Judul : Organik
Teori Dasar:
Air Permukaan
Udah ada
Zat Organik
Karakteristik bahan organic yang membedakan dengan bahan anorganik adalah sebagai
berikut:
1. Mudah terbakar
2. Memiliki titik beku dan titik didih rendah
3. Biasanay lebih sukar larut dalam air
4. Bersifat isomerisme, beberapa jenis bahan organic memiliki rumus molekul yang
sama
5. Reaksi dengan senyawa lain berlangsung lambat karena bukan terjadi dalam bentuk
ion, melainkan dalam bentuk molekul
6. Berat molekul biasanya sangat tinggi, dapat lebih dari 100
7. Sebagian besar dapat berperan sebagai sumber makanan bagi bakteri
Organik pada sistem air alami berasal dari sumber-sumber alami maupun aktivitas
manusia. Organik yang terlarut dalam air biasa ditemukan dalam dua kategori, yaitu :
Organik Biodegradable
Materi biodegradable mengandung organik yang dapat digunakan sebagai makanan bagi
mikroorganisme yang hidup di alam dalam waktu yang singkat. Dalam bentuk terlarut,
materi ini mengandung zat tepung, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid, dan ester. Materi
ini dapat menyebabkan masalah warna, rasa, bau, serta merupakan efek kedua yang
dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme pada substansi-substansi tersebut. Penggunaan
organik terlarut oleh mikroba dapat terjadi melalui proses oksidasi dan reduksi. Kondisi
aerob merupakan hasil akhir dekomposisi organik oleh mikroba yang bersifat stabil dan
merupakan senyawa yang masih dapat diterima. Proses anaerob menghasilkan produk yang
tidak stabil dan tidak dapat diterima.
Organik Non Biodegradable
Beberapa materi organik resisten dari degradasi biologis. Asam tannin, lignin, selulosa, dan
fenol biasa ditemukan pada sistem air alami. Molekul dengan ikatan yang kuat dan struktur
cincin merupakan esensi non biodegradable. Sebagai contoh senyawa
detergen alkylbenzenesulfonate (ABS), dimana dengan adanya cincin benzene, senyawa
tersebut tidak dapat terbiodegradasi. Sebagai surfaktan, ABS menyebabkan busa pada IPAL
dan meningkatkan kekeruhan.
Beberapa organik yang non biodegradable bersifat toksik bagi organisme. Hal ini ditemukan
pada pestisida organik, beberapa industri kimia, dan campuran hidrokarbon yang
berkombinasi dengan klorin. Sebagian besar pestisida bersifat toksik kumulatif dan
menyebabkan beberapa masalah pada rantai makanan yang lebih tinggi.
Pengukuran organik non biodegradable dapat dilakukan menggunakan tes COD (Chemical
Oxygen Demand). Organik non biodegradable dapat ditentukan dari analisa TOC (Total
Organic Compound). BOD dan TOC dapat mengukur fraksi biodegradable dari organik,
dimana BOD harus disubstraksi dari COD dan TOC untuk menghitung organik non
biodegradable.
Secara umum, komponen penyusun materi organik terdiri dari 6 unsur, yaitu :
Zat anorganik + KMnO4→ tidak berubah warna lagiZat organik + KMnO4→ (2.20)
CO2 + H2O
Pada penetapan zat organik dengan metode Titrasi Permanganometri, digunakan
KMnO4 untuk membedakan antara zat organik dan zat anorganik. KMnO4 dapat
mengoksidasi zat-zat anorganik jauh lebih cepat daripada zat organik, selain itu proses
reduksi zat organik oleh KMnO4 memerlukan temperatur yang lebih tinggi. Penetapan zat
organik hanya dapat dilakukan setelah seluruh reduktor (KMnO4) telah habis bereaksi
dengan zat anorganik. Zat organik dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam suasana asam dan
panas. Kelebihan KMnO4 akan direduksi oleh asam oksalat berlebih dan kelebihan asam
oksalat akan dititrasi kembali oleh KMnO4. Hal ini dapat juga dilakukan
menggunakan Hexane-Extractable pada air tesuspensi. Prinsipnya adalah adsorbsi dan
flokulasi dengan hidroksida aluminium dari materi organik tersuspensi. Kandungan materi
organik dalam air dapat dijadikan indikator pencemar bila konsentrasinya cukup tinggi,
karena zat organik dapat diuraikan secara alami oleh bakteri sehingga kadar DO menurun.
