. Keuntungan relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap lebih unggul dari ide,
praktek, dan produk yang digunakan saat ini atau sebelum inovasi diperkenalkan.
c. Kesesuaian: Sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai sosial-
budaya, ide sebelumnya, dan atau kebutuhan yang dirasakan. Masyarakat yang
memandang sampah adalah kotoran akan sulit menerima bahwa pupuk organik
memeberikan hasil produk pertanian yang menyehatkan.
d. Trialabilitas: Sejauh mana inovasi dapat dicoba dalam jumlah kecil. Inovasi
penggunaan botol-botol minuman mineral untuk teknik penanaman sayur di
perkotaan lebih mudah diterima dibandingkan membuat instalasi hidroponik yang
membutuhkan ukuran besar
e. Kompleksitas: Sejauh mana inovasi sulit digunakan atau dipahami dan rumit dalam
penerapannya. Gagasan tentang cara bertani yang baru untuk beradaptasi dengan
“pemanasan global” lebih sulit dipahami dibandingkan dengan penjelasan
penggunaan pupuk baru.
Sebagai civitas akademika kampus paling inovatif di Indonesia, Anda memiliki peran
penting untuk menyebarkan inovasi agar pertanian kita semakin maju di masa depan.
Sebagai contoh, Anda ingin mendorong praktek urban farming. Untuk itu Anda perlu
memikirkan: siapa orang-orang yang bisa Anda ajak kerjasama dengan memperhatikan
ciri-ciri adopter. Bagaimana Anda mengemas pesan inovasi agar diterima masyarakat
lingkungan Anda mengingat kakarteristik inovasi mempengaruhi penerimaan inovasi?
Jenis tanaman apa yang lebih menarik untuk ditanam di lingkungan pekarangan/taman
sekitar rumah? Saluran komunikasi apa yang lebih tepat untuk mengajak lingkungan
tetangga Anda untuk melakukan urban farming?
Selanjutnya, kita diskusikan model yang kedua, yaitu Model Terpadu Komunikasi untuk
Perubahan Sosial. Anda bisa memperhatikan, pada komunikasi inovasi, proses
komunikasi diawali oleh agen perubahan sosial yang membawa informasi kepada
penerima inovasi. Dengan demikian komunikasi bersifat satu arah dan dari atas ke
bawah. Dikatakan dari atas ke bawah, seperti mengintruksikan atau membujuk untuk
menerapkan suatu inovasi. Model kedua ini berbeda, karena berangkat dari asumsi
perubahan sosial tidak selalu berasal dari luar sistem sosial dan tidak selalu bersifat
searah. Perubahan seringkali bersifat siklikal seperti dalam Model Komunikasi untuk
Perubahan Sosial (Gambar 2).
Apa perubahan yang terjadi? Perubahan dapat dilihat di aras individu ataupun aras
komunitas. Contoh perubahan pada aras individu adalah:
Selain itu, ada pula perubahan pada aras komunitas. Contohnya adalah:
a. kepercayaan diri kolektif bahwa mereka dapat berhasil dalam proyek berikutnya
b. rasa memiliki proyek
c. kohesi sosial
d. norma sosial terkait siapa yang seharusnya berbicara dan memutuskan dan
menjamin keadilan
e. kapasitas kolektif untuk melakukan dialog komunitas dan melakukan tindakan
kolektif.
Gambar 2. Model Komunikasi untuk Perubahan Sosial
Maukan Anda menjadi katalis? Tantangan lebih hebat di masyarakat perkotaan yang
lebih individualistik. Masih mungkinkah melakukan pengambilan keputusan melalui
dialog dan menangani masalah lingkungan secara bersama-sama? Bila di suatu
pemukiman elit terjadi banyak pencurian, mungkinkah dilakukan dialog komunitas dan
tindakan kolektif? Bagaimana bentuk komunikasi yang mungkin dilakukan warga.
Apakah hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi oleh masyarakat perkotaan dalam
berkomunikasi di antara lingkungan ke tetanggaan? Apa faktor-faktor pendorongnya
apabila ada?
Pada sektor ekonomi misalnya, kehadiran TIK menjanjikan efektivitas dan efisiensi yang
dapat meningkatkan produktivitas bagi perusahaan serta mampu menciptakan model
bisnis baru melalui pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan atau Internet of Things
(IoT). Melalui pemanfaatan teknologi ini, perusahaan dan pelanggan dapat melakukan
transaksi secara langsung. Manusia dapat melakukan transaksi jual beli, mencari produk
tanpa harus berlelah-lelah dan membuang waktu banyak untuk pergi ke pasar.
Perkembangan selanjutnya, muncullah “cashless society” dimana masyarakat
mengunduh aplikasi uang elektronik yang digunakan sebagai moda pembayaran
produk dan atau jasa. Penggunaan alat pembayaran digital ini semakin hari semakin
populer sebagai ciri dari semakin berkembangnya ekonomi digital.
