Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HAZARD SUHU EKSTRIM (PANAS) DI TEMPAT KERJA

Pembimbing :
dr. Ridwan Harrianto MH.Sc.(OM) SpOk

Disusun oleh :
NOCA ARIANTI
030.13.240

KEPANITERAAN KLINIK ILMU HIPERKES


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 5 NOVEMBER – 8 DESEMBER 2018
JAKARTA

1
DAFTAR ISI

Daftar isi…………………………………………………………………………. 2

Bab I Pendahuluan…………………………………………………………....... 3

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi................................................................................................ 4

2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi heat stress.................................... 4

2.3 Epidemiologi........................................................................................ 5

2.4 Jenis-Jenis heat stress............................................................................ 5

2.5 Mekanisme tubuh saat suhu tubuh berubah........................................... 6

2.6 Efek panas pada manusia....................................................................... 7

2.7 Pengukuran heat stress........................................................................... 8

2.8 Kriteria paparan heat stress.................................................................... 9

2.9 Pencegahan dan pengendalian heat stress.............................................10

Bab III Kesimpulan……………………………………………………………… 13

Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja.(1) Salah satu masalah kesehatan pada manusia yang terjadi
dilingkungan sekitar adalah masalah panas. Panas adalah suatu keadaan di lingkungan dengan suhu
tinggi. Pada manusia, panas berkaitan dengan suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat
dirasakan tidak hanya berasal dari metabolisme tetapi dipengaruhi oleh panas lingkungan.
Semakin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Beban
panas dari lingkungan tersebut dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya meningkatnya kerja
jantung. Jika peningkatan kerja jantung terjadi secara terus menerus dan tidak dilakukan
penanganan lebih lanjut makan kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian.(1,3)

Temperatur ekstrim merupakan hazard kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena
suhu rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan karena iklmi yang ada, juga
dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperature ekstrim.(1)

Temperature tinggi (Heat Sterss) adalah reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu
yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh dapat berasal dari
lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan
panas karena memakai pakaian yang terlalu tebal. Heat stress terjadi apabila tubuh sudah tidak
mampu menyeimbangkan suhu tubuh normal karena besarnya beban panas dari luar.(1)

Tahun 1979 di Amerika ditemukan total insiden penyakit akibat panas dengan kehilangan
hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Donoghue dan Bates ditemukan sebanyak 65 kasus acute heat exhaustion dengan ISBB
berada pada rentang 26.0o -28.0oC pada pekerja tambang besi bawah tanah di Australia.(2)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Temperatur ekstrim meruakan hazard kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena
suhu rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan karena iklmi yang ada, juga
dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperature ekstrim.(1)

Temperature tinggi (Heat Sterss) adalah reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu
yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh dapat berasal dari
lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan
panas karena memakai pakaian yang terlalu tebal. Heat stress terjadi apabila tubuh sudah tidak
mampu menyeimbangkan suhu tubuh normal kaarena besarnya beban panas dari luar.(1)

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi heat stress

Faktor-faktor yang mempengaruhi heat stress, meliputi (4)

a. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan penegluaran
keringat, penurunan denyut nadi dan penurunan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan
keringat. Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang
terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan
frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh yang dilakukan dengan pembentukan keringat.

b. Umur

Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada usia tua. Orang yang lebih tua
akan memproduksi keringat lebih lambat dibandingkan dengan orang yang lebih muda,
sehingga orang yang lebih tua memerlukan waktu yanf lama untuk mengembalikan suhu
tubuh menjadi normal setelah terpapar panas.

4
c. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat
beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai
kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil,

d. Perbedaan suku bangsa

Perbedaan aklimatisasi yang ada diantara kelompok suku bangsa adalah kecil. Hal ini
dikarenakan perbedaan ukuran tubuh. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah
pigmen kulit, aktivitas/kreativan kelenjar berdasarkan genetic.

e. Ukuran Tubuh

Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh terhadap
panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan heat
stress tang relative lebih besar. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kerja
maksimal yang lebih kecil.

f. Gizi (Nutrition)

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolism dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk memperthankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy. Seseorang yang status
gizinya jelek akan menunjukkan respon yang berlebihan terjadap tekanan panas, hal ini
disebabkan karena sistem kardiovaskuler yang tidak stabil.

