PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu
1. untuk menghitung normalitas H2C2O4
2. untuk menghitung kadar Fe dalam FeSO4
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
permanganometri, yaitu standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4 dan penentuan
kadar Fe dalam FeSO4 dengan bantuan H2SO4. Dalam menentukan standarisasi,
terdapat oksidasi yang dilakukan dalam tiga suasana yaitu asam, basa, dan netral.
Reaksi dalam suasana netral :
MnO4- + 2H2O + 3e- ↔ MnO2 + 4OH-
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi
dalam suasana basa :
MnO4- + e- ↔ MnO42-
MnO42- + 2H2O + 2e- ↔ MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e- ↔ MnO2 + 4OH-
Adapun reaksi dalam suasana asam :
MnO+ + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4 H2O
Pada suasana asam, daya oksidasi KMnO4 lebih besar yang menyebabkan
hasil titrasi tidak menimbulkan endapan MnO2 yang berwarna coklat. Sedangkan
dalam menentukan kadar Fe dalam FeSO4 dapat dilakukan dengan bantuan H2SO4.
Reaksi yang terjadi antara permanganat dengan besi (II) pada proses titrasi
permanganometri adalah:
MnO4- + 8H+ + 5Fe2 ↔ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat (Rivai, 1995).
6
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang,
sehingga untuk mempercepat perlu dilakukan pemanasan. Titik akhir permanganat
tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:
2 MnO4- + 3Mn2+ + 2 H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
ungu tidak berwarna
7
copperas. Khasiat dari besi (II) sulfat yaitu digunakan untuk pengobatan anemia
defisiensi besi (Joko, 2010).
Fero sulfat merupakan senyawa yang kurang stabil, dan mudah dioksidasi
oleh udara menjadi feri sulfat yang stabil. Meskipun demikian, oksidasi secara
menyeluruh harus dengan bantuan katalisator baik cair seperti asam fosfat, kupri
sulfat maupun katalisator padat seperti karbon aktif, mangan dioksid (Cher dan
Davidson, 1955; King dan Davidson, 1958; Ronnholm, dkk., 1999). Penggunaan
katalisator padat dapat memudahkan pemisahan hasil. Oksidasi fero sulfat dengan
katalisator MnO2 merupakan reaksi heterogen gas-cair-padat yang berupa slurry.
Kecepatan oksidasi merupakan reaksi tingkat satu terhadap ion fero (Cher dan
Davidson, 1955; King dan Davidson, 1958). Kecepatan oksidasi meningkat
dengan kenaikan suhu dan tekanan (Chmielewski dan Charewic 1984; Ronnholm,
dkk,, 1999; Ronnholm, dkk., 2002).
Reaksi oksidasi katalitik fero sulfat menjadi feri sulfat dengan menggunakan
katalisator MnO2 merupakan reaksi heterogen gas-cair-padat.
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 → 2Fe2(SO4 )3 + 2H2O
Persamaan di atas dapat pula dinyatakan dalam bentuk reaksi ion :
4Fe2 + → 4Fe3 + 4e - (oksidasi)
MnO2 + O2 + 4H+ + 4e- → MnO2 + 2H2O (reduksi)
4Fe 2+ + MnO2 + O2 + 4H+ → 4Fe 3+ + MnO2 + 2H2O
Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan dan dapat dibentuk. Fe di
dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII dengan berat atom
56 g/mol, nomor atom 26 dan bervalensi 2 dan 3. Besi merupakan salah satu
elemen yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua
lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air
dapat bersifat terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe3+) atau garam ferro (Fe2+)
yang tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1) dan tergabung dengan zat
organik atau zat padat anorganik. Fe berada dalam tanah dan batuan sebagai
ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air, besi berbentuk
ferobikarbonat (Fe(HCO3)2), ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan
besi organik kompleks. Air tanah mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe 2+).
Jika air tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi
8
(Fe2+) akan teroksidasi menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat
mengendap dan berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dapat menodai peralatan
porselen dan cucian (Erlinda et al., 2014) .
Pada dasarnya besi dalam air dalam bentuk fero (Fe 2+) dan feri (Fe3+), hal ini
bergantung pada pH dan oksigen yang terlarut dalam air. Pada pH netral dan
adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion fero yang terlarut dapat terionisasi
menjadi feri dan selanjutnya terbentuk endapan ferihidroksida yang sukar larut,
berupa hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning kecoklatan, oleh karena
pada kondisi asam dan aerobik bentuk ferolah yang larut dalam air (Joko, 2010).
9
yang diambil dari campuran homogen. Penentuan presisi dilakukan dengan
menganalisis satu sampel, yang kemudian dibuat minimal 10 replikat (n=10).