Tidak hanya di sektor ekonomi, perubahan juga terjadi pada sektor layanan publik yang
sekarang masih terus dikembangkan layanan “e-government”. Melalui pemanfaatan TIK,
Anda tidak lagi perlu melewati rumitnya birokrasi, bolak-balik pergi ke kantor kelurahan
dan kecamatan untuk mengurusi data kependudukan, karena masyarakat dapat
melakukannya di rumah melalui jaringan online dengan platform yang telah disediakan.
Berkat TIK, otomatisasi layanan publik semakin hari semakin berkembang. Satu contoh
di antaranya adalah dicetuskannya portal desa melalui domain desa.id pada Tahun 2013
silam. Website ini digagas oleh perwakilan desa-desa yang tergabung dalam Gerakan
Desa Membangun (GDM) yang bertujuan untuk memberikan sejumlah informasi desa
dan menunjukkan kearifan serta potensi yang dimiliki masing-masing desa.
Digitalisasi juga terjadi pada sektor pendidikan. Dengan Revolusi Industri 4.0, proses
pembelajaran jarak jauh menjadi semakin mudah dan mempunyai beragam bentuk.
Bahkan di masa pandemi covid-19 seluruh kegiatan pendidikan formal di seluruh
jenjang, dilakukan secara daring. Kita melihat dan mengalami kehadiran internet dan
web telah menghasilkan cara belajar yang sepenuhnya baru. Peserta belajar disebut
sebagai “Cyber Student” yang mengubah praktik menulis menjadi praktik mengetik dan
internet menjadi salah satu sumber informasi yang utama bagi siswa (Thurlow, Lengel,
& Tomic, 2004)
Di ranah sosial, kehadiran TIK telah mengubah pola interaksi dan komunikasi
masyarakat. Perubahan tidak hanya terjadi pada perubahan pola pikir manusia dalam
menyikapi suatu hal, namun juga berdampak pada perubahan perilaku secara sosial.
Saat ini, orang lebih banyak berkomunikasi melalui aplikasi chat seperti Whatsap, LINE
dan semacamnya ketimbang komunikasi secara tatap muka. Bahkan, fenomena
menujukkan adanya kecenderungan seseorang dapat lebih akrab dengan kerabatnya di
dunia maya melalui media sosial namun tidak di kehidupan nyata. Terbentuknya
komunitas maya di dunia virtual disebut Castells (2001) sebagai “network society” yakni
masyarakat yang struktur sosialnya terbuat dari jaringan yang didukung oleh teknologi
informasi dan komunikasi berbasis mikroelektronika. Adapun (Lupton, 2014)
menyebutnya dengan “digital society” atau masyarakat digital. Menurut Castells,
teknologi digital seperti media sosial telah memainkan peran utama dalam menciptakan
struktur sosial baru, ekonomi global, dan budaya virtual baru.
Tidak ada definisi baku apa itu TIK. Namun secara sederhana, kita dapat memahami TIK
sebagai teknologi digital yang mampu membantu manusia dalam memproses informasi,
yaitu menerima, membuat, menyimpan, mengirim dan bahkan memanipulasinya.
Perangkat keras TIK diwujudkan dalam bentuk yang beragam seperti, komputer, televisi
digital dan teknologi telepon pintar (smart phone) yang kini semakin murah dan mudah
diperoleh.
Tahun 2020, sudah hampir 70 persen penduduk Indonesia terhubung dengan internet,
dan sebagian besar dipergunakan untuk media sosial. Salah satu dampak negatif
perkembangan TIK ini adalah penyebar-luasan berita yang tidak benar dan ujaran
kebencian. Pada bacaan terlampir, Anda dapat melihat dampak buruk yang diakibatkan
oleh kabar bohong ini.Beberapa istilah yang muncul karena informasi melalui TIK ini:
a. Hoax: berita palsu atau bohong yang sengaja dibuat karena iseng belaka, atau
bertujuan untuk menguji kecerdasan penerima berita, dan membentuk opini publik.
b. Fake News: artikel atau berita yang salah yang dibuat secara sensasional dan
disebarkan di dunia maya melalui internet.
c. Filter bubbles: dunia yang dibangun atas “kesamaan” yang menciptakan efek
konsensus yang salah. Informasi yang seragam yang diperoleh mengakibatkan
kecenderungan seseorang mengklaim orang lain sepaham dengan dirinya, atau
menyimpulkan pendapatnya adalah kesimpulan dari mayoritas.
d. Echo chambers: hanya “mendengar” yang sependapat tanpa mau mengetahui kondisi
nyata sehingga mengaibatkan kecenderungan seseorang memilih informasi yang
disukainya.
e. Social bots: teknologi informasi dan komunikasi digunakan untuk melipatgandakan
penyebaran informasi.
f. Post truth, yaitu: kondisi dimana pembentukan kebenaran (opini publik) tidak terlalu
dipengaruhi fakta obyektif, tetapi oleh emosi dan keyakinan personal. Artinya, fakta
obyektif kurang berpengaruh dibandingkan kondisi emosional dan sentimen
seseorang terhadap latar belakang informasi yang disajikan di sebuah media. Post
truth ditunjukkan dengan semakin merebaknya berita hoax dan kebimbangan media
massa dan jurnalis menghadapi berita-berita bohong yang disebarkan di media sosial.
