Anda di halaman 1dari 69

APLIKASI PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL TERHADAP

PENURUNAN NYERI PADA PASIEN


POST OPERASI LAPARATOMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
RIZQI TEGAR SATRIA
G0A019020

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMMDIYAH SEMARANG
TAHUN 2022

1
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Rizqi Tegar Satria

NIM : G0A019020

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan


kasus ini adalah hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang,………..

Yang membuat pernyataan

Tanda Tangan

Rizqi Tegar Satria

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Hasil Laporan Studi Kasus oleh Rizqi Tegar Satria dengan judul Aplikasi
Pemberian Terapi Murottal Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada
Pasien Post Operasi Laparatomi Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Semarang,……………2022

Pembimbing

(Dr.Yunie Armiyati, M.Kep,Sp.KMB)


NIK.28.6.1026.100

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Hasil laporan Judul Aplikasi Pemberian Terapi Murottal Terhadap


Penurunan Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi ini telah
dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal……. 2022

Penguji 1

(Dr. Tri Hartiti, SKM.M.Kep)


NIK.28.6.1026.064

Penguji 2

(Dr.Yunie Armiyati, M.Kep,Sp.KMB)


NIK.28.6.1026.100

Mengetahui
Ketua Program Studi

(Dr.Yunie Armiyati, M.Kep., Sp.KMB)


NIK.28.6.1026.100

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melim
pahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tu
lis Ilmiah ini dengan judul “Aplikasi Pemberian Terapi Murottal Terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi”.
Karya Tulis Ilmiah ini ditulis untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendi
dikan program Studi Diploma DIII Keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Semarang. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis banyak mendapatkan bantuan
baik bersifat bimbingan, petunjuk maupun dukungan moril. Pada kesempatan ini
penulis banyak mengucapkan terima kasih semua pihak yang telah membantu da
lam membuat Karya Tulis Ilmiah, diantaranya:
1. Teruntuk diri saya sendiri yang sudah berusaha dan berjuang semaksimal
mungkin.
2. Dr.Yunie Armiyati, M.Kep, Sp.Kep.MB sebagai ketua prodi DIII
Keperawatan sekaligus pembimbing yang telah memberikan pengarahan
dan saran, sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
3. Dr. Tri Hartiti, SKM.M.Kep selaku penguji sidang Karya Tulis Ilmiah
4. Bapak Ibu dosen serta pembimbing di lingkungan kampus maupun lahan
praktik telah membimbing, mengarahkan, serta memfasilitasi selama
mengikuti proses belajar mengajar di prodi D III Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
5. Ayah dan Ibu tercinta, yang telah merawat, membimbing, menyemangati,
memfasilitasi, selalu mendoakan, dan mengajarkan banyak hal kepada
peneliti dengan penuh cinta dan kasih dalam penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah.
6. Kepada adik saya yang telah memberi saya dukungan dan saran.
7. Kepada Responden yang telah bersedia untuk diberikan terapi sehingga
dapat membantu saya melancarkan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
8. Kepada teman-teman saya yang sudah mensuport saya terimakasih telah
mensupport saya dan memberikan semangat.

v
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas sega
la kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Wassalmualaikum Wr. Wb.

Semarang,

Rizqi Tegar Satria

vi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...............................................................ii


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
BAB 1....................................................................................................................10
PENDAHULUAN.................................................................................................10
A. Latar Belakang Masalah 10
B. Rumusan Masalah 12
C. Tujuan Penulisan 12
D. Manfaat Penulisan 13
BAB II....................................................................................................................14
KONSEP DASAR PENYAKIT.............................................................................14
A. Konsep Dasar Penyakit 14
B. Konsep Asuhan Keperawatan 17
C. Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Teknik Terapi Murottal untuk
Menurunkan Skala Nyeri 25
BAB III..................................................................................................................32
STUDI KASUS......................................................................................................32
A. Desain Studi Kasus 32
B. Subjek Studi Kasus 32
C. Fokus Studi Kasus 32
D. Definisi Operasional 32
E. Instrumen Studi Kasus 33
F. Tempat dan Waktu 33
G. Metode Pengumpulan Data 34
H. Analisa Data dan Penyajian Data 34
BAB IV..................................................................................................................35
HASIL SUDI KASUS DAN PEBAHASAN.........................................................35
A. Hasil dan Studi Kasus 35
B. Pembahasan 48
C. Keterbatasan 51

vii
BAB V....................................................................................................................52
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................52
A. KESIMPULAN 52
B. SARAN 52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54

viii
Abstrak

Pendahuluan: Laparotomi merupakan tindakan pembedahan besar berupa


sayatan pada lapisan dinding perut untuk mendapatkan bagian organ perut
yang bermasalah. Laparatomi merupakan teknik operasi yang dilakukan
pada sistem digestif maupun perkemihan yang mengalami gangguan
sehingga menyebabkan nyeri. Tujuan: Tujuannya yaitu memberikan asuhan
keperawatan dengan pemberian terapi murottal untuk menurunkan nyeri
pada pasien post operasi laparatomi. Metode : Studi deskriptif dengan
menggambarkan pengelolaan kasus dalam mengaplikasikan evidence based
nursing practice terapi murottal. Pengukuran skala nyeri menggunakan
numeric rating scale. Pengumpulan data didapatkan dari wawancara
langsung dan dokumentasi dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan. Pasien berjumlah 3 orang dengan keluhan nyeri post op
laparatomi. Hasil : Sebelum diberikan terapi murottal pasien memiliki skala
nyeri berat (7-10) dan sedang (4-6)setelah diberikan terapi murottal ketiga
pasien mengalami penurunan nyeri dengan skala sedang (4-6). Kesimpulan :
Pemberian terapi murottal menunjukkan adanya perubahan penurunan
skala nyeri pada pasien post op laparatomi.

Kata Kunci : Laparatomi; Nyeri; Terapi Murottal

Introduction: Laparotomy is a major surgical procedure in the form of an


incision in the lining of the abdominal wall to obtain the problematic part of
the abdominal organs. Laparotomy is a surgical technique that is performed on
the digestive and urinary systems that are disturbed, causing pain. Objective:
The goal is to provide nursing care by giving murottal therapy to reduce pain in
post-laparotomy patients. Method : Descriptive study by describing case
management in applying evidence based nursing practice murottal therapy.
Pain scale measurement using a numeric rating scale. Data collection was
obtained from direct interviews and documentation with predetermined
inclusion and exclusion criteria. There were 3 patients with complaints of post-
op laparotomy pain. Results: Before being given murottal therapy, the patients
had severe pain (7-10) and moderate (4-6) after being given murottal therapy,
the three patients experienced moderate pain reduction (4-6). Conclusion: The
administration of murottal therapy showed a change in the decrease in pain
scale in post-op laparotomy patients.
Keywords: Laparotomy; Painful; Murottal Therapy

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembedahan adalah tindakan invasif yang bertujuan untuk mencegah
kecacatan dan komplikasi. Pembedahan dilaksanakan dengan cara membuka
dan membuat sayatan pada bagian tubuh yang akan dirawat dan diperbaiki
serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sumartyawati et al.,
2021). Tindakan pembedahan bisa mengakibatkan kerusakan jaringan lokal,
sehingga menimbulkan pelepasan prostaglandin, serotonin, histamin,
bradikinin, dan mediator lainnya, sehingga produksi rangsangan menjadi
berbahaya, dan terjadi iritasi (Svehla & Beran, 2017).
Pembedahan dilakukan karena beberapa faktor, salah satu contohnya
yaitu diagnostik (biopsi, laparatomi eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor,
apendiks yang mengalami inflamasi), reparatif (memperbaiki luka multipel),
rekonstruksi dan paliatif (Ditya et al., 2016). Salah satu jenis pembedahan
yang ada yaitu pembedahan mayor. Salah satu jenis pembedayan mayor
adalah laparatomi, tindakan laparatomi merupakan teknik operasi yang
dilakukan pada sistem digestif maupun perkemihan yang mengalami
gangguan sehingga menyebabkan nyeri (Anwar et al., 2020).
Nyeri setelah operasi menjadi permasalahan di kesehatan seluruh dunia.
Pasien operasi yang mengalami nyeri berujung ke peningkatan angka nyeri
(Kedokteran et al., 2021). Nyeri yang dialami oleh pasien pembedahan
kebanyakan adalah nyeri akut (Bangun & Nur’aeni, 2013). Nyeri yang
dialami pasien perlu mendapatkan perhatian serius dan harus diatasi agar
tidak terjadi komplikasi yang lebih serius. Nyeri dapat menyebabkan
gangguan kenyamanan, gangguan istirahat, gangguan tanda vital dan
menyebabkan penyembuhan luka operasi.

10
Terapi yang dapat mengurangi nyeri pada pasien post laparatomi yaitu
terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Teknik farmakologi adalah
terapi yang dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan seperti analgetik
(antinyeri). Teknik non farmakologi merupakan salah satu intervensi
keperawatan secara mandiri untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh
pasien seperti . teknik relaksasi, massage, kompres, terapi musik, murottal,
distraksi, dan guided imaginary (Potter et al., 2019). Salah satu manajemen
nyeri non farmakologis yang efektif pada pasien pascaoperasi adalah murottal
Al-Quran. Metode pembacaan surat dalam Al-Quran yang dilantunkan oleh
seorang qori' (pembaca Al-Quran) dalam bentuk suara (Susanti et al., 2019).
Umat Islam mempercayai bahwa aktifitas dapat menjaga ketenangan
jiwa dengan cara memperbanyak zikir. Salah satu aktifitas bagain dari zikir
adalah membaca Alquran, karena relasi antara zikir dan ketenangan jiwa ada
di dalam Al Qur’an : Q.S. al-Ra’d (13): 28 (Tambunan, 2018).
Mendengarkan murottal Al- Qur'an surat Ar Rahman dapat memberikan
manfaat dalam proses penyembuhan karena dapat membuat anda merasa
rileks dan mengurangi rasa sakit, hal ini dikarenakan adanya penurunan
hormon kortikotropin adrenal (ACTH) (Fadholi & Mustofa, 2020a).
Telaah artikel penelitian yang dilakukan memperoleh hasil bahwa terapi
murottal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post operasi laparatomi. Hasil telaah dari jurnal
memperoleh bahwa terapi murottal menurunkan skala nyeri dari 6 menjadi 4
(Pranowo et al., 2021). Penelitian lain menunjukkan bahwa terapi murottal
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien pasca operasi. Penelitian sebelumnya memperoleh bahwa terapi
murottal menurunkan skala nyeri dari 4 menjadi 2 (Fadholi & Mustofa,
2020a). Telaah artikel penelitian lainya memperoleh hasil bahwa terapi
murottal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post operasi fraktur. Studi sebelumnya memperoleh bahwa
terapi murottal menurunkan skala nyeri dari 6 menjadi 3 (Syah et al., 2018).
Terapi murottal surat Al Quran dapat mengurangi nyeri karena efek

11
penyembuh dan efek relaksasi yang ditimbulkannya. Suara dari lantunan Al
Qur’an dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon
endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian
dari rasa takut, memperbaiki sistem kimia tubuh. Akibatnya akan terjadi efek
relaksasi dengan turunnya tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktifitas gelombang otak (Hayat, 2017).
Berdasarkan temuan berbagai penelitian disimpulkan bahwa murottal
terbukti efektif untuk menurunkan nyeri post operasi. Penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tindakan atau penelitian terapi murottal surat Ar-Rahman
untuk menurunkan skala nyeri pasien post operasi laparatomi. Karya tulis ini
akan menjelaskan aplikasi terapi murottal surat Ar-Rahman dalam
menurunkan nyeri pasien post operasi laparatomi.

