Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi

manusia, manusia hidup dan melakukan aktivitas diatas tanah baik sebagai tempat

tinggal, mendukung mata pencaharian serta pembangunan . Sehingga dapat

dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia memerlukan tanah hingga

berpulang menghadap yang kuasa, manusia tidak bisa dilepaskan dari tanah.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QsS Shaad (38) ayat 71 :

ٓ
ٌ ۢ ِ‫ِإ ْذ قَا َل َربُّكَ لِ ْل َم ٰلَِئ َك ِة ِإنِّى ٰ َخل‬
‫ق بَ َشرًا ِّمن ِطي ٍن‬

Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya


Aku akan menciptakan manusia dari tanah".

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan tentang penciptaan manusia yang berasal
dari tanah dan Hal ini ditegaskan dalam Firman Allah SWT dalam QS Al Fathir
(35) ayat 11

َ ‫ ُل ِم ْن اُ ْن ٰثى َواَل ت‬R‫ا تَحْ ِم‬RR‫ا َو َم‬Rۗ R‫ ٍة ثُ َّم َج َعلَ ُك ْم اَ ْز َوا ًج‬Rَ‫طف‬
ۗ ٖ R‫ ُع اِاَّل بِ ِع ْل ِم‬R‫َض‬
‫ه‬R ٍ ‫َوهّٰللا ُ خَ لَقَ ُك ْم ِّم ْن تُ َرا‬
ْ ُّ‫ب ثُ َّم ِم ْن ن‬
‫ب اِ َّن ٰذلِكَ َعلَى هّٰللا ِ يَ ِس ْي ٌر‬
ٍ ۗ ‫َو َما يُ َع َّم ُر ِم ْن ُّم َع َّم ٍر َّواَل يُ ْنقَصُ ِم ْن ُع ُم ِر ٖ ٓه اِاَّل فِ ْي ِك ٰت‬

Artinya : Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani,

kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak

ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan

sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula

dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).

Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

1
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah ,

oleh sebab itu manusia dalam kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari tanah. Bagi

negara agraris seperti halnya negara Indonesia, semakin bertambah jumlah

manusia setiap hari nya maka banyak orang yang membutuhkan tanah untuk

kegiatan sehari - hari dan untuk tempat tinggal . Laju pertumbuhan penduduk

yang sangat tinggi di Indonesia menyebabkan tingginya lalu lintas pendaftaran

hak atas tanah.

Dalam Pasal 19 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 disebutkan

untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di

seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur

dengan Peraturan Pemerintah . Pasal (2) menyatakan Pendaftaran tersebut dalam

ayat (1) ini meliputi Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, Pendaftaran

Hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, pemberian surat-surat tanda

bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pasal (3) disebutkan

bahwa Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan

masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan

penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria dan pada Pasal (4)

disebutkan bahwa Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang

bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan

ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-

biaya tersebut.1

1
Pasal 19 ayat (1) – ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria

2
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 disebutkan untuk memberikan kepastian dan

perlindungan hukum kepada pemegang hak atas sebidang tanah , satuan rumah

susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan

dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan , untuk itu kepada pemegang

hak diberikan Sertipikat, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak

yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh

data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-

bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.2

Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non kementerian

yang mempunyai tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanya, yaitu Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota

yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum

pendaftaran tanah. Tugas pokok Badan Pertanahan Nasional adalah membantu

Presiden dalam mengelola dan mengembangkan Administrasi Pertanahan baik

berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria maupun peraturan perundang-

undangan lain yang meliputi pengaturan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan

tanah dan lainlain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden. Tujuan dari pembangunan bidang

pertanahan adalah menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam

2
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3
rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur

yang merata baik material maupun secara spiritual berdasarkan Pancasila.3

Alas Hak merupakan alat bukti dasar seseorang dalam membuktikan

hubungan hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas tanah yang

dimohon. Oleh karenanya sebuah alas hak harus mampu memjabarkan kaitan

hukum antara subjek hak (individu atau badan hukum) dengan suatu objek hak

(satu atau beberapa bidang tanah) yang ia kuasai, artinya dalam sebuah alas hak

sudah seharusnya dapat menceritakan secara lugas, jelas dan tegas tentang detail

kronologis bagaimana seseorang dapat menguasai suatu bidang tanah sehingga

jelas riwayat atas kepemilikan terhadap tanah tersebut.4

Surat-surat yang dikategorikan sebagai alas hak atau data yuridis atas

tanah pada dasarnya merupakan keterangan tertulis mengenai perolehan tanah

oleh seseorang. Syarat ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang

bunyinya "sebelum mengajukan permohonan hak atas tanah, pemohon harus

menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku 5Alas Hak sebagai

3
Meita Djohan Oe, “Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam Pendaftaran
Tanah”, Jurnal Pranata Hukum Vol 10, 2015, hlm 1
4
Dwi Heny Ratnawati, Anita Dyah Asmaranti, Djauhari, Pelaksanaan Akta Pelepasan
Hak Sebagai Alas Hak Untuk Mengajukan Permohonan Peralihan Dan Perubahan Hak Guna
Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah Berakhir Di Kabupaten Brebes, Vol 5 No 1 Maret 2018,
hlm 253.
5
Djoko Walijatun, Persyaratan Permohonan hak, Majalah Renvoy No. 10.34.III, Maret
2006, hal. 65. dikutip dari Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan
Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009. Hal 133

4
dasar hak kepemilikan atas sebidang tanah yang mana bidang tanah tersebut telah

dikuasai secara fisik oleh seseorang guna untuk didaftarkan menjadi sebuah

sertipikat di Kantor Pertanahan (BPN). Dalam proses pendaftaran tanah,

keabsahan Alas Hak merupakan hal terpenting yang harus ada dalam kegiatan

pengumpulan data yuridis.

Dalam kenyataannya dilapangan tak jarang Alas Hak yang diajukan

menjadi permasalahan dikemudian hari setelah sertipikat diterbitkan ataupun saat

masih dalam proses permohonan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.

Persoalan yang kerab di jumpai dikarenakan Alas Hak yang digunakan pemohon

mengandung cacat hukum baik secara formil maupun materil, sehingga sanggahan

dan gugatan kerab di ajukan hingga ke ranah pengadilan. Bahkan tak jarang

dijumpai permasalahan bahwa satu bidang tanah dikuasai oleh dua orang yang

berbeda dengan dua Alas Hak yang berbeda akan tetapi tetap dengan tanda tangan

Kepala Desa/Lurah, Pejabat Nagari berwenang, ataupun Lembaga Kerapatan Adat

disuatu wilayah tertentu.

Dalam Pasal 1 ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor

6 tahun 2008 disebutkan bahwa Tanah Ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta

sumber daya alam yang ada di atasnya dan di dalamnya diperoleh secara turun

temurun merupakan hak masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat. 6

Pengertian “ulayat” di Minangkabau sebagai tanah milik komunal seluruh suku

Minangkabau. Tanah Ulayat adalah pusaka yang diwariskan turun-temurun, yang

haknya berada pada perempuan, namun sebagai pemegang hak atas tanah ulayat

6
Pasal 1 ayat 7 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 tahun 2008 tentang
Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya

5
adalah mamak kepala waris. Penguasaan dan pengelolaan tanah ulayat

dimaksudkan untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan serta keberadaan

masyarakat (eksistensi cultural), menciptakan tata kehidupan, termasuk produksi

dan distribusi sumber daya agraria yang berkeadilan sosial. Selain itu tanah ulayat