Kondisi ini biasanya memuncak dalam momen politik yang digerakkan oleh
sentimen emosi. Pada situasi ini, banyak kampanye hitam yang menyerang seorang
tokoh dan berita tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat tanpa mencari
tahu perihal fakta yang sebenarnya terjadi. Contoh lainnya, yaitu kondisi pandemi
Covid-19, ada orang yang mempercayai opini terkait teori konspirasi dalam
mewabahnya penyakit Covid-19 tanpa mencari tahu perihal sebenarnya dari
penyakit Covid-19.
Apa yang harus kita lakukan menghadapi disrupsi informasi ini? Setiap warga yang
mempunyai gawai harus memiliki Literasi digital. Literasi digital adalah pengetahuan
dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan
dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan
memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam
rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (LiDi, 2020).
Literasi digital, menurut Bawden (2001) sebagai keterampilan teknis dalam mengakses,
memahami, merangkai dan menyebarluaskan informasi. Belshaw (2012) menyatakan
bahwa literasi digital sebagai pengetahuan dan kecakapan seseorang dalam
memanfaatkan dan menggunakan media digital, mulai dari menggunakan jaringan, alat
komunikasi hingga bagaimana mengevaluasi informasi yang tersedia di media digital
tersebut.
Issu lain yang menarik dalam era digital ini adalah digital divided dan digital inequality.
Digital divided berkaitan dengan ketimpangan dalam mengakses internet. Pada masa
belajar dari rumah ini banyak mahasiswa mengalami kesulitan besar dalam mengakses
sumber belajar. Studi Ariyanti (2015) menunjukkan propinsi yang akses internetnya baik
adalah DKI Jakarta dan DI. Yogyakarta, sedang propinsi dengan akses internet sulit
adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah. Bagaimana
akses di tempat tinggalmu?
Digital inequality berkaitan dengan pemanfaatan informasi yang diperoleh dari internet.
Banyak orang yang memperoleh banyak manfaat sosial, ekonomi, dan politik dari
penggunaan internet, namun ada pula yang tidak memperoleh apa-apa. Dalam
memanfaatkan bidang pertanian misalnya, banyak informasi pertanian yang tersedia di
dunia maya, misalnya tentang teknologi pertanian, informasi harga, dan jual beli hasil
pertanian. Banyak petani yang memperoleh pengetahuan dari dunia maya ini, dan
kemudian beruntung secara ekonomi karena memanfaatkan berbagai informasi tersebut.
Namun, ada pula yang tidak memperoleh manfaat ekonomi ini. Berdasarkan studi
literatur dan penelitian lapangan, Lubis dan Sulistiawati (2020) menemukan bahwa
petani yang memiliki lahan luas dan berpendidikan tinggi lebih banyak memperoleh
keuntungan dari informasi pertanian yang tersedia di dunia maya. Artinya, petani kaya
tersebut semakin kaya dengan hadirnya TIK, sementara petani guren hanya memperoleh
sedikit keuntungan. Selain karena faktor keinovatifan yang sudah dibahas di atas,
banyak petani kecil tidak mampu memahami informasi yang ada di dunia maya karena
bahasanya terlalu “tinggi” bagi mereka. Masalah lain adalah informasi yang tersedia
tidak begitu relevan bagi petani kecil, karena tekologinya mahal dan hanya mengatasi
masalah petani besar.
Untuk memperbaiki digital divided tentu pemerintah dan swasta perlu bahu membahu
untuk memeratakan akses internet ke seluruh penjuru tanah air. Bagaimana
memperbaiki digital inequality? Maukah Anda mendampingi petani kecil agar mereka
juga bisa belajar memanfaatkan informasi yang ada di dunia maya? Maukah Anda?