B. Rumusan Masalah
Laparotomi adalah salah satu prosedur pembedahan dengan cara
melakukan penyayatan abdomen. Masalah yang sering muncul karena
pebedahan adalah nyeri. Nyeri dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan
non farmakologi. Salah satu jenis terapi non farmakologi adalah terapi
murottal. Menurut beberapa jurnal, terapi murottal efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri karena dapat menimbulkan rasa nyaman dan tenang. Terapi
murottal juga merupakan terapi tanpa efek samping yang aman dan mudah
sehinggan dapat dilakukan secara rutin sebagai terapi dirumah. Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dari karya
tulis ilmiah ini adalah “Apakah aplikasi terapi murottal dapat menurunkan
skala nyeri pada pasien post operasi laparatomi?.”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui terapi murottal surat terhadap penurunan skala nyeri
pada pasien post op laparatomi.

2. Tujuan Khusus

12
a. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan nyeri post op laparatomi.
b. Mengetahui masalah keperawatan pada pasien post laparatomi di RS
di Semarang.
c. Mengetahui perencanaan untuk nyeri pada pasien post op laparatomi
di RS di Semarang.
d. Mengetahui tindakan dan Penerapan Pemberian Terapi Murottal.
e. Mengetahui evaluasi dan mengidentifikasikan perbedaan skala nyeri
sesudah dan sebelum dilakukan pemberian terapi murottal.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi pasien dan keluarga.
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang bagaimana
mengatasi nyeri post operasi laparatomi dengan melakukan terapi
murottal surat Ar Rahman.
2. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Menjadi pertimbangan bagi layanan keperawatan, mengambil kebijakan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dengan
memasukkan terapi murottal sebagai standar prosedur operasional
untuk mengatasi nyeri pada pasien.
3. Bagi perawat
Menjadi dasar acuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
perawat tentang pemilihan intervensi terapi murottal untuk mengatasi
nyeri pasien post operasi laparatomi.

13
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definsi Laparatomi
Laparotomi merupakan tindakan pembedahan besar berupa sayatan
pada lapisan dinding perut untuk mendapatkan bagian organ perut yang
bermasalah (perdarahan, perforasi, kanker dan obstruksi).Pasien pasca
laparotomi akan mengalami nyeri (Utami & Khoiriyah, 2020).
Laparotomi merupakan insisi pada pembedahan melalui dinding perut.
Pasien yang mengalami pembedahan laparatomi mengalami nyeri pada
bagian abdomen, baik abdomen akut maupun abdomen kronik (Dictara
et al., 2018).

2. Etiologi
Penyebab pembedahan abdomen karena beberapa hal yaitu
peritonitis, obstruksi usus, perforasi, dan trauma abdomen. Peritonitis
merupakan peradangan yang bisa disebabkan oleh bakteri atau kuman
akibat infeksi tanpa adanya riwayat operasi di peritoneum. Obstruksi
usus adalah gangguan pasase usus atau ileus yang disebabkan gangguan
peristaltik atau obstruksi lumen usus. Penyebab obstruksi usus yang
paling sering adalah hernia inkarseta. Obstruksi usus halus biasanya
ditandai dengan nyeri kolik, muntah, dan peningkatan bising usus
(Arief et al., 2020).
Perforasi sering ditandai dengan rangsangan peritoneum di
epigastrium sehingga menimbulkan demam kurang lebih dua minggu,
batuk, nyeri perut, dan nyeri tekan (Erianto et al., 2020). Trauma
abdomen (tumpul atau tajam) adalah kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka

14
tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen dibedakan menjadi 2
jenis. Pertama ada trauma tembus atau trauma perut dengan penetrasi
kedalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh luka tusuk, luka
tembak. Trauma tumpul atau trauma perut tanpa penetrasi kedalam
rongga peritoneum yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, kompresi dengan sit-belt atau sabuk pengaman (Coccolini et
al., 2018).

3. Komplikasi Pembedahan Laparatomi


Ada beberapa kompliksasi dari pembedahan laparatomi, yaitu
stitch abscess, infeksi luka operasi, gas gangrene, hematoma, dan keloid
scars. Stitch abses biasanya muncul hari ke 10 pasca operasi atau bisa
juga sebelumnya. Abses mempunyai dua bentuk. Abses lebih dalam dan
superficial. Jenis lebih dalam terasa nyeri jika diraba dan dapat berupa
massa yang teraba dibawah luka (Rachman, 2018).
Infeksi luka operasi merupakan jahitan yang terkubur didalam kulit
sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya
dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis,
Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya mengalami demam, sakit
kepala, anorexia dan malaise. Gejala dapat diatasi dengan membuka
beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotik
yang sesuai. Keadaan yang sudah parah dan berupa suppurasi yang
extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase
dapat dilakukan (Sihombing & Alsen, 2014).
Gas gangrene merupakan rasa yang sangat nyeri pada luka operasi,
biasanya 12-72 jam setelah operasi. Terjadi peningkatan temperature
(39° -41° C), Takhikardia (120-140/m), dan shock yang berat. Keadaan
ini dapat ditangani dengan melakukan debridement luka (pengangkatan
jaringan kulit mati yang terinfeksi) di ruang operasi, dan pemberian
antibiotic penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap
8 jam sebagai pilihan utama (Sihombing & Alsen, 2014).

15
Hematoma merupakan kumpulan darah yang besar yang dapat
ditandai dengan munculnya benjolan akibat adanya trauma sehingga
menimbulkan massa yang dapat teraba. Hematoma bisa hilang dengan
sendirinya, jika hematoma cukup besar maka dapat dilakukan aspirasi
(Djati & Dewi, 2018).
Keloid scars rupakan tumbuhnya jaringan parut atau tonjolan di
bekas luka. Penyebab keloid hingga kini tidak diketahui, sebagian orang
cenderung untuk mengalami keloid lebih dari orang lain. Keloid scar
yang tidak terlalu besar bisa diberikan injeksi triamcinolone kedalam
keloid dan dapat mengurangi benjolan dengan intervensi diulangi 6
minggu kemudian. Keloid scar yang tumbuh besar akan dilakukan
operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft (Sinto, 2018).

4. Jenis laparatomi
Bedah laparatomi merupakan bedah abdomen yang dilakukan pada
bedah digesif dan kandungan (Sjamsuhidajat et al., 2016). Beberapa
jenis pembedahan laparatomi seperti apendiktomi, section caesarea,
histerektomi, herniotomi, dan kolostomi.. Appendiktomi merupakan
pengobatan bagi penderita appendiksitis dengan cara pembedahan
untuk mengangkat appendik yang sudah meradang (Siahaan et al.,
2021).
Sectio Caesarea (SC) adalah persalinan dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 4000 gram.
SC dapat dikatakan operasi yang sederhana, dan saat bersamaan juga
disebut sebagai operasi yang paling dramatis di antara operasi besar.
Operasi SC dilakukan dengan mengiris dinding perut, secara vertikal
atau horisontal, selebar lima belas sentimeter, dinding uterus diiris
sekali lagi, secara vertikal atau horisontal, dengan lebar yang hampir
sama, sang bayi dan placentanya dikeluarkan , kemudian irisan itu
dijahit kembali (Ratnasari et al., 2019).

16
Histerektomi adalah suatu pembedahan untuk pengangkatan rahim
(uterus) dan leher rahim (serviks). Rahim atau uterus merupakan organ
reproduksi tempat bayi berkembang selama kehamilan. Leher rahim
atau serviks merupakan bagian di bawah rahim, yang menghubungkan
antara rahim dengan vagina. Leher rahim biasanya menjadi jalur
keluarnya bayi dari rahim menuju ke vagina saat proses kelahiran (Eda
et al., 2017).
Herniotomi merupakan suatu tindakan membuka kantong hernia,
memasukan kembali isi kantong hernia ke rongga abdomen serta
mengikat dan memotong kantong hernia (Amrizal, 2015). Kolostomi
merupakan lubang yang dibuat melalui dinding abdomen sebagai
tempat pengeluaran feses. Kolostomi disebabkan anus tidak berfungsi
secara normal akibat penyakit, cidera, atau harus diistirahatkan
sementara waktu (Saputra et al., 2020).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses keperawatan yang bertujuan
mengumpulkan data secara lengkap supaya dapat mengidentifikasi dan
memenuhi kebutuhan pasien sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan dapat ditentukan (Lasma & Sirait, 2017).
Pengkajian yang bisa dilakukan oleh perawat untuk mengkaji
karakteristik nyeri bisa menggunakan pendekatan analisis symptom
Komponen pengkajian analisis symptom meliputi (PQRST). 1.)
Provokatif : Apakah yang menyebabkan gejala?. 2.) Quality Bagaimana
gejala (nyeri) dirasakan, sejauh mana anda merasakan sekarang?. 3.)
Region : Dimanakah gejala terasa? Apakah menyebar?. 4.) Severe :
Seberapa keparahan dirasakan? Nyeri dengan skala berapa 1-10?. 5.)
Time : Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa?
Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Andarmoyo, 2013).
Ada beberapa pengkajian pola fungsional gordon (Novieastari et al.,

17
2019) :
a. Pola persepsi kesehatan menggambarkan persepsi pasien terhadap
keluhan apa yang dialami dan tindakan apa yang dilakukan sebelum
masuk rumah sakit.
b. Pola nutrisi-metabolik membahas tentang asupan nutrisi, cairan dan
elektrolit, kondisi kulit dan rambut, nafsu makan, diet khusus,
jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya
mual, muntah, kekeringan..
c. Pola eliminasi membahas pengeluaran sistem pencernaan,
perkemihan, integumen, dan pernafasan.
d. Pola kognitif perseptual menggambarkan kemampuan proses
berpikir pasien, memori, tingkat kesadaran, dan kemampuan
mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium, serta sensori
nyeri.
e. Pola aktivitas menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan
latihan, selain itu, fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi.
f. Pola istirahat dan tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami
saat istirahat tidur.
g. Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama
selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian. Pengaruh latar
belakang sosial, faktor budaya, larangan agama mempengaruhi sikap
tentang penyakit yang sedang dialaminya, dan gangguan dalam
pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h. Pola peran dan hubungan interpersonal menggambarkan status
pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan pasien atau
keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.
i. Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah yang ada
seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri
mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas
tentang dirinya.

