Kelompok 5 (Obat Antipsikopat)
Kelompok 5 (Obat Antipsikopat)
OBAT ANTIPSIKOTIK
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Dasar Keperawatan 2
OLEH :
1. Delfridus Nenat (181111005)
2. Henry M. Laganguru (181111014)
3. Liandri Puspita Langga (181111023)
4. Noventya Umbu Reda (181111031)
Puji syuku kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunianya kami dapat selesai
menyusun makalah ini.
Kami sebagai penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam penyusunan karya makalah ini penyusun berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada pembaca
umumnya. Apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini kami mohon maaf dan
kami harapkan kritikan dari anda untuk membangun kembali karya ini menjadi sempurna.
Penyusun
DAFTAR ISI
Daftar isi…………………………………………………………………………………iii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………..
BAB 3 PENUTUP
3.2 Saran…………………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PERBAHASAN
1. Mesokortikal Pathways
Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyebabkan berkurangnya blokade terhadap antagonis
D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga terjadi
keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam
memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin
yang dilepas daripada dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya
gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala
negatif yang ada dapat diperbaiki.
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di
jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II
lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2
akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di
jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di
jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di
mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyebabkan APG II
dapat memperbaiki gejala positif. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat
pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan antagonis
reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya antagonis
dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan menghambat
pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian
APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan
pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga
tidak terjadi hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal
adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan
seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi
antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau
bradikinesia.3
- Untuk akut psikotik : Oral dosis antara 400 mg/hari dan 800 mg/hari
direkomendasi. Dosis maksimal adalah 1200mg/hari
- Untuk pasien dengan gejala positif dan negatif: Dosis untuk control gejala
positifnya 400-800mg/hari.
- Untuk pasien dengan predominan gejala negative: Dosis antara 50-300mg.hari
direkomendasi.
Amisulpiride tidak berinteraksi dengan obat yang lain dan tidak mempengaruhi
aktivitas sistem sitokrom P450. Usia dan jenis kelamin mempengaruhi kesan
signifikan terhadap konsentrasi plasma amisulpride dosis-koreksi. Pasien yang
berusia dan perempuan mempunyai kesan yang lebih tinggi mungkin karena
perbedaan jenis kelamin dalam obat klirens pada ginjal. Co-medikasi dengan lithium
dan clozapine meningkatkan konsentrasi plasma amisulpride dosis-koreksi.
Dibenzodiazepine
- CLOZAPINE (Clozaril)
Dosis
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan
pemberian terbagi.
- Dosis maksimal 600 mg / hari.
- Sediaan yang ada di pasaran tablet 25 mg dan 100 mg
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (irritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan incompetence,
personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti
perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk
pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama pengobatan. Selain itu,
karena resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat rendah, obat ini cocok untuk
pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal yang berat bila diberikan
antipsikosis yang lain, maka penggunaanya hanya dibatasi pada pasien yang resisten
atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi clozapine
perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu.
Farmakokinetik. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian
per oral; kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian
obat. Clozapine secara ektensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme
hamper sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-
rata 11,8 jam.
- OLANZAPINE (Zyprexa)
Dosis
Benzisoxazole
- RISPERIDONE (Risperidal)
Dosis : 4,7
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal - 4 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Pada orang tua, gangguan liver atau ginjal dimulai dengan 0,5 mg, ditingkatkan sp
1 – 2 mg dengan 2 x pemberian.
- Umumnya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika
belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Rumus kimianya adalah
benzisoxazole derivative. Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh
makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat
terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya
kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan
dalam dosis pemeliharaan. Pemakaian riperidone masih diizinkan dalam dosis
sedang, setelah pemberian APG I dengan dosis yang kecil dihentikan, misalnya pada
pasien usia lanjut dengan psikosis, agitasi, gangguan perilaku yang di hubungkan
dengan demensia. 4
Efek samping yang dilaporkan terkait dengan berbagai antipsikotik atipikal bervariasi dan
spesifik pada masing-masing obat. Secara umum, antipsikotik atipikal diharapkan memiliki
kemungkinan lebih rendah untuk terjadinya tardive dyskinesia daripada antipsikotik
tipikal. Namun, tardive dyskinesia biasanya berkembang setelah penggunaan antipsikotik jangka
panjang (mungkin beberapa dekade). Jika antipsikotik atipikal, yang telah di gunakan untuk
waktu yang relatif singkat, menghasilkan insiden tardive dyskinesia yang lebih rendah.
Akathisia lebih cenderung kurang intens dengan obat daripada antipsikotik tipikal.
