Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ines Saraswati Rudianto

NRP : 25 2016 026


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

BAB 8 TEMPERATUR DAN TEKANAN EKSTREM

Di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan lingkungan yang berasal
dari faktor kimiawi, fisika, biologis, dan psikis. Dari berbagai faktor yang ada, temperatur
dan tekanan Ekstrem merupakan salah satu tekanan lingkungan dari golongan faktor fisika.

8.1.1 Temperatur Esktrim

Temperatur Ekstrem terbagi atas dua kategori yaitu Ekstrem panas dan Ekstrem
dingin. Masalah temepratur ini tentunya akan mempengaruhi efisiensi kerja.
Temperature yang terlalu panas mengakibatkan perasaan cepat lelah dan mengantuk.
Sebaliknya, temperature yang terlalu dingin mengurangi daya atensi dan
ketidaktenangan yang berpengaruh negative, terutama kerja mental. Suhu kerja yang
sesaui dengan orang Indonesia adalah 24 – 26oC.

8.1.2 Tekanan Ekstrem

Decompression sickness (DCS) adalah kondisi ketika terdapat gejala – gejala yang
diakibatkan oleh paparan pada tekanan barometric yang menjadi lebih rendah,
misalhnya pada saat:

 Seorang penyelam naik ke permukaan ketika sedang menyelam (diving DCS)


 Sebuah pesawat mengudara ke atas (altitude DCS)
 Seorang pekerja keluar dari ruang bertekanan atau area pertambangan yang
telah diberi tekanan untuk mengeluarkan air.

Bilamana tubuh dipaparkan pada tekanan barometric yang rendah, nitrogen terlarut
yang tersimpan di dalam cairan tubuh akan terlepas dari larutan. Jika lepas terlalu
cepat, gelembung akan terbentuk di dalam tubuh menyebabkan bermacam macam
tanda dan gelaja. Gejala paling umum ialah sakit pada persendian yang dikenal
dengan nama “bend”.
8.2.1 Pengertian tentang Temperatur Ekstrem

Tekanan panas di suatu lingkungan kerja merupakan perpaduan antara suhu udara,
kelembapan, radiasi, kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai
aktivitas dari seseorang serta pakaian yang digunakan saat bekerja.

Adaptasi terhadap tekanan dingin biasanya termasuk penurunan aliran darah ke kulit.
Penyebab utama tekanan dingin ialah paparan terhadap paparan temperatur dingin dan
getaran.

8.2.1 Mekanisme Panas Tubuh

Tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses menghasilkan panas ini disebut
metabolisme. Proses metabolisme dalam tubuh merupakan proses kimiawi dan pada
dasarnya merupakan proses oksidasi dari bahan bahan seperti karbohidrat, lemak,
protein yang diatur oleh enzim. Hasil metabolisme ini antara lain energi dan panas.
Temperatur tubuh pada bagian dalam berada pada kisaran 37 ± 5oC, sedangkan pada
permukaan kulit 29-36oC.

8.2.3 Efek Panas Ekstrem pada Manusia

Gejala gejala yang bisa terukur mencakup hal hal berikut:

1. Peningkatan denyut nadi


2. Tingkat pengeluaran keringat yang berlebihan
3. Peningkatan temperature tubuh

Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat gangguan tekanan panas
ekstrem dibagi atas lima kategori dasar yaitu:

a. Millaria Rubra (Heat Rash)


Kondisi ini sering terjadi pada pekerja fisik yang tinggal di daerah iklim panas
yang ditandai dengan adanya binyik papulovesikal kemerahan pada kulit yang
terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini dapat menganggu tidur sehingga efisiensi
fisiologi menurun dan meningkatkan kelelahan kumulatif.
b. Kejang Panas (Heat Cramps)
Kejang panas dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri. Kejang otot timbul
secara mendadak, penyebab utamanya ialah defisiensi garam.
c. Dehidrasi (Dehydration)
Dehidrasi terjadi apabila kehilangan cairan dalam jumlah berlebih.. penyebab
umumnya ialah berkeringat secara berlebihan, muntah, diare, dan konsumsi
alkohol.
d. Kelelahan Panas (Heat Exxhaustion)
Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena
dehidrasi dan defisiensi garam,
e. Sengatan Panas (Heat Stroke)
Sengatan panas adalah suatu keadaan darurat medis dengan angka kematian
yang tinggi. Pada sengatan panas, mekanisme pengaturan suhu tubuh sudah
tidak berfungsi lagi disertai terhambatnya proses evaporasi secara total.