18
j. Pola koping menggambarkan kemampuan untuk menangani stres
dan penggunaan sistem pendukung.
k. Pola reproduksi dan seksual menggambarkan pemerikasaan
payudara atau testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit. Pasien laki-laki berhubungan dengan
kebiasaan seks, sehingga penting untuk menghindari aktivitas
seksual yang bebas. Pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan gejala dan tanda mayor seperti mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit
tidur. Gejala dan tanda minor berupa tekanan darah meningkat,
pola napas berubah, nafsu makan menurun, proses berpikir
terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis
(D.0077).
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur infasive ditandai
dengan (D.0142).
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
gejala mayor berupa merasa bingung, merasa khawatir dengan
akiba dari kondisi yang dihadapi, sulit konsentrasi, tampak glisah,
tampak tegang, dan sulit tidur. Gejala minornya yaitu mengeluh
pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tak berdaya, frekuensi napas
meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak
mata buruk, sering berkemih, beorintasi pada masa lalu (D.0080).
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai
dengan gejala mayor seperti mengeluh sulit menggerakan
ekstremitas, kekuatan otot menurun, dan rentang gerak menuru.

19
Gejala minornya yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan
pergerakan, mrasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah (D.0054).
(PPNI, 2016).

3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan pada post operasi laparatomi berdasarkan
buku standar keperawatan indonesia (SDKI,SLKI,SIKI), maka kriteria
dan intervensi yang muncul untuk diagnosa adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) (D.0077).
1) Tujuan (luaran) yang dipilih untuk mengatasi nyeri akut adalah
dengan tingkat nyeri (L.08066) menurun dengan kriteria hasil :
keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif
menurun, gelisah menurun, dan kesulitan tidur menurun (PPNI,
2018)
2) Intervensi utama yang dipilih untuk mengurangi rasa nyeri adalah
Manajemen nyeri (I.08238). Intervensi keperawatan dari
manajemen nyeri adalah :
a) Observasi :
(1) Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
nyeri. intensitas nyeri.
(2) skala nyeri.
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal.
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan mempringan
nyeri.
(5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
(7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
(8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan

20
(9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
(1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
(2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(3) Fasilitasi istirahat dan tidur
(4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi :
(1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
(4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
d) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
(PPNI, 2018)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasive (D.0142).
1) Tujuan (luaran) yang dipilih untuk mengatasi resiko infeksi
adalah dengan tingkat infeksi (L.14137) teratasi dengan kriteria
hasil kebersihan tangan meningkat, kebersihan badan meningkat,
demam, kemerahan, nyeri, bengkak menurun, dan kadar sel darah
putih membaik (PPNI, 2018).
2) Intervensi utama yang dipilih untuk mengurangi resiko infeksi
adalah pencegahan infeksi (l.14539) Intervensi keperawatan dari
pencegahan infeksi adalah :
(a) Observasi :
(1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.

21
(b) Terapeutik
(1) Batasi jumlah pengunjung.
(2) Berikan perawatan kulit pada area edema.
(3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien.
(4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi.
(c) Edukasi
(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
(2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
(3) Ajarkan etika batuk.
(4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
(5) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
(d) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu.
(PPNI, 2018)
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080).
1) Tujuan (luaran) yang dipilih untuk mengatasi ansietas adalah
dengan tingkat ansietas (L.09093) dengan kriteria hasil
verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun,
perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, keluhan
pusing menurun, pola tidur meningkat, konsentrasi meningkat
(PPNI, 2018).
2) Intervensi utama yang dipilih untuk mengurangi ansietas adalah
reduksi ansietas (I.09314). Intrvensi keperawatan yang dipilih
adalah :
(a) Observasi
(1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(mis.kondisi,waktu, stressor).
(2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
(3) Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
(b) Terapeutik
(1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

22
kepercayaan
(2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
(3) Pahami situasi yang membuat ansietas
(4) Dengarkan dengan penuh perhatian
(5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
(6) Tempatkan barang pribadi yang memberika kenyamanan
(7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
(8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
(c) Edukasi
(1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
(2) Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
(3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
(4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
(5) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
(6) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
(7) Latih teknik relaksasi
(d) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
(PPNI, 2018).

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054).


1) Tujuan (luaran) yang dipilih untuk mengatasi ansietas adalah
dengan mobilitas fisik (L.05042) teratasi dengan kriteria hasil
pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat,
rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kaku sendi
menurun (PPNI, 2018).

23
2) Intervensi utama yang dipilih untuk mengurangi gangguan
mobilitas adalah dukungan mobilisasi (I.05137). Intrvensi
keperawatan yang dipilih adalah :
a) Observasi :
(1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya.
(2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
(3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
melakukan mobilisasi
(4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
b) Terapeutik :
(1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.
pagar tempat tidur).
(2) Fasilitasi melakukan gerakan, jika perlu.
(3) Libatkan keluarga dalam membantu pasien melakuan
mobilisasi.
c) Edukasi :
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
(2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
(3) Aajarkan melakukan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan misalnya duduk ditempat tidur, duduk disisi
tempat tidur (PPNI, 2018).

C. Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Teknik Terapi Murottal unt


uk Menurunkan Skala Nyeri
1. Konsep nyeri
a. Definisi nyeri
Association for the study of pain (IASP) menyebutkan nyeri
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait kerusakan jaringan aktual atau potensial yang

24
dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (Harding &
Kwong, 2019).

b. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi


Nyeri di kategorikan dalam durasi yang berbeda-beda berikut
adalah jenis nyeri berdasarkan durasi :
1) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan sensasi yang tidak menyenangkan
karena berpengaruh ke sensorik, emosional respon psikologis dan
perubahan perilaku. Durasi waktu nyeri akut berlangsung
beberapa jam hingga berhari-hari, dan jarang lebih dari sebulan..
Nyeri akut diakibatkan oleh rangsangan yang diidentifikasi dan
menghilang setelah cedera jaringan (Svehla & Beran, 2017).
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang menetap sepanjang periode
waktu dengan durasi lebih dari 3 bulan. Sifat nyeri ini hilang
timbul atau terus menerus dan merupakan tanda respon
parasimpatis (Sinda et al., 2018)

c. Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeri timbul oleh proses nosisepsi, sensitisasi
perifer, sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan penurunan
inhibisi. Stimulus cedera jaringan nyeri ada empat proses yaitu
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. 1.) Transduksi adalah
suatu proses dimana akhiran saraf aferen mengaktifkan stimulus
seperti tusukan jarum ke dalam impuls nosiseptif. Serabut yang
merespon stimulasi non noksius sebagai penghantar nyeri, atau
nosiseptor. 2.) Transmisi adalah suatu proses dimana sinyal nyeri
disampaikan ke tulan dan kemudian ke otak. 3.) Modulasi adalah
proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri. Serangkaian reseptor

25
opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu
dorsalis. 4.) Persepsi nyeri adalah kesadaran pengalaman nyeri.
Persepsi merupakan hasil interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, dan aspek psikologis. Reseptor nyeri adalah organ tubuh
yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit. Reseptor nyeri disebut juga nociseptor (Harding & Kwong,
2019).

d. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Faktor Penyebab


Nyeri disebabkan oleh beberapa faktor, berikut jenis-jenis
pencetus nyeri (Treede et al., 2019) :
1) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik disebabkan oleh penyakit sistem saraf
somatosensori. Nyeri ini dirasakan di wilayah somatotopik dalam
struktur sistem saraf yang mengalami nyeri yang diproyeksikan
atau disebut lesi. Nyeri neuropatik bersifat spontan oleh
rangsangan sensorik. Nyeri neuropatik dapat diindentifikasi
dengan cara menunjukkan tambahan lesi atau penyakit yang
melibatkan sistem saraf.
2) Nyeri orofasial
Nyeri orofasial disebabkan oleh sakit kepala yang terjadi lebih
dari 2 jam per hari sedikitnya 50% per hari selama minimal 3
hari.

3) Nyeri viseral
Nyeri viseral berasal dari organ dalam daerah kepala, rongga
dada, perut, dan panggul. Nyeri ini disebabkan oleh jaringan
somatik dinding tubuh (kulit, otot, dan subkutis) yang menerima
persarafan sensorik yang sama dengan organ internal pada asal
gejala. Salah satu mekanisme utama yang mendasari yaitu faktor

26
traksi, obstruksi, iskemia dan trombosis, atau inflamasi.

e. Sifat nyeri
Nyeri mempunyai mempunyai beberapa sifat yaitu nyeri alih,
nyeri proyeksi, dan nyeri kolik. Nyeri alih ditimbulkan akibat suatu
segmen persyarafan melayani lebih dari satu daerah sehingga terjadi
rangsangan karena radang pada permukaan hati atau limpa dapat
menimbulkan nyeri bahu. Nyeri proyeksi timbul oleh rangsangan
syaraf sensorik yang cidera. Peradangan pada herpes zoster yang
mengakibatkan nyeri pada dinding perut. Nyeri kolik terjadi karena
spasme otot polos organ berongga karena hambatan pasase organ
obstruksi usus, dan batu empedu (Sjamsuhidajat et al., 2016).

f. Pentalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri farmakologis pasca operasi yaitu dengan
pendekatan analgesia multi modal, seperti golongan opioid, non
steroid antiinflamatory drug (NSAID), IVLI (intravenous lidocain
infusion), dan lain- lain. Analgesia multi modal lebih efektif untuk
mengurangi nyeri pasca operasi pada kasus bedah abdominal
(Hartawan et al., 2012).
Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis (Andarmoyo, 2013).

1. Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan


fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
2. Hipnosis adalah sebuah teknik yang menghasilkan suatu keadaan
yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan-gagasan
yang disampaikan oleh orang yang menghipnotisnya.
3. Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke
hal-hal di luar nyeri. Jenis distraksi bermacam-macam meliputi
distraksi visual/penglihatan, distraksi pendengaran, dan distraksi

27
intelektual.
4. Terapi kompres panas dan dingin diduga bekerja dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang
yang sama pada cedera.
5. Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses memasukkan jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis
pada tubuh untuk mencapai efek terapeutik.
6. Masase adalah melakukan tekanan pada jaringan lunak biasanya
otot, tendon, atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan memperbaiki sirkulasi.

g. Alat ukur nyeri


Pengukuran intensitas nyeri dapat dilakukan menggunakan
numeric rating scale (NRS). NRS memberikan pasien kesempatan
untuk menggambarkan rasa sakit mereka dan menetapkan tujuan.
Mengukur nyeri dalam penelitian ini, mulai dari 0 sampai 10
(Eriksson et al., 2014).
1. Nilai 0 = tidak ada nyeri,
2. Nilai 1-3 = nyeri ringan,
3. Nilai 4-6 = nyeri sedang, dan
4. Nilai 7-10 = nyeri berat).

Berikut adalah contoh gambar NRS (Eriksson et al., 2014).

28
Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran
intensitas nyeri. VAS disajikan dalam bentuk garis horisontal.
Penyajiannya diberikan angka 0-10 yang dapat menunjukkan
intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. VAS juga digunakan
untuk menilai nyeri pada pasien untuk dapat memperoleh sensitivitas
obat.
Berikut adalah contoh gambar VAS (Jaury, 2014).

2. Konsep terapi murottal


a. Definisi
Terapi murottal adalah salah satu terapi nonfarmakologis yang
efektif digunakan untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada
pasien. Suara dari lantunan alqur’an dapat menurunkan hormon-
hormon stress, mengaktifkan hormon endorphin alami,
meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
takut, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut
nadi, dan aktifitas gelombang otak (Hayat, 2017).

b. Manfaat
Mendengarkan Al Quran telah dijadikan sebagai salah satu
terapi pengobatan untuk berbagai penyakit seperti mengurangi
intensitas nyeri, membuat tubuh menjadi rileks, dapat
menyembuhkan kecemasan. Pengaruh terapi pembacaan Al-Quran
berupa adanya perubahan-perubahan arus listrik di otot, perubahan

29
sirkulasi darah, perubahan detak jantung, dan kadar darah pada kulit.
Otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide.
Molekul ini berkaitan ke dalam reseptor-reseptor yang ada di dalam
tubuh dan akan memberikan kenikmatan atau kenyamanan (Aini et
al., 2017).
c. Mekanisme murottal
Salah satu metode distraksi yang efektif adalah dengan terapi
murottal. Murottal adalah rekaman suara Al-Qur'an yang bisa diputar
melalui CD/audio. Pemberian murrotal (surat Ar-rahman) yang
berarti maha penyayang sehingga mendatangkan ketenangan dan
damai selanjutnya ditransmisikan ke sistem limbik dan korteks
serebral dengan tingkat koneksitas yang kompleks antara batang otak
hipotalamus-prefrontal kiri dan kanan-hipokampus amigdala.
Transmisi ini menyebabkan keseimbangan antara sintesis dan sekresi
neurotransmitter seperti amigdala, dopamin, serotonin dan
noreepinefrin yang diproduksi oleh prefrontal, asetilkolin, endorfin
oleh hipotalamus, terkendali juga ACTH (Adrenocortico Releasing
Hormone), sehingga mempengaruhi keseimbangan korteks adrenal
dalam mensekresi kortisol, kadar kortisol normal mampu berperan
sebagai stimulator terhadap respon ketahanan tubuh imunologik baik
spesifik maupun non spesisif. Hal ini berarti keadaan jiwa yang
tenang, rileks secara tidak langsung mampu membuat keseimbangan
dalam tubuh (Lql et al., 2016).

d. Prosedur terapi murottal


Peralatan yang digunakan untuk terapi murottal adalah MP43
berisi murottal surat Ar-Rahman, headphone, NRS (numeric rating
scale) (Susanti et al., 2019). 1) Pasien akan diberikan terapi murottal
dengan menggunakan media audio/MP3 player. 2) Sebelum

30
dilakukan intervensi, pasien dipersiapkan dengan posisi nyaman dan
keadaan rileks serta bisa didampingi oleh keluaraga. 3) Intervensi
dilakukan dengan surah Ar Rahman dengan qari Al-Ghomidy selama
10 – 15 menit untuk mendengarkan melalui audio, dan 4) dilakukan
sebanyak 1 kali sehari dengan frekuensi tiga hari pada hari pertama,
kedua, dan ketiga (Pranowo et al., 2021).

BAB III
STUDI KASUS

A. Desain Studi Kasus


Jenis penulisan yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu deskriptif

31
dengan menggambarkan pengelolaan kasus dalam mengaplikasikan
evidence based nursing practice terapi murottal Al-Qur’an dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Studi kasus ini akan
mengaplikasikan evidence based nursing practice terapi murottal untuk
mengurangi skala nyeri pada pasien post operasi laparatomi.

B. Subjek Studi Kasus


Subjek studi kasus pada penerapan ini diambil dengan jumlah 3
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi studi kasus
ini adalah: pasien post operasi laparatomi, laparatomi yang pertama,
berusia dewasa (20-70 tahun), beragama Islam, tanda vital stabil, tidak
mengalami gangguan pendengaran, skala nyeri 3-10, ditunggu oleh
keluarganya, dan sudah mendapatkan obat analgesic dan dosis yang sama
selama 6 jam sebelum intervensi. Kriteria ekslusinya yaitu pasien yang
memiliki gangguan pendengaran, dan mengalami nyeri sangat berat.

C. Fokus Studi Kasus


Fokus studi dalam penulisan kasus ini adalah penerapan terapi
murottal Al-Qur’an untuk menurunkan skala nyeri pada pasien post
operasi laparatomi.

D. Definisi Operasional
1. Laparatomi merupakan teknik operasi yang dilakukan pada sistem
digestif (pencernaan) maupun perkemihan yang mengalami gangguan.
2. Nyeri post operasi laparatomi adalah suatu rasa tidak nyaman berupa
rasa nyeri yang terjadi akibat adanya pembedahan abdomen, yang
diukur dengan instrument nyeri numeric rating scale.
3. Terapi murottal Al-Qur’an adalah terapi bacaan Al-Qur’an berupa
surat Ar-Rahman yang dilantukan oleh qari Al-Ghomidy melalui HP,
didengarkan menggunakan headphone selama 15 menit dalam posisi
berbaring diberikan pada pasien untuk mengurangi nyeri pasien
laparatomi.

32
E. Instrumen Studi Kasus
Instrumen dan alat bantu yang digunakan dalam studi kasus ini :
1. Instrumen untuk menilai demografi.
Instrumen data demografi pada studi kasus ini adalah kuesioner
terdiri atas : inisial nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan
terakhir, dan pekerjaan.
2. Instrumen untuk mengukur nyeri.
Instrumen yang digunakan adalah Numeric Rating Scale (NRS)
Instrumen ini digunakan untuk mengukur nyeri dengan skala yang
terdiri dari 0-10 yang artinya 0 (tidak nyeri), 1-3 (nyeri ringan), 4-6
(nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat).
3. Instrumen untuk mendengarkan murottal.
Instrumen yang digunakan adalah Mp3 surat Ar-Rahman dan
Headphone. Mp3 surat Ar-Rahman yang dilantukan oleh qari Al-
Ghomidy diputar menggunakan HP yang sudah disambungkan dengan
headphone.

F. Tempat dan Waktu


1. Tempat : RS Roemani Muhammadiyah Semarang
2. Waktu : Pelaksanaan bulan Juli – Agustus 2022.

G. Metode Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data pada penerapan studi kasus ini dengan
menggunakan tiga cara yaitu observasi dan wawancara, memberikan terapi
murottal dan mendokumentasikan. Sebelum dan sesudah perlakuan
dilakukan tes untuk mengukur tingkat nyeri subjek. Kemudian setelah
selesai tindakan, hasil harus didokumentasikan. Prosedur aplikasi
pemberian terapi murottal pada subjek:
1. Memilih atau menentukan subjek sesuai kriteria.
2. Menjelaskan tujuan tindakan semua prosedur.

33
3. Mengkaji tingkat nyeri subjek menggunakan instrument NRS
4. Mengatur posisi nyaman subjek.
5. Melakukan intervensi pemberian terapi murottal dengan cara
memperdengarkan surat Ar-Rahman yang dilantukan oleh qari Al-
Ghomidy melalui HP. Pasien mendengarkan murottal menggunakan
headphone yang menutup telinga selama 15 menit dalam posisi
berbaring dengan mata terpejam.
6. Mengukur kembali tingkat nyeri setelah pemberian terapi mmurottal
menggunakan NRS (Numeric Rating Scale).
7. Intervensi dilakukan selama 2 kali dengan waktu 1 hari sekali.