2.3 Epidemiologi

Tahun 1979 di Amerika ditemukan total insiden penyakit akibat panas dengan kehilangan
hari kerja paling kecil satu hari diestimasikan sebesar 1.432 kasus. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Donoghue dan Bates ditemukan sebanyak 65 kasus acute heat exhaustion dengan ISBB
berada pada rentang 26.0o -28.0oC pada pekerja tambang besi bawah tanah di Australia.(2)

5
2.4 Jenis-Jenis Heat Stress

Jenis heat stress terdiri dari 4 bagian yaitu: (2,5)

a. Heat Stroke  Gejala heat stress yang paling parah. Bercirikan suhu tubuh yang meningkat
secara tiba-tiba hingga 106 F, tidak sadarkan diri dan sakit kepala. Pertolongan yang dapat
dilakukan adalah berbaring ditempat dingin, diberi minuman dan mendatangkan tim medis.

b. Heat Cramps  Gejala heat stress yang menyerang otot manusia. Disebabkan sebagian besar
karena hilangnya mineral-mineral tubuh akibat panas. Gejalanya adalah kram otot dan sampai
tidak sadarkan diri. Pertolongan yang dapat dilakukan ada;ah mengistirahatkan penderita dan
mencari bantuan medis.

c. Heat Syncope atau Fainting  Akibat seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan suatu
kondisi lingkungan yang panas secara tiba-tiba. Gejalanya adalah keringat dingin, pucat hingga
kehilangan kesadaran. Pertolongan yang dapat dilakukan adalah segera membawa penderita ke
lingkungan yang lebih sejuk dan cari bantuan medis.

d. Heat Rash  Adanya suatu keadaan pada kulit akibat panas. Gejalanya seperti kuliy yang
menjadi kemerahan, bentol-bentol, gatal-gatal. Pertolongan yang dapat dilakukan adalah
dengan beristirahat di tempat yang lebih sejuk.

e. Heat Exhaustion  Merupakan keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan cairan dan atau
garam yang terlalu banyak. Gejalanya yaitu mulut kering, sangat haus, lemah dan sangat lelah.
Gangguan ini biasanya terjadi pada pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara
panas.

2.5 Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh berubah

Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat, yaitu: (5)

a. Vasodilatasi  vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh.
Vasodilatasi ini disebabka oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang

6
memungkinkan percepatan pemindagan panas dari tubuh kekulit hingga delapan kali lipat lebih
banyak.

b. Berkeringat  pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang
melewati batas kritis, yaitu 37oC. Pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran
panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1oC akan menyebabkan pengeluaran
keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari
metabolism basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakah salah satu mekanisme tubuh
ketika suhu meningkat melampau ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh
pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh
kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergik kelenjar keringat, yang
merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena
rangsangan dari epinefrin dan nor-epinefrin.

c. Penurunan pembentukan panas  Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti


termogenesis kimia dan mengigil dihambat dengan kuat.

2.6 Efek panas pada manusia

Bagi tubuh, panas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan memberikan efek negative.
Efek-efek panas bagi tubuh manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental.(2)

Temperature ± 49oC efek terhadap tubuh temperature yang dapat ditahan sekitar 1 jam
tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. Temperature ± 30oC efek terhadap tubuh
aktivitas mental dan daya tangkap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam
pekerjaan. Temperature ± 24oC efek terhadap tubuh kondisi optimum. Temperature ± 10oC efek
terhadap tubuh kekakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.(4,5)

Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat gangguan tekanan panas, dibagi
atas 4 katergori dasar yaitu Millaria rubra, kejang panas, kelelahan panas dan sengatan panas.(5)

7
2.7 Pengukuran heat stress

Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) faktor fisika ditempat kerja menggunakan parameter Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
dengan terminasi inggris Wet Bulb Temperature Index WBGT atas ketentuan sebagai berikut: (6)

a. Iklim kerja  Hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas
radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.

b. Nilai ambang batas (NAB)  Standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesahatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

c. Indeks suhu bola basah (ISBB)  Parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan
hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.

d. Suhu udara kering (Dry Bub Temperature)  Suhu yang ditunjukkan oleh thermometer suhu
kering.

e. Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Temperature)  suhu yang ditunjukan oleh thermometer
bola basah alami. Merupakan suhu penguapan air yang pada suhu yang sama menyebabkan
terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.

f. Suhu bola (Globe Temperature)  suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola. Suhu ini
sebagai indicator tingkat radiasi.

ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi adalah :

ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering

ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan tanpa panas radiasi adalah :

ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola

8
NAB iklim kerja yang menggunakan parameter ISBB dapat dilihat pada table berikut:

Pengaturan waktu kerja setiap jam ISBB (OC)


Waktu kerja Waktu Beban kerja
istirahat Ringan Sedang Berat
Kerja terus menerus (8 jam sehari) 30.0 26.7 25.0
75 % 25 % 30.6 28.0 25.9
50 % 50 % 31.4 29.4 27.9
25 % 75 % 32 31.1 30.0

2.8 Kriteria paparan heat stress

ACGIH (American Conference of Industrial Hygienist) memberikan nilai ambang batas


(NAB) untuk paparan bekerja di lingkungan panas. Tujuan dari penentuan NAB adalah untuk
menjaga agar suhu tubuh berada pada kondisi normal atau dibawah 38oC.(6)

ACLIMATIZED UNACLIMATIZED
Work demands Light Moderate Heavy Very Light Moderate Heavy Very
heavy heavy
100% work 29.5 27.5 26 27.5 25 22.5
75 % work – 25 % 30.5 28.5 27.5 29 26.5 24.5
rest
50 % work – 50 % 31.5 29.5 28.5 27.5 30 28 26.5 25
rest
25 % work – 75% 32.5 31 30 29.5 31 29 28 26.5
rest

Nilai temperature yang tercantum didalam table diatas adalah merupakan hasil pengukuran
dengan menggunakan heat stress monitoring atau dikenal dengan WBGT. Nilai WBGT merupakan
fungsi dari kelembaban radiasi panas dan temperature normal. Jadi tidak bisa hanya diukur dengan
thermometer biasa dan kemudian digunakan table diatas. Cara membaca table diatas: kolom
acclimatized adalah untuk pekerja yang terbiasa bekerja pada sudah lingkungan panas dan
unaclimatized adalah untuk pekerja yang belum terbiasa bekerja dengan lingkungan panas atau
pekerja baru. Biasanya kondisi daya tahan tubuh seseorang bisa menurun jika sudah lama tidak
bekerja pada lingkungan panas, maka dalam hal ini digunakan komom unaclimatized. Jika hasil
pembacaan WBGT adalah 28,5oC, maka untuk pekerja yang sudah biasa dengan lingkungan panas
boleh 50% bekerja dan 50% istirahat untuk kategori pekerja berat dalam setiap jamnya, jika
pekerjaan sedang maka 75% bekerja dan 25% istirahat dalam setiap jamnya. Namun untuk pekerja

9
yang unaclimatized maka 25% bekerja dan 75% istirahat untuk pekerjaan berat dalam setiap
jamnya atau 50% bekerja dan 50% istirahat untuk pekerjaan sedang dalam setiap jamnya.(6)

Definisi beban kerja menurut ACGIH adalah sebagai berikut (6)

a. Kerja ringan : pekerjaan dengan menggunakan mesin dan tidak menggunakan tenaga, pekerja
berdiri atau duduk dalam mengoperasikan mesin tersebut.

b. Kerja sedang : berjalan sambil mengangkat atau mendorong benda dengan berat sedang seperti
scrubbing dalam posisi berdiri,

c. Berat : menyekop pasir bering, memotong dengan gergaji.

d. Sangat berat : menyekop pasir basah.

