Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM IV

Judul : Organik

Teori Dasar:

 Air Permukaan
Udah ada

 Zat Organik

Karakteristik bahan organic yang membedakan dengan bahan anorganik adalah sebagai
berikut:
1. Mudah terbakar
2. Memiliki titik beku dan titik didih rendah
3. Biasanay lebih sukar larut dalam air
4. Bersifat isomerisme, beberapa jenis bahan organic memiliki rumus molekul yang
sama
5. Reaksi dengan senyawa lain berlangsung lambat karena bukan terjadi dalam bentuk
ion, melainkan dalam bentuk molekul
6. Berat molekul biasanya sangat tinggi, dapat lebih dari 100
7. Sebagian besar dapat berperan sebagai sumber makanan bagi bakteri

Organik pada sistem air alami berasal dari sumber-sumber alami maupun aktivitas
manusia. Organik yang terlarut dalam air biasa ditemukan dalam dua kategori, yaitu :

Organik Biodegradable
Materi biodegradable mengandung organik yang dapat digunakan sebagai makanan bagi
mikroorganisme yang hidup di alam dalam waktu yang singkat. Dalam bentuk terlarut,
materi ini mengandung zat tepung, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid, dan ester. Materi
ini dapat menyebabkan masalah warna, rasa, bau, serta merupakan efek kedua yang
dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme pada substansi-substansi tersebut. Penggunaan
organik terlarut oleh mikroba dapat terjadi melalui proses oksidasi dan reduksi. Kondisi
aerob merupakan hasil akhir dekomposisi organik oleh mikroba yang bersifat stabil dan
merupakan senyawa yang masih dapat diterima. Proses anaerob menghasilkan produk yang
tidak stabil dan tidak dapat diterima.
Organik Non Biodegradable
Beberapa materi organik resisten dari degradasi biologis. Asam tannin, lignin, selulosa, dan
fenol biasa ditemukan pada sistem air alami. Molekul dengan ikatan yang kuat dan struktur
cincin merupakan esensi non biodegradable. Sebagai contoh senyawa
detergen alkylbenzenesulfonate (ABS), dimana dengan adanya cincin benzene, senyawa
tersebut tidak dapat terbiodegradasi. Sebagai surfaktan, ABS menyebabkan busa pada IPAL
dan meningkatkan kekeruhan.
Beberapa organik yang non biodegradable bersifat toksik bagi organisme. Hal ini ditemukan
pada pestisida organik, beberapa industri kimia, dan campuran hidrokarbon yang
berkombinasi dengan klorin. Sebagian besar pestisida bersifat toksik kumulatif dan
menyebabkan beberapa masalah pada rantai makanan yang lebih tinggi.
Pengukuran organik non biodegradable dapat dilakukan menggunakan tes COD (Chemical
Oxygen Demand). Organik non biodegradable dapat ditentukan dari analisa TOC (Total
Organic Compound). BOD dan TOC dapat mengukur fraksi biodegradable dari organik,
dimana BOD harus disubstraksi dari COD dan TOC untuk menghitung organik non
biodegradable.
Secara umum, komponen penyusun materi organik terdiri dari 6 unsur, yaitu :

 Unsur mikro : Nitrogen (N), Phosfor (P), Sulfur (S)


 Unsur makro : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O)
Penetapan materi organik dapat dilakukan dengan metode Titrasi Permanganometri, yang
dapat dituliskan dalam persamaan reaksi (2.20).

Zat anorganik + KMnO4→ tidak berubah warna lagiZat organik + KMnO4→ (2.20)
CO2 + H2O
Pada penetapan zat organik dengan metode Titrasi Permanganometri, digunakan
KMnO4 untuk membedakan antara zat organik dan zat anorganik. KMnO4 dapat
mengoksidasi zat-zat anorganik jauh lebih cepat daripada zat organik, selain itu proses
reduksi zat organik oleh KMnO4 memerlukan temperatur yang lebih tinggi. Penetapan zat
organik hanya dapat dilakukan setelah seluruh reduktor (KMnO4) telah habis bereaksi
dengan zat anorganik. Zat organik dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam suasana asam dan
panas. Kelebihan KMnO4 akan direduksi oleh asam oksalat berlebih dan kelebihan asam
oksalat akan dititrasi kembali oleh KMnO4. Hal ini dapat juga dilakukan
menggunakan Hexane-Extractable pada air tesuspensi. Prinsipnya adalah adsorbsi dan
flokulasi dengan hidroksida aluminium dari materi organik tersuspensi. Kandungan materi
organik dalam air dapat dijadikan indikator pencemar bila konsentrasinya cukup tinggi,
karena zat organik dapat diuraikan secara alami oleh bakteri sehingga kadar DO menurun.