H. Analisa Data dan Penyajian Data


Metode analisa data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah
analisa deskriptif yaitu dengan pengumpulan data seperti demografi yang
meliputi nama, alamat, usia, jenis kelamin, pekerjaan dan inform consent
serta membandingkan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi
murottal Al-Qur’an. Data demografi disajikan dalam bentuk tabel
presentase, untuk keperluan deskriptif data skala nyeri dideskripsikan
dalam presentase yaitu skala nyeri dari 0-10 yang artinya 0 (tidak nyeri),
1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat)

BAB IV
HASIL SUDI KASUS DAN PEBAHASAN

Bab ini penulis menuliskan hasil dari studi kasus tentang aplikasi
terapi murottal terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi laparatomi.
Bab ini terdiri atas dua bagian yaitu hasil studi kasus dan pembahasan laporan
kasus, serta dilengkapi dengan keterbatasan dari studi kasus yang telah
dilaksanakan. Hasil studi kasus ini dituliskan secara narasi yang
menggambarkan tentang pengelolaan pasien hipertensi dengan menggunakan

34
aplikasi terapi murottal terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi
laparatomi pada tiga orang pasien yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli – 5
Agustus 2022 di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

A. Hasil Studi Kasus


Hasil studi kasus diuraikan dalam tahapan proses keperawatan
meliputi pengkajian, rumusan diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum

Pengkajian dilakukan pada tiga pasien dengan diagnosa post


operasi lapatomi di Ruang Sulaiman 3 dan 5 di RS Roemani
Semarang. Biodata ketiga pasien diuraikan dalam tabel berikut
Tabel 4.1
Data Demografi pasien post operasi laparatomi di Rumah Sakit
Roemani Semarang pada tanggal 30 Juli - 5 Agustus 2022

Data Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3


Usia 23 tahun 59 tahun 67 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Pendidikan SMA SMA SMA
Alamat Wonosobo Semarang Semarang
Suku Jawa Jawa Jawa
Pekerjaan Karyawan Tidak bekerja Tidak bekerja

b. Keluhan Utama

Keluhan yang didapatkan pada pasien pertama


mengelihnyeri dibagian iliac region dextra atau abdomen kanan
bawah karena adanya hernia atau tonjolan di inguinal. Paska operasi
pasien mengatakan nyeri hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, dan
sulit untuk tidur. Pasien kedua mengeluh nyeri pada luka operasi dan
kram. Pasien ketiga mengeluh nyeri dibagian perut kanan bawah
setelah post operasi saat bergerak.

35
c. Pengkajian pola fungsional Gordon

1) Pola nutrisi
Pengkajian pola nutrisi dan metablik pada pasien
pertama diperoleh data bahwa sebelum sakit makan 3x sehari,
makan dengan nasi dan lauk pauk. Pasien mengatakan jarang
memakan sayur dan lebih suka dengan makanan junkfood.
Pasien minum sehari 5-6 gelas air putih per hari. Selama di RS
pasien makan 3x sehari dengan yang diberikan dan ditentukan
oleh rumah sakit. Pola minum pasien selama di rumah sakit
menghabiskan minum yang diberikan dari RS dan terpasang
infus RL 20 tetes per menit (tpm).
Pengkajian pola nutrisi dan metabolik pasien kedua
diperoleh data sebelum sakit, pasien makan 3x sehari. Pasien
tidak memiliki alergi makanan. Pasien minum sehari 7-8 gelas
air putih per hari. Selama sakit pasien makan 3x sehari sesuai
yang telah diberikan oleh rumah saki dan pasien juga terpasang
infus RL 20 tpm.
Pasien ketiga sebelum sakit pasien makan 3x sehari.
Pasien tidak memiliki alergi makanan. Pasien minum sehari 6-7
gelas air putih per hari. Selama sakit pasien makan 3x sehari
sesuai yang telah diberikan oleh rumah sakit. Pola minum
pasien selama di rumah sakit menghabiskan minuman yang
diberikan dari rumah sakit. Pasien terpasang infus RL 20 tpm.

2) Pola eliminasi
Pengkajian pola eliminasi pada pasien pertama sebelum
sakit buang air kecil (BAK) dalam sehari kurang lebih 8-9x/hari,
buang air besar (BAB) 1x/hari waktu pagi hari, warna kuning.
Selama sakit, pasien mengatakan sehari BAK 3x sehari dengan
warna kuning dan tidak bisa BAB. Pasien kedua ebelum sakit
BAK dalam sehari kurang lebih 9x/hari, BAB 1x/hari, selama di

36
rumah sakit pasien mengatakan BAK 3x sehari, berwarna
kuning dan tidak bisa BAB. Pasien ketiga sebelum sakit BAK 7-
8 kali sehari, BAB 1 kali sehari, selama di rumah sakit pasien
mengatakan BAK 3 kali sehari, berwarna kuning dan selama di
rawat tidak bisa BAB.

3) Pola aktivitas dan latihan


Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada pasien
pertama diperoleh data bahwa sebelum sakit melakukan
aktivitas sehari – hari dengan mandiri seperti makan/minum,
berpakaian, toileting, berpindah tempat. Pasien mengatakan
jarang berolahraga dan lebih suka menonton televisi di rumah.
Selama sakit pasien dibantu oleh keluarganya untuk melakukan
aktivitas. Hasil pengkajian pada pasien kedua diperoleh data,
pasien mengatakan sebelum sakit melakukan aktivitas sehar-hari
dengan mandiri seperti makan/minum, toileting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, dan berpindah tempat, selama sakit
pasien dibantu oleh keluarganya untuk melakukan aktivitas.
Pasien ketiga mengatakan sebelum sakit melakukan aktivitas
sehari – hari dengan mandiri seperti makan/minum, toileting,
berpakaian, mobilitas ditempat tidur, dan berpindah tempat,
selama sakit pasien dibantu oleh keluarganya untuk melakukan
aktivitas.

4) Pola istirahat dan tidur


Pengkajian pola istirahat tidur pada pasien pertama
diperoleh data: sebelum sakit mengatakan tidur 5-6 jam dan
suka begadang untuk menonton film, tetapi selama sakit
mengatakan tidur hanya 3-4 jam dikarenakan nyeri pada bagian
perut kanan bawah. Saat tidur pasien juga sering terbangun.
Pasien kedua menyatakan sebelum sakit mengatakan tidur 6-7

37
jam, tetapi selama sakit mengatakan sulit tidur karena nyeri dan
tidur hanya 4-5 jam/hari. Temuan pengkajian pada pasien ketiga
diperoleh data bahwa sebelum sakit mengatakan tidur 7-8 jam,
tetapi selama dirumah sakit mengatakan sulit tidur dan hanya
tidur 4-5 jam/hari.

5) Pola persepsi sensori dan kognitif


Pasien pertama mengatakan tidak ada gangguan
penglihatan, pendengaran, dan indra lainya. Pasien tidak
memiliki gangguan daya ingat, dan bisa berkomunikasi dengan
baik. Hasil pengkajian nyeri PQRST pada pasien pertama
diperoleh data sebagai berikut: palliative / provokative (P), nyeri
dirasaka bertambah saat beraktivitas dan berkurang saat
relaksasi diri dengan mendengarkan murottal atau meminum
obat, ; Quality (Q), kualitas nyeri dirasakan seperti tertusuk;
Region (R lokasi nyeri dirasakan di bagian perut kanan bawah;
Severity / scale (S), skala nyeri dirasakan pasien pada skala 7;
Time (T), nyeri dirasakan hilang timbul.
Pasien kedua mengatakan tidak ada pendengaran, dan
indra lainya tetapi ada gangguan pengelihatan. Pasien tidak
memiliki gangguan daya ingat, dan bisa berkomunikasi dengan
baik. Hasil pengkajian nyeri PQRST pada pasien pertama
diperoleh data sebagai berikut: palliative / provokative (P), nyeri
dirasaka bertambah saat beraktivitas dan berkurang saat
relaksasi diri dengan mendengarkan murottal atau meminum
obat, ; Quality (Q), kualitas nyeri dirasakan seperti tertusuk;
Region (R lokasi nyeri dirasakan di bagian perut kanan bawah;
Severity / scale (S), skala nyeri dirasakan pasien pada skala 6;
Time (T), nyeri dirasakan hilang timbul.
Pasien ketiga mengatakan tidak ada gangguan
pendengaran, namun ada gangguan di pengelihatan. Pasien bisa

38
berkomunikasi dengan baik. Hasil pengkajian nyeri PQRST
pada pasien pertama diperoleh data sebagai berikut: palliative /
provokative (P), nyeri dirasaka bertambah saat beraktivitas dan
berkurang saat relaksasi diri dengan mendengarkan murottal
atau meminum obat, ; Quality (Q), kualitas nyeri dirasakan
seperti tertusuk; Region (R lokasi nyeri dirasakan di bagian
perut kanan bawah; Severity / scale (S), skala nyeri dirasakan
pasien pada skala 7; Time (T), nyeri dirasakan hilang timbul.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terhadap pasien pertama diperoleh
data keadaan umum tampak lemas dan kesakitan, kesadaran
composmetis. Saat diukur tanda vital, tekanan darah (TD) yaitu
128/78 mmHg, frekwensi nadi / heart rate (HR) 86 x/menit,
frekuensi pernapasan / respiratory rate (RR) 20 x/menit, suhu
360 C, mengeluh nyeri pada perut kanan bawah post operasi
hernia inguinal saat diukur menggunakan alat skala nyeri NRS
pasien menunjukkan angka nyeri 7. Ekspresi pasien tampak
kesakitan. Terdapat luka operasi post operasi hernia inguinal di
abdomen bagian bawah dengan kondisi luka bersih tertutup
balutan.
Pemeriksaan fisik pasien kedua diperoleh data keadaan
umum tampak lemas, kesadaran composmetis. Mengeluh nyeri
pada perut kanan bawah post operasi hernia dan saat diukur
menggunakan alat skala nyeri NRS pasien menunjukkan angka
nyeri 6. Hasil pemeriksaan tanda vital: tekanan darah 130/86,
suhu 36,50 C, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit. Ekspresi
pasien tampak kesakitan. Terdapat luka operasi post operasi
hernia inguinal di abdomen kanan bawah dengan kondisi luka
bersih tertutup balutan.
Pemeriksaan fisik pasien ketiga diperoleh data keadaan
umum tampak lemas, kesadaran composmetis. Saat di ukur

39
tanda vitel diperoleh data tekanan darahnya 142/82 mmHg, nadi
65 x/menit, pernapasan 21 x/menit, suhu 37,50 C. Pasien
mengeluh nyeri pada perut bagian post operasi hernia dan saat
diukur menggunakan skala nyeri NRS pasien menunjukkan
angka 7. Ekspresi pasien tampak kesakitan. Terdapat luka
operasi post operasi hernia inguinal di abdomen kanan bawah
dengan kondisi luka bersih tertutup balutan.