Metode Permanganometri
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion
MnO4-bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana
asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu
sampel. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium
permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang
sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun
lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume
larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi (Arga,
2011)
a. Metode Lain
Belum bentar
Fungsi Zat
a. Larutan KMnO4
Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar
oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri
(autoindikator).
kelebihan
mudah dilakukan dan efektif
tidak memerlukan indicator
Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan
indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna
ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.
2. Kekurangan
larutan kalium permanganat jika terkena cahaya atau dititrasi cukup lama maka mudah terurai
menjadi MnO2 , sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat.
Oleh karena itu penggunaan buret yang berwarna gelap itu lebih baik.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4Pemberian KMnO4 yang
terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. Dengan reaksi :
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
Pemanfaatan Data
Gangguan Gangguan
Analisis:
Judul: Chemical Oxygen Demand
Teori Dasar:
Air Permukaan
Udah ada
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik
yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga semua bahan
organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990).
Prinsip analisa COD menurut Mahida (1984) yaitu sebagian zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh
larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium dikromat
menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium dikromat atau K 2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:
CnHaObNc + dCr2O72- + (8d+c) H+ → nCO2 + H2O + 2dCr3+ + cNH4+
Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2 jam pada suhu 105 °C menggunakan alat COD
reaktor yang berfungsi agar zat organik volatil tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO 4)
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur klorida
yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan klorida
tersebut. Unsur klorida dapat mengganggu karena akan teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai dengan reaksi
berikut ini:
Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak
menggambarkan keadaan sebenarnya.Tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara
benar. Penambahan merkuri sulfat berfungsi untuk mengikat ion klorida menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi
berikut ini:
Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning.
Apabila reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi
oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium dikromat yang digunakan pada reaksi
tersebut. Semakin banyak kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, maka semakin banyak oksigen yang
diperlukan.Hal ini berarti bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Mahida,
1984).
Penetapan chemical oxygen demand (COD) digunakan untuk mengukur banyaknya oksigen setara dengan
bahan organik yang ada di dalam sampel air, yang mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. COD
merupakan banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam air, dihitung sebagai
mg/L O2 (Tresna, 2000).
Besarnya nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium
dikhromat K2Cr2O7, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD merupakan suatu
cara untuk mengetahui jumlah bahan organik yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan (Fardiaz, 1995). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen trelarut
dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Air dengan kadar COD yang tinggi dapat mengurangi tingkat oksigen terlarut
sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik (Sutamihardja dan Husin, 1983).
Kadar COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan
tercemar lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1991
dalam Warlina, 2004).
Penentuan kadar COD dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis. Cara uji
kebutuhan oksigen kimiawi (COD) menurut SNI 6989.2:2009 adalah senyawa organik dan anorganik, terutama
organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mgL-1) diukur secara spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 420 nm.
Metode Spektrofotometri
Dalam hal ini terdapat 2 metode yang dapat digunakan untuk menganalisi
kadar COD dalam suatu badan perairan, yaitu metode refluks terbuka dan
metode refluks tertutup. Metode refluks terbuka cocok digunakan untuk
berbagai macam limbah terutama untuk limbah dengan dengan kuantitas
yang besar. Metode refluks tertutup lebih ekonomis dalam penggunaan
reagen, yaitu garam mettalic, tetapi membutuhkan homogenisasi sampel
yang mengandung padatan tersuspensi untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan. Pada refluks terbuka sampel dianalisis
dengan menggunakan peralatan yang terbuka (dapat bekontak dengan
udara). Sementara pada refluks tertutup, proses analisa sampel dilakukan
dengan peralatan yang tertutup dengan tujuan agar reagen yang mudah
menguap tidak keluar dari peralatan ketika dipanakan sehingga hasil
analisa menjadi lebih akurat.
a. Spektrofotmeter
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer
adalah alat untuk pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi (Khopkar,
1990). Spektrofotometer merupakan sebuah instrumen yang mengukur absorbansi atau
penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul.
Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron (Clark, 1993).
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu larutan yang berwarna dalam tabung reaksi
khusus dimasukkan ke tempat cuplikan dan absorbansi atau % transmitansi dapat dibaca pada
skala pembacaan. Sumber cahaya berupa lampu tungsten akan memancarkan sinar polikromatik.
Setelah melewati pengaturan panjang gelombang hanya sinar yang monokromatis dilewatkan ke
larutan dan sinar yang melewati larutan dideteksi oleh fotodetektor (Hendayana, 1994).
Fungsi dari alat ini selama proses analisis COD yaitu menghitung
nilai absorbansi dari sampel yang akan dianalisis untuk kemudian
dapat diketahui konsentrasi dari sampel tersebut melalui data pada
kurva kalibrasi, sehingga dapat dihitung kadar COD dalam sampel
tersebut.
b. Metode Lain
o Metode Titrimetri Tertutup
o Secara umum prinsip dari analisa COD menggunakan
metode refluks tertutup sama dengan prinsip analisa COD
menggunakan metode refluks terbuka. Yaitu sebagian besar
jenis bahan organik akan teroksidasi oleh campuran mendidih
dari kromat dan asam sulfat. Sampel direfluks dengan
menggunakan larutan asam kuat hingga diperoleh kelebihan
dari kalium dikromat (K2Cr2O7). Setelah proses tersebut sisa
dari K2Cr2O7 yang tidak tereduksi akan dititrasi menggunakan
FAS (Ferrous Ammonium Sulfate) untuk menghitung jumlah
dari K2Cr2O7 yang dikonsumsi, yang setara dengan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terlarut dalam sampel.
o Senyawa organik yang mudah
menguap lebih mudah teroksidasi dalam
sistem tertutup karena adanya kontak yanglama
dengan oksidator nya. Sebelum menggunakan masing-
masing alat,harap dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
pada caps tabung- culture TFE linear guna mengetahui apakah
ada alat yang rusak. Karena jika ada salah satu alat yang
rusak, maka akan mengganggu jalannya proses analisis COD
tersebut. Sebaiknya memilih ukuran tabung-culture
berdasarkan tingkat sensitifitas yang diinginkan.
Untuk sampel dengan kandungan COD yang rendah,
sebaiknya menggunakan tabung dengan
ukuran 25x150 mm dengan tujuan agar ketika ditambahkan
lebih banyak volume sampel (dengan tujuan untuk mengetahui
lebih detail kadar COD sampel), maka dapat seluruh volume
sampel dapat ditampung dalam tabung tersebut.
Pemanfaatan Data
untuk memeriksa terjadinya cemaran bahan organik. Cara ini
mengukur jumlah dari molekul oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi
kandungan bahan organik di dalam air sampel.oleh karena itu, BOD sering jugadiartikan
sebagai jumlah oksigen dalam sistem perairan yang dibutuhkan
oleh bakteri aerobik untuk menguraikan / merombak bahan
organik dalam air melalui proses oksidasi biokomiawi secara dekomposisi aerobik. Cara i
ni hanyamemberikan pengukuran secara tidak langsung jumlah bahan organik yang
ada,tapi tidak memberikan hasil pengukuran jumlah oksigen yang digunakan
selama penguraian di lingkungan secara langsung. Semakin tinggi BOD menunjukkansem
akin tinggi jumlah penurunan oksigen terlarut pada suatu sistem perairan(Rosalia, 2000
Gangguan Gangguan
Senyawa volatile rantai lurus (alifatik) tidak dapat teroksidasi ke tingkat
yang cukup. Kegagalan ini terjadi karena senyawa organik yang volatil
berwujud uap dalam suhu ruang dan tidak dapat bercampur dengan
oksidator cair. Senyawa alifatik akan teroksidasi secara lebih efektif
dengan menggunakan Perak sulfat (Ag2SO4). Tetapi, Ag2SO4 dapat
bereaksi dengan klorida, bromide, dan iodin dan menghasilkan endapan
yang akan teroksidasi sebagian saja. Kesulitan tersebut dikarenakan oleh
banyak nya halida yang membentuk kompleks dengan merkuri sulfat
(HgSO4) ketika sebelum dilakukan prosedur refluks dalam jumlah yang
besar walaupun tidak sepenuhnya. Sehingga akan terjadi kompleks
merkuri klorida yang larut dan menyebabkan berkurangnya
kemampuannya untuk bereaksi lebih lanjut.
