Anda di halaman 1dari 19

HARGA POKOK PRODUKSI

A. KOMPETENSI DASAR
Pengetahuan
Menganalisis harga pokok produksi perusahaan manufacture
Keterampilan
Menyusun harga pokok produksi perusahaan manufacture

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

I. BIAYA/COST , BEBAN/EXPENSE
Biaya / cost (dalam arti luas) adalah pengorbanan sumber ekonomis yang telah terjadi atau
mungkin akan terjadi yang diukur dengan satuan uang untuk mencapai tujuan tertentu. Atas
dasar pengertian biaya tersebut terdiri dari beberapa ciri yaitu :
1. Merupakan pengorbanan barang atau jasa yang mempunyai sifat langka (manfaat)
2. Dinyatakan dalam satuan uang ( misal : rupiah, dollar, dll)
3. Mempunyai tujuan tertentu (yaitu untuk memperoleh penghasilan)
4. Meliputi pengorbanan yang telah terjadi dan yang diperkirakan akan terjadi
Sedangkan pengertian biaya (dalam arti sempit) adalah pengorbanan ekonomis yang diperlukan
untuk memperoleh barang atau jasa, dalam hubungannya usaha untuk memperoleh penghasilan
Beban adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung telah dimanfaatkan dalam usaha
memperoleh dalam suatu periode atau sebagai biaya yang sudah tidak memberikan manfaat
ekonomis pada kegiatan usaha periode berikutnya.
Akuntansi Biaya adalah suatu proses pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran dan penyajian
laporan mengenai transaksi keuangan yang berhubungan dengan biaya pembuatan dan
penjualan produk/penyerahan jasa serta analisa dan penafsiran terhadap hasilnya

II. PENGGOLONGAN/KLASIFIKASI BIAYA


Biaya dapat digolongkan menjadi 6 golongan yaitu :
1. Berdasarkan obyek pengeluaran
Biaya digolongkan sesuai dengan obyek yang dibiayai.
Misalkan :
 Pengeluaran untuk bahan baku yang dipakai dalam proses produksi digolongkan
sebagai biaya bahan baku
 Pengeluaran untuk membayar advertensi/iklan digolongkan sebagai biaya
advertensi/iklan
 Pengeluaran untuk lembur karyawan digolongkan sebagai biaya lembur

2. Berdasarkan Fungsi-fungsi pokok perusahaan


Biaya digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
2.1. Biaya produksi
Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses
pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.
Biaya produksi dibagi menjadi
2.1.1 Biaya bahan baku
2.1.2 Biaya tenaga kerja
2.1.3 Biaya overhead pabrik
2.2. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan usaha
memperoleh pesanan dan memenuhi pesanan.
1
Misalkan biaya promosi, biaya gaji bagian penjualan, biaya angkut barang keluar
2.3. Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya
dengan pengaturan, pengawasan dan tata usaha dari organisasi/perusahaan yang
bersangkutan.
Misalkan biaya gaji direksi, biaya gaji bagian administrasi kantor, biaya gaji bagian
akuntansi, biaya perlengkapan kantor, biaya telepon, biaya rapat dll

3. Berdasarkan hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai


Biaya digolongkan menjadi dua golongan yaitu
3.1. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya-biaya yang terjadinya karena ada sesuatu yang dibiayai
Misalkan biaya bahan baku dalam pembuatan produk, biaya ini muncul karena ada
yang dibiayai yaitu produk, jika tidak ada pembuatan produk maka biaya bahan baku
juga tidak ada
3.2. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang terjadinya tidak tergantung kepada ada
tidaknya sesuatu yang dibiayai.
Misalkan biaya penyusutan mesin, biaya asuransi pabrik, biaya-biaya tersebut terjadi
walaupun tidak ada proses pembuatan produk

4. Berdasarkan hubungannya dengan produk sebagai sesuatu yang dibiayai


Biaya digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
4.1. Biaya produksi langsung
4.1.1.Biaya bahan langsung
Biaya bahan langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari barang jadi dan dapat langsung
diperhitungkan kedalam harga pokok produk.
Misalkan :
 Papan kayu untuk membuat mebel
 Baja untuk membuat kerangka mobil
 Minyak mentah untuk membuat bensin
 Kapas untuk membuat benang
 Tanah liat untuk membuat genteng
4.1.2. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk buruh yang secara fisik
berhubungan langsung dengan pembuatan produk dan jasanya dapat langsung
diperhitungkan kedalam harga pokok produk.
Misalkan :
 Upah seorang tukang kayu untuk membuat meja dalam perusahaan mebel
 Upah tukang jahit dalam perusahaan konveksi
 Upah para perakit dalam perusahaan karoseri dll
4.2. Biaya produksi tidak langsung
Biaya produksi tidak langsung/Biaya Overhead Pabrik adalah biaya-biaya yang
diperlukan untuk pembuatan produk selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga
kerja langsung.
Yang termasuk biaya produksi tidak langsung antara lain :
1.2.1. Biaya bahan penolong
Biaya bahan penolong adalah biaya bahan yang diperlukan untuk pembuatan
produk yang penggunaannya relatif kecil atau terlalu sulit untuk
memperlakukannya sebagai bahan penolong.
2
Misalkan :
 Perekat dan tinta koreksi dalam perusahaan percetakan
 Paku, lem, perekat dan plitur dalam perusahaan mebel dll
4.2.2. Biaya tenaga Kerja tidak langsung
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah/gaji tenaga kerja yng secara
fisik tidak berhubungan langsung dengan pembuatan produk.
Misalkan :
 Gaji mandor/pengawas
 Gaji penjaga pabrik
4.2.3. Biaya produksi tidak langsung lainnya
Misalkan :
 Biaya penerangan pabrik
 Biaya pembangkit tenaga listrik
 Biaya penyusutan mesin
 Biaya penyusutan gedung pabrik
 Biaya reparasi dan pemeliharaan mesin
 Biaya perlengkapan pabrik
Biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung disebut biaya primer/primer cost dan
Biaya tenaga kerja langsung dengan biaya overhead pabrik disebut biaya konversi/conversion
cost atau biaya pengolahan.
5. Berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
Biaya dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
5.1. Biaya tetap/konstan
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya sampai tingkat kegiatan tertentu relatif tetap,
tidak terpengaruh oleh perubahan volume kegiatan.
Misalkan :
 Gaji pelaksana produksi
 Biaya penyusutan aktiva tetap
 Pajak bumi dan bangunan
 Amortisasi patent
 Biaya sewa
 Biaya asuransi
5.2. Biaya variable
Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan.
Misalnya :
 Biaya bahan langsung
 Biaya tenaga kerja langsung
 Biaya bahan bakar
 Biaya tenaga listrik
 Uang lembur
5.3. Biaya semi variabel / biaya campuran (Mixed Cost)
Biaya semi variabel adalah biaya-biaya yang mempunyai unsur tetap dan unsur
variabel
Misalnya :
 Biaya pengawasan
 Biaya pemeriksaan
 Jasa bagian penggajian
 Jasa bagian kalkulasi
 Biaya pemeliharaan
 Biaya perbaikan mesin
3
 Biaya pemanasan dan penerangan