7) Terapi obat yang diterima pasien antara lain :


Terapi obat yang diterima pasien pertama yaitu terapi
infus Ringer Ringer Laktat (RL) 20 tpm, Ceftriaxone 1 gram/24
jam, Ketorolax 30mg/8 jam. Terapi obat yang diterima pasien
kedua yaitu terapi infus Ringer Laktat (RL) 20 tpm, Ceftriaxone
1gram/12jam, Ketorolax 30mg/8 jam. Terapi obat yang diterima
pasien ketiga yaitu terapi infus Ringer Laktat (RL) 20 tpm,
Ceftriaxone 2 gram/24 jam, Ketorolax 30mg/8 jam, ,
paracetamol 10ml mg/12jam.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarlan hasil pengkajian pada ketiga pasien, penulis dapat
merumuskan diagnosa keperawatan utama. Diagnosa keperawatan
utama dalam studi kasus ini adalah nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan gejala dan
tanda mayor yaitu pasien mengeluh nyeri, ekspresi kesakitan,
peningkatan tekanan darah dan nadi.

3. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan dilakukan selama 1 hari pada
setiap pasien dengan tujuan (luaran) dan kriteria hasil: setelah dilakukan

40
tindakan keperawatan tingkat nyeri (L.08066) menurun dengan kriteria
hasil: keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif
menurun, gelisah menurun, frekuensi nadi membaik. Rencana tindakan
keperawatan yang disusun yaitu terapi murottal (1.08238). Tahap
aktivitas intervensi yang disusun adalah observasi nyeri yaitu
menjelaskan tujuan melakukan penerapan terapi murottal yang dapat
melemaskan otot-otot yang kaku dan membuat lebih relax. Terapi
murottal ini di sesuaikan dengan kondisi pasien. Terapi murottal ini
dapat memberikan efek relaksasi sehingga nyeri dapat berkurang.
Tahap terapeutik berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri menggunakan terapi murottal selama 10-15 menit. Pemberian
edukasi dengan mengajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri. Pada tahap kolaborasi yaitu kolaborasi pemberian
analgetik (PPNI, 2018a).

4. Implementasi
Implementasi keperawatan dengan teknik non farmakologis
yang dilakukan pada kasus diatas adalah terapi murottal tujuannya
untuk mngurangi rasa nyeri, membantu mengatasi stress, gelisah, dan
sulit tidur.
a. Pasien pertama
Implementasi pertemuan pertama pada pasien pertama yaitu
pada tanggal 30 Juli pukul 19.00 wib. Penulis mendatangi pasien,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menanyakan identitas
pasien, dan menjelaskan maksud dan tujuan, menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan, meminta persetujuan dan kesiapan untuk
melakukan tindakan keperawatan dengan masalah keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan nyeri post operasi, kemudian memonitor
vital sign sebelum dilakukan tindakan terapi murottal TD : 128/78
mmHg, RR 20x/menit, HR 86x/menit, suhu 360C. Penulis

41
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST
diukur menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan terapi
relaksasi napas dalam pada pasien pertama, P: saat beraktivitas, Q:
nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri yang dirasakan
di perut bagian kanan bawah, S:nyeri yang dirasakan pasien berada
diskala 7, T: nyeri yang dirasakan pasien pertama hilang timbul.
Sebelum melakukan intervensi siapkan alat berupa
headphone lalu disambungkan ke handphone, setelah itu lakukan
intervensi terapi murottal selama 10-15 menit, lakukan tahap
pemasangan headphone ke pasien sesuai dengan SOP, kemudian
pada tahap akhir ketika seluruh tahap implementasi selesai lepaskan
headphone dari pasien lalu mengukur kembali tekanan darah 5-7
menit setelahnya, hasil tekanan darah setelah dilakukan terapi yaitu
TD : 110/80 mmHg, nadi 76 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
360C, dan skala nyeri pasien didapatkan hasil 6.
Implementasi hari kedua kedua dilakukan pada hari 31 Juli
2022 pukul 11.00 WIB dilakukan evaluasi hari pertama setelah
dilakukan sebelumnya dan rasa nyeri pada luka post operasi hernia
sudah mulai berkurang, penulis menanyakan kapan terakhir minum
obat sebelum dilakukan terapi lalu melakukan pengukuran tanda-
tanda vital dan didapatkan hasil tekanan darah 112/84 mmHg, nadi
80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,50C. Penulis juga
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST
diukur menggunakan NRS dan ditemukan P: saat bergerak, Q: nyeri
yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri yang dirasakan di
perut bagian kanan bawah, S: nyeri yang dirasakan pasien berada
diskala 5, T : hilang timbul. Kemudian menerapkan terapi murottal
selama10-15 menit, kemudian di cek kembali tanda-tanda vital
tekanan darah 112/80 mmHg, nadi 79 x/menit, pernapasan 20
x/menit, suhu 36,30C, dan skala nyeri pasien didapatkan skala 4.

42
b. Pasien kedua
Implementasi pertemuan pertama pada pasien kedua yaitu
pada tanggal 31 Juli pukul 20.00 wib. Penulis mendatangi pasien,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menanyakan identitas
pasien, dan menjelaskan maksud dan tujuan, menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan, meminta persetujuan dan kesiapan untuk
melakukan tindakan keperawatan dengan masalah keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan nyeri post operasi, kemudian memonitor
vital sign sebelum dilakukan tindakan terapi murottal TD : 130/86
mmHg, RR 20x/menit, HR 84x/menit, suhu 36,50C. Penulis
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST
diukur menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan terapi
relaksasi napas dalam pada pasien kedua, P : saat beraktivitas, Q :
seperti tertusuk, R : Bagian perut kanan bawah, S : skala 6, T :
Hilang timbul.
Sebelum melakukan intervensi siapkan alat berupa
headphone lalu disambungkan ke handphone, setelah itu lakukan
intervensi terapi murottal selama 10-15 menit, lakukan tahap
pemasangan headphone ke pasien sesuai dengan SOP, kemudian
pada tahap akhir ketika seluruh tahap implementasi selesai lepaskan
headphone dari pasien lalu mengukur kembali tekanan darah 5-10
menit setelahnya, hasil tekanan darah setelah dilakukan terapi yaitu
TD : 126/84 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
36,50C, dan skala nyeri pasien didapatkan hasil 5.
Implementasi hari kedua Implementasi hari kedua dilakukan
pada hari 1 Aguastus 2022 pukul 12.00 WIB dilakukan evaluasi hari
pertama setelah dilakukan sebelumnya dan rasa nyeri pada luka post
operasi hernia sudah mulai berkurang, penulis menanyakan kapan
terakhir minum obat sebelum dilakukan terapi lalu melakukan
pengukuran tanda-tanda vital dan didapatkan hasil tekanan darah

43
116/86 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36 0C.
Penulis juga melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan
konsep PQRST diukur menggunakan NRS dan ditemukan P: saat
bergerak, Q: nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri
yang dirasakan di perut bagian kanan bawah, S: nyeri yang
dirasakan pasien berada diskala 5, T : hilang timbul. Kemudian
menerapkan terapi murottal selama10-15 menit, kemudian di cek
kembali tanda-tanda vital tekanan darah 112/86 mmHg, nadi 79
x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 360C, dan skala nyeri pasien
didapatkan skala 4.

c. Pasien ketiga
Implementasi pertemuan pertama pada pasien ketiga yaitu
pada tanggal 4 Agustus pukul 19.00 wib. Penulis mendatangi
pasien, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menanyakan
identitas pasien, dan menjelaskan maksud dan tujuan, menjelaskan
prosedur yang akan dilakukan, meminta persetujuan dan kesiapan
untuk melakukan tindakan keperawatan dengan masalah
keperawatan nyeri akut. Pasien kemudian memonitor vital sign se
belum dilakukan tindakan terapi murottal TD : 142/82 mmHg, RR
21x/menit, HR 65x/menit, suhu 37,50C. Penulis melakukan
pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST diukur
menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan terapi
murottal dalam, P : Saat beraktivitas, Q : seperti tertusuk, R :
Bagian perut kanan bawah, S : skala 7, T : Hilang timbul.
Sebelum melakukan intervensi siapkan alat berupa
headphone lalu disambungkan ke handphone, setelah itu lakukan
intervensi terapi murottal selama 10-15 menit, lalu mengukur
kembali tekanan darah 5-10 menit setelahnya. Hasil tekanan darah
setelah dilakukan terapi yaitu TD : 135/82 mmHg, nadi 65 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 37,2 0C, dan skala nyeri pasien

44
didapatkan hasil 6.
Implementasi hari kedua, implementasi hari kedua dilakukan
pada hari 5 Agustus 2022 pukul 11.00 WIB dilakukan evaluasi hari
pertama setelah dilakukan sebelumnya dan rasa nyeri pada luka post
operasi hernia sudah mulai berkurang. Penulis menanyakan kapan
terakhir minum obat sebelum dilakukan terapi lalu melakukan
pengukuran tanda-tanda vital. Hasil tekanan darah 130/84 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 380C. Penulis juga
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST
diukur menggunakan NRS dan ditemukan P: saat bergerak, Q: nyeri
yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri yang dirasakan di
perut bagian kanan bawah, S: nyeri yang dirasakan pasien berada
diskala 5, T : hilang timbul. Kemudian menerapkan terapi murottal
selama10-15 menit, kemudian di cek kembali tanda-tanda vital
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 x/menit, pernapasan 20
x/menit, suhu 380C, dan skala nyeri pasien didapatkan skala 4.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan pada tanggal 30 Juli – 5


Agustus 2022 dengan membandingkan hasil skala nyeri sebelum dan
sesudah dalkukan terapi murottal. Diharapkan pasien mampu
melakukan tindakan yang sudah diberikan secara mandiri dirumah.

Tabel 4.2
Perbandingan data skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian terapi murottal di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang pada tanggal 30 juli - 5 agustus 2022.