juga mengandung unsur religi, kesejahteraan dan unsur magis serta bertujuan

memakmurkan rakyat didalamnya.7

Di Minangkabau, Tanah ulayat diwarisi secara turun menurun, yang

diwarisi dari nenek moyang ke generasi berikutnya dalam keadaan utuh, tidak

terbagi-bagi. Sebagaimana dalam fatwa adat menyatakan bahwa birik-birik tabang

ka sawah (Birik-birik terbang kesawah), dari sawah tabang ka halaman (dari

sawah terbang ke halaman), basuo ditanah bato (bertemu ditanah bata), dari

niniak turun kamamak (dari ninik turun ke mamak), dari mamak turuk ka

kamanakan (dari mamak terun kemanakan), patah tumbuah hilang baganti (patah

tumbuh hilang berganti) dan pusako baitu juo (pusaka begitu juga ).8

Tanah Ulayat Minangkabau dalam konsep kepemilikan termasuk dalam

arti sempit yaitu berupa harta kekayaan yang tergolong pusaka tinggi yang

mempunyai kekuatan berlaku ke dalam maupun keluar baik dapat dimanfaatkan

oleh anggota masyarakatnya ataupun diluar masyarakatnya dengan pemberian

berupa adat diisi limbago dituang (suatu pemberian berupa uang oleh pihak ketiga

yang mengelola dan menguasai tanah ulayat, kepada penguasa dan atau pemilik

ulayat berdasarkan kesepakatan masyarakat adanya.). Asas utama tanah ulayat

7
St. Laksanto Utomo, Hukum Adat, Depok : PT. Raja Grafindo Persada, 2016, hlm 57
8
M. Narson, Dasar Falsafah Adat Minagkabau. (Jakarta: Bulan Bintang, 1971) at 41.

6
Minangkabau adalah jua ndak makan bali, gadai ndak makan sando (tanah ulayat

tidak dapat dijual dan digadai), namun dalam keadaan mendesak dapat

dialihkan/dipindahtangan sementara seperti Mait terbujur di tengah rumah (mayat

terbujur di tengah rumah), Rumah gadang ketirisan (rumah adat yang bocor

atapnya atau rusak), Gadih gadang indak balaki (gadis dewasa yang belum

bersuami), atau Membangkik batang terandam (menegakkan gelar pusaka atau

mengangkat penghulu). Untuk dapat melakukan pemindahtangankan/pengalihan

tanah ulayat tersebut harus dengan kesepakatan dari seluruh anggota kaum yang

bersangkutan.9

Dalam kegiatan pendaftaran tanah ulayat tak jarang terjadinya sengketa,

sengketa yang dimaksud adalah sengketa terhadap proses penerbitan sertifikat hak

milik atas tanah ulayat yang pada khususnya tanah ulayat yang didaftarkan atas

nama pribadi dalam proses pendaftaran pertama kali pengakuan hak. Sengketa

dapat terjadi pada saat kegiatan pengukuran tanah, atau pada saat jangka waktu

pengumuman data fisik dan data yuridis, atau bahkan saat proses penerbitan

sertipikat atas tanah. Sengketa muncul apabila ada pihak lain yang merasa haknya

dirugikan dari kegiatan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah ulayat dan

mengajukan gugatan ke Kantor Pertanahan. Dengan adanya gugatan maka Kantor

Pertanahan menangguhkan sementara proses penerbitan sertifikat hingga adanya

keputusan yang tetap terhadap penyelesaian sengketa yang diajukan keberatan

tersebut. Seperti halnya yang terjadi dalam Pendaftaran tanah pertama kali tanah

ulayat di kabupaten Padang Pariaman, pada saat pendaftaran tanah yang berasal
9
Fitrah Akbar Citrawan, Konsep Kepemilikan Tanah Ulayat Masyarakat Adat
Minangkabau, Jurnal Hukum & Pembangunan Vol. 50 No. 3 (2020): 586-602

7
dari Tanah Ulayat tak jarang terjadi sengketa seperti adanya gugatan serta

permohonan penangguhan sertipikat karena tanah yang didaftarkan atas nama

pribadi merupakan tanah ulayat milik kaum lain dan permasalahan lainnya

permohonan pendaftaran tanah yang melampirkan ranji, ranji yang dilampirkan

tidak sah karena menghilangkan hak dari salah satu dari anggota kaum dan adanya

permohonan pembatalan sertipikat yang diajukan ke ATR/BPN Kabupaten

Padang Pariaman karena alas hak yang diajukan adalah hibah palsu.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis perlu mengkaji

pertanggung jawaban hukum terhadap keabsahan terhadap Alas hak tanah ulayat

yang dimohonkan untuk pendaftaran pertama kali atas tanah ulayat pada Kantor

ATR/BPN Kabupaten Padang Pariaman berupa keaslian dokumen, tanda tangan

para pihak, asal usul tanah yang dimiliki, status tanah harus sesuai dengan

kebenarannya sehingga tidak ada pemalsuan data atau dokumen yang bisa

merugikan pihak lain. . Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis memilih judul

“Pertanggung Jawaban Hukum atas Keabsahan Alas Hak berasal dari

Tanah Ulayat dalam Pendaftaran Tanah”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan

sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah

8
1. Bagaimana pertanggung jawaban hukum atas keabsahan alas hak dari

tanah ualayat dalam pendaftaran tanah di Kantor ATR/BPN Kabupaten

Padang Pariaman ?

