Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara
luas dalam analisis volumetri. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam
kondisi oksidasi yang berbeda-beda. Menghasilkan kemungkinan terjadi banyak
reaksi redoks. Banyak dari reaksi ini memenuhi syarat untuk digunakan dalam
analisa volumetri dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Pemisahan oksidasi reduksi terbagi menjadi komponen-komponennya, yaitu
reaksi separuhnya adalah cara untuk meunjukkan masing-masing spesies yang
memperoleh maupun yang menerima elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal
dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Bermacam reaksi redoks
dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangan yang
tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan
diberlakukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan adanya titik
equivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks
dilakukan dengan indikator warna. Salah satu dari titrasi redoks adalah titrasi
permanganometri. Untuk menentukan jumlah kadar suatu senyawa seringkali
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Dalam hal demikian, tugas
kimia analisis kuantitatif bukan sekedar melakukan penetapan kadar sesuai
dengan prosedur yang ada, tetapi lebih jauh harus dapat menentukan pilihan
metode mana yang paling baik dan sesuai. Metode yang baik harus memenuhi
beberapa kriteria, yaitu: peka (sensitif), teliti (precise), tepat (accurate), selektif,
dan praktis (Mursyidi dan Rohman, 2006).
Pada percobaan ini akan dilakukan metode titrasi reduksi oksidasi
menggunakan kalium permanganat (KMnO4) untuk standarisasi KMnO4 terhadap
H2C2O4 dan penentuan kadar Fe dalam FeSO4 dengan bantuan H2SO4.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu
1. untuk menghitung normalitas H2C2O4
2. untuk menghitung kadar Fe dalam FeSO4
BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Permanganometri


Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium
permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan
atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganometri juga bisa
digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara
titrasi permanganometri ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik.
Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari
100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator
kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara
beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7
(Day, 1999).
Permanganometri merupakan salah satu metode titrasi yang menggunakan
prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Metode ini merupakan suatu metode yang
sering digunakan karena permanganometri memiliki kelebihan antara lain
Permanganometri merupakan oksidator kuat, tidak memerlukan indikator, mudah
diperoleh dan terjangkau (Khopkar, 2003). Adapun kekurangan dari metode ini
adalah larutan ini tidak stabil dalam penyimpanan, jadi harus sering dilakukan
pembakuan (Mursyidi dan Rohman, 2006).
Titrasi permanganometri dilakukan dengan bantuan pemanasan (± 70ºC)
untuk mempercepat reaksi. Pada awal reaksi titrasi, warna merah mantap untuk
beberapa saat yang menandakan reaksi berlangsung lambat. Pada pembuatan
titran selanjutnya, warna merah hilang makin cepat karena ion mangan (II) yang
terjadi berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya titran
dapat ditambahkan lebih cepat sampai titik akhir titrasi tercapai yaitu sampai pada
tetesan dimana warna merah menjadi warna merah jambu (Harjadi,W.1990).
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan
untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample. Kalium
permanganat adalah oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi
yang terdapat dalam sampel dalam suasana asam menggunakan larutan asam
sulfat (H2SO4). Terdapat dua reaksi yang bisa terjadi pada titrasi

5
permanganometri, yaitu standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4 dan penentuan
kadar Fe dalam FeSO4 dengan bantuan H2SO4. Dalam menentukan standarisasi,
terdapat oksidasi yang dilakukan dalam tiga suasana yaitu asam, basa, dan netral.
Reaksi dalam suasana netral :
MnO4- + 2H2O + 3e- ↔ MnO2 + 4OH-
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi
dalam suasana basa :
MnO4- + e- ↔ MnO42-
MnO42- + 2H2O + 2e- ↔ MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e- ↔ MnO2 + 4OH-
Adapun reaksi dalam suasana asam :
MnO+ + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4 H2O
Pada suasana asam, daya oksidasi KMnO4 lebih besar yang menyebabkan
hasil titrasi tidak menimbulkan endapan MnO2 yang berwarna coklat. Sedangkan
dalam menentukan kadar Fe dalam FeSO4 dapat dilakukan dengan bantuan H2SO4.
Reaksi yang terjadi antara permanganat dengan besi (II) pada proses titrasi
permanganometri adalah:
MnO4- + 8H+ + 5Fe2 ↔ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat (Rivai, 1995).

