Anda di halaman 1dari 13

Analisis dan Pembahasan

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Penentuan Zat Organik” dengan tujuan
untuk mengetahui zat organic dalam air. Sampel yang digunakan pada percobaan ini
adalah air sungai ngagel. Percobaan ini terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1. Standarisasi KMnO4 dengan Asam Oksalat
2. Penentuan Kadar Zat Organik
3. Titrasi Blanko
Dari sub percobaan tersebut, dilakukan replikasi sampel sebagai berikut,
Tabel.Replikasi Sampel
Percobaan Replikasi
Percobaan 1 Tanpa replikasi
Percobaan 2 2 kali replikasi pada tiap sampel (4
sampel)
Percobaan 3 Tanpa replikasi

Terdapat banyak zat yang terlarut dalam air, salah satunya adalah zat organik. Zat
organik memiliki komponen utama diantaranya karbon, protein dan lemak. Zat organic
mudah sekali mengalami pembusukan oleh bakteri menggunakan oksigen terlarut
(Haitami, Rakhmina dan Fakhridani; 2016). Penentuan zat organic dalam air pada
percobaan ini dilakukan dengan metode titrasi permanganometri, dimana zat organik
sebagai angka permanganat yaitu banyaknya mg/L KMnO 4yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat organik dalam satu liter yang didihkan selama 10 menit. Prinsip dasar
dari titrasi ini adalah reaksi redoks. Sampel yang mengandung zat organic dioksidasi
KMnO4 dalam suasana asam oleh asam sulfat, kemudian dipanaskan, kembali
dioksidasi dengan KMnO4 berlebih dan sisa dari KMnO4 direduksi dengan asam
oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi
merah muda (Hidayati dan Yusrin, 2010). Dari data yang diperoleh saat titrasi,
dilakukan penentuan kadar zat organic dengan persamaan berikut,
[(10+𝑎)𝑏−(10.𝑐 )𝑥3,16𝑥1000]
KMnO4 (mg/L) =
𝑑
a: mL KMnO4 yang dibutuhkan untuk titrasi
b: normalitas KMnO4
c: normalitas asam oksalat
d: mL sampel yang digunakan
Pemilihan KMnO4 sebagai titran disebabkan reagensia ini oksidator kuat, mudah
diperoleh, murah, dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan laruta yang
sangat encer. Permanganat beraksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki
keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day & Underwood, 2002).
Sebelum dilakukan sub percobaan 1 hingga 3, dilakukan preparasi sampel terlebih
dahulu. Preparasi sampel dilakukan untuk menyiapkan zeolite (berwarna hijau keabu-
abuan) yang diperoleh dari BRATACHEM dan melakukan kontak antara zeolit pada
sampel dengan penambahan zeolit bermassa 0, 10, 15 dan 20 gram.
Pertama-tama, Zeolite kemudian dihancurkan/dihaluskan dengan
menggunakan mortar dan alu. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan zeolite dalam
bentuk serbuk, dimana dalam bentuk serbuk, zeolite akan memiliki luas permukaan
yang lebih besar sehingga akan mempermudah proses pemanasan dengan
menggunakan tanur. Setelah dihaluskan maka langkah selanjutnya yaitu zeolite
daiayak dengan ayakan 100 mesh dan dioven/dipanaskan dengan menggunakan oven
pada suhu 150°C selama 2 jam. Pengayakan dilakukan agar ukuran butiran zeolite sama
rata, sehingga menjadi suatu parameter yang dibuat konstan, dimana ukuran butiran
akan mempengaruhi kemampuan adsorbsi dari zeolit. Pada suhu 300-400°C, air yang
terikat pada struktur zeolite akan dilepas, sehingga digunakan suhu tersebut. Zeolite
yang terlebih dahulu dihaluskan akan lebih merata proses pemanasannya, dimana
semakin besar luas permukaan, semakin merata kontak dengan panas/kalor yang
terlibat.
Proses pemanasan/pengovenan dilakukan dengan menggunakan tanur yang
bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terdapat dalam zeolite (dehidrasi zeolit).
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation natrium,
kalium dan barium. Zeolit memiliki pori-pori berukuran melekuler sehingga mampu
memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu.
Setelah dioven, zeolite akan memiliki struktur seperti gambar diatas, dimana
molekul air yang awalnya terdapat dalam zeolite akan dilepas sehingga terbentuk pori
yang lebih lebar. Zeolite yang telah dipanaskan merupakan zeolite yang teraktivasi,
dimana zeolite yang teraktivasi telah terbebas dari molekul air yang menutupi porinya.
Proses aktivasi dengan pemanasan suhu tinggi ini merupakan aktivasi zeolite secara
fisika. Zeolite yang terdehidrasi akan mempunyai struktur pori terbuka dengan internal
surface area besar sehingga kemampuan mengadsorb molekul selain air semakin tinggi
Langkah selanjutnya yaitu mengambil air sampel (sedikit keruh) .Air sampel
yang diambil sebanyak 250 mL dengan perbedaan penambahan massa zeolit ditiap
gelas kimia sebanyak 10,15,20,dan 0 gram yang kemudian akan diaduk dengan
magnetik stirer selama 30 menit. Setelah pengadukan, langkah selanjutnya yaitu
campuran sampel dengan zeolite tersebut disaring dengan menggunakan penyaring
Buchner. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan residu dan filtrat, dimana nantinya
akan diperoleh filtrat berupa air sampel yang siap untuk dilakukan uji dan residu berupa
sisa zeolite yang telah mengadsorb sebagian zat-zat yang terkandung dalam sampel.
Penyaringan dilakukan sebanyak 2x untuk memperoleh hasil penyaringan maksimal,
yaitu agar diperoleh filtrat yang jernih (terbebas dari sisa zeolit). Filtrat (tidak berwarna
sedikit keruh) hasil penyaringan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia kembali
dan ditutup dengan menggunakan Plastic Wrap agar terhindar dari pengotor yang
mungkin dapat mengotor sampel.
Tabel. Hasil pengamatan tingkat kekeruhan filtrate
Penambahan zeolit Tingkat kekeruhan
Tanpa penambahan +
Penambahan zeolite 10 g ++
Penambahan zeolite 15 g +++
Penambahan zeolite 20 g ++++