6. Berdasarkan jangka waktu manfaatnya


Untuk tujuan perhitungan laba ugi dan penentuan harga pokok produk secara teliti biaya
digolongkan atas dasar hubungan dengan pembebanannya kepada periode akuntansi
tertentu.
Untuk kepentingan tersebut maka pengeluaran digolongkan menjadi :
6.1. Pengeluaran modal (Kapital Expenditure)
Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang manfaatnya dinikmati selama lebih dari
satu periode akuntansi. Pengeluaran modal pada saat terjadinya dicatat sebagai aktiva
dan dibebankan kepada periode akuntansi yang menikmati manfaatnya. Misalnya
dengan cara mengalokasikan sebagian harga perolehannya sebagai beban penyusutan
(Dipresiasi) atau sebagai beban amortisasi.
6.2. Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditure)
Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya dinikmati dalam
periode akuntansi saat terjadinya pengeluaran itu. Pengeluaran penghasilan pada
periode terjadinya merupakan beban yang dipertemukan penghasilan yang diperoleh
pada periode yang bersangkutan.
Untuk menentukan apakah suatu pengeluaran termasuk pengeluaran modal atau
pengeluaran penghasilan selain pertimbangan atas masa penggunaannya juga
dipertimbangkan atas dasar nilainya. Contoh pengeluaran untuk pembelian peralatan
kecil (sebuah obeng misalnya) yang dapat digunakan lebih dari satu periode akuntansi
tetapi karena jumlah nilainya relatif kecil maka pengeluaran tersebut dapat
digolongkan sebagai pengeluaran penghasilan.
Misalkan :
 Beban pemeliharaan mesin
 Beban listrik
 Beban telepon
 Gaji akuntan
 Komisi penjualan

AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU

Harga pokok bahan baku yang dibeli


Prinsip akuntansi yang lazim menentukan bahwa harga pokok persediaan bahan baku, meliputi
seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung terjadi untuk mendapatkan persediaan
tersebut, pada tempat dan keadaan yang siap untuk diolah menjadi produk jadi
Atas dasar ketentuan diatas, maka harga pokok bahan baku yang dibeli terdiri atas
a. Harga faktur
b. Biaya angkutan
c. Biaya-biaya lain yang berhubungan dengan usaha mendapatkannya, seperti biaya
pemesanan, biaya penerimaan, biaya pergudangan, biaya asuransi dan sebagainya
Sedangkan jika diperoleh potongan tunai, maka jumlah potongan yang diterima merupakan
pengurangan terhadap harga pokok bahan baku yang dibeli
Mengenai biaya angkutan, dalam hal bahan baku yang dibeli hanya satu jenis, tidak ada kesulitan
membebankan biaya angkutan kepada bahan baku yang dibeli. Tetapi jika bahan baku yang
dibeli lebih dari satu jenis bahan, maka akan timbul masalah yang sulit dalam hal
mengalokasikan biaya angkutan yang dikeluarkan kepada bahan-bahan yang dibeli.
Beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan kepada bahan
baku yang dibeli, adalah sebagai berikut :
a. Atas dasar perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang dibeli
4
Cara ini hanya bias dipergunakan, jika satuan ukuran bahan baku yang dibeli sama atau
dapat disamakan.

Contoh :
PT “HS” membeli dua jenis bahan baku, masing-masing sebagai berikut :
Bahan baku A : 3.000 kg @ Rp 800,00 = Rp 2.400.000,00
Bahan baku B : 2.000 kg @ Rp 700,00 = Rp 1.400.000,00
Jumlah : 5.000 kg Rp 3.800.000,00

Biaya angkutan yang dibayar untuk bahan baku A dan B tersebut diatas Rp 250.000,00.
Alokasi biaya angkutan kepada bahan baku A dan B, dihitung :
Dibebankan kepada bahan baku A :
3.000
x Rp 250.000,00=Rp 150.000,00
5.000

Biaya angkutan bahan baku A tiap Kg, adalah sebesar :


Rp 150.000,00 : 3.000 = Rp 50,00
Maka
Harga faktur ditambah biaya angkutan untuk tiap Kg bahan baku A, adalah :
Rp 800,00 + Rp 50,00 = Rp 850,00
Biaya angkutan dibebankan kepada bahan baku B :
2.000
x Rp 250.000,00=Rp 100.000,00
5.000
Biaya angkutan bahan baku B tiap Kg. :
Rp 100.000,00 : 2.000 = Rp 50,00
Maka
Harga faktur ditambah biaya angkutan, untuk tiap Kg bahan baku B, adalah :
Rp 700,00 + Rp 50,00 = Rp 750,00

Dari hasil perhitungan diatas, tampak bahwa alokasi biaya angkutan bahan baku atas dasar
perbandingan kuantitas tiap jenis bahan, akan menghasilkan biaya angkutan tiap Kg yang
sama untuk setiap jenis bahan baku.

b. Atas dasar perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli
Contoh :
Suatu perusahaan membeli tiga jenis bahan baku, dengan data faktur sebagai berikut
Bahan A : 600 Kg @ Rp 1.000,00 = Rp 600.000,00
Bahan B : 700 Kg @ Rp 1.200,00 = Rp 840.000,00
Bahan C : 500 Kg @ Rp 800,00 = Rp 400.000,00
Jumlah Rp 1.840.000,00

Biaya angkutan untuk ketiga jenis bahan baku tersebut, adalah sebesar Rp 92.000,00.
Alokasi biaya angkutan bahan baku yang dibeli, adalah :
600.000
Untuk bahan A : x Rp 92.000,00=Rp 30.000,00
1.840.000
840.000
Untuk bahan B : x Rp 92.000,00=Rp 42.000,00
1.840.000
400.000
Untuk bahan C : x Rp 92.000,00=Rp 20.000,00
1.840.000

Tiap bahan baku yang dibeli, masing-masing dibebani dengan biaya angkutan sbb :
Bahan baku A : Rp 30.000,00: 600 = Rp 50,00
5
Bahan baku B : Rp 42.000,00 : 700 = Rp 60,00
Bahan baku C : Rp 20.000,00 : 500 = Rp 40,00
Maka harga pokok tiap Kg bahan baku yang dibeli, masing-masing sebagai berikut :
Bahan baku A : Rp 1.000,00 + Rp 50,00 = Rp 1.050,00
Bahan baku B : Rp 1.200,00 + Rp 60,00 = Rp 1.260,00
Bahan baku C : Rp 800,00 + Rp 40,00 = Rp 840,00