2.2 Kalium Permanganat (KMnO4)


Oksidator yang digunakan yaitu KMnO4 yang merupakan oksidator kuat
dengan potensial reduksi Eºred=1,679. KMnO4 adalah oksidator penting yang
banyak digunakan dalam berbagai reaksi organik dan anorganik karena
permanganat mampu mengoksidasi berbagai macam gugus fungsi (Rosalina et al.,
2015).
Berdasarkan Walton (1966), Kalium permanganat tiddak memerlukan
indikator. Kelemahannya adalah dalam medium HCl Cl- dapat teroksidasi,
demikian juga larutannya mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya
digunakan pada medium asam 0,1 N:
MnO4- + 8H+ + 5e - ↔ Mn2+ + 4H2O Eº = 1,51 V.

6
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang,
sehingga untuk mempercepat perlu dilakukan pemanasan. Titik akhir permanganat
tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:
2 MnO4- + 3Mn2+ + 2 H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
ungu tidak berwarna

2.3 Asam Oksalat (H2C2O4)


Asam oksalat merupakan senyawa dikarboksilat yang atom C nya
masingmasing mengikat satu gugus hidroksil. Asam ini mempunyai bentuk kristal
rombis piramid, tidak berwarna dan transparan, tidak berbau dan higroskopis.
Asam oksalat mudah teroksidasi total oleh pengaruh panas yang tinggi sehingga
terurai menjadi CO2 dan asam formiat (Kirk and Othmer, 1983; Lewis and Irving,
1983). Asam oksalat dapat digunakan sebagai bahan peledak, pembuatan zat
warna, krayon, industri lilin, tinta, bahan kimia dalam fotografi serta untuk
keperluan analisis laboratorium. Pada industri logam, asam oksalat dipakai
sebagai bahan pelapis yang melindungi logam dari korosif dan pembersih untuk
radiator otomotif, metal (Mastuti, 2005). Pada bidang obat-obatan, asam oksalat
dapat dipakai sebagai haemostatik dan anti septik luar (Dylla, 2008).
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa
digambarkan dengan rumus HOOC-COOH (Nasrun et al., 2014).

2.4 Ferro Sulfat (FeSO4)


Besi (II) sulfat mempunyai rumus senyawa FeSO4. Nama lain dari besi (II)
sulfat adalah ferro sulfat, copperas, atau green vitrol. Pemeriannya adalah berupa
serbuk hablur atau granul warna hijau kebiruan, tidak berbau dan rasa seperti
garam, segera teroksidasi dalam udara lembab, pH lebih kurang 3,7. Kelarutannya
mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol dan sangat mudah larut dalam air
mendidih. Besi (II) sudah dapat ditemukan dalam bentuk alami. Beberapa macam
molekul dari besi (II) sulfat antara lain monohidrat (FeSO 4.H2O), tetrahidrat
(FeSO4.4H2O), pentahidrat (FeSO4.5H2O), dan heptahidrat (FeSO4.7H2O). Besi(II)
sulfat biasanya dalam keadaan heptahidrat dan disebut juga green vitrol atau