Filtrat hasil adsorpsi tidak menjadi sangat jernih, melainkan keruh. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
- Adanya molekul zeolit yang terbebas pada filtrate
- Kurang efektifnya zeolit untuk mengadsorp zat organik dalam sampel, karena
permukaan zeolit tanpa modifikasi bersifat hidrofil. Sehingga sedikit adanya
kontak antara zat organik dengan permukaan dan pori zeolite yang kurang
hidrofobik (Wang dan Peng, 2009)
- Adanya kontaminan zat organik dalam peralatan untuk memfilter sampel
sampai terbawa oleh filtrat. Hal ini dapat menyebabkan filter keruh dan
konsentrasi zat organik meningkat setelah adanya penambahan zeolit dan
difilter dari pada sampel tanpa penambahan zeolite.
Setelah dilakukan preparasi sampel maka dapat dilakukan penentuan kadar zat
organik dalam sampel. Berikut ini adalah penjabaran dari langkah-langkah percobaan
“Penentuan Zat Organik”.
Percobaan 1: Standarisasi KMnO4 dengan Asam Oksalat
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah titrasi permanganometri,
dimana pada metode titrasi ini tidak perlu adanya penambahan indikator karena titran
(KMnO4) juga berperan sebagai indikator (auto-indikator). Reaksi pada metode titrasi
ini juga hanya dapat berlangsung dalam suasana asam, sehingga dibutuhkan
penambahan asam. Pada percobaan ini sistem ditambahkan asam dari asam oksalat.
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dari KMnO 4.
KMnO4 perlu distandarisasi karena KMnO4 merupakan oksidator kuat sehingga mudah
tereduksi yang membuat konsentrasinya tidak tetap seperti pada konsentrasi awalnya.
Menurut Khopkar (2003) KMnO4 dalam air kestabilannya dapat dipengaruhi oleh
cahaya, panas, asam-basa, ion Mn(II), dan MnO2. Dikarenakan zat organik telah habis
teroksidasi dan pendidihan masih berlangsung, KMnO4 berlebih yang masih terdapat
dalam sampel dapat terganggu kestabilannya. Selama pendidihan yang terus
berlangsung KMnO4 berlebih dalam sampel air menjadi tidak stabil dan air teroksidasi
dengan cara:

4MnO4-(aq) + 2H2O(l) → MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 4OH- (aq)

Dengan terjadinya reaksi tersebut, KMnO4 yang terdapat dalam sampel menjadi
berkurang. Sehingga pada saat penambahan asam oksalat, KMnO4 yang bereaksi
dengan asam oksalat akan kurang dari yang seharusnya. Akibatnya asam oksalat yang
selanjutnya akan dititrasi dengan KMnO4 menjadi lebih banyak. Hal ini dapat
menyebabkan penambahan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada
akhirnya membuat hasil menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini,
Mula-mula, diambil 50 mL aquades (tak berwarna) dan dimasukan ke erlenmeyer.
Pada percobaan ini akan terjadi reaksi redoks dengan suasana asam, sehingga 5 mL
H2SO4 8 N (tak berwarna) ditambahkan dalam sistem untuk memberi suasana asam.
Reaksi pembentukan Mn2+ berjalan sangat lambat, untuk mempercepat reaksinya,
maka sampel dipanaskan hingga suhu penangas 60 oC agar reaksinya berjalan cepat,
ditambahkan batu didih guna meratakan panas pada sampel dalam erlenmeyer.
Menurut SNI 06- 6989.22-2004 waktu yang digunakan untuk mendidihkan sampel agar
bereaksi sempurna dengan kelebihan KMnO4 adalah tepat 10 menit. Sesudah
dipanaskan, ditambahkan 5 mL asam oksalat (tak berwarna) untuk mereduksi KMnO4
dan sebagai larutan standar primer. Dititrasi dengan KMnO4 (ungu) hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah mudah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut,
2MnO4-(aq) + 16H+(aq) + 5C2O42-(aq) → 2Mn2+(aq) + 8H2O(l) + 10CO2 (g)
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh volume titran sebanyak 4,1 mL untuk
mencapai titik akhir titrasi. Dari volume larutan KMnO4 yang dibutuhkan, dapat
dihitung besar konsentrasi KMnO4 melalui persamaan berikut ini,
NA × VA = NB × VB
Yang mana,
NA: konsentrasi KMnO4
NB: konsentrasi asam oksalat
VA: volume titran KMnO4
VB: volume asam oksalat
Oleh karena itu dari standarisasi KMnO4 didapatkan konsentrasi KMnO4 sebesar
0,0116 N.
Percobaan 2: Penentuan Kadar Zat Organik
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat
organik pada sampel air. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah titrasi
permanganometr, dimana pada metode titrasi ini tidak perlu adanya penambahan
indikator karena titran (KMnO4) juga berperan sebagai indikator (auto-indikator).
Reaksi pada metode titrasi ini juga hanya dapat berlangsung dalam suasana asam,
sehingga dibutuhkan penambahan asam. Pada percobaan ini sistem ditambahkan asam
dari asam oksalat. Meskipun metode pada titrasi ini sama seperti pada percobaan 1,
terdapat perbedaan langkah percobaan, pada percobaan kedua. Tepatnya, pada
percobaan ini sebelum ditambah H2SO4, ditambahkan terlebih dahulu KMnO4 untuk
mengoksidasi zat organik yang terdapat dalam sampel. Prinsip dari titrasi
permanganometri pada percobaan ini adalah zat organik di dalam air akan dioksidasi
oleh KMnO4 lalu direduksi oleh asam oksalat berlebih, kelebihan asam oksalat dititrasi
kembali dengan KMnO4. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan pada
percobaan ini,
Pertama-tama, diambil 25 mL sampel air dengan penambahan zeolite 0, 10, 15, 20
gram (tak berwarna agak keruh) dan dimasukan ke Erlenmeyer, ditambahkan 2 tetes
KMnO4 0,01 N (ungu) dan terbentuk larutan merah muda pudar. Pada percobaan ini
akan terjadi reaksi redoks dengan suasana asam, sehingga 5 mL H 2SO4 8 N (tak
berwarna) ditambahkan dalam sistem untuk memberi suasana asam. Reaksi
pembentukan Mn2+ berjalan sangat lambat, untuk mempercepat reaksinya, maka
sampel dipanaskan hingga suhu penangas 60 oC agar reaksinya berjalan cepat,
ditambahkan batu didih guna meratakan panas pada sampel dalam erlenmeyer.
Menurut SNI 06- 6989.22-2004 waktu yang digunakan untuk mendidihkan sampel agar
bereaksi sempurna dengan kelebihan KMnO4 adalah tepat 10 menit.
Ditambahkan kembali sebanyak 2,5 mL oksidator KMnO4 0,01 N (ungu), terbentuk
larutan ungu (++) serta dipanaskan kembali untuk mempercepat reaksi hingga warna
ungu (++) hilang. Menurut SNI 06- 6989.22-2004 waktu yang digunakan untuk
mendidihkan sampel agar bereaksi sempurna dengan kelebihan KMnO 4 adalah tepat
10 menit. Sesudah dipanaskan, ditambahkan 2,5 mL asam oksalat untuk mereduksi
KMnO4. Dititrasi dengan KMnO4 0,01 N hingga terjadi perubahan warna menjadi
merah mudah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut,