Penentuan Harga Pokok Bahan Baku yang Dipakai Dalam Proses Produksi
Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dapat dihitung sebagai berikut :
Persediaan bahan baku awal periode Rp xxxxx
Ditambah :
Pembelian selama periode Rp xxxxx
Bahan baku yang tersedia untuk dipakai Rp xxxxx
Dikurangi :
Persediaan bahan baku akhir periode Rp xxxxx
Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi Rp xxxxx

Ada tiga metode penilaian persediaan bahan baku, yang biasa diterapkan untuk menentukan
harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi, yaitu
1. Metode FIFO (First In First Out),
2. Metode LIFO (Last In First Out) dan
3. Metode rata-rata tertimbang (Average Cost Method)

Metode FIFO atau Metode MPKP


Menurut metode FIFO, dianggap bahwa bahan yang lebih dahulu masuk (masuk pertama) adalah
yang lebih dalu dipakai dalam proses produksi (ke luar pertama). Sebagai ilustrasi, berikut
contoh penerapan metode FIFO :
Misalkan dari kegiatan PT “HS” selama bulan Juli 2016, diperoleh data mengenai bahan baku
“A” antara lain sebagai berikut :
 1 Juli 2016, saldo 2.000 Kg @ Rp 500,00
 5 Juli 2016, pembelian 3.000 Kg @ Rp 550,00
 7 Juli 2016, masuk proses produksi 4.000 Kg
 10 Juli 2016, pembelian 4.000 Kg @ Rp 525,00
 14 Juli 2016, masuk proses produksi 3.000 Kg
Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi tanggal 7 Juli, sebanyak 4.000 Kg
pada contoh diatas, dihitung sebagai berikut :
2.000 Kg @ Rp 500,00 = Rp 1.000.000,00
2.000 Kg @ Rp 550,00 = Rp 1.100.000,00
Jumlah = Rp 2.100.000,00

Pada saat terjadi transaksi pemakaian bahan baku dalam proses produksi, bahan baku yang
tersedia terdiri atas persediaan awal bulan Juli sebanyak 2.000 Kg @ Rp 500,00. Bahan tersebut
merupakan bahan yang lebih dulu masuk ke gudang, sehingga bahan inilah yang dianggap lebih
dulu keluar dari gudang untuk diproses. Kekurangannya dari bahan yang masuk proses tanggal 7
Juli, sebanyak 2.000 Kg, diambil dari bahan yang masuk (dibeli) tanggal 5 Juli dengan harga Rp
550,00 per Kg. Muku jurnal pemakaian bahan baku sebagai berikut :

BDP- Biaya bahan baku Rp 2.100.000,00 -


Persediaan bahan baku - Rp 2.100.000,00

6
Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi tanggal 14 Juli 2016, sebanyak
3.000 Kg, dihitung sebagai berikut :
Bahan baku yang tersedia pada tanggal 14 Juli 2016, terdiri atas 1.000 Kg @ Rp 550,00 (sisa dari
yang dibeli tanggal 5 Juli) dan 4.000 Kg @ Rp 525,00 yang dibeli tanggal 10 Juli. Dengan
demikian harga pokok bahan baku yang dipakai tanggal 14 Juli, terdiri atas :

1.000 Kg @ Rp 550,00 = Rp 550.000,00


2.000 Kg @ Rp 525,00 = Rp 1.050.000,00
Jumlah = Rp 1.600.000,00

Dari hasil perhitungan diatas, selanjutnya bagian akuntansi mencatat kembali dalam jurnal
pemakaian bahan baku sebagai berikut :
BDP – Biaya bahan baku Rp 1.600.000,00 -
Persediaan bahan baku - Rp 1.600.000,00

Untuk memudahkan perhitungan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi,
dan untuk kepentingan pengawasan terhadap persediaan bahan baku, untuk setiap jenis bahan
baku disediakan kartu persediaan. Sebagai contoh, dari data bahan baku “A” pada contoh di
muka dicatat dalam kartu persediaan, sebagai berikut :

PT “HS”
Bandung
KARTU PERSEDIAAN

Jenis Barang : “A”


Satuan : Kg
Metode : FIFO
Dibeli Dipakai Sisa
Tgl Hrg/ Hrg/ Hrg/
Total Total Total
Jml U. Jml U. Jml U.
(Rp) (Rp) (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
1/7 - - - - - - 2.000 500 1.000.000
5/7 3.000 550 1.650.000 - - - 2.000 500 1.000.000
3.000 550 1.650.000
7/7 - - - 2.000 500 1.000.000 - - -
2.000 550 1.100.000 1.000 550 550.000
10/7 4.000 525 2.100.000 - - - 1.000 550 550.000
4.000 525 2.100.000
14/7 - - - 1.000 550 550.000 - - -
2.000 525 1.050.000 2.000 525 1.050.000
Jml

Metode LIFO atau Metode MTKP


Metode ini menganggap bahwa bahan yang terakhir dibeli (masuk terakhri), adalah yang paling
dulu dipakai dalam produksi (keluar pertama). Dengan demikian harga pokok bahan baku yang
dipakai dalam produksi tanggal 7 Juli pada contoh dimuka, jika dinilai dengan metode LIFO,:
Jumlah yang dipakai 4.000 Kg, terdiri atas :
 Yang masuk terakhir, yang dibeli tanggal 5 Juli,
Sebanyak 3.000 Kg @ RP 550,00 Rp 1.650.000,00
 Kekurangannya diambil dari yang masuk
Sebelum yaitu dari persediaan 1 Juli,
Sebanyak 1.000 Kg @ 500,00 Rp 500.000,00
7
Jumlah Rp 2.150.000,00

Dengan demikian jumlah yang dicatat debet pada perkiraan BDP – biaya bahan baku, dan kredit
pada perkiraan persediaan bahan baku, adalah sebesar Rp 2.150.000,00
Sementara harga pokok bahan baku yang masuk dalam proses produksi tanggal 14 Juli 2016,
dihitung sebagai berikut :
 Jumlah yang dipakai sebanyak 3.000 Kg
 Bahan baku yang masuk terakhir sebelum tanggal 14 Juli, adalah bahan baku yang dibeli
tanggal 10 Juli, yaitu sebanyak 4.000 Kg @ Rp 525,00. Dengan demikian harga pokok
bahan baku yang dipakai dala proses produksi tanggal 14 Juli, adalah sebesar :
3.000 X Rp 525,00 = Rp 1.575.000,00

Dengan menerapkan metode LIFO, data mengenai bahan baku pada contoh dimuka, dicatat
dalam kartu persediaan sebagai berikut :

