Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nanda Fitria Salsabila

NIM : 2205127
Kelas 1A_Gizi

1. Apakah pernikahan itu, apa ayat alquran dan hadits yang melandasi ttg pernikahan.
a. Pengertian nikah
Nikah berasal dari bahasa Arab yaitu an-nikah. Jika dipaparkan secara harfiah, an-nikah
berarti al-wath’u, adh-dhammu, dan al-jam’u, yang bermakna berjalan di atas, melalui,
menginjak, memijak, memasuki, menaiki, menggauli, dan bersetubuh atau bersenggama.
Syeikh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malibary dalam kitabnya mengatakan nikah adalah
sebuah akad yang mengandung pembolehan melakukan persetubuhan dengan berlafadz
menikahkan. Secara terminologi, nikah adalah akad yang memberi hak untuk berhubungan
khusus (seksual) antara laki-laki dan perempuan secara lahir batin dengan mengucapkan
lafadz nikah dan bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah.
b. Landasan hukum melaksanakan akad pernikahan.
Beberapa firman Allah tentang pernikahan:
• Q.S. An-Nisa (4) ayat 3
ْ‫ِن ِخ ْفت ُ ْم‬ َْ ‫س ۤا ِْء َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬
ْْ ‫ث َو ُر ٰب َْعْۚ فَا‬ َ ِ‫اب لَ ُك ْْم ِمنَْ الن‬ َْ ‫ط‬ َ ‫ط ْوا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬ ُ ‫ّل ت ُ ْق ِس‬
ْ َ َ‫ِن ِخ ْفت ُ ْْم ا‬
ْْ ‫َوا‬
ْ‫ّل تَعُ ْولُ ْوا‬ ٰٓ ٰ
ْ َ َ‫َت اَ ْي َمانُ ُك ْمْْ ذ ِلكَْ اَ ْد ٰنى ا‬ ِ ‫ّل تَ ْع ِدلُ ْوا فَ َو‬
ْْ ‫احدَةْ اَ ْْو َما َملَك‬ ْ َ َ‫ا‬
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku
adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.
Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.

• Q.S. An-Nur (24) ayat 32

‫ع ِل ْي ٌم‬ ّٰ ‫ض ِل ْۗه َو‬


َ ‫ّللاُ َوا ِس ٌع‬ ّٰ ‫ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َم ۤا ِٕى ُك ْۗ ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوا فُقَ َر ۤا َء يُ ْغنِ ِه ُم‬
ْ َ‫ّللاُ ِم ْن ف‬ ّٰ ‫َواَ ْن ِك ُحوا ْاْلَيَامٰ ى ِم ْن ُك ْم َوال‬

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.

• Q.S. Ar-Rum (30) ayat 21


َْ‫ن فِى ٰذَ ِلك‬ َْ ‫ن أَنفُ ِس ُك ْْم أَ ْز ٰ َوجا ِلتَ ْس ُكنُ ٰٓواْ ِإلَ ْي َها َو َج َع‬
َْ ‫ل بَ ْينَ ُكم َم َودَةْ َو َرحْ َمةْْۚ ِإ‬ ْْ ‫ن َخلَقَْ لَ ُكم ِم‬ ْْ َ‫ن َءا ٰيَتِ ِْٰٓۦه أ‬ْْ ‫َو ِم‬
َْ‫ت ِلقَ ْْومْ َيتَفَ َك ُرون‬ ْ ‫َل َءا ٰ َي‬
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Baberapaْhaditsْyangْmensyari’atkanْpernikahan:
• Hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq alaih
‫ب‬ َ ‫للَا صلى هللا عليه وسلم ) َيا َم ْعش ََْر اَل‬
ِْ ‫ش َبا‬ َِْ َ ‫ل‬
ُْ ‫سو‬ُ ‫ل لَنَا َر‬ َْ ‫ود رضي هللا عنه قَا‬ ْ ُ‫ْن َم ْسع‬ َِْ َ ‫ع ْب ِْد‬
ِْ ‫للَا ب‬ ْْ ‫َْع‬
َ ‫ن‬
‫ن لَ ْْم يَ ْست َِط ْْع‬ ِْ ‫صنُْ ِل ْلف َْر‬
ْْ ‫ َو َم‬, ‫ج‬ َ ْ‫ َوأَح‬, ‫ص ِْر‬َ َ‫َض ِل ْلب‬
ْ ‫ع ِم ْن ُك ُْم اَ ْلبَا َء ْةَ فَ ْليَتَزَ َوجْ فَإِنَ ْهُ أَغ‬
َْ ‫طا‬ َ َ‫ن ا ْست‬ ِْ ‫َم‬
‫علَ ْي ِْه‬ ْ ‫ص ْو ِْم ;فَإِنَ ْهُ لَ ْهُ ِو َج‬
َ ْ‫اء( ُمتَفَق‬ َ ‫فَ َعلَ ْي ِْه ِبال‬