7
copperas. Khasiat dari besi (II) sulfat yaitu digunakan untuk pengobatan anemia
defisiensi besi (Joko, 2010).
Fero sulfat merupakan senyawa yang kurang stabil, dan mudah dioksidasi
oleh udara menjadi feri sulfat yang stabil. Meskipun demikian, oksidasi secara
menyeluruh harus dengan bantuan katalisator baik cair seperti asam fosfat, kupri
sulfat maupun katalisator padat seperti karbon aktif, mangan dioksid (Cher dan
Davidson, 1955; King dan Davidson, 1958; Ronnholm, dkk., 1999). Penggunaan
katalisator padat dapat memudahkan pemisahan hasil. Oksidasi fero sulfat dengan
katalisator MnO2 merupakan reaksi heterogen gas-cair-padat yang berupa slurry.
Kecepatan oksidasi merupakan reaksi tingkat satu terhadap ion fero (Cher dan
Davidson, 1955; King dan Davidson, 1958). Kecepatan oksidasi meningkat
dengan kenaikan suhu dan tekanan (Chmielewski dan Charewic 1984; Ronnholm,
dkk,, 1999; Ronnholm, dkk., 2002).
Reaksi oksidasi katalitik fero sulfat menjadi feri sulfat dengan menggunakan
katalisator MnO2 merupakan reaksi heterogen gas-cair-padat.
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 → 2Fe2(SO4 )3 + 2H2O
Persamaan di atas dapat pula dinyatakan dalam bentuk reaksi ion :
4Fe2 + → 4Fe3 + 4e - (oksidasi)
MnO2 + O2 + 4H+ + 4e- → MnO2 + 2H2O (reduksi)
4Fe 2+ + MnO2 + O2 + 4H+ → 4Fe 3+ + MnO2 + 2H2O
Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan dan dapat dibentuk. Fe di
dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII dengan berat atom
56 g/mol, nomor atom 26 dan bervalensi 2 dan 3. Besi merupakan salah satu
elemen yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua
lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air
dapat bersifat terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe3+) atau garam ferro (Fe2+)
yang tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1) dan tergabung dengan zat
organik atau zat padat anorganik. Fe berada dalam tanah dan batuan sebagai
ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air, besi berbentuk
ferobikarbonat (Fe(HCO3)2), ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan
besi organik kompleks. Air tanah mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe 2+).
Jika air tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi

8
(Fe2+) akan teroksidasi menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat
mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat menodai peralatan
porselen dan cucian (Erlinda et al., 2014) .
Pada dasarnya besi dalam air dalam bentuk fero (Fe 2+) dan feri (Fe3+), hal ini
bergantung pada pH dan oksigen yang terlarut dalam air. Pada pH netral dan
adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion fero yang terlarut dapat terionisasi
menjadi feri dan selanjutnya terbentuk endapan ferihidroksida yang sukar larut,
berupa hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning kecoklatan, oleh karena
pada kondisi asam dan aerobik bentuk ferolah yang larut dalam air (Joko, 2010).

2.5 Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat adalah salah satu bahan yang banyak digunakan dalam industri
terutama industri kimia. Asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu melarutkan logam. Bahan yang
mudah larut dalam air pada berbagai perbandingan dan akan terdekomposisi pada
temperature 3000C atau lebih menghasilkan sulfur trioksida (Lutfiati, 2008).
Beberapa faktor yang mendukung penggunaan H 2SO4 sebagai katalisator i,
diantaranya: 1). Selain bersifat asam, asam sulfat juga pengoksidasi yang kuat, 2).
Dapat larut dalam air dalam setiap kepekatan, 3). Konsentrasi ion H + berpengaruh
pada kecepatan reaksi, 4). Karena afinitasnya terhadap air, asam sulfat dapat
menghilangkan bagian dari uap air dan gas yang basah, yaitu udara lembab
(Sukardjo, 1997).

2.6 Presisi dan Akurasi


Presisi adalah variabilitas dari beberapa kali pengukuran atau pengujian yang
menggambarkan kecermatan data dan berkaitan dengan kesalahan random (acak).
Sedangkan akurasi adalah kedekatan hasil analisis dengan nilai sebenarnya yang
menggambarkan ketepatan data dan berkaitan dengan kesalahan sistematik atau
bias (Mulyono et al., 2011)
Presisi atau keseksamaan menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual sampel yang diukur melalui rerata penyebaran hasil individual ketika
prosedur metode analisis dilakukan secara berulang-ulang pada sampel-sampel