2. Apa hambatan-hambatan serta solusi dalam pendaftaran tanah ulayat di

Kantor ATR/BPN Kabupaten Padang Pariaman ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum terhadap keabsahan alas

hak dari tanah ulayat dalam Pendaftaran tanah pada Kantor ATR/BPN

Kabupaten Padang Pariaman.

2. Untuk menganalisis dan menguraikan hambatan-hambatan serta solusi

dalam pendaftaran tanah ulayat di Kantor ATR/BPN Kabupaten Padang

Pariaman.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum, terutama

pada bidang kajian hukum pertanahan sehingga dapat memberikan

konstribusi akademis mengenai Pertanggung jawaban hukum terhadap

keabsahan alas hak tanah ulayat dalam Pendaftaran Tanah di Kantor

Pertanahan Kabupaten Padang Pariaman dan Hambatan-hambatan serta

solusi dalam pendaftaran tanah ulayat di Kantor ATRBPN Kabupaten

Padang Pariaman.

2. Manfaat Praktis

9
a. Memperoleh salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan gelar sarjana hukum;

b. Memberikan wawasan kepada pembaca mengenai prosedur ,

persyaratan dan hambatan-hambatan serta solusi dalam pendaftaran

Sertipikat Hak Atas Tanah Ulayat;

c. Dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi

pembaca untuk mengkaji mengenai pertanggung jawaban hukum

terhadap keabsahan alas hak tanah ulayat dalam Pendaftaran Tanah;

d. Dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi

pemerintah dalam pembentukan maupun pembaharuan terhadap

peraturan perundang-undangan terkait pelaksanaan pendaftaran

tanah atas tanah ulayat.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Pertanggung Jawaban Hukum

Sugeng Istanto mengemukakan pertanggungjawaban berarti kewajiban

memberikan jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi

dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin

ditimbulkannya10 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus

mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi

seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan

kewajiban hukum bagi orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.11

10
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Cet.2, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2014), hal. 77
11
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), hlm 48.

10
Pertanggungjawaban hukum menurut KUH Perdata ada 3 yaitu:12

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1365 KUHPerdata;

2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1366 KUHPerdata;

3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam

Pasal 1367 KUHPerdata.

Pertanggungjawaban yang tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan

Pasal 1366 KUHPerdata mewajibkan adanya unsur kesalahan artinya seseorang

tersebut harus bersalah (liability based on fault). Asas pertanggungjawaban secara

kesalahan (fault) didasarkan pada prinsip bahwa tidak ada pertanggungjawaban

apabila tidak ada unsur kesalahan dalam ilmu hukum disebut Tortious Liability

atau Liability Based on Fault.

2. Tinjauan tentang Keabsahan Alas Hak

Menurut Kamus hukum Keabsahan dijelaskan dalam berbagai Bahasa

antara lain adalah convalesceren, convalescentie, yang memiliki makna sama

dengan to validate, to legalize, to ratify to acknowledge yaitu yang artinya

mengesahkan, atau pengesahan suatu hal.13 Keabsahan menurut Kamus hukum,

keabsahan berarti sesuatu yang pasti, yang telah ada dan berlaku.

Alas Hak merupakan ini merupakan alat bukti dasar seseorang dalam

membuktikan hubungan hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas

12
Andria Luhur Prakoso, Prinsip Pertanggung jawaban Perdata dalam Perspektif Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
13
Van Pramodya Puspa, 1977, Kamus Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, hlm. 252.