PT “HS”
Bandung
KARTU PERSEDIAAN

Jenis Barang : “A”


Satuan : Kg
Metode : LIFO
Dibeli Dipakai Sisa
Tgl Hrg/U. Total Hrg/U. Total
Jml Jml Jml
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1/7 - - - - - - 2.000 500 1.000.000
5/7 3.000 550 1.650.000 - - - 2.000 500 1.000.000
3.000 550 1.650.000
7/7 - - - 3.000 500 1.650.000 - - -
1.000 550 500.000 1.000 500 500.000
10/7 4.000 525 2.100.000 - - - 1.000 500 550.000
4.000 525 2.100.000
14/7 - - - 3.000 525 1.575.000 1.000 500 500.000
1.000 525 525.000
Jumlah

Metode Rata-Rata Tertimbang


Dengan metode ini harus dihitung harga pokok rata-rata per satuan persediaan bahan baku yang
ada di gudang, yaitu dengan cara membagi total harga pokok persediaan dengan jumlah
satuannya. Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi, dihitung dengan cara
mengalikan jumlah satuan (kuantitas) yang dipakai dengan harga pokok rata-rata pada saat
terjadi pemakaian bahan baku. Dengan sistem perpetual, setiap terjadi pemakaian bahan baku
dalam proses produksi, harga pokoknya harus dihitung. Oleh karena itu harga pokok rata-rata
persediaan bahan baku, harus dihitung setiap terjadi transaksi pembelian. Metode ini disebut
metode rata-rata bergerak (Moving Average Method).
Contoh :
Data persediaan bahan baku “A” pada CV “SATRIA” selama bulan Mei 2016, diantaranya
sebagai berikut :
 1 Mei 2016, saldo 1.000 Kg @ Rp 600,00
 6 Mei 2016, pembelian 4.000 Kg @ Rp 650,00
 10 Mei 2016, pemakaian 3.500 Kg
8
 12 Mei 2016, pembelian 3.000 Kg @ Rp 700,00
 14 Mei 2016, pemakaian 3.000 Kg
Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi pada tanggal 10 Mei 2016,
dihitung sebagai berikut :
Harga pokok rata-rata persediaan bahan baku setelah transaksi pembelian tanggal 6 Mei 2016 :
Saldo, 1 Mei 1.000 Kg @ Rp 600,00 = Rp 600.000,00
Pembelian, 6 Mei 4.000 Kg @ Rp 650,00 = Rp 2.600.000,00
Jumlah 5.000 Kg Rp 3.200.000,00

Harga pokok rata-rata tiap Kg : Rp 3.200.000,00 : 5.000 = Rp 640,00


Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi tanggal 10 Mei 2016, adalah
sebesar 3.500 x Rp 640,00 = Rp 2.240.000,00

Jumlah tersebut dicatat dalam jurnal pemakaian bahan baku sebagai berikut:
BDP – Biaya bahan baku Rp 2.240.000,00 -
Persediaan bahan baku - Rp 2.240.000,00

Setelah terjadi transaksi pembelian bahan baku pada tanggal 12 Mei, harga pokok rata-rata tiap
Kg bahan baku akan berubah, dan dihitung sebagai berikut :
Saldo persediaan setelah
Pemakaian tanggal 10 Mei 2016 1.500 Kg @ Rp 640,00 = Rp 960.000,00
Pemakaian tanggal 12 Mei 2016 3.000 Kg @ Rp 700,00 = Rp 2.100.000,00
Persediaan per 12 Mei 2016 4.500 Kg Rp 3.060.000,00
Harga pokok rata-rata tiap Kg, Rp 3.060.000,00 : 4.500 = Rp 680,00
Dengan demikian harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi tanggal 14 Mei
2016, adalah sebesar 3.000 x Rp 680,00 = Rp 2.040.000,00.

Jumlah ini dicatat dalam jurnal pemakaian bahan baku, seperti pada contoh di atas.
Dari data persediaan bahan baku pada contoh di atas, dalam kartu persediaan akan tampak :

CV “SATRIA”
Bandung
KARTU PERSEDIAAN

Jenis Barang : “A”


Satuan : Kg
Metode : Rata-Rata Tertimbang
Dibeli Dipakai Sisa
Tgl Hrg/ Hrg/ Hrg/
Total Total Total
Jml U. Jml U. U. Jml
(Rp) (Rp) (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
1/5 - - - - - - 1.000 600 600.000
6/5 4.000 650 2.600.000 - - - 5.000 640 3.200.000
10/5 - - - 3.500 640 2.240.000 1.500 640 960.000
12/5 3.000 700 2.100.000 - - - 4.500 680 3.060.000
14/5 - - - 3.000 680 2.040.000 1.500 680 1.020.000
Jml

Pembelian Bahan Baku


Transaksi pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit, jika sering terjadi dicatat dalam
buku jurnal pembelian. Dari jurnal pembelian selanjutnya secara periodik diposting ke buku

9
besar, yaitu dengan mendebet akun“pembelian bahan baku” dan mengkredit akun hutang usaha.
Dalam hal pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit jarang terjadi, maka transaksi
pembelian bahan baku dicatat dalam jurnal umum sebagai berikut :

Pembelian bahan baku, .............................................Rp xx


Hutang usaha, ...............................................................Rp xx

Pembelian bahan baku yang dilakukan secara tunai, dicatat dalam jurnal pengeluaran kas, yaitu
dengan mendebet akun pembelian bahan baku dan kredit pada akun kas
Akun pembelian bahan baku pada akhir periode akan menunjukan saldo debet. Jumlah ini
menunjukkan harga pokok bahan baku yang disediakan untuk diproses dalam periode yang
bersangkutan. Oleh karena itu saldo akun pembelian bahan baku setiap akhir periode
dipindahkan (ditutup) ke akun ikhtisar biaya produksi yaitu dengan jurnal sbb :

Ikhtisar Biaya Produksi, ..............................................Rp xx


Pembelian Bahan Baku, ..................................................Rp xx

Retur Pembelian Bahan Baku


Transaksi retur pembelian bahan baku, dicatat dalam jurnal umum sebagai berikut

Hutang usaha, ...........................................................Rp xx


Return pembelian bahan baku, .....................................Rp xx

Saldo akun retur pembelian bahan baku, merupakan pengurangan terhadap harga pokok bahan
baku yang dibeli. Oleh karena itu saldo akun retur pembelian bahan baku, setiap akhir periode
dipindahkan ke kredit akun ikhtisar biaya produksi dengan jurnal :