Kemudian ditentukan rata-rata (mean), simpangan baku (SD) dan persen
simpangan baku relatif (%RSD) hasil pengukuran. Sedangkan akurasi atau juga
dikenal sebagai kecermatan menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis melalui
metode yang dipakai dengan kadar analit yang sebenarnya (Nurhadi, A. 2012).
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai
rujukan. Penentuan ketepatan dan kadar teoritis dari jumlah tertentu senyawa
standar yang sengaja ditambahkan ke dalam sampel. Harga perbandingan ini
disebut persen perolehan kembali 9 (recovery). Nilai keberterimaan adalah RSD <
1% dan nilai recovery antara 98-102% (Ermer dan Miller, 2005).
Presisi Parameter ini menyatakan derajat kesamaan antar hasil yang terukur
dari pengambilan sampel yang berulang dari suatu sampel yang homogen
menggunakan suatu metode analisis. Presisi sering kali diekspresikan dengan SD
(standard deviation) atau RSD (relative standard deviation) dari serangkaian data,
dan kriteria keberterimaannya RSD < 2% (Ermer dan Miller, 2005) .
10
BAB III
METODE PRAKTIKUM
H2C2O4 0,1
N 10 ml
Pemanasan di atas
kasa dan api
Perhitungan N
KMnO4
11
3.3.2 Penentuan Kadar Fe dalam FeSO4
FeSO4 10 ml
Perhitungan N
KMnO4 dan kadar Fe
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun data yang didapatkan dari hasil praktikum adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil pengamatan standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4
Rata-rata Volume Titran (ml) Rata-rata Konsentrasi Titran (KMnO4)
1,73 ml ± 1,10 0,8573 N ± 0,70
13
menurun, maka reaksi oksidasi KMnO4 terhadap H2C2O4 berjalan lambat dan
menyebabkan titik akhir titrasi yang tidak ekuivalen atau seimbang. Konsentasi
H2C2O4 dari ketiga kelompok pun berbeda-beda, hal ini disebabkan karena volume
titran yang digunakan (KMnO4) juga berbeda. Data menunjukkan bahwa semakin
kecil volume titran yang digunakan untuk menitrasi titrat, maka semakin besar
konsentrasi titrat yang dihasilkan. Data-data tersebut diantaranya (kelompok 1:
0,6 ml & 1,66 N), (kelompok 2: 1,8 ml & 0,555 N) dan (kelompok 3: 2,8 ml &
0,357 N). Berikut adalah reaksi dari standarisasi KMnO4 dengan menggunakan
H2C2O4 :
4H2C2O4 + 2KMnO4 ↔ 8CO2 + K2O + Mn2O3 + 4H2O
Berdasarkan persamaan di atas, agar dapat bereaksi sempurna maka
diperlukan penyamaan terhadap konstanta suatu senyawa (persamaan reaksi). Dari
reaksi tersebut dihasilkan 8 senyawa karbon dioksida, kalium oksida, mangan (III)
oksida, dan 4 senyawa air. KMnO4 berperan sebagai penentu reaksi dalam
percobaan, sebab memiliki kemampuan mereduksi yang baik (oksidator kuat)
terhadap H2C2O4 sehingga dapat mengoksidasi senyawa tersebut menjadi CO2 dan
H2O. Sedangkan H2C2O4 memiliki sifat yang mudah teroksidasi atau yang
mengalami oksidasi. Seperti menurut Rosalina (2015), KMnO4 yang merupakan
oksidator kuat dengan potensial reduksi Eºred=1,679. KMnO4 adalah oksidator
penting yang banyak digunakan dalam berbagai reaksi organik dan anorganik
karena permanganat mampu mengoksidasi berbagai macam gugus fungsi. Kirk
dan Lewis (1983) juga mengemukakan hal yang sama, bahwa asam oksalat mudah
teroksidasi total oleh pengaruh panas yang tinggi sehingga terurai menjadi CO 2
dan asam formiat.
Adapun praktikum kedua yaitu menentukan kadar Fe dalam FeSO4. Langkah
awal masih tetap sama dengan perlakuan standarisasi, bedanya dalam larutan
FeSO4 ditambah dengan H2SO4 6N. Penambahan asam sulfat menyebabkan larutan
berada dalam suasana asam, hingga dilakukan juga pemanasan untuk membantu
dalam mempercepat laju reaksi. Ditambahkannya H2SO4 pada FeSO4 dikarenakan
sifatnya yang sangat reaktif dan mampu melarutkan logam. Sebagaimana menurut
Lutfiati (2008), asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu melarutkan logam. Setelah
14
dilakukan pemanasan, larutan dititrasi dengan KMnO4. Berikut reaksi awal dari
penambahan senyawa H2SO4 ke dalam FeSO4
4FeSO4 + O2 + 2H2SO4 → 2Fe2(SO4 )3 + 2H2O
Berdasarkan persamaan di atas, ferro sulfat atau besi (II) sulfat merupakan
senyawa yang mudah teroksidasi. Namun meski begitu penggunaan H2SO4 tetap
ditambahkan sebagai senyawa katalis yang mempercepat reaksi (katalisator).