11
tanah yang dimohon. Oleh karenamya sebuah alas hak harus mampu

memjabarkan kaitan hukum antara subjek hak (individu atau badan hukum)

dengan suatu objek hak (satu atau beberapa bidang tanah) yang ia kuasai, artinya

dalam sebuah alas hak sudah seharusnya dapat menceritakan secara lugas,jelas

dan tegas tentang detail kronologis bagaimana seseorang dapat menguasai suatu

bidang tanah sehingga jelas riwayat atas kepemilikan terhadap tanah tersebut.14

Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan

tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau

adaalas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak

keperdataan,tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi

miliknya15

Penilaian yuridis terhadap alas hak penguasaan fisik turun-temurun dalam

praktek pendaftaran tanah serta penegasannya secara normatif telah ditentukan

dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, yang pada intinya harus

memenuhi kriteria yuridis, yaitu penguasaan atas tanah tersebut dilakukan secara

nyata oleh yang bersangkutan dan sudah berlangsung selama 20 (dua puluh) tahun

atau lebih secara berturut-turut, dan tanah milik tersebut terdaftar dalam persil di

Kantor Kelurahan tempat tanah tersebut berada. Kenyataan penguasaan fisik dan
14
Dwi Heny Ratnawati, Anita Dyah Asmaranti, Djauhari, Pelaksanaan Akta Pelepasan
Hak Sebagai Alas Hak Untuk Mengajukan Permohonan Peralihan Dan Perubahan Hak Guna
Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah Berakhir Di Kabupaten Brebes, Vol 5 No 1 Maret 2018,
hlm 253
15
ENDANG SRI WAHYUNI, Penyalahgunaan Wewenang oleh Lurah Dalam Menbuat
Surat Keterangan Tanah yang Berfungsi sebagai Alas Hak Atas Tanah Berdasarkan Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Nomor 593/5707/SJ TAHUN 1984, Jurnal kemendikbud.go.id , 2015, hlm
2

12
pembuktiannya tersebut harus dituangkan dalam bentuk surat pernyataan dan

dapat mengangkat sumpah di hadapan Satgas Pengumpul Data Yuridis. Selain itu

harus dilengkapi dengan keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi

yang kesaksiannya dapat dipercaya, serta kesaksian dari kepala Desa atau

Lurah..16

3. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah

a. Pengertian Pendaftaran Tanah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Pasal 1 ayat (1) dan

sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021

Pasal 1 ayat (9) menyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah suatu rangkaian

kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan,

dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat

tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak

milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.17

b. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah yang dilakukan oleh Pemerintah didasarkan pada

Peraturan Perundang-undangan antara lain :18

16
Amanna Gappa, Penegasan Alas Hak Penguasaan Fisik Turun-temurun dalam Praktik
Pendaftaran tanah, Jurnal Ilmu Hukum Vol 19 Nomor 4, Desember 2011, hlm 356
17
Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
dan Pasal 1 ayat 9 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021
18
Muwahid, Pokok-pokok Hukum Agraria Indonesia, Surabaya : UIN SA Press, 2016,
hlm 140

13
1. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar

Pokok- Pokok Agraria Pasal 3 , Pasal 5, Pasal 19, Pasal 23 , Pasal 32 dan Pasal

38.

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

3. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan

pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah

4. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 16 tahun 2021 tentang Perubahan

ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang

ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah

5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas

Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah Pasal 1 ,Pasal 84 , Pasal 85

dan Pasal 90

c. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah juga dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 adalah sebagai berikut :

a. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak suatu

bidang tanah, satuan rumah susun, hak-hak lain yang terdafta, agar

dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak

yang bersangkutan.

14
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dalam hal ini termasuk Pemerintah agar dengan mudah

dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang

terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik, merupakan dasar

perwujudan tertib administrasi dibidang pertanahan . Untuk mecapai

tertib administrasi tersebut setiap tanah dan satuan-satuan rumah susun

termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya wajib didaftar.

Sebagaimna yang ditentukan dalam Pasa 4 ayat 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang berbunyi “ Untuk mencapai

tertib administrasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 3

setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan,

pembebanan, dan hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan

rumah susun wajib didaftar”.

4. Tinjauan Umum Tentang Tanah Ulayat

Dalam Pasal 1 ayat 7 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6

tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya disebutkan bahwa Tanah

Ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya

dan di dalamnya diperoleh secara turun temurun merupakan hak masyarakat

hukum adat di Provinsi Sumatera Barat.