Retur pembelian bahan baku, ....................................Rp xx


Ikhtisar biaya produksi, ..................................................Rp xx

Persediaan Bahan Baku Awal Periode


Dalam pencatatan sistem periodik, akun persediaan hanya berfungsi sebagai tempat mencatat
persediaan pada akhir periode. Persediaan tersebut akan menjadi persediaan awal pada periode
berikutnya. Dengan demikian saldo akun persediaan bahan baku dalam suatu periode,
menunjukan harga pokok persediaan bahan baku pada awal periode. Harga pokok bahan baku
tersebut merupakan bagian dari harga pokok bahan baku yang akan dipakai dalam proses
produksi pada periode yang bersangkutan. Oleh karena itu pada akhir periode harus
dipindahkan ke akun Ikhtisar biaya produksi yaitu dengan jurnal sebagai berikut :

Ikhtisar biaya produksi, .............................................Rp xx


Persediaan bahan baku, .................................................Rp xx

Persediaa Bahan Baku Akhir Periode


Harga pokok bahan baku yang belum terpakai dalam proses produksi pada akhir periode,
dengan pencatatan sistem periodik baru diketahui setelah diadakan pemeriksaan secara fisik
digudang bahan baku. Dengan demikian belum ada catatan dalam buku besar mengenai harga
pokok persediaan bahan baku akhir periode.
Sisa bahan baku pada akhir periode, merupakan bagian dari bahan baku yang dibeli pada
periode itu, berarti termasuk dalam jumlah yang dipindahkan dari akun pembelian bahan baku
10
ke akun Ikhtisar biaya produksi Oleh karena itu harga pokok bahan baku yang masih tersisa
pada akhir periode, harus dikeluarkan dari akun Ikhtisar biaya produksi dan dicatat pada akun
persediaan bahan baku. Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan bahan baku akhir
periode merupakan jurnal penyesuaian yaitu

Persediaan bahan baku, ................................................Rp xx


Ikhtisar biaya produksi, ...................................................Rp xx

Contoh :
Sebagai ilustrasi berikut contoh prosedur akuntansi biaya bahan baku dengan sistem periodik.
Misalkan dari kegiatan PT RALYA selama bulan Juli 2020, diperoleh data mengenai bahan
baku sebagai berikut :
- Persediaan bahan baku, 1 Juli 2020 Rp 1.800.000,00
- Pembelian kredit bahan baku Rp 6.700.000,00
- Retur pembelian bahan baku Rp 200.000,00
- Persediaan bahan baku per 31 Juli 2020
Setelah diadakan pemeriksaan secara fisik Rp 2.300.000,00
Atas dasar data tersebut di atas, jurnal yang dibuat untuk mencatat biaya bahan buku selama
bulan Juli 2020, adalah sebagai berikut :

1. Jurnal untuk mencatat pembelian bahan baku


Pembelian bahan baku Rp 6.700.000,00 -
Hutang usaha - Rp 6.700.000,00

2. Jurnal untuk mencatat retur pembelian bahan baku


Hutang usaha Rp 200.000,00 -
Retur pembelian bahan baku - Rp 200.000,00
3. Jurnal yang harus dibuat pada akhir periode, untuk mengumpulkan biaya bahan baku
yang dipakai dalam proses produksi :
 Untuk memindahkan harga pokok persediaan bahan baku awal periode :
Ikhtisar biaya produksi Rp 1.800.000,00 -
Persediaan bahan baku - Rp 1.800.000,00

 Untuk memindahkan saldo perkiraan pembelian bahan baku :


Ikhtisar biaya produksi Rp 6.700.000,00 -
Pembelian bahan baku - Rp 6.700.000,00

 Untuk memindahkan saldo perkiraan “retur pembelian bahan baku” :


Retur pembelian bahan baku Rp 200.000,00
Ikhtisar biaya produksi - Rp 200.000,00

 Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan bahan baku akhir periode :
Persediaan bahan baku Rp 2.300.000,00 -
Ikhtisar biaya produksi - Rp 2.300.000,00

Setelah posting dari pos-pos jurnal di atas, akun yang bersangkutan dalam buku besar akan
tampak sebagai berikut :
Persediaan Bahan Baku
Juli 1 Saldo Rp 1.800.000,00 Juli 31 Penyesuaian Rp 1.800.000,00
Juli 31 Penyesuaian Rp 2.300.000,00

11
Pembelian Bahan Baku
Jumlah Rp 6.700.000,00 Juli 31 Penutup Rp 6.700.000,00

Retur Pembelian Bahan Baku


Juli 31 Penutup Rp 200.000,00 Jumlah Rp 200.000,00

Ikhtisar Produksi
Juli 31 Penyesuaian Rp 1.800.000,00 Juli 31 Penutup Rp 200.000,00
Juli 31 Penutup Rp 6.700.000,00 Juli 31 Penyesuaian Rp 2.300.000,00

Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi selama bulan Juli 2016, jika dihitung :
Persediaan BB, 1 Juli 2020 Rp 1.800.000,00
Pembelian selama bulan Juli Rp 6.700.000,00
Dikurangi, retur pembelian (Rp 200.000,00)
Jumlah Pembelian Rp 6.500.000,00
Bahan baku yang tersedia untuk diproses Rp 8.300.000,00
Persediaan bahan baku, 31 Juli 2020 (Rp2.300.000,00)
Harga pokok Bahan baku yang dipakai selama bulan Juli 2020 Rp 6.000.000,00

AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA

Tenaga kerja adalah usaha fisik atau mental yang dipakai dalam kegiatan usaha perusahaan.
Biaya tenaga kerja adalah jasa (sumber daya manusia) yang dinilai dengan satuan uang, yang
dikorbankan dalam usaha memperoleh penghasilan

Penyusunan Daftar Gaji dan Upah


Daftar gaji dan upah dipersiapkan setiap akhir periode tertentu (misalnya setiap akhir minggu),
dan disusun atas dasar kartu jam hadir dan kartu tugas pegawai, setelah data jam kerja yang
terdapat dalam kedua kartu tersebut dicocokan. Di dalam daftar gaji dan upah diinformasikan
mengenai gaji dan upah kotor setiap pegawai, potongan-potongan, pajak penghasilan karyawan,
serta gaji dan upah bersih yang harus diterima masing-masing pegawai.