Identitas Hari ke-1 Hari ke-2 Rata-rata

45
Pre Post Pre Post
Pasien 1 7 6 6 5 1
Pasien 2 6 5 5 4 1
Pasien 3 7 6 6 5 1

a. Pasien Pertama
Evaluasi hari pertama tanggal 30 Juli 2022 pukul 19.45
WIB didapatkan hasil evaluasi setelah dilakukan terapi murottal
dengan data objektif sebagai berikut; skala nyeri 6, pasien tampak
lebih nyaman, dan data subjektif; pasien mengatakan merasakan
nyerinya sedikit berkurang pada luka post operasi, dan merasa
lebih baik dari sebelumnya, pasien mengatakan sudah mulai sering
mendengarkan murottal bisa terasa nyeri. Evaluasi hari kedua
tanggal 31 Juli 2022 pukul 11.45 WIB didapatkan hasil evaluasi
setelah dilakukan terapi murottal dengan data objektif sebagai
berikut; skala nyeri 5, pasien tampak lebih rileks dan nyaman, dan
data subjektif; pasien mengatakan merasakan nyerinya sedikit
berkurang pada luka post operasi, dan merasa lebih baik dari
sebelumnya, pasien mengatakan sudah mulai sering mendengarkan
murottal bila terasa nyeri.

b. Pasien kedua
Hasil evuasi hari pertama tanggal 31 Juli 2022 pukul 20.45
WIB didapatkan hasil evaluasi setelah dilakukan terapi murottal
dengan data objektif sebagai berikut; skala nyeri 5, pasien tampak
lebih nyaman, dan data subjektif; pasien mengatakan merasakan
nyerinya sedikit berkurang pada luka post operasi, dan merasa
lebih baik dari sebelumnya, pasien mengatakan sudah mulai sering
mendengarkan murottal bisa terasa nyeri. Evaluasi hari kedua
tanggal 1 agustus 2022 pukul 12.45 WIB didapatkan hasil evaluasi
setelah dilakukan terapi murottal dengan data objektif sebagai

46
berikut; skala nyeri 4, pasien tampak lebih rileks dan nyaman, dan
data subjektif; pasien mengatakan merasakan nyerinya sedikit
berkurang pada luka post operasi, dan merasa lebih baik dari
sebelumnya, pasien mengatakan sudah mulai sering mendengarkan
murottal bila terasa nyeri.
c. Pasien ketiga

Hasil evaluasi hari pertama tanggal 4 agustus 2022 pukul


19.45 WIB didapatkan hasil evaluasi setelah dilakukan terapi
murottal dengan data objektif sebagai berikut; skala nyeri 6, pasien
tampak lebih nyaman, dan data subjektif; pasien mengatakan
merasakan nyerinya sedikit berkurang pada luka post operasi, dan
merasa lebih baik dari sebelumnya, pasien mengatakan sudah
mulai sering mendengarkan murottal bisa terasa nyeri. Evaluasi
hari kedua tanggal 5 agustus 2022 pukul 11.45 WIB didapatkan
hasil evaluasi setelah dilakukan terapi murottal dengan data
objektif sebagai berikut; skala nyeri 5, pasien tampak lebih rileks
dan nyaman, dan data subjektif; pasien mengatakan merasakan
nyerinya sedikit berkurang pada luka post operasi, dan merasa
lebih baik dari sebelumnya, pasien mengatakan sudah mulai sering
mendengarkan murottal bila terasa nyeri.

B. Pembahasan
Bab ini penulis membahas tentang terapi murottal untuk
menurunkan intensitas nyeri pada pasien post oeprasi laparatomi dengan
penyakit hernia di ruang sulaiman 3 dan sulaiman 5 RS Roemani
Muhammadiyah Semarang pada tanggal 30 Juli, 31 Juli dan 4 Agustus
2022. Asuhan keperawatan ini diaplikasikan dengan teori keperawatan
pada bab sebelumnya dan disesuaikan dengan tujuan penulisan.
Pembahasan berdasarkan tahapan proses keperawatan pada pasien nyeri
akut yang diberikan intervensi pemberian murottal.
Penerapan ini dilakukan pada 3 pasien dengan jenis kelamin yang

47
sama dan usia yang berbeda. Kertiga responden pasien post operasi
laparatomi yang memiliki usia 23 tahun, 59 tahun, dan 67 tahun. Ketiga
responden beragama islam, dan mendapatkan obat analgetik yang sama
yaitu ketorolac 30mg/8jam. Ketiga pasien memiliki pola kebiasaan yang
buruk yang dapat berdampak bagi kesehatan yaitu lebih suka memakan
makanan siap saji, jarang makan makanan yang berserat, serta kurang
berolahraga. Ketiga pasien mengalami nyeri pada daerah perut karena
dilakukan insisi pembedahan. Dari semua responden ditemukan data
subjektif yaitu mengalami tingkat nyeri yang berbeda yaitu dalam skala
sedang antara 4-7 dan skala berat antara 7-10, nyerinya seperti ditusuk-
tusuk serta nyerinya hilang timbul. Untuk data objektif nya adalah pasien
tampak meringis, dan sulit tidur.
Berdasarkan data-data pengkajian pada ketiga pasien setelah
dilakukan operasi mengarah pada masalah nyeri pasien sehingga penulis
merumuskan diagnosa keperawatan nyeri akut yang berhubungan dengan
agen pencedera fisik (prosedur operasi) dengan kode D.0077 (PPNI,
2016). Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan karena
berpengaruh ke sensorik, emosional respon psikologis dan perubahan
perilaku. Durasi waktu nyeri berlangsung beberapa jam hingga berhari-
hari. Nyeri bisa disebabkan setelah tindakan pembedahan yang memiliki
durasi dari ringan hingga berat, ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi respon nyeri yaitu : usia, jenis kelamin, kebudayaan,
makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya
koping, dukungan keluarga (Andarmoyo, 2013).
Nyeri juga terjadi karena adanya rangsang stimulus yang berlanjut
disepanjang serabut saraf aferen (sensor) sehingga menimbulkan satu
transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Impuls
atau informasi selanjutnya disampaikan dengan cepat ke pusat thalamus
(Harding & Kwong, 2020). Nyeri dapat menimbulkan berbagai respon bila
tidak segera diatasi. Nyeri dapat menyebabkan rasa tidak nyaman berupa
mati rasa, geli, tertusuk-tusuk, sulit tidur, stress, dan dapat mengakibatkan

48
kerusakan syaraf tepi (Sinda et al., 2018). Nyeri dapat diatasi
menggunakan obat-obatan atau farmakologi dan terapi atau yang disebut
dengan non farmakologi. Studi kasus ini penulis menggunakan metode
non farmakologi dengan cara terapi murottal. Terapi Murottal Al-Qur’an
adalah bacaan Al-Qur’an yang dibacakan oleh Qori’ maupun Qori’ah
sesuai dengan tartil dan tajwid yang mengalun indah dan dikemas dalam
media audio seperti kaset, Compact Disk (CD) ataupun data digital (Syah
et al., 2018).
Pemberian murrotal (surat Ar-rahman) yang berarti maha
penyayang sehingga mendatangkan ketenangan dan damai. Transmisi ini
menyebabkan keseimbangan antara sintesis dan sekresi neurotransmitter
seperti amigdala, dopamin, serotonin dan noreepinefrin yang diproduksi
oleh prefrontal, asetilkolin, endorfin oleh hipotalamus, terkendali juga
ACTH (Adrenocortico Releasing Hormone), sehingga mempengaruhi
keseimbangan dalam mensekresi kortisol, kadar kortisol normal mampu
berperan sebagai stimulator terhadap respon psikologis pasien sehingga
keadaan jiwa yang tenang, rileks secara tidak langsung mampu membuat
keseimbangan dalam tubuh (Fadholi & Mustofa, 2020).
Berdasarkan intervensi yang disusun, penulis melakukan
implementasi. Salah satu implementasi yang dilakukan adalah melakukan
pengkajian kepada pasien dan mengobservasi tanda-tanda vital dan
pengukuran skala nyeri sebelum dilakukan terapi, kemudian memberikan
terapi murottal kurang lebih 15 menit. Setelah itu dilakukan terapi murottal
kembali mengecek tanda-tanda vitalnya agar mengetahui perkembangan
pasien. Pasien petama sebelum dilakukan tindakan terapi murottal TD :
128/78 mmHg, RR 21x/menit, HR 86x/menit, suhu 360C. Penulis
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST diukur
menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan terapi, P : Saat
beraktivitas, Q : seperti tertusuk, R : Bagian perut kanan bawah, S : skala
7, T : Hilang timbul. Hasil ttv setelah dilakukan terapi yaitu TD : 110/80
mmHg, nadi 76 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36 0C, dan skala

49
nyeri pasien didapatkan hasil 6.
Pasien kedua sebelum dilakukan tindakan terapi murottal TD :
130/86 mmHg, RR 20x/menit, HR 84x/menit, suhu 36,5 0C. Penulis
melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep PQRST diukur
menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan terapi, P : Saat
beraktivitas, Q : seperti tertusuk, R : Bagian perut kanan bawah, S : skala
6, T : Hilang timbul. Hasil ttv setelah dilakukan terapi yaitu TD : 126/84
mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,50C, dan skala
nyeri pasien didapatkan hasil 5. Pasien ketiga sebelum dilakukan tindakan
terapi murottal TD : 142/82 mmHg, RR 21x/menit, HR 65x/menit, suhu
37,50C. Penulis melakukan pengkajian karakteristik nyeri dengan konsep
PQRST diukur menggunakan NRS dan ditemukan sebelum dilakukan
terapi, P : Saat beraktivitas, Q : seperti tertusuk, R : Bagian perut kanan
bawah, S : skala 7, T : Hilang timbul. Hasil ttv setelah dilakukan terapi
yaitu TD : 135/82 mmHg, nadi 65x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
37,20C, dan skala nyeri pasien didapatkan hasil 6.
Skala nyeri sebelum dilakukan tindakan aplikasi terapi murottal
dan sesudah dilakukan aplikasi terapi murottal mempunyai hasil yang
berbeda yaitu dapat menurunkan skala nyeri pada pasien dengan rata-rata
penurunan 1-2 tingkat. Adapun penelitian yang dilakukan memperoleh
hasil 6 menjadi 5 (Pranowo et al., 2021). Penelitian lainnya memperoleh
hasil bahwa terapi murottal dapat menurunkan skala 6 menjadi 4 (Syah et
al., 2018). Hal ini terjadi dikarenakan ketika pasien melakukan terapi
murottal dengan menikmati setiap lantunan Al-Qur’an sehingga pasien
merasakan rileks, pasien akan merasa nyaman, dan memperbaiki simtem
kimia tubuh dikarenakan pasien sudah tidak terfokus pada rasa nyeri yang
dialami.