9
yang diambil dari campuran homogen. Penentuan presisi dilakukan dengan
menganalisis satu sampel, yang kemudian dibuat minimal 10 replikat (n=10).
Kemudian ditentukan rata-rata (mean), simpangan baku (SD) dan persen
simpangan baku relatif (%RSD) hasil pengukuran. Sedangkan akurasi atau juga
dikenal sebagai kecermatan menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis melalui
metode yang dipakai dengan kadar analit yang sebenarnya (Nurhadi, A. 2012).
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai
rujukan. Penentuan ketepatan dan kadar teoritis dari jumlah tertentu senyawa
standar yang sengaja ditambahkan ke dalam sampel. Harga perbandingan ini
disebut persen perolehan kembali 9 (recovery). Nilai keberterimaan adalah RSD <
1% dan nilai recovery antara 98-102% (Ermer dan Miller, 2005).
Presisi Parameter ini menyatakan derajat kesamaan antar hasil yang terukur
dari pengambilan sampel yang berulang dari suatu sampel yang homogen
menggunakan suatu metode analisis. Presisi sering kali diekspresikan dengan SD
(standard deviation) atau RSD (relative standard deviation) dari serangkaian data,
dan kriteria keberterimaannya RSD < 2% (Ermer dan Miller, 2005) .

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum “titrasi asam-basa” ini dilaksanakan pada Hari Selasa, 24 Februari
2020 pukul 13.00-15.30 WIB. Bertempat di laboratorium Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah klem, statif, buret 50
mL, pipet volume 10 mL, erlenmeyer 100 mL, dan pipet tetes. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam praktikum yaitu H2C2O4 0,1 N, KMnO4 0,1 N, H2SO4 6N,
dan FeSO4 16 gram/L.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Standarisasi KMnO4 Terhadap H2C2O4

H2C2O4 0,1
N 10 ml

Pemanasan di atas
kasa dan api

Larutan Titrasi (warna


KMnO4 0,1 N pink)

Perhitungan N
KMnO4

11
3.3.2 Penentuan Kadar Fe dalam FeSO4

FeSO4 10 ml

Tambah 10 Pemanasan di atas


ml H2SO4 6N kasa dan api

Larutan Titrasi (warna pink)


KMnO4 0,1
N

Perhitungan N
KMnO4 dan kadar Fe

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun data yang didapatkan dari hasil praktikum adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil pengamatan standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4
Rata-rata Volume Titran (ml) Rata-rata Konsentrasi Titran (KMnO4)
1,73 ml ± 1,10 0,8573 N ± 0,70

Tabel 4.1.2 Penentuan kadar Fe dalam FeSO 4 dan standarisasi KMnO4


terhadap FeSO4
Rata-rata Volume Titran Rata-rata Konsentrasi
Rata-rata Konsetrasi Fe
(KMnO4) (ml) Titran (KMnO4)
1,1 ml ± 0,28 3,81 N ± 2,06 56

4.2 Analisis Data


Berdasarkan praktikum ”Titrasi Permanganometri”, telah didapatkan data dari
standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4, serta penentuan kadar Fe dalam FeSO 4.
Mula-mula larutan KMnO4 distandarisasi dengan menggunakan asam oksalat
(H2C2O4) sebagai standar primernya dan yang melakukan perlakuan ini adalah
kelompok 1, 2 dan 3. Selanjutnya adalah penentuan kadar Fe dalam FeSO 4 yang
dilakukan oleh kelompok 4, 5 dan 6.
Standarisasi KMnO4 menggunakan asam oksalat ini tidak menggunakan
indikator eksternal untuk menentukan titik akhir reaksinya. Hal ini disebabkan
KMnO4 sendiri selain bertindak sebagai titran, ia juga bertindak sebagai indikator
(auto indikator). Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna dari
bening menjadi merah muda sekali. Warna merah muda timbul akibat kelebihan
ion permanganat. Seperti menurut Rivai (1995), akhir titrasi ditandai dengan
timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.
Satu tetes kelebihan ion permanganat akan menimbulkan warna merah muda
yang cukup jelas terlihat. Tetapi hasil yang terjadi dari ketiga kelompok (1, 2 dan
3) tidak menunjukkan perubahan warna menjadi pink. Warna yang dihasilkan
berwarna ungu gelap dan salah satunya menjadi bening, hal tersebut bisa
disebabkan karena menurunnya suhu panas. Jika suhu akibat dari pemanasan