Berikut ini contoh daftar gaji dan upah yang disusun untuk minggu ke 2 bulan Januari 2016 :

DAFTAR UPAH MINGGU KE 2 JANUARI 2016


(Periode 9 sd. 14 Januari 2016)
Potongan
Na Jumlah Tarip upah Upah kotor Upah yang
PPh. Ps.21 Pinjaman
ma jam kerja (Rp) (Rp) diterima (Rp)
(Rp) (Rp)
A 48 1.250,00 50.000,00 3.400,00 10.000,00 36.600,00
B 42 1.000,00 42.000,00 1.800,00 - 40.200,00
C 48 1.000,00 48.000,00 2.700,00 15.000,00 30.300,00
D 36 1.250,00 45.000,00 1.200,00 - 43.800,00
E 42 1.000,00 42.000,00 1.800,00 5.000,00 35.200,00
F 42 1.000,00 42.000,00 1.800,00 - 40.200,00
269.000,00 12.700,00 30.000,00 226.300,00

Data yang terdapat di dalam daftar upah diatas, menunjukkan informasi sebagai berikut :
a. Jumlah upah kotor Rp 269.000,00
12
b. Pajak penghasilan karyawan (PPh. Pasal 21) yang dipotong dari karyawan Rp 12.700,00.
Jumlah ini harus disetorkan kepada kantor pajak, sehingga merupakan hutang bagi
perusahaan
c. Jumlah Rp 30.000,00, merupakan pinjaman karyawan dari perusahaan. Pada saat
perhitungan upah yang harus dibayar, jumlah tersebut diperhitungkan sebagai pengurangan
dari upah kotor
d. Upah bersih yang harus diterima karyawan, adalah sebesar Rp 226.300,00. Jumlah ini
merupakan hutang perusahaan kepada karyawan

Dari keterangan diatas, maka jurnal yang harus dibuat untuk mencatat data yang terdapat dalam
daftar upah, adalah sebagai berikut :
Gaji dan upah Rp 269.000,00 -
- Hutang gaji dan upah - Rp 226.300,00
- PPh. Karyawan yang harus disetor - Rp 12.700,00
- Piutang pada karyawan - Rp 30.000,00

Pada saat upah dibayarkan kepada karyawan, catatan dalam jurnal pengeluaran kas, adalah :
Hutang gaji dan upah Rp 226.300,00 -
- Kas - Rp 226.300,00

Dan jika pajak penghasilan karyawan disetorkan ke kantor pajak (kas negara), maka jurnal yang
harus dibuat adalah :
PPh. Karyawan yang harus disetor Rp 12.700,00 -
- Kas - Rp 12.700,00

Alokasi Biaya Tenaga Kerja


Atas dasar data yang terdapat dalam kartu jam kerja (kartu tugas) dan kartu jam hadir, bagian
akuntansi biaya mengalokasikan gaji dan upah yang terjadi dalam satu periode, ke perkiraan-
perkiraan tempat mencatat biaya yang bersangkutan. Misalnya dari data contoh di atas, upah
kotor sebesar Rp 269.000,00 terdiri atas:
Upah langsung Rp 219.000,00
Upah tak langsung Rp 50.000,00
Rp 269.000,00

Seperti telah disebutkan dimuka, upah langsung merupakan biaya tenaga kerja yang dapat
langsung dibebankan kepada produk, sehingga jumlah upah langsung dialokasikan ke perkiraan
barang dalam proses – biaya tenaga kerja. Sementara upah tak langsung dialokasikan ke
perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya. Dengan demikian jurnal untuk mencatat alokasi
gaji dan upah dari contoh di atas, adalah sebagai berikut :
BDP – biaya tenaga kerja Rp 219.000,00 -
BOP sesungguhnya Rp 50.000,00 -
- Gaji dan upah - Rp 269.000,00

Jika dalam daftar gaji dan upah, selain upah langsung dan upah tak langsung terdapat juga data
gaji dan upah bagian pemasaran dan bagian administrasi umum, maka jurnal untuk mencatat
alokasi gaji dan upah akan tampak seperti dalam contoh di bawah ini

Contoh :
Daftar gaji dan upah pada akhir bulan Maret 2016, menunjukkan data sebagai berikut
Upah langsung Rp 456.000,00
Upah tak langsung Rp 690.000,00
13
Gaji dan upah bag. Pemasaran Rp 840.000,00
Gaji bag. Administrasi umum Rp 974.000,00
Jumlah Rp 2.960.000,00

Jurnal untuk mencatat alokasi gaji dan upah dari contoh di atas, adalah :
BDP – biaya tenaga kerja Rp 456.000,00 -
BOP sesungguhnya Rp 690.000,00 -
Beban gaji bagian penjualan Rp 840.000,00 -
Beban gaji bagian administrasi umum Rp 974.000,00
Gaji dan upah - Rp 2.960.000,00

Akuntansi biaya tenaga kerja langsung (upah langsung)

Upah langsung adalah upah yang dibayarkan kepada pegawai yang secara fisik berhubungan
dengan pembuatan produk.
Misalnya
Daftar upah suatu perusahaan untuk suatu periode tertentu, antara lain menunjukkan data sbb :

Jumlah upah langsung Rp 5.600.000,00


Jumlah upah tak langsung Rp 1.800.000,00
Rp 7.400.000,00
Pajak penghasilan karyawan yang dipotong (Rp 320.000,00)
Upah bersih Rp 7.080.000,00

Jawab :
Dari data diatas, dibuat jurnal sebagai berikut :
Upah langsung Rp 5.600.000,00 -
Upah tak langsung Rp 1.800.000,00 -
Hutang upah - Rp 7.080.000,00
PPh. Karyawan yang harus disetor - Rp 320.000,00

Akun upah langsung dari contoh diatas, pada akhir periode akan menunjukkan saldo debet
sebesar Rp 5.600.000,00. Jumlah ini adalah upah langsung yang digunakan dalam proses
produksi pada periode itu. Oleh karena itu saldo tersebut pada akhir periode dipindahkan ke
perkiraan Ikhtisar biaya produksi yaitu dengan jurnal penutup yakni :
Ikhtisar biaya produksi Rp 5.600.000,00 -
Upah langsung - Rp 5.600.000,00

AKUNTANSI BIAYA OVERHEAD PABRIK

Biaya overhead pabrik, adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Biaya overhead pabrik merupakan biaya produksi yang tidak dapat dibebankan secara
langsung kepada suatu unit pekerjaan, atau kepada suatu hasil produksi tertentu

Penggolongan Biaya Overhead Pabrik


Dalam hubungannya dengan perusahaan volume kegiatan, biaya overhead pabrik digolongkan
menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Biaya overhead pabrik tetap (Fixed Factory Overhead Cost)
Adalah biaya overhead pabrik yang sampai tingkat kegiatan tertentu jumlahnya konstan,
tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tingkat produksi. Contoh yang termasuk ke dalam
14
goongan biaya overhead pabrik tetap, antara lain biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan
gedung pabrik, pajak-pajak yang berhubungan dengan pabrik seperti Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), amortisasi patent, dan biaya sewa gedung pabrik
b. Biaya overhead pabrik variabel (Variable Factory Overhead Cost)
Adalah biaya overhead pabrik yang jumlahnya terpengaruh oleh perubahan tingkat produksi,
dan berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh yang termasuk ke dalam
kelompok ini, antara lain : Biaya bahan bakar, biaya tenaga listrik, biaya perbaikan
kerusakan, biaya perlengkapan pabrik, biaya penerimaan bahan, biaya pengangkutan dalam
pabrik, dan uang lembur.
c. Biaya overhead pabrik semi variabel
Adalah biaya overhead pabrik yang mengandung unsur tetap dan variabel. Jumlahnya
terpengaruh oleh perubahan tingkat produksi, tetapi perubahannya tidak sebanding dengan
perubahan tingkat volume kegiatan. Termasuk ke dalam kelompok biaya overhead pabrik
semi variabel, antara lain: Biaya pengawasan, biaya pemeriksaan, jasa bagian penggajian,
jasa bagian administrasi pabrik, jasa bagian kalkulasi, pajak penghasilan karyawan yang
ditanggung oleh perusahaan, dan biaya pemeliharaan mesin.