Walaupun banyak pasien akan membantah klaim ini. Pada tahun 2004, Komite untuk
Keselamatan Obat-obatan (CSM) di Inggris mengeluarkan peringatan bahwa olanzapine dan
risperidone tidak boleh diberikan kepada pasien lansia dengan demensia, karena peningkatan
risiko stroke. Kadang-kadang antipsikotik atipikal dapat menyebabkan perubahan abnormal pada
pola tidur, dan kelelahan ekstrim dan kelemahan.
Pada tahun 2006, USA Today mempublikasikan sebuah artikel tentang efek obat
antipsikotik pada anak-anak. Tak satu pun dari antipsikotik atipikal (Clozaril, Risperdal,
Zyprexa, Seroquel, Abilify, dan Geodon) telah disetujui untuk anak-anak, dan ada sedikit
penelitian tentang dampaknya pada anak-anak. Dari 2000-2004, ada 45 kematian dilaporkan, di
mana sebuah antipsikotik atipikal tercatat sebagai tersangka utama. Ada juga 1.328 laporan efek
samping yang serius, dan kadang-kadang mengancam kehidupan. Ini termasuk tardive
dyskinesia dan distonia.
Beberapa efek samping lain yang telah diusulkan adalah bahwa antipsikotik atipikal
meningkatkan resiko penyakit jantung.Penelitian Kabinoff et al mengatakan peningkatan
penyakit kardiovaskular dilihat terlepas dari perlakuan yang mereka terima, melainkan
disebabkan oleh berbagai faktor seperti gaya hidup atau diet. Terdapat juga obat yang bisa
memperpanjangkan masa QTc yang terekam di EKG (elektrokardiogram) yang normalnya hanya
400ms yang bisa menyebabkan fatal.
Efek samping seksual juga telah dilaporkan. Antipsikotik mengurangi gairah seksual laki-
laki, merusak performa seksual dengan kesulitan utama berupa kegagalan untuk ejakulasi. Pada
wanita mungkin ada siklus haid yang tidak normal dan infertilitas. Pada laki-laki dan perempuan
mungkin payudara membesar dan kadang-kadang akan mengeluarkan cairan dari puting.
Terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa obat antipsikotik atipikal ini bisa
menyebabkan tingginya resiko untuk Diabtes Mellitus (DM). Cara kerjanya yang berkaitan
dengan insulin belum diketahui, namun berkemungkinan karena peningkatan berat badan yang
bisa menyebabkan dislipidemia yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM pada
pasien yang mengkonsumsi obat ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang
meningkat.(Hiperaktivitas system dopaminergi sentral). Mekanisme kerja obat antipsikosis
atipikal disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga terhadap “Serotonin
5HT2 receptors” (Serotonin-dopamin antagonists).Obat neuroleptik membutuhkan waktu
beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian besar pasien akan
membutuhkan terapi rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi bahkan pada pasien
yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dari dua petiga pasien mengalami relaps dalam 1
tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga memblok reseptor dopamine pada
ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan pergerakan (efek ektrapiramidal, kanan)
yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini termasuk parkinsonisme, reaksi distonia
akut ( yang bias membutuhkan terapi dengan obat anti-kolinergik), akatisia (gerakan-gerakan
motorik tidak terkendali), dan diskinesia tardiv (gerakan orofasial dan batang tubuh) yang biasa
ireversibel. Tidak diketahui apa yang menyebabkan diskinesia tardiv, tetapi karena diskinesia
tardiv bisa memperburuk dengan menghilangkan obat, diduga bahwa reseptor dopamin striatum
menjadi supersensitive. Beberapa obat atipikal bebas atau relative bebas dari efek samping
ekstrapiramidal pada dosis rendah.potensi masing-masing obat dalam memblok reseptor otonom
dan dominasi efek samping perifernya, tergantung pada kelas kimia obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perry, Paul J,; Alexander, Bruce; Liskow, Barry I.; DeVane, C. Lindsay, Antipsychotics,
Psychotropic Drug Haandbook, Eigth Edition. U.S: Lippincott Williams and Wilkins,
2007, p: 1-29
2. Antipsychotics, Understanding Psychiatric Medications, 2012, Toronto : A Pan American
Health Organization
4. Obat-obat Antipsikotik, Adaptasi dari Prof D. Castle dan N. Tran: Psychiatric Medication
Information, St. Vincent’s Hospital Melbourne, February 2008.
6. Alp Wuchok and Wolfgang Gaebel, Side Effects of Atypical Antipsychotics: a brief
overview: 2008, World Psychiatry, Official Jpurnal of the World Psychiatric Association
(WPA).