Daftar Pustaka
Ariyanti S. 2015. Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. Bulletin Pos dan
Telekomunikias. DOI: 10.17933/bpostel.2013.110402
Bawden, David. (2001). Information and Digital Literacies: A Review of Concepts. Journal
of Documentation, v57 n2 p218-59 Mar 2001
KRISIS EKOLOGI
DAN
MODERNISASI EKOLOGI
SUB POKOK BAHASAN
Unsur-unsur yg
Manusia sbg Hidup
makhluk biologis (hewan, tumbuhan)
Unsur-unsur tak
Kebudayaan (karya,
Hidup
cipta, karsa)
(air, udara, tanah)
Ekologi Manusia
Manusia ada di persimpangan, yaitu di
Jejak Kaki Ekologis dan antara membiarkan kerusakan
Pilihan Umat Manusia diteruskan, atau mengembalikan Bumi
menjadi lebih mampu mendukung
(Footprint Network, 2020) kehidupan manusia dan makhluk
lainnya secara berkelanjutan.
Revolusi Industri dan Perubahan Lingkungan
• Schwab (2019:2) revolusi industri
terjadi ketika teknologi-teknologi
mutakhir dan cara-cara baru
dalam melihat dunia memicu
perubahan mendalam pada
sistem ekonomi serta struktur
sosial;
• Revolusi industri 4.0 akan
mempengaruhi cara-cara manusia
dalam memanfaatkan alam.
Modernisasi ekologi
menjadi aksi dan praksis
re-adaptasi yang dimulai
dari diri sendiri (individu),
keluarga, komunitas,
organisasi, dan entitas
global dalam merespon
krisis ekologi kontemporer
MODRENISASI EKOLOGI DALAM
PROSES PRODUKSI INDUSTRI
KURANGI LIMBAH
INPUT
Tingkatkan kepedulian & kompetensi
Perbaiki cara pemeliharaan
Tetapkan indikator kinerja
lingkungan
KURANGI DARI SUMBER
Perbaiki pengendalian operasi
Ubah disain produk Perbaiki peralatan/instrumen
Ganti/subsitusi B3 yang Ubah proses produksi
digunakan
Kurangi konsentrasi bahan RECYCLE & REUSE
Perbaiki cara pemeliharaan Pemilahan limbah
Hemat air Pakai ulang limbah
Hemat energi Pulihkan limbah
OUTPUT
INISATIF & ANEKA PRAKTEK RE-ADAPTASI DI TINGKAT
INDIVIDU & KOMUNITAS: MAHAR BIBIT TANAMAN
Keterlibatan para
pihak dalam
beragam aksi
re-adaptasi ME:
perusahaan,
pemerintah, LSM,
komunitas,
parpol, dll
ANDA JUGA BISA MELAKUKAN RE-ADAPTASI :
BANK SAMPAH
INISATIF & ANEKA PRAKTEK RE-ADAPTASI:
HEMAT ENERGI
Jangan Cuma wacana
“Hemat Energi dan
Lindungi Bumi”
Konsep ‘gender’ merupakan konsep kunci dalam Analisa Sosiologi mengenai stratifikasi
sosial, ideologi dan pengetahuan … tidak saja menekankan pentingnya perbedaan dan
pembedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat biologis maupun ajar, tetapi juga
bahwa perbedaan ini melintas-bagi (cross-divides) segala bentuk perbedaan sosial lain,
seperti kelas, status atau ras (Slattery 2003:115-119)
1. KONSEP GENDER,
IDENTITAS dan PERAN GENDER
Jenis Kelamin (Sex) dan Gender
(Gender adalah) Perbedaan sifat, peranan, fungsi dan tanggung jawab antara laki-
laki dan perempuan yang bukan berdasar pada perbedaan biologis, tetapi berdasar
konstruksi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas,
sehingga dapat berubah sesuai perkembangan zaman (KPP-PA, 2010)
Jenis Kelamin (Sex) dan Gender
10
8.48 100
7.79 7.98 7.64
8 7.09 95.38 95.78
6.71 94.04
95
6 90.67
90 89.1
4 Angka 86.8
Lama Melek
Sekolah 2 Huruf 85
(tahun) (%)
0 80
2004 2008 2012 2004 2008 2012
laki-laki perempuan laki peremp
Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf perempuan lebih rendah dibanding laki-laki .
Mengapa?
-pandangan “perempuan tak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya hanya mengurus
dapur” atau “makin tinggi pendidikan perempuan makin sulit ia mendapat jodoh” . . . .