13
menurun, maka reaksi oksidasi KMnO4 terhadap H2C2O4 berjalan lambat dan
menyebabkan titik akhir titrasi yang tidak ekuivalen atau seimbang. Konsentasi
H2C2O4 dari ketiga kelompok pun berbeda-beda, hal ini disebabkan karena volume
titran yang digunakan (KMnO4) juga berbeda. Data menunjukkan bahwa semakin
kecil volume titran yang digunakan untuk menitrasi titrat, maka semakin besar
konsentrasi titrat yang dihasilkan. Data-data tersebut diantaranya (kelompok 1:
0,6 ml & 1,66 N), (kelompok 2: 1,8 ml & 0,555 N) dan (kelompok 3: 2,8 ml &
0,357 N). Berikut adalah reaksi dari standarisasi KMnO4 dengan menggunakan
H2C2O4 :
4H2C2O4 + 2KMnO4  ↔  8CO2 + K2O + Mn2O3 + 4H2O
Berdasarkan persamaan di atas, agar dapat bereaksi sempurna maka
diperlukan penyamaan terhadap konstanta suatu senyawa (persamaan reaksi). Dari
reaksi tersebut dihasilkan 8 senyawa karbon dioksida, kalium oksida, mangan (III)
oksida, dan 4 senyawa air. KMnO4 berperan sebagai penentu reaksi dalam
percobaan, sebab memiliki kemampuan mereduksi yang baik (oksidator kuat)
terhadap H2C2O4 sehingga dapat mengoksidasi senyawa tersebut menjadi CO2 dan
H2O. Sedangkan H2C2O4 memiliki sifat yang mudah teroksidasi atau yang
mengalami oksidasi. Seperti menurut Rosalina (2015), KMnO4 yang merupakan
oksidator kuat dengan potensial reduksi Eºred=1,679. KMnO4 adalah oksidator
penting yang banyak digunakan dalam berbagai reaksi organik dan anorganik
karena permanganat mampu mengoksidasi berbagai macam gugus fungsi. Kirk
dan Lewis (1983) juga mengemukakan hal yang sama, bahwa asam oksalat mudah
teroksidasi total oleh pengaruh panas yang tinggi sehingga terurai menjadi CO 2
dan asam formiat.
Adapun praktikum kedua yaitu menentukan kadar Fe dalam FeSO4. Langkah
awal masih tetap sama dengan perlakuan standarisasi, bedanya dalam larutan
FeSO4 ditambah dengan H2SO4 6N. Penambahan asam sulfat menyebabkan larutan
berada dalam suasana asam, hingga dilakukan juga pemanasan untuk membantu
dalam mempercepat laju reaksi. Ditambahkannya H2SO4 pada FeSO4 dikarenakan
sifatnya yang sangat reaktif dan mampu melarutkan logam. Sebagaimana menurut
Lutfiati (2008), asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu melarutkan logam. Setelah

14
dilakukan pemanasan, larutan dititrasi dengan KMnO4. Berikut reaksi awal dari
penambahan senyawa H2SO4 ke dalam FeSO4
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 → 2Fe2(SO4 )3 + 2H2O
Berdasarkan persamaan di atas, ferro sulfat atau besi (II) sulfat merupakan
senyawa yang mudah teroksidasi. Namun meski begitu penggunaan H2SO4 tetap
ditambahkan sebagai senyawa katalis yang mempercepat reaksi (katalisator).
Setelah itu, ferri sulfat sebagai hasil dari reaksi awal bereaksi kembali dengan
senyawa KMnO4 dalam proses titrasi dan menghasilkan ion mangan (II), 4
senyawa air, serta 5 ion ferri (III). Berikut persamaannya:
MnO4- + 8H+ + 5Fe2 → Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Data-data yang didapatkan dari ketiga kelompok (4, 5 dan 6) menunjukkan
bahwa semakin kecil volume titran (KMnO4), maka semakin besar
konsentrasinya. Dari keseluruhan sampel, titrasi yang paling mendekati adalah
hasil dari kelompok 4 dan 5, dikarenakan hanya kedua larutan tersebut yang
berubah warna menjadi pink. Namun, untuk nilai kadar Fe dari ketiga kelompok
menunjukkan hasil yang sama yaitu 56%. Perbedaan warna dari ketiga kelompok
dalam menentukan kadar Fe tersebut bisa disebabkan karena menurunnya suhu
setelah pemanasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil yang akurasi hanya
ditunjukkan oleh sampel kelompok 4 dan 5, sebab dari ke enam percobaan hanya
kedua sampel tersebut yang menunjukkan warna dan nilai sesuai dengan rujukan
yang ada. Seperti menurut Ermer (2005), akurasi merupakan ketepatan metode
analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan. Sedangkan setiap sampel memiliki
nilai presisi yang rendah dan bisa diketahui melalui rata-rata perhitungan dan
standar deviasi (SD). Sesuai dengan yang dikemukakan Nurhadi (2012), presisi
atau keseksamaan menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual
sampel yang diukur melalui rerata penyebaran hasil individual ketika prosedur
metode analisis dilakukan secara berulang-ulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran homogen. Juga sesuai menurut Ermer (2005), presisi
sering kali diekspresikan dengan SD (standard deviation) atau RSD (relative
standard deviation) dari serangkaian data, dan kriteria keberterimaannya RSD <
2%