Akuntansi biaya overhead pabrik yang sesungguhnya


Biaya-biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam satu periode, dikumpulkan
dengan mendebet perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya dan mengkredit perkiraan-
perkiraan yang terkait dengan biaya overhead pabrik. Jurnal sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp xx
Persediaan bahan penolong Rp xx
Gaji dan upah Rp xx
Akumulasi penyusutan mesin Rp xx
Akumulasi penyusutan gedung pabrik Rp xx
Akumulasi dibayar dimuka Rp xx
Kas/hutang - Rp xx

Dalam pembahasan selanjutnya, jika biaya overhead pabrik tidak disebut rinciannya, maka jurnal
untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi :
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp xx -
Perkiraan-perkiraan yang harus dikredit - Rp xx
Misal:
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi Rp 9.100.000,00.

Jumlah ini dicatat dengan jurnal.


Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 9.100.000,00 -
Perkiraan-perkiraan yang harus dikredit - Rp 9.100.000,00

Akuntansi biaya overhead pabrik yang dibebankan


Biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk, dicatat debet pada perkiraan “BDP –
Biaya overhead pabrik” yaitu dengan jurnal sebagai berikut :
BDP – Biaya overhead pabrik Rp xx -
Biaya overhead pabrik yang dibebankan - Rp xx

Dalam contoh di muka biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk, Rp 9.000.000,00
yaitu 36.000 jam mesin dengan tarip Rp 250,00 per jam.
Jumlah tersebut dicatat dengan jurnal :
BDP – Biaya overhead pabrik Rp 9.000.000,00 -
Biaya overhead pabrik yang dibebankan - Rp 9.000.000,00
15
Saldo perkiraan biaya overhead pabrik yang dibebankan pada akhir periode dipindahkan
(ditutup) ke perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya yaitu dengan jurnal :
Biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 9.000.000,00 -
Biaya overhead pabrik sesungguhnya - Rp 9.000.000,00

Setelah saldo perkiraan biaya overhead pabrik yang dibebankan dipindahkan ke perkiraan biaya
overhead pabrik sesungguhnya, saldo perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya
menunjukkan selisih antara biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dengan biaya
overhead pabrik yang dibebankan kepada produk
Saldo perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya tiap akhir bulan dipindahkan ke perkiraan
selisih biaya overhead pabrik. Seperti pada contoh dimuka, selisih rugi sebesar Rp 100.000,00
akan tampak sebagai saldo debet perkiraan biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu
dipindahkan dengan jurnal sbb :
Selisih biaya overhead pabrik Rp 100.000,00 -
Biaya overhead pabrik sesungguhnya - Rp 100.000,00

Selisih biaya overhead pabrik yang menguntungkan atau saldo kredit perkiraan biaya overhead
pabrik sesungguhnya dipindahkan ke perkiraan selisih biaya overhead pabrik dengan jurnal
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp xx -
Selisih biaya overhead pabrik - Rp xx

Perlakuan terhadap selisih biaya overhead pabrik


Selisih biaya overhead pabrik yang terjadi selama satu periode akuntansi, dapat diperlakukan
sebagai berikut :
a. Sebagai penambah atau pengurang harga pokok penjualan
b. Dipindahkan ke perkiraan ikhtisar rugi laba
Jika selisih biaya overhead pabrik diperlakukan sebagai penambah atau pengurang harga pokok
penjualan, selisih biaya overhead pabrik yang terjadi selama periode akuntansi, dipindahkan dari
perkiraan selisih biaya overhead pabrik ke perkiraan harga pokok penjualan
Selisih biaya overhead pabrik yang menguntungkan (saldo kredit), dipindahkan dengan jurnal :
Selisih biaya overhead pabrik Rp xx -
- Harga pokok penjualan - Rp xx

Selisih biaya overhead pabrik yang merugikan (saldo debet) dipindahkan dengan jurnal :
Harga pokok penjualan Rp xx -
- Selisih biaya overhead pabrik - Rp xx

Dalam hal selisih biaya overhead pabrik dipindahkan ke perkiraan ikhtisar rugi-laba selisih yang
menguntungkan dipindahkan dengan jurnal :
Selisih biaya overhead pabrik Rp xx -
- Ikhtisar rugi-laba - Rp xx

Selisih yang merugikan, dipindahkan dengan jurnal :


Ikhtisar rugi-laba Rp xx -
- Selisih biaya overhead pabrik - Rp xx

Akuntansi biaya produksi tak langsung/BPTL


Biaya produksi tak langsung atau disebut juga dengan biaya overhead pabrik (Factory
Overhead), adalah biaya-biaya yang termasuk ke dalam kelompok biaya produksi, selain biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya produksi tak langsung merupakan biaya
16
produksi yang sulit ditelusuri melekatnya pada produk. Oleh karena itu khususnya dalam
perusahaan pabrik yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, biaya produksi tak langsung
yang dibebankan (yang menjadi bagian harga pokok produk) selalu dihitung atas dasar tarif yang
telah dtentukan dimuka.