2MnO4- (aq) + 16H+ (aq) + 5C2O42- (aq) → 2Mn2+ (aq) + 8H2O (l) + 10CO2 (g)

Percobaan ini dilakukan pengulangan atau replikasi sebanyak 2 kali yang bertujuan
untuk menghasilkan hasil yang lebih presisi dan akurat. Data yang diperoleh dari
replikasi pada percobaan ini ditiap sampelnya disajikan dalam tabel berikut,
Tabel data volume titran dan kadar zat organic pada replikasi tiap sampel
sampel Replikasi mL sampel mL KMnO4 Kadar zat
organic *
Tanpa I 25 mL 0,2 mL 3,26 mg/L
penambahan II 25 mL 0,3 mL
zeolit
Penambahan I 25 mL 1,4 mL 17,064 mg/L
10 gram zeolit II 25 mL 1,3 mL
Penambahan I 25 mL 1 mL 13,272 mg/L
15 gram zeolit II 25 mL 1,1 mL
Penambahan I 25 mL 0,4 mL 5,628 mg/L
20 gram zeolit II 25 mL 0,5 mL

*kadar zat organic diperoleh dari perhitungan dengan persamaan berikut ini,
Dari data volume yang telah diperoleh pada saat titrasi dapat dihitung besar konsentrasi
KMnO4 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
kadar KMnO4 =
d
dengan,
a = mL KMnO4 0,01 N
b = N KMnO4 yang sebenarnya
c = N asam oksalat
d = mL sampel.
Dari data kadar zat organik yang didapatkan dari percobaan ini, sampel tanpa
penambahan zeolit dan penambahan zeolit 20 gram telah memenuhi baku mutu untuk
air bersih menurut Permenkes/ RI/ No. 32 tahun 2017, 10 mg/L, sehingga dapat
dikategorikan sebagai air bersih jika ditinjau dari parameter kadar zat organiknya.
Berbeda dengan sampel dengan penambahan zeolit 10 dan 15 gram yang tidak
memenuhi baku mutu untuk air bersih menurut Permenkes/ RI/ No. 32 tahun 2017, 10
mg/L, sehingga tidak dikategorikan sebagai air bersih jika ditinjau dari parameter kadar
zat organiknya

Pengaruh Penambahan Zeolit Terhadap Kadar Zat Organik


dalam sampel air
20
18
kadar zat organik (mg/ L)