.dlsb
Identitas dan Peran Gender
(dipelajari seseorang pertama melalui)
sosialisasi primer dalam keluarga
→ peran spesifik gender (diperkenalkan,ditiru)
*hadiah mainan *jenis kegiatan *buku cerita
ganjaran
/ sanksi dikuatkan dalam beragam diterus-
ranah/bidang kehidupan sosial kan antar
*sekolah *tempat kerja *media&budaya populer generasi
*adat istiadat masy *agama (tafsir) *negara
Tidak masalah,
Masalah,
tidak perlu digugat perlu digugat (karena menciptakan dan
melanggengkan ketidakadilan)
2. BENTUK KETIDAKADILAN GENDER:
stereotipe, bebankerja, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan
Ketidakadilan Gender
Bentuk ketidakadilan gender:
-stereotipe,
negara, organisasi antar-negara
1.Stereotip: pelabelan
atau penandaan
berdasarkan pandangan
yang sangat
menyederhanakan
(oversimplified
standardized image or
idea) → negatif
Stereotip menjadi dasar
bentuk-bentuk
ketimpangan gender
lainnya
Bentuk ketidakadilan gender (2)
2. Beban kerja ganda: beban kerja yang lebih berat pada salah satu jenis kelamin
(umumnya perempuan)
Diasumsikan bahwa semua orang akan Setiap orang mendapat dukungan/bantuan berbeda supaya
mendapatkan manfaat dari dukungan/bantuan memungkinkan mereka mendapat akses (kesempatan) yg
yg sama. Mereka mendapat perlakuan SAMA sama. Mereka mendapat perlakuan SETARA
Inklusi Sosial sebagai Strategi Kesetaraan
Bahan:
“The Impossible Dream” https://images.app.goo.gl/ULPeEmVHGsV9iVDg6
Bahan:
Artikel “Perempuan Kepala Keluarga Kian Terpuruk” dan “Kesetaraan Jender: Menepis Stigma
dengan Berdaya” (Kompas 3 Agustus 2020)
Apakah terjadi
ketidakadilan gender?
Social inclusion is the process of improving the terms on which individuals and groups take part in society – improving
the ability, opportunity, and dignity of those disadvantaged on the basis of their identity (World Bank, 2020)
PB 13
PERUBAHAN SOSIAL DALAM
ARUS GLOBALISASI
M.A. SOSIOLOGI
Tim Pengembangan M.A.
Dep. Sains Komunikasi & Pengembangan Masyarakat/Fak. Ekologi Manusia
Universitas IPB
November 2020
SUB-POKOK BAHASAN
I. DEFINISI DAN ASPEK-ASPEK PERUBAHAN SOSIAL
I.1. Definisi Perubahan Sosial
I.2. Aspek-Aspek Perubahan Sosial
II. PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI PROSES DAN SEBAGAI INTERAKSI
II.1. Perubahan Sosial sebagai Peroses & sebagai Interaksi
II.2. Teori Dependent Development
III. GLOBALISASI & GLOKALISASI
III.1. Pendefinisian Globalisasi
III.2. Ragam Skenario Globalisasi dan Glokalisasi
IV. PEMBANGUNAN
IV.1. Makna Pembangunan
IV.2. Indikator Pembangunan
IV.3. Human Development Indeks – Dimana posisi Indonesia?
IV.4. Pembangunan (MDGS ) Harus Diperjuangkan!
TUGAS MAHASISWA
APPENDIX
I. DEFINISI & ASPEK PERUBAHAN SOSIAL
NOTE
1.2. KOMPLEKSITAS ASPEK & SUMBER Kearah kemajuan/ progress? –
PERUBAHAN SOSIAL indicator universal?: angka
harapan hidup; akumulasi ilmu
TINGKAT dan teknologi; partisipasi dalam
Global – Climate Change; PERUBAHAN politik. Ada permasalahan
Globalisasi . Lokal s/d Global moral – dng pengorbanan siapa/
Regional – gelombang demokrasi apa?: Lingungan, jajahan.
dan reaksi serta intervensi negara ARAH &
LAJU
Evolusi – Perubahan lambat
adidaya di Timur-Tengah. dan harmonis.
PERUBAHAN
Nasional – perubahan strategi Revolusi – Perubahan
pembangunan: populis ke liberal. (relative*) cepat, penuh gejolak,
Lokal – perkebunan besar SUMBER
PERUBAHAN konfliktual.
perubahan landscape *) Relative – Rev. Neolithik/
perubahan livelihood penduduk . External & Alam & Pertanian = ribuan tahun; Rev.
Internal Man-made Industri = ratusan tahun; Rev.
Kemerdekaan = tahunan.
External – IMF memaksa
deregulasi, privatisasi negara PERUBAHA
anggota; Teknologi digital; N SOSIAL Alam – Tsunami; kegiatan
Internal – Peningkatan penduduk; vulkanik; gempa, dsb.
Kebijkan Alokasi SDA; hub. Gender; Man-made – Sumber External
Gerakan-social. Perubahan Struktur-sosial Perubahan Sosial-budaya & Internal; Climate Change;
Problematis – Pandemi Covid- Pelapisan sosial; Peran- & status- Aspek Material ; dan aspek Pencemaran alam; ancaman
19?; Climate Change?; Pencemaran sosial baru; Organisasi-sosial; Non-Material; Nilai & Norma. thd. biodiversivitas, dsb.
laut? kombinasi sumber. interaksi-social; penguasaan asset Ilmu Pengetahuan & teknologi;
ekonomi, dsb. Kesenian; Agama, Ideologi; NOTE
II. PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI PROSES &
SEBAGAI INTERAKSI
Teori Dependent Development – merupakan teori lanjutan dari Teori Dependency dapat menerangkan
perubahan dan kondisi di masyarakat dan negara-negara sedang berkembang di dalam konteks
Globalisasi kita akan membahas teori ini.