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa


sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah
mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

• Hadits yang diriwatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud


ْ‫فَإِ ْن‬, َ‫ب أَ َحدُ ُك ُْم ْال َم ْرأَْة‬ َ ‫للَا صلى هللا عليه وسلم ( ِإذَا َخ‬
َْ ‫ط‬ َِْ َ ‫ل‬
ُْ ‫سو‬
ُ ‫ل َر‬ َْ ‫قَا‬: ‫ل‬ َْ ‫جا ِبرْ رضي هللا عنه قَا‬ َْ
ْْ َ‫فَ ْليَ ْفع‬, ‫َاح َها‬
ُ‫ َو ِر َجالُ ْه‬, َ‫ َوأَبُو دَ ُاو ْد‬, ُ‫ل ) َر َوا ْهُ أَحْ َم ْد‬ ِ ‫عو ْهُ إِلَى نِك‬ُ ‫ظ َْر ِم ْن َها َما يَ ْد‬ ُ ‫ن يَ ْن‬ْْ َ‫ع أ‬ َ َ ‫ست‬
َْ ‫طا‬ ْْ ِ‫ا‬
ْ
‫ص َح َح ْهُ اَل َحا ِك ُْم‬َ ‫ َو‬, ‫ات‬ ْ َ‫ثِق‬

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila salah
seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya
yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadis shahih menurut Hakim.

• Hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih dan Imam Lima.


‫ ِل َما ِل َها‬: ْ‫ح اَ ْل َم ْرأَْة ُ ِِل َ ْربَع‬ ُْ ‫ل )ت ُ ْن َك‬
َْ ‫ي ِ صلى هللا علي ْه وسلم َقا‬ ْ ِ‫ن ال َنب‬
ِْ ‫ع‬َ ‫ن أَبِي ه َُري َْر ْةَ رضي هللا عنه‬ ْْ ‫ع‬
َ ‫َْو‬
َ ‫علَ ْي ِْه َم َْع بَ ِقيَ ِْة اَل‬
, ‫س ْب َع ِْة‬ َ ْ‫ت يَدَاكَْ ( ُمتَفَق‬ ِْ ‫ت اَل ِد‬
ْْ َ‫ين ت َِرب‬ ْ
ِْ ‫ َو ِلدِينِ َها فَاظف َْْر ِبذَا‬, ‫ َو ِل َج َما ِل َها‬, ‫س ِب َها‬
َ ‫َو ِل َح‬

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan
berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.