o Asal Zat Organik


Terdapat tiga sumber utama bahan organic yakni:
1. Alam misalnya fiber, minyak nabati dan hewani, lemak hewani, alkaloid, selulosa,
kanji, gula, dan sebagainya
2. Sintesis, yang meliputi semua bahan organic yang diproses oleh manusia
3. Fermentasi misalnya alcohol, aseton, gliserol, antibiotika, dan asam yang semuanya
diperoleh melalui aktivitas mikroorganisme

 Metode Permanganometri

Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion
MnO4-bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana
asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu
sampel. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium
permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang
sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun
lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume
larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi (Arga,
2011)

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam


analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadirdalam kondisi oksidasi yang berbeda-
beda, menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-
reaksi ini memenuhi syarat untukdigunakan dalam analisa titrimetrik, dan penerapan-
penerapannya cukup banyak (Underwood, 2002 : 287)

a. Metode Lain
Belum bentar

 Fungsi Zat
a. Larutan KMnO4
Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar
oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri
(autoindikator).
kelebihan
 mudah dilakukan dan efektif
 tidak memerlukan indicator
Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan
indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna
ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan disebut juga sebagai autoindikator.

2. Kekurangan
 larutan kalium permanganat jika terkena cahaya atau dititrasi cukup lama maka mudah terurai
menjadi MnO2 , sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat.
Oleh karena itu penggunaan buret yang berwarna gelap itu lebih baik.
 Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4Pemberian KMnO4 yang
terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. Dengan reaksi :
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+

b. Larutan Asam Oksalat


Adapun fungsi bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu, KMnO4 berfungsi
sebagai auto indikator dimana larutan tersebut dapat bersifat sebagai larutan standar
sekunder dan dapat sebagai indikator. Larutan asam oksalat dan FeSO4 berfungsi
sebagai larutan standar primer. H2SO4 berfungsi sebagai katalis
larutan Kalium Permangat sebelum digunkan dalam proses
permanganometri harus distrandarisasi terlebih dahulu, untuk
menstandarisasi Kalium Permanganat dapat dipergunakan zat reduktor
seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-
lain.
c. Larutan H2SO4
H2SO4 merupakan katalis yang bertujuan untuk memperkecil energi menghasilkan
reaksi samping.
Penambahan asam sulfat pada metode 2 berfungsi
sebagai pengasam, karena reaksi ini berjalan pada
suasana asam. Asam sulfat digunakan sebagai
pengasam karena asam ini tidak menghasilkan efek
samping
 Pengambilan Sampel (KAYA BIASANYA)
a. Sumber Pencemar
b. Gambarnya

 Efek Kehadiran zar organic

Air pun akan menjadi baud an berwar

 Pengolahan zat organic


Proses pengolahan air limbah secara biologis aerobic adalah dengan memanfaatkan
aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah,
menjadi zat inorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap
lingkungan. Mikroba aerob ini sebenarnya sudah terdapat di alam dalam jumlah yang
tidak terbatas dan selalu dapat diperoleh dengan sangat mudah.Dalam kapasitas yang
terbatas alam sendiri sudah mampu menetralisir zat organik yang ada dalam air limbah.
Sementara itu kemampuan air dalam menyerap oksigen di udara sangat terbatas,
walaupun keberadaan oksigen di udara tidak terbatas. Pemenuhan oksigen dapat dibantu
dengan peralatan mekanis (aerator), aliran udara bertekanan atau pertumbuhan mikrobia
itu sendiri (algae).

 Pemanfaatan Data

 Gangguan Gangguan

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:


1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret
yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna
merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara
MnO4- dengan Mn2+ .
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat
karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2H2O2 + 2CO2↑
H2O2H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada
akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.
 Standar Baku Mutu

Analisis:
Judul: Chemical Oxygen Demand

Teori Dasar:

 Air Permukaan
Udah ada

 Chemical Oxygen Demand


((Dibuku Hefni Effendi))
Tambahan

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik
yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan
oksidator kuat kalium dikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga semua bahan
organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai, akan teroksidasi. Jadi COD
menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Boyd, 1990).
Prinsip analisa COD menurut Mahida (1984) yaitu sebagian zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh
larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih. Bahan buangan organik akan dioksidasi oleh kalium dikromat
menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom (III). Kalium dikromat atau K 2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:
CnHaObNc + dCr2O72- + (8d+c) H+ → nCO2 + H2O + 2dCr3+ + cNH4+

Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2 jam pada suhu 105 °C menggunakan alat COD
reaktor yang berfungsi agar zat organik volatil tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat (AgSO 4)
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur klorida
yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan klorida
tersebut. Unsur klorida dapat mengganggu karena akan teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai dengan reaksi
berikut ini:

Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak
menggambarkan keadaan sebenarnya.Tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara
benar. Penambahan merkuri sulfat berfungsi untuk mengikat ion klorida menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi
berikut ini:

Hg2+ (aq) + 2Cl- (aq) → HgCl2 (s)

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning.
Apabila reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi
oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium dikromat yang digunakan pada reaksi
tersebut. Semakin banyak kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, maka semakin banyak oksigen yang
diperlukan.Hal ini berarti bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Mahida,
1984).