NOTE
2.2. TEORI DEPENDENT DEVELOPMENT Hoogvelt, 1997
Teori Dependent Development – dapat dipilah kedalam beberapa proposisi:
1. Perusahaan Transnasional (TNCS/Transnational Corporations) mengintegrasikan ekonomi
dunia, yang kita kenal kini sebagai kapitalisme-global.
2. Di dalam proses integrasi ini, terbentuk aliansi transnasional antara elite ekonomi negara-
negara-kaya dan -miskin/-sedang berkembang, atas dasar kepentingan yang sama.
3. Akses TNCS pada SDA, pasar dan tenaga-murah di negara sedang berkembang dilandasi
ideology bersama yang baru: tidak ada antagoni/konflik antara kepentingan TNC dengan
aspirasi ekonomi nasional.
4. Negara miskin dapat mengundang TNC dengan membuka akses pada SDA dan memberi
keringanan pajak (tax holliday). Selanjutnya mendukung elite ekonomi nasional di dalam
negosiasi dengan TNC agar kerjasama lebih banyak menguntungkan ekonomi nasional.
5. Kondisi ini memungkinkan negara miskin dengan cepat meng-industrialisasi diri dan
berkembang cepat. Malah dapat merebut peran penting di kancah global (seperti Korea,
Taiwan, China).
NOTE
III. GLOBALISASI & GLOKALISASI
NOTE
3.2. GLOBALISASI & GLOKALISASI BUDAYA
Global homogenization scenario terjadi dominasi budaya Barat, dimana seluruh dunia menjadi
sebentuk replika gaya hidup Barat (barang konsumsi, menu resto., mobil, film, lakon theater, berita
media, musik, dsb.
Saturation scenario versi homogenization dengan dimensi waktu. Di dalam proses waktu yang
panjang periphery kehilangan ciri khasnya karena meng-absorb pola budaya centre.(negara kaya)
Peripheral corruption scenario di dalam proses adoppsi oleh Periphery, terjadi degradasi dan
erosi dari elemen-elemen budaya dari Centre. Hal ini disebabkan oleh 1) mekanisme seleksi-
dan dumping–budaya oleh Centre.; 2) penyesuaian dengan norma dan nilai di periphery (misal nilai
demokrasi ter-degradasi menjadi sandiwara politik, persamaan dihadapan hukum menjadi
nepotism, dsb.)
Maturation scenario terjadi arus pertukaran budaya yang lebih timbal balik. Aktor-aktor
penyelia budaya menterjemahkan ulang elemen-elemen budaya yang diadopsi sesuai budaya
sendiri. Merangsang kreatifitas. Di dalam konteks ini bentuk dan nilai budaya lokal mekar dan
diperkaya. Proses globalisasi ini menciptakan hibridisasi / sintesa budaya /Glokalisasi budaya.
NOTE
IV. PEMBANGUNAN
4.1. Makna Pembangunan
4.2. Indikator Pembangunan
4.3. Pembangunan (SDG) harus Diperjuangkan!
NOTE
Dari sudut
4.1. MAKNA PEMBANGUNAN (Bernstein, 1982:219) pandang bangsa
yang sdng
berjuang
Bagi kebanyakan gerakan kemerdekaan di seantero Selatan, Kemerdekaan bukan membebaskan
tujuan akhir. Namun Kemerdekaan merupakan prasyarat bagi keluar dari diri
Keterbelakangan (underdevelopment) dan dimungkinkannya “Pembangunan
Nasional” (Bernstein, 1982:219)
“Pembangunan Nasional” dimaknai sebagai: 1) Pertumbuhan modal dibawah
kendali Nasional, (untuk) mengembangkan kekuatan produksi (SDM, teknologi,
infrastruktur untuk berproduksi) dan kapasitas untuk pertumbuhan yang mandiri;
2) Perluasan lapangan kerja yg produktif dan mencapai tingkat pendapatan dan
kesejahteraan lebih tinggi (kesehatan dan gizi, pendidikan) serta partisipasi di
dalam proses politik bangsa; 3) Prospek pencapaian Pembangunan Nasional
sedikit banyak dipengaruhi oleh kedudukan negara-negara DIII di dalam ekonomi
global (ibid.) Pembangunan (Nasional) – merupakan usaha menggerakan perubahan ke
arah yang diniatkan, dengan perencanaan, kebijakan serta kegiatan-kegiatan lain.