2. Bagaimanakah langkah2 yang harus dikerjakan menuju pernikahan menurut syariat


Islam. Jelaskan!
Langkah-langkah menuju pernikahan:
a) Persiapan menuju pernikahan.
Untuk menuju pernikahan perlu adanya kesiapan (kuasa dan kemampuan), antara lain:
▪ Kesiapan fisik
Kesiapan secara fisik penting karena untuk melahirkan keturunan yang sehat
diperlukan sehatnya alat-alat reproduksi. Hal ini dapat diketahui dengan telah
dialaminya haid pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki.
▪ Kesiapan mental/psikologis
Mempersiapkan mental untuk menyesuaikan keadaan yang tentunya akan berbeda
dari kehidupan sebelumnya.
▪ Kesiapan ekonomis
Seorang suami harus siap dengan ekonomi, mengingat akan menjadi kepala
keluarga yang harus bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya. Kesiapan
ekonomi di sini tidak harus kaya atau melimpah, tapi mandiri dalam memenuhi
kebutuhan mereka dengan standar hidupnya, dan akan semakin bertambah
kebutuhannya ketika memiliki keturunan.
▪ Kesiapan sosial
Pernikahan akan merubah status sosial dan menjadikan warga sebenarnya di
masyarakat. Oleh karena itu, seseorang dituntut untuk cakap berinteraksi dengan
lingkungan keluarga dan sesama anggota masyarakat.
▪ Kesiapan agama
Kesiapan agama menjadi hal yang sangat penting karena agama dapat menjadi
rujukan dan pedoman ketika dihadapkan dengan berbagai permasalahan dalam
keluarga untuk menuju keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

b) Menentukan pilihan pendamping hidup.


Dalam hadits diungkapkan bahwa memilih pasangan harus mempertimbangkan empat
aspek, yaitu harta, keturunan, kecantikan/ketampanan, dan agama. Keempat
pertimbangan aspek tersebut saling melengkapi dengan harapan menghindarkan
kekecewaan setelah menikah. Selain keempat aspek tersebut, diperlukan pula masa
pengenalan calon pasangan yang biasa dikenal dengan masa khitbah. Masa khitbah
sebagai masa memilih, mengenal, mempertimbangkan calon pasangan, bisa berujung
pada keputusan menikahinya atau melepasnya sesuai kecocokan dengan kriteria
pilihannya.

3. Apakah hak dan kewajiban suami dan isteri dalam rumah tangga.
Kewajibanْsuamiْkepadaْistriْadalahْmempergaulinyaْsecaraْma’ruf,ْmemberi mahar,
menafkahi baik secara lahir seperti pangan, sandang, papan, maupun batin berupa
pemenuhanْ kebutuhanْ biologis,ْ mendidikْ istri,ْ danْ menjagaْ muru’ahْ istriْ danْ keluarga,
menjaga istri dari dosa, memberi cinta dan kasih saying kepada istri. Adapun kewajiban istri
kepada suami adalah menaati dan melayani suami, menjaga Amanah sebagai istri/ibu,
rabbatu al-bayt atau manajer rumahtangga, menjaga kehormatan dan harta suami dan
meminta izin kepada suami ketika hendak bepergian dan puasa sunnah. Kemudian khak dan
kewajiban bersama antara suami dan istri yaitu menjaga iman dan meningkatkan ketaqwaan,
menjaga agar senantiasa taat kepada Allah yang diwujudkan dengan menjalankan kehidupan
sesuai syariat Islam dalam segala aspek sebagai tolok ukur (miqyasu al-‘amal) , seperti
beribadah bersama, memakan dan meminum yang halal, membina kelanggengan rumah
tangga serta mendidik keturunan agar menjadi anak yang shaleh.

4. Bagaimanakah upaya yang harus dilakukan suami dan isteri agar tercipta keluarga
yang sakinah, mawaddah wa rohmah.
Saling mengetahui dan memahami pasangannya, baik dari kebiasaan, sifat, fisik,
maupun watak dan karakter. Hal ini akan menjadi modal utama dalam berkomunikasi
sehingga terwujud rasa memahami dan mengerti diantara pasangan itu. Komunikasi yang
baik dan efektif akan menghasilkan rasa aman, tentram, dan saling memiliki, menyayangi
serta mengasihi dalam keluarga. Selain itu, perlu memiliki kemampuan untuk mengelola
konflik yang mungkin terjadi. Apabila komunikasi yang baik tidak tersampaikan dan konflik
tetap berjalan, maka Islam mengajari langkah-langkah yang perlu diambil, yaitu saling
menasehati, musyawarah untuk mendapatkan solusi, saling menghormati, saling melindungi
dan mengingatkan dalam kebaikan, pindah tempat tidur, pelajaran yang lebih keras terhadap
pihak yang dianggap salah, baik suami maupun istri, minta anggota lain sebagai penengah.