2.9 Penceghan dan Pengendalian Heat Stress

Dalam beberapa kasus, Heat Stress bisa dicegah atau setidaknya risiko penyebab heta stress
dapat dikurangi. Berikut beberapa cara pencegahan dan pengendalian Heat Stress (5,6,7)

a. Engineering Control

Beberapa engineering control dapat membantu mengurangi paparan panas, diantaranta :

1. Ventilasi umum dan ventilasi setempat di area yang memiliki panas yang tinggi.

2. Pelindung dari pancaran panas yang berasa dari tungku pembakaran atau mesin.

3. Menghilangkan kebocoran uap.

4. Menggunakan kipas pendingin atau alat pendingin personal seperti rompi penyejuk.

5. Menggunakan tenaga alat untuk mengurangi pengoperasian manual oleh pekerja.

10
b. Work Practises

1. Pakaian

Menggunakan pakaian yang longgar, berwarna terang dan ringan seperti katun untuk
memungkinkan keringat menguap. Warna terang menyerap panas lebih sedikit dibandingkan
dengan warna gelap. Ketika bekerja di luar gunakan topi berwarna terang dan ringan dengan
tepian yang bagus (cukup lebar) untuk melindungi kepala dan wajah dari sinar matahari.

2. Minum

Minum banyak cairan, terutama jika urin berwarna kuning pekat, untuk menggantikan cairan
yang hilang akibat berkeringat. Air dan minuman elektrolit sangat direkomendasikan. Karena
kafein adalah diuretic (menyebabkan sering buang air kecil) minuman seperti cola, the dan kopi
harus dihindari. Haus adalah tanda yang jelas bahwa tubuh membutuhkan cairan. Ketika
melakukan pekerjaan berat, sangat baik untuk menghirup (menyedot) dari pada meneguk
cairan.

3. Jadwal bekerja

Jika mungkin, pekerjaan berat harus dijadwalkan pada saat paling sejuk pada hari itu. Jika
tidak bisa, kurangi beban bekerja atau bekerja ditempat yang kondisinya sejuk. Ketika index
kelembaban antara 84-93 (warning zone), coba untuk mengurangi jumlah jam kerja di kondisi
panas, dengan mengurangi setengah dari jam kerja normal. Ketika indeks temperature
kelembaban 94 atau lebih (Danger Zone) jumlah jam kerja di kondisi panas harus lebih
dikurangi lagi dengan hanya bekerja seperempat dari jam kerja normal.

4. Aklimasi ( penyesuaian diri dengan lingkungan baru)

Pekerja baru dan pekerja yang kembali setelah absen dua minggu atau lebih harus
menyesuaikan diri selama 5 hari terhadap panas. Dimulai dengan 50% dari kerja normal dan
waktu paparan pada hari pertama dan meningkat secara bertahap hingga 100% pada hari ke 5.

5. Berat tubuh

Pekerja akan memiliki risiko yang besar terkena heat stress jika mereka kehilangan lebih dari
1,5% berat tubuh dalam satu hari akibat berkeringat.

11
c. Alat pelindung diri (APD)

Ketika suatu pekerjaan harus berlangsung di tempat yang panas, sistem pendingin personal akan
mengurangi resiko heat stress. Ada beberapa sistem yang tersedia melalui katalog kesehatan
dan keamanan, seperti berikut :

1. Pakaian pemantuk panas akan mengurangi masalah pancaran dari sumber panas, seperti dari
tungku pembakaran. Tetapi, jika pekerja benar-benar tertutupi maka pekerja tersebut akan
mengalami masalah penguapan keringat.