Setelah itu, ferri sulfat sebagai hasil dari reaksi awal bereaksi kembali dengan
senyawa KMnO4 dalam proses titrasi dan menghasilkan ion mangan (II), 4
senyawa air, serta 5 ion ferri (III). Berikut persamaannya:
MnO4- + 8H+ + 5Fe2 → Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Data-data yang didapatkan dari ketiga kelompok (4, 5 dan 6) menunjukkan
bahwa semakin kecil volume titran (KMnO4), maka semakin besar
konsentrasinya. Dari keseluruhan sampel, titrasi yang paling mendekati adalah
hasil dari kelompok 4 dan 5, dikarenakan hanya kedua larutan tersebut yang
berubah warna menjadi pink. Namun, untuk nilai kadar Fe dari ketiga kelompok
menunjukkan hasil yang sama yaitu 56%. Perbedaan warna dari ketiga kelompok
dalam menentukan kadar Fe tersebut bisa disebabkan karena menurunnya suhu
setelah pemanasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil yang akurasi hanya
ditunjukkan oleh sampel kelompok 4 dan 5, sebab dari ke enam percobaan hanya
kedua sampel tersebut yang menunjukkan warna dan nilai sesuai dengan rujukan
yang ada. Seperti menurut Ermer (2005), akurasi merupakan ketepatan metode
analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan. Sedangkan setiap sampel memiliki
nilai presisi yang rendah dan bisa diketahui melalui rata-rata perhitungan dan
standar deviasi (SD). Sesuai dengan yang dikemukakan Nurhadi (2012), presisi
atau keseksamaan menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual
sampel yang diukur melalui rerata penyebaran hasil individual ketika prosedur
metode analisis dilakukan secara berulang-ulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran homogen. Juga sesuai menurut Ermer (2005), presisi
sering kali diekspresikan dengan SD (standard deviation) atau RSD (relative
standard deviation) dari serangkaian data, dan kriteria keberterimaannya RSD <
2%
15
4.3 Fungsi Perlakuan dan Prinsip Kerja Titrasi
Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi pada suasana
asam yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam
(H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan
bilangan oksidasi +7 menjadi +2. Pada proses titrasi tidak dibutuhkan indikator
lain. Karena KMnO4 sudah mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir
titrasi yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4
ini dikenal sebagai autoindikator.
Perlakuan pertama, standarisasi KMnO4 terhadap H2C2O4. KMnO4
dimasukkan ke dalam buret 50 mL. Selanjutnya asam oksalat ditambahkan
dengan asam sulfat 6N. Fungsi penambahan asam sulfat adalah untuk
memberikan suasana asam. Hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih mudah
diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi H 2SO4 tersebut tidak
menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran. Pada suasana asam, zat ini
akan mengalami reduksi menghasilkan ion Mn2+ yang tidak berwarna. Sedangkan,
apabila reaksi dilakukan dalam suasana pada pH netral atau sedikit basa maka
akan terbentuk padatan MnO2 yang berwarna coklat yang dapat mengganggu
dalam penentuan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukan standarisasi, asam oksalat
dipanaskan pada suhu 70-80oC fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat
reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat karena pada suhu kamar reaksi antara
keduanya cenderung lambat sehingga akan sulit untuk menentukan titik akhir
reaksi. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Walton (1966), reaksi
oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang, sehingga untuk
mempercepat perlu dilakukan pemanasan.
Perlakuan kedua, penentuan kadar Fe dalam FeSO4. Penambahan H2SO4
mempermudah dalam reaksi titrasi karena menyebabkan larutan bersuasana asam,
sehingga logam dalam FeSO4 lebih mudah terurai. Pemanasan juga dilakukan
untuk mempercepat laju reaksi, sama halnya seperti pada perlakuan pertama.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencari
normalitas H2C2O4 diperlukan suatu standarisasi menggunakan metode titrasi
reduksi-oksidasi, yaitu titrasi permanganometri. Kemudian untuk menghitung
kadar Fe dalam FeSO4 juga diperlukan standarisasi yang sama-sama menggunakan
larutan standar KMnO4. Data dari semua kelompok menunjukkan bahwa nilai
tersebut memiliki presisi yang rendah dan dibuktikan dari hasil perhitungan serta
perubahan warna yang berbeda-beda. Sedangkan untuk akurasi, hanya sampel 4
dan 5 saja lah yang memiliki keakuratan yang lebih tinggi. Adapun kesalahan
yang dilakukan saat praktikum antara lain pembacaan meniskus, pemanasan
H2C2O4 dan FeSO4 yang suhunya terlanjur menururn sebelum dilakukan titrasi,
serta kurangnya ketelitian dalam menitrasi.