15
4.3 Fungsi Perlakuan dan Prinsip Kerja Titrasi
Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi pada suasana
asam yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam
(H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan
bilangan oksidasi +7 menjadi +2. Pada proses titrasi tidak dibutuhkan indikator
lain. Karena KMnO4 sudah mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir
titrasi yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4
ini dikenal sebagai autoindikator.
Perlakuan pertama, standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4. KMnO4
dimasukkan ke dalam buret 50 mL. Selanjutnya asam oksalat ditambahkan
dengan asam sulfat 6N. Fungsi penambahan asam sulfat adalah untuk
memberikan suasana asam. Hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih mudah
diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi H 2SO4 tersebut tidak
menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran. Pada suasana asam, zat ini
akan mengalami reduksi menghasilkan ion Mn2+ yang tidak berwarna. Sedangkan,
apabila reaksi dilakukan dalam suasana pada pH netral atau sedikit basa maka
akan terbentuk padatan MnO2 yang berwarna coklat yang dapat mengganggu
dalam penentuan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukan standarisasi, asam oksalat
dipanaskan pada suhu 70-80oC fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat
reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat karena pada suhu kamar reaksi antara
keduanya cenderung lambat sehingga akan sulit untuk menentukan titik akhir
reaksi. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Walton (1966), reaksi
oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang, sehingga untuk
mempercepat perlu dilakukan pemanasan.
Perlakuan kedua, penentuan kadar Fe dalam FeSO4. Penambahan H2SO4
mempermudah dalam reaksi titrasi karena menyebabkan larutan bersuasana asam,
sehingga logam dalam FeSO4 lebih mudah terurai. Pemanasan juga dilakukan
untuk mempercepat laju reaksi, sama halnya seperti pada perlakuan pertama.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencari
normalitas H2C2O4 diperlukan suatu standarisasi menggunakan metode titrasi
reduksi-oksidasi, yaitu titrasi permanganometri. Kemudian untuk menghitung
kadar Fe dalam FeSO4 juga diperlukan standarisasi yang sama-sama menggunakan
larutan standar KMnO4. Data dari semua kelompok menunjukkan bahwa nilai
tersebut memiliki presisi yang rendah dan dibuktikan dari hasil perhitungan serta
perubahan warna yang berbeda-beda. Sedangkan untuk akurasi, hanya sampel 4
dan 5 saja lah yang memiliki keakuratan yang lebih tinggi. Adapun kesalahan
yang dilakukan saat praktikum antara lain pembacaan meniskus, pemanasan
H2C2O4 dan FeSO4 yang suhunya terlanjur menururn sebelum dilakukan titrasi,
serta kurangnya ketelitian dalam menitrasi.

5.2 Saran
Saran untuk setiap praktikum adalah lebih berusaha lagi untuk meningkatkan
ketelitian dan kesigapan, baik bagi seorang praktikan maupun asisten
laboratorium. Teruntuk permasalah sarana dan prasarana, semoga pihak yang
berkewajiban menjadi lebih memerhatikan segala bentuk penunjang akademik
bagi setiap insan yang berkemauan kuat dalam menuntut ilmu.