8.2.4 Efek Dingin Ekstrem pada Manusia

Kondisi temperatur dingin terjadi pada lingkungan yang sangat dingin seperti instalasi
pendinginan dan di luar ruangan pada saat musim dingin.

a. Chiblains
Kondisi ini terjadi akibat perlindungan pakaian yang kurang selama paparan
temperatur dingin dan kelembapan relatif tinggi. Kulit menjadi kemerahan
disertai rasa gatal dan timbulnya warna putih pada kulit.
b. Frostnip
Kondisi ini diakibatkan oleh paparan lama dan tanpa perlindungan pada
temperatur dingin diatas 32oF. gejala mencakup timbulnya daerah pada kulit
dan/atau rasa gatal dan timbulnya warna putih pada kulit.
c. Frostbite
Merupakan kerusakan tubuh diakibatkan temperatur dingin ekstrem.
Gejalanya mencakup pada area terpapar, kulit terlihat berminyak, kulit terasa
dingin ketika disentuh, kekauan, dan kulit menjadi berwarna merah, putih,
kuning, abu abu, biru, atau hitam.
d. Hypothermia
Kondisi ini terjadi jika temperatur tubuh turun drastis sampai dibawah 95 oF.
Hypothermia dapat menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal, hati, dan
pankreas bahkan menyebabkan kematian.
8.2.5 Faktor yang Memengaruhi Efek Temperatur Esktrem

1. Aklimatisasi
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Perbedaan suku dan bangsa
5. Ukuran tubuh
6. Gizi (Nutrisi)

8.2.6 Pengertian tentang Decompression Sickness (DCS)

8.2.6.1 Decompression Sickness Akibat Penyelaman

DCS pada penyelam terjadi pada beberapa keadaan berikut:

 Penyelaman lama dan dalam


 Naik ke permukaan secara cepat.

DCS yang berulang akan membawa kepada kematian sel pada struktur tulang.
Beberapa kasus dapat menyebabkan kematian.

8.2.6.2 Decompression Sickness Akibat Ketinggian

DCS akibat ketinggian menjadi masalah umum yang berhubungan dengan


penerbangan pada tahun 1930-an. DCS akibat ketinggian masih menjadi risiko bagi
penumpang pesawat terbang modern.

8.2.6.3 Faktor Penentu DCS

1. Ketinggian
2. Paparan Berulang
3. Kecepatan Naik
4. Lama Paparan
5. Umur
6. Jejas Terdahulu
7. Temperatur Ambien
8. Jenis Tubuh
9. Aktivitas
10. Konsumsi Alkohol

8.3 Evaluasi

8.3.1 Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran dilakukan dengan termometer, mencakup termometer basah, termometer


kering, dan termometer bola, bisa analog maupun digital misalnya adalah
“Questemp”, yaitu suatu alat digital untuk mengukur tekanan panas dengan parameter
indeks suhu bola basah.

8.3.2 Indikator Tekanan Panas

Ada empat indikator tekanan panas yang digunakan:

 Suhu Efektif
Suhu efektif adalah indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh
seseorang tanpa baju. Temperatur ini bisa diketahui melalui pendekatan grafis.
 Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam
Didasarkan pada penentuan jumlah keringat yang keluar selama 4 jam sebagai
akibat kombinasi suhu kelembapan dan kecepatan udara serta radiasi.
 ISBB (Indeks Suhu Bola Basah)
Merupakan cara paling sederhana, persamaannya sebagai berikut:
ISBB outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 Suhu Kering)
ISBB indoor = (0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi)
Nilai ambang batas tekanan panas lingkungan kerja yang diperkanankan
tergantung pada pengaturan waktu kerja dan beban kerja.
 Indeks Belding-Hatch
Berhubungan dengan kemampuan berkeringat dari orang standaryaitu orang
muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pon dalam keadaan sehat dan
memiliki kesegaran jasmani serta beraklimatisasi terhadap panas.
Penentuannya dengan penarikan garis pada kurva hubungan antar parameter
temperatur, metabolsme, tekanan uap, dan kecepatan angin.