Pembangunan Nasional Perubahan kemasyarakatan yang besar, dari satu tingkat
kesejahteraan ke tingkat berikutnya yang dihargai lebih tinggi (Katz dikutip Ndraha
1987)
NOTE
4.2. INDIKATOR PEMBANGUNAN Perlu diperhatikan bahwa
Todaro, scnd impress. 1989: 152-157. Program Pembangunan
Nasional adalah factor
penting pembawa Perubahan
Periode 1950-1970an Pembangunan hanya dipandang dari segi
Sosial di pedesaan, bisa positif
ekonomi, di dalam bentuk pertumbuhan GNP/Gross National Product
maupun negative.
secara umum atau per-capita. Asumsi Ekonomi yang dominan saat itu:
Pembasmian Buta Huruf –
Pertumbuhan ekonomi adalah syarat untuk pembagian kekayaan
pemberdayaan yang positif.
kebawah, menetes kebawah – trickle down effect.
Rev. Hijau – peningkatan
Periode ‘80an Di kebanyakan negara GNP meningkat, namun tingkat produktivitas namun,
kemiskinan tetap parah, jurang kaya-miskin bertambah. Brand Report membuka proses konsentrasi
(1980) ikut menyadarkan bahwa Pembangunan bukan hanya penguasaan tanah, kerusakan
pertumbuhan ekonomi, namun juga redistribusi dari pertumbuhan tsb. lingkungan, ketergantungan
pd input pertanian yg mahal
Periode 2000-2015 Milenium Development Goals/MDG : 8 target
dan tidak sustainable.
Pembangunan dari kemiskinan s/d kesehatan ibu hamil dan kelestarian
Program Resettlement MHA*
alam, yang berperan juga sebagai indicator.
– MHA* kehilangan SDA,
Periode pasca 2015 Sustainable Development Goals/SDG: menjadi 17 runtuhnya Kelembagaan Lokal,
target Pembangunan yang saling terkait yang diproyeksikan tercapai erosi budaya local, kerusakan
2030. Target menjadi indicator keberhasilan Pembangunan juga. lingkungan, etc. etc……
*) MHA – Masyarakat Hukum Adat
NOTE
MDG/Melenium Dev Goal
1. Penghapusan Kemiskinan &
kelaparan
2. Mencapai Pendidikan Dasar
bagi semua,
3. Kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan,
4. Menurunkan angka kematian
balita,
5. Meningkatkan kesehatan ibu
hamil,
6. Melawan HIV/AIDS, Malaria
dan penyakit menular lain,
7. Memastikan kelestarian
lingkungan
8. Kembangkan partnership
global untuk pembangunan
3 Expected years of schooling + 3.5 (yr.) Perkiraan total lama sekolah bagi anak usia sekolah
INDONESIA DALAM
PERBANDINGAN
Nilai HDI, Life expentancy dan
Expected yearr of schooling:
Indonesia lebih rendah dari rata-
rata Asia Tenggara dan Pacific.
Rangking HDI Indonesia 107 dari
162 negara.
NOTE
Index Ketimpangan: adalah HDI dipotong oleh nilai Ketimpangan. Besar potongan tsb. diwujudkan dalam %.
Nilai Indonesia: 0.718 – 17.8%. Nilai ketimpangan Indonesia (17.8%) lebih tinggi dari rata2 Asia Tenggara dan
Pasific (16.9%).
Index Ketimpangan Dalam hal IHDI – Ketimpangan
di Indonesia lebih tinggi dari
rata-rata Asia Tenggara.
Perhatikan:
Angka harapan hidup antara
kaya dan miskin, dan
Ketimpangan pendidikan antara
kaya dan miskin.
Index Ketimpangan Gender
GII Indonesia lebih tinggi dari
rata-rata Asia Tenggara. Namun
lihat:
• Kematian ibu Melahirkan: dng
177.0 kematian ibu
melahirkan/100.000 kelahiran
jauh lebih dari rata Asia & Pasific
yang 73.1
• Perempuan di DPR, Indonesia
(17.4 %) ketinggalan dari Asia &
Pasific (20.2%).
4.4. SDG’S HARUS DIPERJUANGKAN Teori
Perspektif business as usual
Dependent
Devolopment
Komersialisasi Science,
growth for profit,
spekulasi tanah, politik
identitas, politik-uang, dll
KAPITALISME GLOBAL
Tenaga kerja murah, Transnasional Corporation
bisnis pendidikan & +
kesehatan, subordinasi Aliansi Transnasional Elite
perempuan, eksploitas, Ekonomi
perdagangan senjata +
Politikus dan Aparat
Negara
KOMODITAS SDA – Tanah,
mineral, minyak, gas, kayu,
air, landscape, ikan, ternak,
ungags, dsb.