Penetapan chemical oxygen demand (COD) digunakan untuk mengukur banyaknya oksigen setara dengan
bahan organik yang ada di dalam sampel air, yang mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. COD
merupakan banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam air, dihitung sebagai
mg/L O2 (Tresna, 2000).

Besarnya nilai COD menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium
dikhromat K2Cr2O7, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD merupakan suatu
cara untuk mengetahui jumlah bahan organik yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan (Fardiaz, 1995). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen trelarut
dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Air dengan kadar COD yang tinggi dapat mengurangi tingkat oksigen terlarut
sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup organisme akuatik (Sutamihardja dan Husin, 1983).

Kadar COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan
tercemar lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1991
dalam Warlina, 2004).

Penentuan kadar COD dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis. Cara uji
kebutuhan oksigen kimiawi (COD) menurut SNI 6989.2:2009 adalah senyawa organik dan anorganik, terutama
organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mgL-1) diukur secara spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 420 nm.

 Metode Spektrofotometri
Dalam hal ini terdapat 2 metode yang dapat digunakan untuk menganalisi
kadar COD dalam suatu badan perairan, yaitu metode refluks terbuka dan
metode refluks tertutup. Metode refluks terbuka cocok digunakan untuk
berbagai macam limbah terutama untuk limbah dengan dengan kuantitas
yang besar. Metode refluks tertutup lebih ekonomis dalam penggunaan
reagen, yaitu garam mettalic, tetapi membutuhkan homogenisasi sampel
yang mengandung padatan tersuspensi untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan. Pada refluks terbuka sampel dianalisis
dengan menggunakan peralatan yang terbuka (dapat bekontak dengan
udara). Sementara pada refluks tertutup, proses analisa sampel dilakukan
dengan peralatan yang tertutup dengan tujuan agar reagen yang mudah
menguap tidak keluar dari peralatan ketika dipanakan sehingga hasil
analisa menjadi lebih akurat.
a. Spektrofotmeter
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer
adalah alat untuk pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi (Khopkar,
1990). Spektrofotometer merupakan sebuah instrumen yang mengukur absorbansi atau
penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom atau molekul.
Molekul dalam daerah energi ini akan mengalami transisi elektron (Clark, 1993).
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu larutan yang berwarna dalam tabung reaksi
khusus dimasukkan ke tempat cuplikan dan absorbansi atau % transmitansi dapat dibaca pada
skala pembacaan. Sumber cahaya berupa lampu tungsten akan memancarkan sinar polikromatik.
Setelah melewati pengaturan panjang gelombang hanya sinar yang monokromatis dilewatkan ke
larutan dan sinar yang melewati larutan dideteksi oleh fotodetektor (Hendayana, 1994).

Fungsi dari alat ini selama proses analisis COD yaitu menghitung
nilai absorbansi dari sampel yang akan dianalisis untuk kemudian
dapat diketahui konsentrasi dari sampel tersebut melalui data pada
kurva kalibrasi, sehingga dapat dihitung kadar COD dalam sampel
tersebut.
b. Metode Lain
o Metode Titrimetri Tertutup
o Secara umum prinsip dari analisa COD menggunakan
metode refluks tertutup sama dengan prinsip analisa COD
menggunakan metode refluks terbuka. Yaitu sebagian besar
jenis bahan organik akan teroksidasi oleh campuran mendidih
dari kromat dan asam sulfat. Sampel direfluks dengan
menggunakan larutan asam kuat hingga diperoleh kelebihan
dari kalium dikromat (K2Cr2O7). Setelah proses tersebut sisa
dari K2Cr2O7 yang tidak tereduksi akan dititrasi menggunakan
FAS (Ferrous Ammonium Sulfate) untuk menghitung jumlah
dari K2Cr2O7 yang dikonsumsi, yang setara dengan jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terlarut dalam sampel.
o Senyawa organik yang mudah
menguap lebih mudah teroksidasi dalam
sistem tertutup karena adanya kontak yanglama
dengan oksidator nya. Sebelum menggunakan masing-
masing alat,harap dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
pada caps tabung- culture TFE linear guna mengetahui apakah
ada alat yang rusak. Karena jika ada salah satu alat yang
rusak, maka akan mengganggu jalannya proses analisis COD
tersebut. Sebaiknya memilih ukuran tabung-culture
berdasarkan tingkat sensitifitas yang diinginkan.
Untuk sampel dengan kandungan COD yang rendah,
sebaiknya menggunakan tabung dengan
ukuran 25x150 mm dengan tujuan agar ketika ditambahkan
lebih banyak volume sampel (dengan tujuan untuk mengetahui
lebih detail kadar COD sampel), maka dapat seluruh volume
sampel dapat ditampung dalam tabung tersebut.