15
Tanah ulayat adalah tanah milik komunal yang tidak boleh dan tidak dapat

didaftarkan atas nama satu atau beberapa pihak saja.. Tanah ulayat adalah pusaka

yang diwariskan turun-temurun , yang hak nya berada pada perempuan, namun

sebagai pemegang hak atas tanah ulayat adalah mamak kepala waris. Bagi daerah

Minangkabau yang berlaku sistem kekerabatan matrilineal maka tanah ulayat

merupakan harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena bertalian dengan

system kekerabatannya, garis keturunan menurut garis ibu, dengan unit terkebit

dari kelompok manusia disebut dengan saparuik adalah manusia yang berasal dari

satu Rahim ibu, atau anak-anak yang dilahirkan oleh ibunya , baik yang berjender

laki-laki maupun yang berjender perempuan, demikian berlanjut dari satu perut

dengan perut lainnya. Hanya perempuan yang melahirkan oleh karena

perempuanlah yang memiliki kekayaan secara kelompok se ibu tadi, sedangkan

laki-laki pengatur dalam pemakaian kebendaan dan kekayaan, oleh karena itu

maka jender laki-laki akan diberikan gelar (disebut sako) dari kelompok kecil

seibu tadi terhadap saudara-saudaranya. Hal ini berlanjut terus dalam keturunan

berikutnya, sampai kepada tingkatan kelima hak hubungan dengan harta kekayaan

dari garis ibu tersebut menjadi harta pusaka tinggi dan laki-laki pemimpin tersebut

dalam kelompok kaum pusaka tinggi tersebut diberi gelar mamak kepala waris.

Mamak kepala waris sangat berperan dalam penentu keputusan dalam kelompok

kecil tersebut, anak-anak dari saudara perempuannya disebut kemenakan. Mamak

kepala waris adalah pemimpin dari kaum yang satu suku menurut garis ibu

terhadap pengelolaan harta kelompok yang tidak terbagi-bagi yang disebut dengan

harta pusaka tinggi. Bahwa harta pusaka tinggi tidak diwariskan kepada anak istri

16
tetapi harta pusaka tinggi diwariskan kepada kemenakan dalam garis ibu. Harta

ulayat kaum ini dapat berupa tanah yang tidak lagi dikuasi induvidu tetapi dimiliki

dan dikuasai oleh kelompok. Harta kekayaan berupa ulayat kaum ini sangat

menetukan silsilah dan keturunan asali masyarakat adat Minangkabau.19 Karena

keberadaan orang Minangkabau salah satunya ditentukan oleh kekayaan tetap

berupa tanah ulayat, karena wibawa suatu kaum akan sangat ditentukan oleh

luasnya tanah ulayat yang dimiliki.

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penulisan karya ilmiah, metode penelitian merupakan faktor

yang sangat penting, karena metode penelitian digunakan sebagai cara untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran serta menjalankan prosedur

yang benar serta dapat dijalankan secara ilmiah. Penggunaan metode dalam

melakukan suatu penelitian merupakan ciri khas dari suatu ilmu untuk

mendapatkan suatu kebenaran. Salah satu jenis metode penelitian yaitu metode

penelitian hukum. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara atau langkah

yang digunakan dalam ilmu hukum untuk menemukan kebenaran hukum.

Penggunaan metode dalam penulisan karya ilmiah dapat digunakan untuk

menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh

sehingga mendapatkan kesimpulan sesuai dengan kebenaran ilmiah untuk

menjawab isu yang dihadapi.20

19
Yulia Mirwati, Wakaf Tanah Ulayat dalam Dinamika Hukum di Indonesia, Jakarta :
PT. Raja Grafindo, 2016, hlm 140-141
20
Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media
Grup, 2010, hlm 35

17
Penelitian Hukum adalah proses analisa yang meliputi metode, sistematika

dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu,

kemudian mengusahakan pemecahan atas masalah yang timbul. Sehingga

dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat. Metode ini membantu proses

penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji serta tujuan penelitian yang

akan dicapai. Penelitian hukum akan melakukan kegiatan pencarian fakta secara

sistematis yaitu untuk menemukan apa hukum itu dan kemajuan ilmu hukum.