5.2 Saran
Saran untuk setiap praktikum adalah lebih berusaha lagi untuk meningkatkan
ketelitian dan kesigapan, baik bagi seorang praktikan maupun asisten
laboratorium. Teruntuk permasalah sarana dan prasarana, semoga pihak yang
berkewajiban menjadi lebih memerhatikan segala bentuk penunjang akademik
bagi setiap insan yang berkemauan kuat dalam menuntut ilmu.
17
DAFTAR PUSTAKA
Cher, M., Davidson, N., 1955. The Kinetics of the Oxygenation of Ferrous Iron in
Phosphoric Acid Solution, Journal of Am. Chem. Soc. 77, 793-798.
Chmielewski, T. and Charewic, W.A., 1984, The Oxidation of Fe(II) in Aqueous
Sulphuric Acid Under Oxygen Pressure, Hydrometallurgy 12, 21- 30.
Day, Underwood.1999.Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Erlangga. Jakarta.
Dylla, C.W., dan Juniyanti, E,.2008, Pabrik Asam Oksalat Dari Kulit Pisang
dengan proses Oksidasi Asam Nitrat, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember; Surabaya, (Skripsi).
Erlinda, Deviyani. Hidayah Nur, dan Doni Rahmat Wicakso. 2012. Adsorpsi
Logam Besi (Fe) Sungai Barito menggunakan Adsorben Dari Batang
Pisang. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Tekni8k Universitas
LambungMangkurat.
Ermer, J., J. H. McB. Miller. 2005. Method Validation in Pharmaceutical Analysis
: A Guide to Best Practice (Eds). WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.
KGaA, Weinheim
Harjadi,W. 1990. "Ilmu kimia analitik dasar. Jakarta: Gramedia
Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Khopkar, SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Kirk R.E, Othmer D.F. 1983, “Encyclopedia of Chemical Technology, Vol.16,
Mei Ya Publications, Inc. , Taipei , pp. .621-625, 1945.
Lewis,RJ and Irving Sax,N, 1983, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary,
11th ed , Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York.
Lutfiati, Anna. 2008. Prarancangan Pabrik Asam Sulfat dari Sulfur dan Udara
dengan Proses Kontak Kapasitas 225.000 Ton per Tahun. Skripsi. Fakultas
Teknik UMS. Surakarta
Mastuti, E. 2005, Pembuatan Asam Oksalat dari Sekam Padi. Jurnal Ekuilibrium
Surakarta Vol 4, No. 1:13-17.
Mulyono, Sukadi, Rosidi, Sihono, Bambang Irianto. (2011). Akurasi Metoda
Analisis Aktivasi Neutron pada Pengujian Se dan As Dalam Limbah Padat.
Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir, Buku II, hal
301-307.
Mursyidi, A., dan Rohman, Abdul, 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisis
Volumetri dan Gravimetri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasrun., Fikri Hasfita1 dan M. Rizal. Studi Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok
(Musa Paradisiaca) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Oksalat. Jurnal
Teknologi Kimia Unimal 3:2 (November 2014) 33-40.
Nurhadi, Agus. (2012) Modul Pelatihan Validasi Metode Uji. AN Training.
Ronnholm, M. R., Warna, J., Salmi, T., Turunen, I., Luoma, M, 1999. Oxidation
Kinetics of Ferrous Sulfate over Active Carbon, Ind. Eng. Chem. Res. 38,
2607 - 2614.
Ronnholm, M. R., Warna, J., Valtakari, D., Salmi, T., Laine, E., 2002. Kinetic and
Mass Transfer Effects in The Oxidation of Ferrous Sulfate Over Doped
Active Carbon Catalysts, Cat. Today. 66, 447 - 452.
18
Rosalina, Reny., Anita Alni, Didin Mujahidin, dan Joko Santoso. Reaksi oksidasi
dengan kalium permanganat (KMnO4) pada senyawa kinin. Jurnal
Penelitian Teh dan Kina, (18)2, 2015: 151-158
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Jakarta
Walton, H.F. Principle and Methods of Chemical Analysis, 2nd Ed., Practice Hall
(India).1966.
19
LAMPIRAN
20
21