o Metode Titirimetri Terbuka

Prosedur analisis COD menggunakan refluks terbuka yaitu


sampel dioksidasi dalam larutan campuran yang mengandung
kalium dikromat sebagai oksidator dan asam sulfat dalam
suhu yang tinggi. Hal ini dikarenakan kalium dikromat lebih
efektif mengoksidasi bahan organik dalam sampel pada suhu
yang tinggi dan keadaan asam. Proses nya yaitu sebagian
besar jenis bahan organik akan teroksidasi oleh campuran
mendidih dari kromat dan asam sulfat. Sampel direfluks
dengan menggunakan larutan asam kuat hingga diperoleh
kelebihan dari kalium dikromat (K2Cr2O7). Setelah proses
tersebut sisa dari K2Cr2O7 yang tidak tereduksi akan dititrasi
menggunakan FAS (Ferrous Ammonium Sulfate) untuk
menghitung jumlah dari K2Cr2O7 yang dikonsumsi, yang setara
dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik yang terlarut dalam sampel.
 Fungsi Zat
a. Digestion Solution
Larutan Standar potassium dichromate 0,0167M
- Wujud : larutan
- Larutan ini digunakan sebagai larutan pelarut ( digesstion
solution) selama proses oksidasi berlangsung.
kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui)
yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara
titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik
dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan
Sebagai oksidator pada sampel yang telah ditambahkan assam pekat dan katalis perak
sulfat.
b. Larutan Pereaksi Asam Sulfat
katalis

 Pengambilan Sampel (KAYA BIASANYA)


a. Sumber Pencemar
b. Gambarnya

 Efek Kehadiran COD


 Pengolahan COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah.
Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam
bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme
aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar
diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air
kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh
permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh
melekat pada seluruh permukaan genting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama
waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin
besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan
pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam
limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum
treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir
sehingga persentase penurunan CODnya meningkat seperti yang ada pada grafik 4.6.
Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun
sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya
COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media).
Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena
dengan penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi
mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses penguraian oleh
mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin bertambah.
Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3.
Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang memetabolisme
bahan organik dalam limbah. Penyaring harus mempunyai media sekecil mungkin untuk
meningkatkan luas permukaan dalam penyaring dan organisme aktif yang akan terdapat
dalam volume penyaring akan tetapi media harus cukup besar untuk memberi ruang
kososng yang cukup untuk cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh
pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti genting (tanah liat kering)
berukuran 2-4 in akan berfungsi secara maksimal. Media yang digunakan berupa genting
dikarenakan lahan diatas permukaan genting cenderung berongga dibanding media lain
yang biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada media lain yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba pada genting.
Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat
menurunkan sampai 60% dikerenakan :
a. Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle
yang digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi
Tawang.
b. Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan
didalam ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah
tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu
deras karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang
Penanggulangan Kekurangan Kadar COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif
nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia
dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik
akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan
COD, BOD, SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi
konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt
terdegredasi secara biologis. EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus
dilanjutkan karena peningkatan konsentrasi COD. Fenomena ini menunjukkkan bahwa
EM4 tidak bisa eksis baik di kondisi ini air limbah, karena populasi yang kuat dan jumlah
rendah mikroorganisme dalam air limbah.

