Hubungan seksual (sexual intercourse) merupakan anugerah dari Allah bagi umat manusia
sebagai sarana untuk memperoleh kesenangan dan menjaga populasi manusia. Hubungan seksual
dalam islam diperbolehkan dengan beberapa ketentuan seperti dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah, dengan cara yang bermartabat, sehat dan dilakukan pada tempat yang ditentukan.
Perkara-perkara yang dilakukan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tersebut dibahasakan
dalam Al-Quran sebagai perbuatan yang melampaui batas atau merupakan bentuk penyimpangan
seksual. Beberapa contoh perbuatan seksual yang menyimpang seperti: homoseksual dan lesbian,
sadism dan masokhisme, ekshibionisme dan voyerisme, pedofilia, zoofilia (bestiality), nekrofilia,
wifeswap (swing) dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang lain.
Al-quran yang disifati sebagai sebuah kitab yang shalih li kulli zaman wa makan atau yang
cocok untuk setiap zaman dan tempat seringkali dibenturkan dengan ilmu sains, akan tetapi
beberapa kali pula al-quran mampu menjawab itu semua lewat penelitian-penilitan terbaru yang
dilakukan oleh para ilmuan yang malah membuktikan bahwa informasi yang dibawa oleh al-quran
adalah benar dan tidak ada keraguan di dalamnya. Dalam hal hubungan seksualitas, alquran
memahami bahwa kebutuhan mendasar manusia yang memiliki hawa nafsu adalah
melampiaskannya. Berbeda dengan teori barat yang mengatakan bahwa hawa nafsu tidak boleh
dikekang seperti pendapat dari Bertrand Russel yang beranggapan bahwa perkawinan tidak bisa
terikat dengan pertimbangan-pertimbangan moral karena perkawinan itu sendiri bersiifat
independen. Begitu pula dengan pendapat Freud yang mengklaim bahwa hubungan seksualitas
manusia harus dibebaskan karena jika dibatasi dan dilarang akan menimbulkan gangguan emosional
dan malapetaka. Sebaliknya, al-quran malah memberikan aturan-aturan agar hawa nafsu itu dapat
dikekang dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal hubungan seksual, islam hanya
membolehkan lewat satu pintu yakni melalui pernikahan antara suami dan istri.
Terdapat banyak terma dalam al-quran yang berkaitan dengan penyimpangan seksual
diantaranya adalah kata fahisyah. Fahisyah ini sendiri berarti suatu perbuatan yang keji dan dapat
menimbulkan aib yang besar, termasuk juga di dalamnya perbuatan yang jorok, zina, kotor, berbuat
cabul dan melampaui batas. 1 Penggunaan bentuk fahisyah di dalam al-quran selalu memiliki kaitan
denagn dosa yang disebutkan pada ayat tersebut dan dosa-dosa tersebut hampir semuanya
berkaitan dengan pelanggaran seksual.2 Secara rinci penggunaan kata fahisyah dalam al-quran yang
berkaitan dengan pelanggaran seksual adalah sebagai berikut,
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (32)
1
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, cet. IVX, hal. 1036
2
M. Qurais Shihab, Ensiklopedi Al-Quran; Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007, hal. 202
Artinya: Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. (15)
Artinya: Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (80)
QS. An-Naml/54
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?" (54)
QS. Al-ankabut/28
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-
benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari
umat-umat sebelum kamu". (28)
3. Menunjuk pada perbuatan mengawini dan mewarisi mantan istri bapak, sebagaimana
kebiasaan orang Arab jahiliyah sebelum datangnya Islam. Ini terlihat di dalam QS. An-Nisâ’/4: 22.
ان ٰ َف ِح َش ًة َو َم ْق ًتا َو َسٓا َء َس ِبياًل ۟ َواَل َتن ِكح
َ َُوا َما َن َك َح َءا َبٓاُؤ ُكم م َِّن ٱل ِّن َسٓا ِـء ِإاَّل َما َق ْد َسل
َ ف ۚ ِإ َّنهُۥ َك
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (22)
4. Menunjuk pada perbuatan telanjang saat thawaf, yang juga sebagai kebiasaan orang-
orang Arab jahiliyah sebelum datangnya Islam. Hal ini disebutkan di dalam QS. Al-A’râf /7: 28.
Artinya: Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati
nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya".
Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa
kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (28)
Tiga faktor yang dapat menjadi penyebab dari penyimpangan seksual adalah berupa
lemahnya iman, tidak mampu mengontrol nafsu dan juga faktor dari lingkungan. 3 Hawa nafsu jika
dibiarkan bebas tanpa aturan maka hawa nafsu tersebut akan condong kepada kejahatan, sebaliknya
jika hawa nafsu itu disalurkan sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan maka akan
mendatangkan ketentraman dan rahmat dari Allah. Hal ini sebagaimana yang tersebut di dalam
surat Yusuf ayat 53,
َّار ۢةٌ ِبٱلس ُّٓو ِء ِإاَّل َما َر ِح َم َرب ِّٓى ۚ ِإنَّ َربِّى َغفُو ٌر رَّ حِي ٌم َ َو َمٓا ُأ َبرِّ ُئ َن ْفسِ ٓى ۚ ِإنَّ ٱل َّن ْف
َ س َأَلم
3
Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islam, Surabaya: Pustaka Anda, 1997, cet ke-1,
hal. 213
Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Adapun faktor lingkungan seperti trend mode, make up, pergaulan bebas, film dan bacaan
porno, panti pijat, klub malam, bar, dan lain-lain merupakan faktor yang paling banyak berpengaruh,
karena setelah seseorang tumbuh, berkembang dan terbiasa menyaksikan lingkungan yang rusak
maka akan muncul kecenderungan untuk mengulang hal tersebut yang dapat memberi kepuasan
dan kenikmatan dengan kadar yang lebih intens, Fenomena seperti ini disebut dengan Law of Effect.
Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyimpangan seksual, selain dengan mengontrol hawa
nafsu, al-quran juga menyiratkan untuk la taqrabu az-zina4 (jangan mendekati perantara-perantara
yang dapat mengantarkan kepada perbuatan penyimpangan seksual), ghadul bashor (menjaga
pandangan), hifzhu al-furuj (menjaga kemaluan), serta menutup dan tidak mengumbar-ngumbar
aurat.5 Penting juga adanya peran keluarga dalam hal ini sebagaimana yang tersirat dalam surat at-
tahrim(66) ayat 6,
4
Lihat surat Al-Isra (17): 32
5
Lihat surat An-Nur (24): 30-31