Dalam arti yang sempit, penelitian hukum dipahami terbatas pada karya-karya

yang berkontribusi pada kemajuan ilmu hukum (yang tidak termasuk bahan-bahan

seperti buku teks dan buku kasus, dll.).21

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bersifat pemaparan,

yang bertujuan untuk memperoleh gambaran ( deskripsi ) lengkap tentang

keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu , atau mengenai gelaja yuridis

yang ada, atau suatu peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

Pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan data tenatang keadaan

yang menjadi objek penelitian . Dan hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran tentang persyaratan dan prosedur pendaftaran tanah ulayat

dan bagaimana pertanggung jawaban keabsahan atas alas hak tanah ulayat.

2. Jenis Penelitian

Penelitian hukum dilakukan sebagai upaya dalam mencari penyelesaian

atas masalah atau isu hukum yang ada maka penelitian hukum merupakan

21
Ani Purwati, Metode Penelitian Hukum Teori dan Praktek, Surabaya :CV. Jakad Media
Publishing,2020,HLM 4

18
penelitian dalam rangka know-how yang ada didalam hukum.22 Dalam

penyusunan skripsi ini tipe penelitian yang digunakan penulis yaitu Yuridis –

Empiris . Tipe penelitian yuridis – empiris digunakan untuk mengkaji kaidah-

kaidah atau norma-norma positif , dengan cara mengkaji aturan-aturan hukum

yang bersifat formil seperti Undang-Undang, Peraturan-Peraturan serta literature

yang berisi konsep teoritis dan meneliti pada lembaga pemerintah dalam bidang

pertanahan yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas

dalam skripsi ini.

3. Metode Pendekatan

Peneliti dalam penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan yang

meliputi :

1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan yang mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan isu hukum yang sedang diteliti sebagaimana disampaikan dalam bahan-

bahan hukum primer.

2 Pendekatan Empiris yuridis

Pendekatan yang dilakukan dengan cara pengumpulan bahan dengan

observasi (pengamatan) langsung pada Kantor Pertanahan terhadap fenomena

hukum tentang bagaimana pertanggung jawaban hukum terhadap keabsahan suatu

alas hak tanah ulayat dalam pendaftaran tanah.

4. Sumber Data dan Bahan Hukum

a. Sumber Data

22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Jakarta : Kencana Predana
Media Grup, 2016 , hlm 83

19
Data untuk penelitian ini terdiri dari

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian.

Data uatama peneliti peroleh melalui wawancara dengan responden

pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Padang Pariaman.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan,

meliputi buku-buku literature serta peraturan perundang-undangan yang

mendukung dengan pokok masalah yang dibahas. Yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer

Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer adalah bahan

hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas.23 Dalam

hal ini bahan hukum primer terdiri peraturan perundang-undangan, catatan-

catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan

dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan

bahan hukum primer sebagai berikut:

1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan,

Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

4. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan

pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.

23
Ibid., hlm 67

20
5. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 tahun 2008 tentang

Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya.

6. Alqur’an dan Hadist Rasullulah.

4. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang bahan hukum

primer yang berupa pandangan, pendapat ataupun doktrin dalam bentuk publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, seperti

publikasi tentang hukum meliputi buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan

komentar atas putusan pengadilan.24

5. Teknik Pengumpulan Data dan Bahan Hukum

Peneliti menggunakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan

hukum dengan mencari bahan hukum primer seperti Peraturan Perundang-

Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas di skripsi ini.

Selain itu peneliti juga mencari bahan hukum sekunder seperti buku teks maupun

buku elektronik, jurnal penelitian hukum, doktrin atau pendapat para ahli, serta

skripsi mahasiswa hukum. Dan juga peneliti melakukan pengamatan

( Observasi ) di Kantor Pertanahan dalam rangka pengumpulan data dengan cara

mengamati fenomena hukum tentang bagaimana keabsahan suatu alas hak tanah

ulayat dan bagaimana pertanggung jawaban hukumnya.