 Pemanfaatan Data
untuk memeriksa terjadinya cemaran bahan organik. Cara ini
mengukur jumlah dari molekul oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi
kandungan bahan organik di dalam air sampel.oleh karena itu, BOD sering jugadiartikan
sebagai jumlah oksigen dalam sistem perairan yang dibutuhkan
oleh bakteri aerobik untuk menguraikan / merombak bahan
organik dalam air melalui proses oksidasi biokomiawi secara dekomposisi aerobik. Cara i
ni hanyamemberikan pengukuran secara tidak langsung jumlah bahan organik yang
ada,tapi tidak memberikan hasil pengukuran jumlah oksigen yang digunakan
selama penguraian di lingkungan secara langsung. Semakin tinggi BOD menunjukkansem
akin tinggi jumlah penurunan oksigen terlarut pada suatu sistem perairan(Rosalia, 2000
 Gangguan Gangguan
Senyawa volatile rantai lurus (alifatik) tidak dapat teroksidasi ke tingkat
yang cukup. Kegagalan ini terjadi karena senyawa organik yang volatil
berwujud uap dalam suhu ruang dan tidak dapat bercampur dengan
oksidator cair. Senyawa alifatik akan teroksidasi secara lebih efektif
dengan menggunakan Perak sulfat (Ag2SO4). Tetapi, Ag2SO4 dapat
bereaksi dengan klorida, bromide, dan iodin dan menghasilkan endapan
yang akan teroksidasi sebagian saja. Kesulitan tersebut dikarenakan oleh
banyak nya halida yang membentuk kompleks dengan merkuri sulfat
(HgSO4) ketika sebelum dilakukan prosedur refluks dalam jumlah yang
besar walaupun tidak sepenuhnya. Sehingga akan terjadi kompleks
merkuri klorida yang larut dan menyebabkan berkurangnya
kemampuannya untuk bereaksi lebih lanjut.
Gangguan yang pertama disebabkan oleh klorida. Pada analisis COD
diusahakan agar kandungan klorida dalam sampel tidak boleh ≥ 2000 ppm,
hal ini dikarenakan klorida dengan jumlah yang besar dapat mengganggu
fungsi dari katalisator Ag2SO4, karena pada keadaan tertentu akan turut
teroksidasi olh ion dikromat. Cara untuk mengatasi gangguan tersebut
yaitu dengan cara menambahkan HgSO4 dengan jumlah tertentu, yaitu
mempertahankan agar nilai rasio dari HgSO4 : Cl- dengan perbandingan
10:1. Reaksi pengikatan ion klorida membentuk kompleks HgCl adalah
sebagai berikut :
 Hg+ + Cl- → HgCl

Nitrit (NO2-) menunjukan kandungan COD dalam 1.1 mg O 2/mg NO2- -N.
Karena konsentrasi dari NO2- di dalam air yang jarang melebihi 1 atau 2
mg NO2- -N/L, sehingga gangguan tersebut dianggap tidak signifikan dan
biasanya diabaikan. Untuk menghilangkan gangguan signifikan karena
NO2-, maka ditambahkan 10 mg asam sulfamat untuk setiap mg NO 2- -N
dalam sejumlah volume sampel yang digunakan. Reaksiya yaitu sebagai
berikut :
 H+ + NO2- + -O.SO2.NH2 → N2 + HSO4- + H20
Dengan menambahkan sejumlah asam sulfamat yang sama ke dalam
refluks yang berisi air suling kosong, dapat mengurangi kandungan ion
anorganik seperti ion besi, ion sulfat, ion mangan dan sebagainya yang
teroksidasi secara kuantitas pada konsisi sebelum dilakukan pengujian
COD. Jika suatu sampel mengandung ion-ion penggangu tersebut dengan
jumlah yang signifikan, maka analisa stokiometri untuk proses oksidasi
nya dapat diasumsikan berdasarkan konsentrasi ion-ion pengganggu
dalam sampel tersebut. Dan pembenarannya dapat dibuat dengan
menggunakan nilai COD yang diperoleh.
Selanjutnya gangguan lainnya disebabkan karena adanya ion sulfit. Dalam
hal ini sulfit jika teroksidasi oleh ion dikromat akan membentuk sulfat.
Sehingga harus dihilangkan dengan cara pemberian asam sulfamat.

Kadar klorida dalam sampel yang mencapai 2000 mg/l dapat mengganggu bekerjanya katalisator
Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat, reaksinya adalah :

6Cl- + Cr2O72- + 14H+ → 3Cl2 + 2Cr3+ + 7H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat pada sampel, sebelum
penambahan reagen lainnya.

Gangguan yang sering muncul dalam proses analisa COD dari unsure Halida,
Pyridin, ion Besi,Sulfida, Mangan, Hidro Karbon Aromatik, dan Hidro Karbon
Rantai Lurus.

Tes COD hanya merupakan suatu analisis yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang
menentukan/menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan
suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan
antara zat – zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat yang teroksidasi secara
biologis. (Metoda Penelitian Air, 1984)
 Standar Baku Mutu
PP 82 TAHUN 2001

Analisis

Pada percobaan kali ini melakukan percobaan pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand)
dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer adalah…

Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mencampurkan sampel air dengan digestion solution
(K2cr2O7) dengan

Anda mungkin juga menyukai