Konsumerisme. Climate
Change = mythos.
• Perhatikan bahwa peningkatan nilai HDI, belum tentu terjemahan dari kesejahteraan yang
sesungguhnya. Bagaimana anda menerangkan hal tersebut?
• Dimana peran Perguruan Tinggi dan mahasiswa di dalam mendorong tercapainya SDG?
TERIMAKASIH
Sumber bacaan
• Bernstein, H., 1982, Industrialization, Development, and Dependence. In Hamza Alavi & T. Shanin (eds.),
Introduction to the Sociology of “Developing Societies”, Monthly Review Press, NY and London.
• Edelman, M. & Angelique Haugerud, 2005, The Anthropology of Development and Globalization. Blackwell
Publishing.
• Harper, C.l., 1989, Exploring Social Change, Prenticehall.
• Hoogvelt, A.M.M.,1978, The Sociology of Developing Societies. Second edition, McMillan Press.
• Hoogvelt, A.M.M., 1997, Globalisation and the Postcolonial World. The New Political Economi of
Development. MacMillan Press LTD.
• McMichael, P., 2004, Development and social Change. A Global Perspective. Third Edition. Pine Forge Press.
• Schoorl, J.W., 1988, Modernisasi. Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang,
PT. Gramedia.
• Sztompka P., 1993: The Sociology of Social Change, Blackwell Publishing.
• Todaro, M.P., 1982, Economics for a Developing World. Scnd Edt. Longman.
APPENDIX
• Dua muka dari Teknologi Digital
• Global Digital Divide: 1986 – 2014 & ASEAN Digitaal Divide
• Kompleksitas Perubahan Sosial di Pedesaan dan Pertanian
• Teori Modernisasi
• Teori Ketergantungan
DUA MUKA DARI TEKNOLOGI DIGITAL
diera Pandemik COVID-19
Peran positif Komunikasi Digital dalam
gerakan solidaritas Petani & Buruh
dampak Covid-19
Digital Divide
Produk PETANI
Pertanian Produk Pertanian
Pedesaan
Gerakan
Agraria TEKNOLOGI
COVID-19
Konsorsium DIGITAL
Pembaruan Agraria Komunikasi pengangguran
& data lock-down
Gerakan Buruh
Perkotaan
Usaha menanggulangi pandemic COVID-19 dengan ambil-
jarak, menghindari kerumunan dsb. berujung pada ‘belajar GOL. MISKIN KOTA
dari rumah’. Sistem belajar ini menegaskan perbedaan kaya- Hilangnya nafkah dan
Kebutuhan
miskin: KAYA ter Koneksi; MISKIN tidak terkoneksi (alat ancaman kebutuhan-
pokok
mahal, konektivitas mahal, kawasan miskin tidak terkoneksi pokok
baik, dsb.) – berdampak ketertinggalan lebih jauh.
GLOBAL DIGITAL DIVIDE
APPENDIX - KOMPLEKSITAS ASPEK DAN SUMBER PERUBAHAN SOSIAL
PEDESAAN DAN PERTANIAN
• Penerapan UU Nas.
• Alokasi SDA untuk • Erosi lembaga Adat
Usaha Skala Besar • Rasionalisasi
• Kerusakan Ekologis hubungan kerja.
• Perubahan Teknologi • Konflik primordial;
• New Movements;
• Tekno. komunikasi *) HEIA - High External Input Agric.
2.2. TEORI MODERNISASI – Modernisasi adalah transformasi total dari
masyarakat tradisional/pre-modern ke dalam tipe masyarakat dengan teknologi dan
organisasi sosial seperti pada masyarakat “maju” (advance) di Barat yang secara
ekonomi makmur dan secara politik stabil. (Wilbert More, 1963b:89 didalam Sztompka, 1993:132)
KELUARGA Peran sistem kekerabatan turun (klan, marga, dsb.), sebaliknya bentuk
keluarga- batih/nuclear-family menjadi umum .
STRATIFIKASI SOS. Status ascriptive surut, diganti Status berdasar prinsip achivement.
2.2. TEORI KETERGANTUNGAN Center
Gelombang 1 dari center
Antar Center
Kepentingan
kaya, mis. Jepang) dan center
sama
Periphery/Pinggiran (negara miskin, mis.
Indonesia) berciri hubungan
ketergantungan & eksploitasi.
HUBUNGAN
Ketergantungan sukar dipatahkan Center dari EKSPLOITATIF
karena Center dari center (Elite Jepang) periphery
dan Center dari periphery (elite
Indonesia) punya kepentingan sama
untuk mengeksploitasi SDA dan periphery
tenaga kerja murah dari periphery
(Indonesia) Periphery dari
the periphery
Johan Galtung di dalam J.W. Schoorl, 1988: 80-82