17
DAFTAR PUSTAKA

Cher, M., Davidson, N., 1955. The Kinetics of the Oxygenation of Ferrous Iron in
Phosphoric Acid Solution, Journal of Am. Chem. Soc. 77, 793-798.
Chmielewski, T. and Charewic, W.A., 1984, The Oxidation of Fe(II) in Aqueous
Sulphuric Acid Under Oxygen Pressure, Hydrometallurgy 12, 21- 30.
Day, Underwood.1999.Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Erlangga. Jakarta.
Dylla, C.W., dan Juniyanti, E,.2008, Pabrik Asam Oksalat Dari Kulit Pisang
dengan proses Oksidasi Asam Nitrat, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember; Surabaya, (Skripsi).
Erlinda, Deviyani. Hidayah Nur, dan Doni Rahmat Wicakso. 2012. Adsorpsi
Logam Besi (Fe) Sungai Barito menggunakan Adsorben Dari Batang
Pisang. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Tekni8k Universitas
LambungMangkurat.
Ermer, J., J. H. McB. Miller. 2005. Method Validation in Pharmaceutical Analysis
: A Guide to Best Practice (Eds). WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.
KGaA, Weinheim
Harjadi,W. 1990. "Ilmu kimia analitik dasar. Jakarta: Gramedia
Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Khopkar, SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Kirk R.E, Othmer D.F. 1983, “Encyclopedia of Chemical Technology, Vol.16,
Mei Ya Publications, Inc. , Taipei , pp. .621-625, 1945.
Lewis,RJ and Irving Sax,N, 1983, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary,
11th ed , Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York.
Lutfiati, Anna. 2008. Prarancangan Pabrik Asam Sulfat dari Sulfur dan Udara
dengan Proses Kontak Kapasitas 225.000 Ton per Tahun. Skripsi. Fakultas
Teknik UMS. Surakarta
Mastuti, E. 2005, Pembuatan Asam Oksalat dari Sekam Padi. Jurnal Ekuilibrium
Surakarta Vol 4, No. 1:13-17.
Mulyono, Sukadi, Rosidi, Sihono, Bambang Irianto. (2011). Akurasi Metoda
Analisis Aktivasi Neutron pada Pengujian Se dan As Dalam Limbah Padat.
Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir, Buku II, hal
301-307.
Mursyidi, A., dan Rohman, Abdul, 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisis
Volumetri dan Gravimetri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasrun., Fikri Hasfita1 dan M. Rizal. Studi Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok
(Musa Paradisiaca) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Oksalat. Jurnal
Teknologi Kimia Unimal 3:2 (November 2014) 33-40.
Nurhadi, Agus. (2012) Modul Pelatihan Validasi Metode Uji. AN Training.
Ronnholm, M. R., Warna, J., Salmi, T., Turunen, I., Luoma, M, 1999. Oxidation
Kinetics of Ferrous Sulfate over Active Carbon, Ind. Eng. Chem. Res. 38,
2607 - 2614.
Ronnholm, M. R., Warna, J., Valtakari, D., Salmi, T., Laine, E., 2002. Kinetic and
Mass Transfer Effects in The Oxidation of Ferrous Sulfate Over Doped
Active Carbon Catalysts, Cat. Today. 66, 447 - 452.

18
Rosalina, Reny., Anita Alni, Didin Mujahidin, dan Joko Santoso. Reaksi oksidasi
dengan kalium permanganat (KMnO4) pada senyawa kinin. Jurnal
Penelitian Teh dan Kina, (18)2, 2015: 151-158
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta
Walton, H.F. Principle and Methods of Chemical Analysis, 2nd Ed., Practice Hall
(India).1966.

19
LAMPIRAN

Gambar 1. Statif dan Buret Gambar 2. Erlenmeyer Gambar 3. Labu Ukur

Gambar 4. Pipet Volume Gambar 5. Pipet Tetes

20
21

Anda mungkin juga menyukai