8.3.3 Evaluasi Tekanan Ekstrem

Gelembung udara dapat terbentuk di mana saja pada bagian tubuh, tetapi sering
terdapat di pundak, sikut lutut, dan pergelangan. Tanda gejala DCS dapat berupa
kemerahan pada kulit, kelelahan ekstrem, sakit persendian, gangguan pengelihatan
dan kesetimbangan. Bahkan kematian.

8.4 Pencegahan dan Pengendalian

8.4.1 Penncegahan Temperatur Ekstrem

Pencegahan Gangguan Panas

1. Air Minum
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat.
2. Garam
Pada keluaran keringat yang banyak, perlu ditambah pemberian garam.
3. Makanan
4. Istrirahat
Efektif untuk menghindari terjadinya efek kelelahan kumulatif.
5. Tidur
6. Pakaian
Pakaian melindungi permukaan tubuh dari radiasi sinar matahari, penghambat
terjadinya konveksi antara kulit dengan aliran udara.

Pencegahan Gangguan Dingin

1. Menjaga kondisi tubuh


2. Menggunakan pakian berlapis, pakaian perlindung dingin yang baik, sarung
tangan
3. Menjaga kulit agar tetap kering
4. Memasang penahan angin
5. Melakukan “buddy sistem”
6. Pekerja yang diperbolehkan memasuki area kerja dingin harus lolos
pemeriksaan medis terlebih dahulu

8.4.2 Pengendalian Tekanan Ekstrem

1. Isolasi terhadap sumber panas


2. Tirai Radiasi
3. Ventilasi Setempat
4. Ventilasi Umum
5. Pengaturan Lama Kerja
6. Melakuan Program Tekanan Panas

8.4.3 Pencegahan Tekanan Ekstrem

Pencegahan DCS dilakukan dengan bantuan table dekompresi dan computer


penyelaman yang membantu penyelam menentukan kedalam dan durasi perhentian
dekompresi untuk setiap profil kedalaman.

8.4.4 Pengobatan

1. Mengenakan masker oksigen dan dialiri oksigen 100%


2. Turun ke daratan dan mendarat sesegera mungkin
3. Evaluasi secara medis
4. Jika gejala masih timbul, oksigenisasi hiperbarik dilakukan
5. Jika gejala yang timbul adalah sakit persendian, diusahakan untuk tidak
menggerakan persendian tersebut.
BAB 10 KECELAKAAN KERJA

10.1 Pendahuluan

Kecelakaan dahulu dianggap sebagai suatu peristiwa atau event yang tidak sengaja,
tidak direncanakan, terjadi secara kebetulan. Karena hal tersebut, kecelakaan
dianggap sebagai suatu kejadian tanpa penyebab dan seakan akan kejadian tersebut
tidak dapat dicegah. Namun, dalam suatu aktivitas industri, kejadian kecelakaan ini
mempunyai kemungkinan terjadi dan dampak yang lebih besar kepada kecelakaan di
tempat umum lain dengan adanya pemakaian bahan dalam jumlah besar, peralatan
khusus, ataupun pergerakan bahan.

Jenis kecelakaan kerja sangat tergantung pada jenis kegiatan kerja. Beberapa
lingkungan kerja mempunyai risiko kecelakaan yang jauh lebih tinggi daripada
lingkungan kerja lainnya.

10.2 Perkembangan Sejarah Kecelakaan Kerja dan Keselamatan

Kejadian kecelakaan kerja pada awalnya merupaka risiko bagi pekerja dan tidak
mendapat perhatian ataupun bantuan seperti santuanan kecelakaan kerja. Namun,
seiring dengan tuntunan kesejahteraan dari asosiasi pekerja, hal ini tidak berlaku lagi.
Saat ini, yang berlaku ialah bahwa setiap pekerja harus mendapat jaminan
keselamatan kerja dari perusahaan. Di Indoesia mulai diberlakukan UU Kecelakaan
1947 – 1951 yang mengatur kompensasi.