2. Rompi/jaket pendingin akan memindahkan panas dari kulit. Rompi/jaket ini relative murah
dan memungkinkan pekerja untuk bergerak bebas.

3. Sistem cairan pendingin juga dapat memindahkan panas dari kulit. Cairan dingin mengalir
dalam pakaian disekujur tubuh dan membawa panas keluar.

d. Pelatihan

Pekerja dan pengawas harus dilatih untuk bias mendeteksi tanda awal heat stress. Pekerja harus
mengerti kebutuhan untuk mengganti cairan dan garam dari berkeringat dan menydari tanda
dehidrasi, pingsan, heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke. Pengawas harus mengawasi
tanda-tanda heat stress dan memberikan pekerja untuk menghentikan pekerjaannya jika mereka
merasa sangat tidak nyaman. Pengawas harus memastikan bahwa jadwal bekerja harus sesuai
dengan masa istirahat dan memastikan cairan selalu tersedia. Mereka harus menggunakan
engineering control yang tepat, menggunakan alat pengaman diri, dan pelatihan bekerja untuk
mengurangi resiko terkena heat stress.

12
BAB III

KESIMPULAN

Temperatur ekstrim merupakan hazard kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena
suhu rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan karena iklmi yang ada, juga
dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperature ekstrim.

Temperature tinggi (Heat Sterss) adalah reaksi fisik dan fisiologis pekerja terhadap suhu
yang berada diluar kenyamanan bekerja. Paparan panas terhadap tubuh dapat berasal dari
lingkungan kerja (panas eksternal), panas yang berasal dari aktivitas kerja (panas internal) dan
panas karena memakai pakaian yang terlalu tebal. Heat stress terjadi apabila tubuh sudah tidak
mampu menyeimbangkan suhu tubuh normal kaarena besarnya beban panas dari luar.

Terdapat beberapa jenis heat stress yaitu Heat Stroke dimana heat stress yang paling parah.
Heat Cramps dimana heat stress yang menyerang otot manusia. Heat Syncope atau Fainting
dimana akibat seseorang tidak dapat menyesuaiakn diri dengan suatu kondisi lingkungan yang
panas secara tiba-tiba. Heat Rash dimana adanya suatu keadaan pada kulit seperti biang keringat
akibat panas. Heat Exhaustion merupakan keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan cairan
dan atau garam yang terlalu banyak.

Pencegahan dan pengendalian heat stress terdiri dari Engineering Control, Work Practices,
Alat pelindung Diri (APD) dan Pelatihan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Anant Sudarshan. 2015. The Impact of Temperature on Productivity and Labor Supply:
Evidence from Indian Manufacturing. University of Chicago and Energy.
2. Donoghue, A.M. & G.P. Bates. The Risk Of Heat Exhaustion at a Deep Underground
Metalliferous Mine In Relation To Body-Mass Index and Predicted VO2 Max. The Minerals
Industry Safety and Health Centre, University of Queensland, Brisbane, Australia.2000; 50 (4)
:259-263
3. Harrianto R. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
p:161
4. Rebekah A, Lucas, Yoram Epstein. 2014. Excessive occupational heat exposure: a significant
ergonomic challenge and health risk for current and future workers.
5. Aaron W. Tustin, MD, Glenn E. Lamson,MS etall. 2018. Evaluation of occupational exposure
limits for heat stress in outdoor workers- United States,2011-2016.
6. Kerstin K. Zander, Wouter J. W. Botzen, Elspeth Oppermann, Tord Kjellstrom and Stephen T.
Garnett. 2015. Heat Stress Causes Substantial Labour Productivity Loss in Australia.

7. Int. J. Environ. Res. Public Health 2016, 13(1), 89;doi:10.3390/ijerph13010089


(http://dx.doi.org/10.3390/ijerph13010089) article occupational heat stress profiles in selected
workplace in india

14

Anda mungkin juga menyukai