Gangguan yang pertama disebabkan oleh klorida. Pada analisis COD
diusahakan agar kandungan klorida dalam sampel tidak boleh ≥ 2000 ppm,
hal ini dikarenakan klorida dengan jumlah yang besar dapat mengganggu
fungsi dari katalisator Ag2SO4, karena pada keadaan tertentu akan turut
teroksidasi olh ion dikromat. Cara untuk mengatasi gangguan tersebut
yaitu dengan cara menambahkan HgSO4 dengan jumlah tertentu, yaitu
mempertahankan agar nilai rasio dari HgSO4 : Cl- dengan perbandingan
10:1. Reaksi pengikatan ion klorida membentuk kompleks HgCl adalah
sebagai berikut :
Hg+ + Cl- → HgCl
Nitrit (NO2-) menunjukan kandungan COD dalam 1.1 mg O 2/mg NO2- -N.
Karena konsentrasi dari NO2- di dalam air yang jarang melebihi 1 atau 2
mg NO2- -N/L, sehingga gangguan tersebut dianggap tidak signifikan dan
biasanya diabaikan. Untuk menghilangkan gangguan signifikan karena
NO2-, maka ditambahkan 10 mg asam sulfamat untuk setiap mg NO 2- -N
dalam sejumlah volume sampel yang digunakan. Reaksiya yaitu sebagai
berikut :
H+ + NO2- + -O.SO2.NH2 → N2 + HSO4- + H20
Dengan menambahkan sejumlah asam sulfamat yang sama ke dalam
refluks yang berisi air suling kosong, dapat mengurangi kandungan ion
anorganik seperti ion besi, ion sulfat, ion mangan dan sebagainya yang
teroksidasi secara kuantitas pada konsisi sebelum dilakukan pengujian
COD. Jika suatu sampel mengandung ion-ion penggangu tersebut dengan
jumlah yang signifikan, maka analisa stokiometri untuk proses oksidasi
nya dapat diasumsikan berdasarkan konsentrasi ion-ion pengganggu
dalam sampel tersebut. Dan pembenarannya dapat dibuat dengan
menggunakan nilai COD yang diperoleh.
Selanjutnya gangguan lainnya disebabkan karena adanya ion sulfit. Dalam
hal ini sulfit jika teroksidasi oleh ion dikromat akan membentuk sulfat.
Sehingga harus dihilangkan dengan cara pemberian asam sulfamat.
Kadar klorida dalam sampel yang mencapai 2000 mg/l dapat mengganggu bekerjanya katalisator
Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, reaksinya adalah :
Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat pada sampel, sebelum
penambahan reagen lainnya.
Gangguan yang sering muncul dalam proses analisa COD dari unsure Halida,
Pyridin, ion Besi,Sulfida, Mangan, Hidro Karbon Aromatik, dan Hidro Karbon
Rantai Lurus.
Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang
menentukan/menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan
suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan
antara zat – zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat yang teroksidasi secara
biologis. (Metoda Penelitian Air, 1984)
Standar Baku Mutu
PP 82 TAHUN 2001
Analisis
Pada percobaan kali ini melakukan percobaan pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer adalah…
Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mencampurkan sampel air dengan digestion solution
(K2cr2O7) dengan