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam kegiatan industri sangat diperlakukan
karena:

1. Setiap aktivitas di industri sering mengandung bahaya dan memberikan risiko


keselamatan dan kesehatan
2. Bahaya dan risiko tersebut akan menimbulkan konsekuensi
3. K3 yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerugian
10.3 Penyebab Kecelakaan

10.3.1 Teori Domino

Teori Domino dikembangkan oleh H.W. Heinrich (1931) yang menyatakan bahwa
kecelakaan kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman 88%, kondisi tidak aman 10%,
dan act of God 2% atau tidak dapat dihindari.

Lima faktor urutan kecelakaan yang diajukan Heinrich di mana setiap faktor secara
berurutan akan menentukan kejadian tahap berikutnya.

1. Lingkungan Sosial
2. Kesalahan Pekerja
3. Perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman
4. Kecelakaan
5. Cedera/jejas dan kerusakan

Teori teori lain dikembangkan untuk mengetahui penyebab kecelakaan kerja yakni
sebagai berikut:

10.3.1.1 Multiple Causation Theroy

Menyatakan bahwa suatu kecelakaan terdapat kemungkinan berbagai faktor yang


berkkontribusi yaitu penyebab dan subpenyebab.

10.3.1.2 The Pure Chance Theory

Menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai kemungkinan yang sama untuk terlibat
dalam suatu kecelakaan.

10.3.1.3 Biased Liability Theory

Menyatakan bahwa seorang pekerja terlibat dalam suatu kecelakaan, kemungkinan


pekerja yang sama terlibat dalam kecelakaan berikutnya.

10.3.1.4 Accident Proneness Theory

Menyatakan bahwa suatu kelompok pekerja, terdapat sebagain pekerja yang lebih
mungkin terlibat dalam suatu kecelakaan. Teori ini harus didukung dengan data
empiris.
10.3.1.5 The Energy Transfer Theory

Menyatakan bahwa pekerja yang cedera atau peralatan yang rusak terjadi karena
adanya perubahan energy yang untuk setiap perubahan energy terdapat sumber, jalur,
serta penerima.

10.3.1.6 The “Symptoms Versus Causes” Theory

Teori ini bukan suatu eori untuk mengerti penyebab kecelakaan. Unsafe act dan
unsafe condition merupakan gejala yang terlihat dan bukan akar penyebab
kecelakaan.

10.3.1.7 Structure of Accidents

Struktur kecelakaan diketahui dengan mencari ajwaban atas pertanyaan “Mengapa”


untuk setiap urutan kejadian kecelakaan.

10.3.2 Penyebab Kecelakaan

Terdapat dua kelompok penyebab kecelakaan yaitu kecelakaan langsung dan


kecelakaan tidak langsung. Penyebab langsung atau primer disebabkan oleh unsafe
act dan unsafe condition. Sedangkan penyebab tidak langsung dapat disebabkan oleh:

1. Faktor manusia: faali, kejiwaan


2. Faktor lingkungan: fisika, kimia, biologi, psikologi
3. Faktor Manajemen (kebijakan, keputusan, evaluasi, control, administrasi)

10.4 Kerugian Pada Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja menimbulkan kerugian, baik materi maupun manusia sebagai


penderita atau korban. Kecelakaan kerja dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu
parah dan tidak parah. Kecelakaan tidak parah tidak menyebabkan kehilangan hari
kerja. Kecelakaan parah dikatakan sebagai near miss. Kerugian dari kecelakaan kerja
antara lain:

1. Cedera dan Kematian


2. Kehilangan Hari dan Jan Kerja
3. Kerugian/Kerusakan Properti atau Peralatan
4. Biaya Kecelakaan
10.5 Evaluasi Pada Kecelakaan Kerja

10.5.1 Indikator Kinerja Keselamatan Kerja

Perhitungan angka kecelakaan kerja ini dapat menggunakan pehitungan incidence


rate atau angka frekuensi kecelakaan kerja dan severity rate, atau angka keparahan
kecelakaan kerja.