Misalnya
Biaya-biaya produksi tak langsung yang terjadi pada suatu perusahaan selama bulan Juli 2020 :
1. Upah tak langsung, menurut daftar upah sebesar Rp 1.800.000,00. Data tersebut dicatat
debet pada akun upah tak langsung dan kredit pada akun “hutang upah dan PPh.
2. Biaya asuransi pabrik yang menjadi beban bulan Juli 2016, sebesar Rp 100.000,00. Data ini
dicatat dengan jurnal :
Biaya asuransi pabrik Rp 100.000,00 -
Asuransi pabrik dibayar dimuka - Rp 100.000,00
3. Biaya tenaga listrik keperluan pabrik untuk bulan Juli, ditaksir sebesar Rp 400.000,00.
Dicatat dengan jurnal :
Biaya tenaga listrik Rp 400.000,00 -
Hutang biaya (listrik) - Rp 400.000,00
4. Dibayar macam-macam biaya untuk pemeliharaan pabrik, sebesar Rp 300.000,00. Dicatat
pada jurnal :
Biaya pemeliharaan pabrik Rp 300.000,00 -
Kas - Rp 300.000,00
5. Bahan penolong yang habis dipakai dalam proses produksi, sebesar Rp 1.200.000,00.
Dicatat dengan jurnal :
Biaya bahan penolong Rp 1.200.000,00 -
Persediaan bahan penolong Rp 1.200.000,00
6. Biaya penyusutan mesin yang menjadi beban bulan Juli 2016, berjumlah Rp 300.000,00.
Dicatat dengan jurnal :
Biaya penyusutan mesin Rp 300.000,00 -
Akumulasi penyusutan mesin - Rp 300.000,00
7. Biaya penyusutan gedung pabrik yang menjadi beban bulan Juli 2016, berjumlah Rp
200.000,00. Dicatat dengan jurnal :
Biaya penyusutan gedung pabrik Rp 200.000,00 -
Akumulasi penyusutan gedung pabrik - Rp 200.000,00

Dari pos jurnal diatas, akun biaya produksi tak langsung, pada akhir periode menunjukkan saldo
Upah tak langsung Rp 1.800.000,00
Biaya asuransi pabrik Rp 100.000,00
Biaya tenaga listrik Rp 400.000,00
Biaya pemeliharaan pabrik Rp 300.000,00
Biaya bahan penolong Rp 1.200.000,00
Biaya penyusutan mesin Rp 300.000,00
Biaya penyusutan gedung pabrik Rp 200.000,00
Saldo akun-akun tersebut, dipindahkan ke akun “ikhtisar biaya produksi” dengan jurnal :
Ikhtisar biaya produksi Rp 4.300.000,00
Upah tak langsung Rp 1.800.000,00
Biaya asuransi pabrik Rp 100.000,00
Biaya tenaga listrik Rp 400.000,00
Biaya pemeliharaan pabrik Rp 300.000,00
Biaya bahan penolong Rp 1.200.000,00
Biaya penyusutan mesin Rp 300.000,00
Biaya penyusutan gedung pabrik Rp 200.000,00
17
Akuntansi persediaan barang dalam proses awal periode
Harga pokok barang dalam proses awal periode, dicatat debet pada perkiraan persediaan barang
dalam proses. Dalam system pencatatan periodik, saldo perkiraan tersebut tidak akan berubah
selama periode, dan baru pada akhir periode dipindahkan ke perkiraan Ikhtisar biaya produksi.
Sebagai contoh, misalnya perkiraan persediaan barang dalam proses suatu perusahaan pada
tanggal 1 Juli 2016, menunjukkan saldo debet sebesar Rp 1.200.000,00. Jumlah tersebut
merupakan biaya produksi yang telah melekat dan dibawa oleh produk yang tidak selesai
diproses pada bulan Juni. Oleh karena itu ditambahkan kepada biaya produksi yang terjadi bulan
Juli, dengan jurnal sebagai berikut :

Ikhtisar biaya produksi Rp 1.200.000,00


Persediaan barang dalam proses Rp 1.200.000,00

Akuntansi persediaan barang dalam proses akhir periode


Harga pokok produk yang selesai diproses (harga pokok produksi) dalam suatu periode, harga
pokok barang dalam proses akhir periode harus dikeluarkan dari akun Ikhtisar biaya produksi
Misalnya setelah diadakan pemeriksaan dan perhitungan secara fisik, diketahui harga pokok
barang dalam proses akhir periode sebesar Rp 1.800.000,00. Untuk keperluan laporan dalam
neraca dan perhitungan harga pokok produksi, jumlah tersebut harus dicatat dengan jurnal :
Persediaan barang dalam proses Rp 1.800.000,00
Ikhtisar biaya produksi Rp 1.800.000,00

Ikhtisar biaya produksi


Akun Ikhtisar biaya produksi adalah perkiraan tempat mengumpulkan biaya-biaya produksi yang
terjadi dalam satu periode tertentu. Dengan demikian setelah saldo akun biaya produksi
dipindahkan, dan harga pokok persediaan bahan baku serta harga pokok barang dalam proses
akhir periode dicatat pada akun Ikhtisar biaya produksi, maka saldo akun Ikhtisar biaya produksi
merupakan jumlah harga pokok produk yang selesai diproses dalam periode yang bersangkutan.
Harga pokok produk yang selesai diproses dalam suatu periode, adalah merupakan bagian dari
jumlah produk yang disediakan untuk dijual dalam periode itu. Oleh karena itu harga pokok
produk yang selesai diproses, dipindahkan dari perkiraan ikhtisar biaya produksi ke perkiraan
ikhtisar rugi-laba.

Dari pos-pos jurnal pada contoh dimuka, perkiraan ikhtisar biaya produksi dalam buku besar
pada akhir bulan Juli 2016, akan tampak sebagai berikut :

Ikhtisar Biaya Produksi


Persediaan awal BB Rp 1.800.000,00 Persediaan akhir BB Rp 2.300.000,00

Pembelian BB Rp 6.700.000,00 Retur pembelian BB Rp 200.000,00

Upah langsung Rp 5.600.000,00 Persed. akhir BDP Rp 1.800.000,00

BPTL Rp 4.300.000,00 Saldo HP. Produksi Rp 15.300.000,00

Persediaan awal BDP Rp 1.200.000,00 Rp 19.600.000,00


Rp 19.600.000,00

Ikhtisar Rugi-Laba

18
Rp15.300.000,00

Saldo perkiraan ikhtisar biaya produksi seperti terlihat diatas, sebesar Rp 15.300.000,00. Jumlah
ini merupakan jumlah harga pokok produk yang selesai diproses selama bulan Juli 2016
Perkiraan ikhtisar biaya produksi selanjutnya ditutup ke perkiraan ikhtisar rugi-laba, yaitu
Ikhtisar rugi-laba Rp 15.300.000,00
Ikhtisar biaya produksi Rp 15.300.000,00
Maka
Rumus untuk menghitung Harga Pokok Produksi/Harga pokok produk selesai adalah

Pemakaian Bahan Baku :


Persediaan BB awal periode Rp xx
Pembelian bahan baku Rp xx
Bhn. Baku tersedia untuk diproses Rp xx
Persediaan BB akhir periode (Rp xx)
Bahan baku yang diproses dalam produksi Rp xx
Upah langsung Rp xx
Biaya produksi tak langsung :
Total biaya produksi tak langsung Rp xx
Total biaya pabrik Rp xx
Persediaan barang dalam proses, awal periode Rp xx
Total harga pokok barang yang diproses Rp xx
Persediaan barang dalam proses akhir periode (Rp xx)
Harga pokok produksi Rp xx

19

Anda mungkin juga menyukai