16
14 y = 0.1875x + 7.6969
12 R² = 0.0615

10
Series1
8
Linear (Series1)
6
4
2
0
0 5 10 15 20 25
Penambahan zeolit (g)

Grafik. Pengaruh penambahan zeolit terhadap kadar zat organik dalam sampel air
Tabel. Pengaruh penambahan zeolit terhadap kadar zat organik dalam sampel air
penambahan zeolit kadar zat organik yang tersisa
(g) (mg/L)
0 3.26
10 17.064
15 13.272
20 5.628

Secara teori, semakin besar massa zeolit yang ditambahkan maka semakin sedikit pula
zat organik yang tersisa dari zat organik sebelum penambahan zeolit (Kasim, 2010).
Hal ini disebabkan bertambahnya massa zeolit sebanding dengan bertambahnya sisi
aktif dan pori-pori zeolit. (Las, Firdiyono dan Hendrawan, 2011). Data hasil adsorpsi
zat organik yang kami peroleh tidak sesuai dengan teori. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti adanya kontaminan zat organic yang masuk saat melakukan
penyaringan dengan corong Buchner saat preparasi sampel, mengingat peralatan untuk
penyaringan yang digunakan merupakan peralatan yang digunakan praktikum di
laboratorium organik, sehingga sangat besar peluang adanya kontaminan dari zat
organik.
Percobaan 3: Titrasi Blanko
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk melakukan titrasi blanko guna
sebagai pembanding pada titrasi analisis sampel pada penentuan zat organic dalam
sampel air. Blanko dipersiapkan dengan air PDAM Kecamatan Manukan Kota
Surabaya. Pemilihan tersebut didasarkan pada air PDAM merupakan sebagai tolak
ukur suatu air dengan kadar pencemar yang telah sesuai dengan baku mutu dari
permenkes, sehingga digunakan sebagai pembanding dengan sampel air yang
diperoleh. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah titrasi permanganometri.
Prinsip dari titrasi permanganometri pada percobaan ini adalah zat organik di dalam air
akan dioksidasi oleh KMnO4 lalu direduksi oleh asam oksalat berlebih, kelebihan asam
oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
dilakukan pada percobaan ini,
Langkah pertama, diambil 25 mL air PDAM (tak berwarna) dan dimasukan ke
Erlenmeyer, ditambahkan 2 tetes oksidator KMnO4 0,01 N (ungu) dan terbentuk
larutan merah muda pudar. Pada percobaan ini akan terjadi reaksi redoks dengan
suasana asam, sehingga 5 mL H2SO4 8 N (tak berwarna) ditambahkan dalam sistem
untuk memberi suasana asam. Reaksi pembentukan Mn 2+ berjalan sangat lambat, untuk
mempercepat reaksinya, maka sampel dipanaskan hingga suhu penangas 60 oC agar
reaksinya berjalan cepat, ditambahkan batu didih guna meratakan panas pada sampel
dalam erlenmeyer. Menurut SNI 06- 6989.22-2004 waktu yang digunakan untuk
mendidihkan sampel agar bereaksi sempurna dengan kelebihan KMnO 4 adalah tepat
10 menit.
Ditambahkan kembali sebanyak 2,5 mL KMnO4 0,01 N (ungu), terbentuk larutan
ungu (++) serta dipanaskan kembali hingga warna ungu (++) hilang. Sesudah
dipanaskan, ditambahkan 2,5 mL asam oksalat untuk mereduksi KMnO 4. Dititrasi
dengan KMnO4 0,01 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah mudah. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut,

2MnO4-(aq) + 16H+(aq) + 5C2O42-(aq) → 2Mn2+(aq) + 8H2O(l) + 10CO2 (g)