Angka kecelakaan kerja merupakan suatu indikator keselamatan kerja di suatu


perusahaan/industri. Apabila tidak terdapat kecelakaan atau zero accident maka
industri tersbeut dikatakan telah berhasil menurunkan angka kecelakaan kerja secara
optimal.

10.5.2 Investigasi Kecelakaan

Investigasi ini berfungsi untuk memperbaiki kondisi yang ada sehingga pencegahan
dapat dilakukan.

Suatu investigasi kecelakaan yang baik harus dapat mencakup bahaya fisik,
lingkungan, administrasi, ataupun proses. Hal ini biasanya diperlukan suatu training
keselamatan yang ekstensif dan baru. Fokus utamanya adalah menenutukan dan
menilai fakta fakta yang ada saat kecelakaan dan menangkap pembelajaran yang
diperoleh untuk upaya pencegahan berulangnya kejadian yang sama.

10.5.3 Pelaporan Kecelakaan

Dalam rangka pencegahan kecelakaan di masa dating dan sebagai upaya penilaian
kerja keselamatan, pelaporan kecelakaan perlu dilakukan dengan baik, lengkap, dan
sistematis, tetapi mudah dilakukan. Laporan kecelakaan harus dapat menjelaskan
kondisi dan ringkasan kejadian kecelakaan. Hal ini termasuk untuk mengenali faktor
bahaya dari kecelakaan yang sudah terjadi.

Secara umum, diharapkan suatu laporan kecelakaan dapat mencantumkan pula hal
berikut:

1. Tanggal dan jam kejadian


2. Nama dan alamat penderita kecelakaan
3. Pekerja penderita kecelakaan
4. Penjelasan mengenai cedera atau kondisi kecelakaan
5. Lokasi kejadian
6. Ringkasan kondisi

10.6 Pengendalian dan Pencegahan Kecelakaan Kerja

10.6.1 Pengendalian Kecelakaan

Dikelompokkan ke dalam dua kegiatan besar, yaitu kegiatan setelah kecelakaan


terjadi dan kegiatan yang dilakukan sebelum kecelakaan terjadi. Metode pengendalian
yang diperlukan setelah kecelakaan terjadi ialah adanya:

1. Pertolongan pada kecelakaan


2. Emergency response
3. Perlu dipelajari “lesson learned” dari kecelakaan yang terjadi.
4. Metode penanggulangan
5. Penerapan model penanggulangan yang dipilih
6. Pemantauan secara terus meneru

10.6.2 Penentuan Risiko

Upaya pencegahan diprioritaskan untuk unit unti kegiatan yang mempunyai risiko
kecelakaan yang terbesar dan disesuaikan dengan risiko kecelakaan yang dapat
diterima oleh perusahaan/industri.

Risiko dapat diperkirakan memalui penentuan risk score yang dapat dimanfaatkan
untuk pencegahan kecelakaan. Risk score dapat digunakan dengan baik untuk
mengevaluasi kecelakaan yang sudah lalu ataupun untuk pencegahan.

10.6.3 Penerapan SMK3

Sistem Manajemen K3 (SMK3) bertujuan untuk menciptakan suatu sistem K3 dengan


melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Penerapan SMK3 di Indonesia diatur oleh Permen No. PER/05/MEN/1996 yang


mewajibkan perusahaan dengan minimum 100 karyawan atau yang sifat proses atau
bahan produksinya mengandung bahaya dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
10.7 Peningkatan Kesadaran Akan Keselamatan

10.7.1 Bagi Perusahaan

Kesuksesan dalam mencapai suatu tingkat keselamatan kerja sangat dipengaruhi oleh
motivasi. Motivasi yang mungkin dipunyai oleh perusahaan untuk menerapkan sistem
manajemen K3 secara fundamental ialah:

1. Pelaksanaan aturan yang ditetapkan atau aspek legal


2. Rasa kemanusiaan/moral
3. Biaya kecelakaan/ekonomi

10.7.2 Bagi Pekerja

Bagi pekerja, kesadaran akan keselamatan kerja dapat muncul dari adanya beberapa
stimulus seperti adanya reward dan punishment, pengetahuan, dan training, serta
pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Anda mungkin juga menyukai