5. Bagaimana aturan dalam Islam tentang harta warisan.


Pembagian harta warisan wajib dilakukan oleh ahli warisnya berdasarkan ketentuan Allah
yang telat diatur dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul karena sejatinya harta itu milik Allah
yqang dititipkan kepada manusia. Ajaran Islam mengatur pembagian harta peninggalan
berdasarkan ketentuan Allah yang disebut hukum waris atau faraid. Orang-orang yang
berhak dalam waris mewarisi disebabkan adanya perkawinan, kekerabatan atau hubungan
darah, dan wala atau perwalian. Agama Islam menetapkan hak pemilikan benda bagi
manusia, baik laki-lakiْ maupunْ perempuanْ sesuaiْ denganْ syara’,ْ sepertiْ memindahkanْ
kepemilikan seseorang kepada pihak yang masih hidup dan ahli warisnya, tanpa
memandang perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa. Dengan demikian, setiap pihak
yang ditinggalkan memiliki bagiannya masing-masing, diantaranya:
a. Bagian suami
▪ Setengah dari harta peninggalan istrinya, apabila istrinya itu tidak meninggalkan
anak dari dirinya atau suami-suami sebelumnya.
▪ Seperempat dari harta peninggalan istrinya, apabila istrinya meninggalkan anak
dari dirinya ataupun dari suami-suami sebelumnya.
b. Bagian isteri
▪ Seperempat dari harta peninggalan suami, jika suaminya itu tidak meninggalkan
anak, baik dari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan istrinya.
▪ Seperdelapan dari harta peninggalan suami, jika suaminya meninggalkan anak,
baik dari dirinya, istri-istrinya yang lain, atau mantan-mantan istrinya.
c. Bagian anak perempuan
▪ Setengah, jika ia hanya seorang diri (tidak bersama dengan saudara laki-laki)
▪ Dua pertiga, jika anak perempuannya terdiri dari dua atau lebih dan tidak bersama
dengan anak laki-laki.
d. Bagian anak laki-laki
▪ Seluruh harta peninggalan, jika yang meninggal hanya meninggalkan seorang atau
beberapa orang anak laki-laki.
▪ Jika yang meninggal itu meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki
dan meninggalkan ahli waris ashabul furudl, maka anak laki-laki mendapatkan
‘ashabahْ(sisa)ْsetelahْdiambilْolehْashabulْfurudlnya.
▪ Jika yangmeninggal itu meninggalkan anak laki-laki, anak perempuan, ashabul
furudl, maka seluruh harta setelah diambil oleh ashabul furudl dibagi dua, dengan
syarat bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.
e. Bagian Ibu
▪ Ibu mendapat seperenam bagian bila terdapat anak atau dua saudara atau lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, makai a mendapat sepertiga
bagian.
▪ Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah.
f. Bagian ayah
▪ Seperenamْbagian,ْjikaْanakْyangْdiwarisiْmemilikiْfar’ulْwarisْmudzakkar,ْyaituْ
anak laki-laki dan cucu laki-laki pancar laki-laki sampai ke bawah.
▪ Seperenamْdanْ‘ushubah,ْjikaْanakْyangْdiwarisiْmemilikiْfar’uْwarisْmuannats,ْ
yaitu anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki sampai ke bawah.
▪ ‘Ushubah,ْ jikaْ anakْ yangْ diwarisiْ hartaْ peninggalannyaْ tidakْ mempunyaiْ far’uْ
waris sama sekali, baik laki-laki maupun perempuan.
g. Bagian kakek
▪ Seperenam bagian, jika yang meninggal mempunyai anak turun yang berhak waris
yang laki-lakiْ(far’uْwarisْmudzakkar).
▪ Seperenam dan sisa dengan jalan ushubah bila yang meninggal mempunyai anak
turun perempuan yangْberhakْwaris(far’uْwarisْmuannats)
▪ ‘Ushubah,ْjikaْyangْmeninggalْmempunyaiْfar’uْwarisْsecaraْmutlak, baik laki-
laki maupun perempuan dan juga mempunyai anak turun yang tidak berhak
menerimaْpusakaْ(far’uْghairuْwarits),ْsepertiْcucuْperempuanْpancarْperempuan.

Anda mungkin juga menyukai