6. Teknik Pengolahan Data dan Bahan Hukum

24
Ibid

21
Teknik pengolahan data dan bahan hukum merupakan cara untuk

menentukan jawaban atas pokok permasalahan berdasarkan fakta hukum. Tahap-

tahap yang dilakukan penulis dalam menyusun skripsi ini yaitu :

1. Mengidentifikasi fakta hukum kemudian mengeliminasi hal-hal yang tidak

relevan dengan permasalahan.

2. Mengumpulkan bahan hukum yang relevan dengann permasalahan.

3. Menganalisis masalah yang ada berdasarkan bahan hukum yang

dikumpulkan.

4. Menyimpulkan pembahasan dalam bentuk argumentasi; dan

5. Menyajukan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun

secara konsisten dalam bentuk kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 4 (empat)

bab, dimana setiap bab mempunyai kegunaan untuk memperjelas ruang lingkup

dan permasalahan yang sedang diteliti, dan setiap bab mempunyai korelasi antara

yang satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini

sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, Pada Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, dan manfaat penelitian. Latar belakang

berisi alasan penulis dalam mengambil isu hukum

tentang Pertanggung jawaban hukum atas

keabsahan alas hak yang berasal dari tanah ulayat

dalam pendaftaran tanah. Rumusan masalah dalam

22
penulisan skripsi ini terdiri dari 2 (dua) hal yang

diuraikan secara konkret, yaitu pertama,

pertanggung jawaban hukum terhadap keabsahan

alas hak tanah ulayat dalam Pendaftaran tanah, dan

yang kedua yaitu hambatan-hambatan serta solusi

dalam pendaftaran tanah ulayat selanjutnya

manfaat dari penelitian ini yaitu

(i) Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi tugas

akhir sebagai syarat pokok yang bersifat akademis

sesuai ketentuan dari Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Sumatera Barat guna memperoleh

gelar Sarjana Hukum;

(ii) Untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu

yang telah diperoleh selama perkuliahan terutama

pada bidang Hukum Perdata yang bersifat teroritis;

(iii) Untuk memberikan sumbangan pikiran yang

bermanfaat bagi umum dan khususnya Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Barat

Bukittinggi;

(iv) Untuk mengetahui dan menganalisis

pertanggung jawaban hukum atas keabsahan alas

hak dari tanah ulayat dalam pendaftaran tanah

23
(v) Mengetahui dan menganalisis hambatan-

hambatan serta solusi dari tanah ulayat dalam

pendaftaran tanah.

BAB II Tinjauan Pustaka, Dalam bab ini penulis menguraikan atau

menjelaskan tentang pengertian-pengertian, teori,

konsep, dan lain sebagainya yang relevan terkait

penulisan judul dalam skripsi ini. Dalam penulisan

ini hal yang termasuk dalam tinjauan pustaka yaitu

mengenai Pengertian pertanggung jawaban hukum,

Pengertian keabsahan alas hak, pengertian

pendaftaran tanah, dasar hukum pendaftaran tanah,

unsur-unsur pendaftaran tanah, objek pendaftaran

tanah, asas-asas pendaftaran tanah, tujuan

pendaftaran tanah, pendaftaran tanah pertama kali,

pengertian tanah ulayat, , asas-asas tanah ulayat di

Minangkabau.

Bab III Pembahasan, Dalam bab ini berisi jawaban hasil penelitian dan

penjelasan terkait rumusan masalah dalam skripsi

ini yaitu :

1. Bagaimana pertanggung jawaban hukum

terhadap keabsahan alas hak dari tanah ulayat

dalam Pendaftaran tanah sporadik pada Kantor

ATR/BPN Kabupaten Padang Pariaman?

24
2. Apa hambatan-hambatan serta solusi dalam

pendaftaran tanah ulayat pada kantor ATR/BPN

kabupaten Padang Pariaman?

Bab IV Penutup, Dalam bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu

kesimpulan dan saran penulisan skripsi ini,

Kesimpulan merupakan pernyataan akhir sebagai

intisari jawaban dari permasalahan yang telah

diuraikan dalam pembahasan. Sedangkan saran berisi

masukan-masukan penulis atau skripsi yang telah

diuraikan dengan harapan memberikan kontribusi,

rekomendasi, dan solusi yang lebih baik, serta bersifat

membangun.

25

Anda mungkin juga menyukai