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh volume titran blanko sebesar 0,1 mL.
Kemudian disubstitutsikan data-data percobaan pada persamaan berikut untuk
mengetahuikadar zat organi air PDAM (blanko),
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
kadar KMnO4 =
d
dengan,
a = mL KMnO4 0,01 N
b = N KMnO4 yang sebenarnya
c = N asam oksalat
d = mL sampel.
Didapatkan nilai kadar zat organik didalam air PDAM yang merupakan blanko sebesar
1,264 mg/L.
Perbandingannya dengan percobaan 2 disajikan pada tabel berikut
sampel Replikasi mL sampel mL KMnO4 Kadar zat
organic *
Tanpa I 25 mL 0,2 mL 3,16 mg/L
penambahan II 25 mL 0,3 mL
zeolit
Penambahan I 25 mL 1,4 mL 17,064 mg/L
10 gram zeolit II 25 mL 1,3 mL
Penambahan I 25 mL 1 mL 13,272 mg/L
15 gram zeolit II 25 mL 1,1 mL
Penambahan I 25 mL 0,4 mL 5,628 mg/L
20 gram zeolit II 25 mL 0,5 mL
Blanko PDAM Tanpa 25 mL 0,1 mL 1,264 mg/L
replikasi

Kesimpulan

1. Proses standarisasi larutan KMnO4 menghasilkan konsentrasi KMnO4 sebesar


0,0116 N.
2. Kadar zat organik pada sampel air Sungai Ngagel tanpa penambahan zeolit sebesar
3,16 mg/L telah memenuhi baku mutu Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang air
keperluan Higienitasi (air bersih) dengan kadar zat organik standart baku sebesar
10 mg/L sehingga sampel air sungai Ngagel termasuk air bersih ditinjau parameter
kadar zat organik. Kadar zat organik yang diperoleh setelah penambahan zeolit
10, 15, 20 gram yaitu: 17,064; 13,272; 5,628 g/mL. Dari ketiga variasi
penambahan zeolite tersebut, dua diantaranya tidak memenuhi baku mutu air
bersih berdasarkan baku mutu Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang air
keperluan Higienitasi (air bersih) dengan kadar zat organik standart baku sebesar
10 mg/L sehingga sampel air ditambah 10 dan 15 gram zeolite tidak termasuk air
bersih ditinjau parameter kadar zat organik.
3. Kadar zat organik pada air PDAM Kecamatan Manukan Kota Surabaya sebagai
blanko sebesar 1,264 mg/L yang memenuhi kadar yang ditetapkan PP No. 32
Tahun 2017 tentang air keperluan Higienitasi kadar zat organik standart baku
sebesar 10 mg/L sehingga air PDAM Kecamatan Manukan Kota Surabaya
termasuk air bersih ditinjau parameter kadar zat organik.
Daftar pustaka
Day, R. A. J., & Underwood, A. 2002. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Haitami, H., Rakhmina, D., Fakhridani, S. 2016. Ketepatan Hasil dan Variasi Waktu
Pendidihan Pemeriksaan Zat Organik. Medical Laboratory Technology Journal.
2(2), 2016, 61-65
Hidayati, A. dan Yusrin, H. 2010. Pengaruh Lama Waktu Simpan pada Suhu Ruang
(27-29) Terhadap Kadar Zat Organik pada Air Minum Isi Ulang. Prosiding
Seminar Nasional Unimus , 2010. 49-54
Kasim, Kasmiah. 2010. Pengaruh Massa Zeolit dan Waktu Inkubasi Limbah air
Industri Tahu Terhadap Kadar BOD dan COD. (skripsi). Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Alauddin Makassar
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Las, T., Firdiyono, F. dan Hendrawan A. 2011. Adsorpsi Unsur Pengotor Larutan
Natrium Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal. Valensi Vol. 2 No. 2,
Mei 2011 (368‐378)
SNI 06-6989.22-2004. 2004. Air dan air limbah - Bagian 22: Cara Uji Nilai
Permanganat Secara Titrimetri. Badan Standarisasi Nasional.
Wang, S. dan Peng, Y. 2009. Natural Zeolite as Effective Adsorbents in Water and
Wastewater Treatment. Chemical Enginering Journal 156 (2010) 11-24

Anda mungkin juga menyukai