C. Keterbatasan
Studi kasus ini memiliki keterbatasan usia pada ketiga pasien berbeda,

50
karena perbedaan usia dapat mempengaruhi respon seorang terhadap
nyeri.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada ketiga pasien yaitu post operasi
semuanya mengeluh nyeri seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul
dengan skala 6-7 dengan ekspresi kesakitan, diikuti peningkatan nadi
dan tekanan darah.
2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien post operasi
adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
3. Perencanaan keperawatan untuk mengurangi nyeri adalah dengan

51
manajajemen nyeri dan terapi mrottal selama 15 menit.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan nyeri akut pasien yaitu memberikan murottal selama 15
menit.
5. Evaluasi keperawatan pada ketiga pasien menunjukkan bahwa
mendengarkan murottal Al Quran selama 15 menit mampu
menurunkan skala nyeri pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
6.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil karya tulis ilmiah
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan
Penulis berharap hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi bahan
masukan atau sumber informasi serta dasar pengetahuan mahasiswa
keperawatan tentang tindakan keperawatan penerapan terapi murottal
untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi laparatomi.
2. Bagi Pasien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang
bagaimana mengatasi nyeri post operasi dengan cara mendengarkan
terapi murottal.
3. Bagi perawat
Terapi terapi murottal dapat diaplikasikan sebagai salah satu
tindakan keperawatan dalam penurunan nyeri post operasi pada pasien
muslim.

52
DAFTAR PUSTAKA

Aini, D. N., Wulandari, P., & Astuti, S. P. (2017). Pengaruh terapi murottal al-
quran terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di ruang cempaka
RSUD dr. H. Soewondo Kendal. Journal Ners, 1, 1–10.
Amrizal, A. (2015). Hernia inguinalis. syifa’ medika: jurnal kedokteran dan
kesehatan, 6(1), 1. https://doi.org/10.32502/sm.v6i1.1374
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan proses keperawatan nyeri ( rose KR (ed.)).
Ar-Ruzz media.
Anwar, T., Warongan, A. W., & Rayasari, F. (2020). Pengaruh kinesio taping
terhadap tingkat nyeri pada pasien post laparatomi di Rumah Sakit umum dr
darajat prawiranegara, Serang-Banten tahun 2019. Journal of holistic nursing
science, 7(1), 71–87. https://doi.org/10.31603/nursing.v7i1.2954
Arief, M., Made Wirka, I., & Setyawati, T. (2020). Ileus obstruktif: case report.
Jurnal medical profession (MedPro), 2(1), 41–44.
Bangun, A., & Nur’aeni, S. (2013). Effect of lavender aromatherapy on pain

53
intensity in postoperative patients at Dustira Cimahi Hospital. Jurnal
keperawatan soedirman (the soedirman journal of nursing), 8(2), 120–126.
Coccolini, F., Roberts, D., Ansaloni, L., Ivatury, R., Gamberini, E., Kluger, Y.,
Moore, E. E., Coimbra, R., Kirkpatrick, A. W., Pereira, B. M., Montori, G.,
Ceresoli, M., Abu-Zidan, F. M., Sartelli, M., Velmahos, G., Fraga, G. P.,
Leppaniemi, A., Tolonen, M., Galante, J., … Catena, F. (2018). The open
abdomen in trauma and non-trauma patients: wses guidelines. World journal
of emergency surgery, 13(1), 1–16. https://doi.org/10.1186/s13017-018-
0167-4
Chuneni, S., Lusiana, A., dan Handayani, E. et al. (2016). Efektifitas terapi
murottal terhadap penurunan nyeri ibu bersalin.
Dictara, A. A., Angraini, D. I., & Musyabiq, S. (2018). Efektivitas pemberian
nutrisi adekuat dalam penyembuhan luka pasca laparotomi effectiveness of
adequate nutrition in wound healing post laparotomy. Majority, 7(71), 249–
256.
Ditya, W., Zahari, A., & Afriwardi, A. (2016). Hubungan mobilisasi dini dengan
proses penyembuhan luka pada pasien pasca laparatomi di bangsal bedah
pria dan wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal kesehatan andalas,
5(3), 724–729. https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.608
Djati, F. K., & Dewi, C. K. (2018). Laporan kasus: Tatalaksana hematoma akibat
trauma. Stomatognatic - Jurnal kedokteran gigi, 15(2), 26.
https://doi.org/10.19184/stoma.v15i2.17933
Eda, M., Eda, M. K., Siswanti, E. P. S., & Widad, S. (2017). Indications and
complications of obstetrical hysterectomy: Sardjito hospital experience.
Jurnal kesehatan reproduksi, 4(3), 154–158.
Erianto, M., Fitriyani, N., Siswandi, A., & Sukulima, A. P. (2020). Perforasi pada
penderita apendisitis di RSUD DR.H.Abdul Moeloek Lampung. Jurnal
ilmiah kesehatan Sandi Husada, 11(1), 490–496.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.335
Eriksson, K., Wikström, L., Årestedt, K., Fridlund, B., & Broström, A. (2014).
Numeric rating scale: Patients’ perceptions of its use in postoperative pain
assessments. Applied nursing research, 27(1), 41–46.
https://doi.org/10.1016/j.apnr.2013.10.006
Fadholi, K., & Mustofa, A. (2020). Efektivitas terapi murottal al-qur’ an dan
virtual reality terhadap mengurangi intensitas nyeri pada pasien pasca
operasi. 2(2), 74–81.
Harding, M. M., & Kwong, J. (2019). Lewis ’ s medical-surgical nursing
assessment and management of clinical problems.
Hartawan, D., Satoto, H., & Budiono, U. (2012). Pemberian lidokain 1,5
mg/kg/jam intravena untuk penatalaksanaan nyeri pasien pasca laparatomi.
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 4(3), 183–192.
https://doi.org/10.14710/jai.v4i3.6424
Hayat, A. (2017). Kecemasan dan metode pengendaliannya. Khazanah: jurnal
studi islam dan humaniora, 12(1), 52–63.
https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.301
Jaury, D. F. (2014). Gambaran nilai VAS (Visual Analogue Scale) pasca bedah

54
seksio sesar pada penderita yang diberikan tramadol. E-Clinic, 2(1), 1–7.
https://doi.org/10.35790/ecl.2.1.2014.3713
Kedokteran, J., Nafis, I., Penelitian, A., Lubis, K. A., Sitepu, J. F., Kedokteran, F.,
Islam, U., Utara, S., Kedokteran, F., Islam, U., & Utara, S. (2021). Angka
kejadian nyeri pasca operasi kebidanandi rumah sakit umum delima medan
tahun 2020 incidence of pain after obstetric surgeryin the delima general
hospital medan in 2020. 10(2), 110–115.
Lasma, F., & Sirait, R. (2017). Penerapan pengkajian dalam proses keperawatan
latar belakang tujuan metode hasil pembahasan. Jurnal Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Novieastari, E., Ibrahim, K., Ramdaniati, S., Deswani, & Deswani. (2019).
Fundamentals of nursing Vol 1- 9th Indonesian edition - google books. In
Elsevier Health Sciences. Elsevier Health Sciences.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P., Hall, A., Novieastari, E., Ibrahim, K.,
Ramdaniati, S., & Deswani, D. (2019). Fundamentals of nursing Vol 2- 9th
Indonesian edition (Vol. 2). Elsevier Health Sciences.
PPNI. (2016). Standar diagnosa keperawatan Indonesia: definisi dan indikator
diagnostik (1st ed.).
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan
keperawatan (1st ed.).
PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan indonesia (2nd ed.).
Pranowo, S., Dharma, A. K., & Kasron, K. (2021). Perbedaan efektifitas terapi
murrotal dengan kompres dingin terhadap respon nyeri pasien post operasi
laparatomi di Rumah Sakit Islam (Rsi) Fatimah Cilacap. Jurnal ilmiah
kesehatan keperawatan, 17(2), 178. https://doi.org/10.26753/jikk.v17i2.629
Rachman, T. (2018). Laparotomi dan torako-laparotomi. Angewandte chemie
international edition, 6(11), 951–952., 10–27.
Ratnasari, D., Arma, R. B. S. N., & Napitupulu, L. H. (2019). Faktor yang
mempengaruhi keputusan sectio caesarea ( SC ) pada ibu bersalin di RSU
Mitra Medika Tanjung Mulia Medan tahun 2019 ( factors contributing to
sectio caesarea decision ( sc ) to birth mother in general hospital . Mitra
Medika Tanjung Mulia Medan. Jurnal online keperawatan Indonesia, 2019,
1–7.
Saputra, S., Waluyo, A., & Widakdo, G. (2020). Edukasi seksual dengan media
visual terhadap peningkatkan pemahaman cara pemenuhan kebutuhan
seksual pada ostomate. Indonesian journal of nursing science and practice,
3(1), 1–6.
Siahaan, A. s. ., Habeahan, dwi sartika, Zalukhu, D., & Ginting, chrismis
novalinda. (2021). The effect of before and after early mobilization on
changes in pain level in clientes post op of appendix in hospital royal prima
years 2021. 3(1), 6.
Sihombing, R., & Alsen, M. (2014). Infeksi luka operasi. Majalah kedokteran
sriwijaya, 46(3), 230–231.
Sinda, T. I., Kati, R. K., Pangemanan, D. M., Sekeon, S. A. S., Neurologi, B.,
Kedokteran, F., & Sam, U. (2018). Mixed pain. Jurnal sinaps, 1(3), 59–69.
Sinto, L. (2018). Scar hipertrofik dan keloid: patofisiologi dan penatalaksanaan.

55
cermin dunia kedokteran, 45(1), 29–32.
Sjamsuhidajat, R., Tahalele, P., & Prasetyono, theddeus O. . (2016). Buku ajar
ilmu bedah, masalah, pertimbangan klinis bedah, dan metode pembedahan.
Sumartyawati, M., Sudiarti, N. L., Santosa, I. M. E., Sepriana, C., & Sukardin, S.
(2021). Brain gym therapy for schizophrenics cognitive function in mental
hospital. Jurnal ilmiah ilmu keperawatan Indonesia, 11(03), 110–113.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v11i03.1239
Susanti, S., Widyastuti, Y., & Sarifah, S. (2019). Pengaruh terapi murottal Al-
Qur ’ an untuk menurunkan nyeri post operasi fraktur ekstremitas bawah
Hari Ke 1 the effect of “ murottal al- qur ’ an ” therapy to decrease pain of
lower extremity fracture post operation day 1. 6(2), 57–62.
Svehla, J., & Beran, T. (2017). Lecba pooperacni bolesti. In anesteziologie a
neodkladna pece (Vol. 11, Issue 5).
Syah, B. Y., Budi P, D., & Khodijah, K. (2018). Pengaruh murotal al qur’an
terhadap tingkat nyeri pada pasien post orif ekstremitas di RSUD Soesilo
Slawi kabupaten Tegal. JIKO (jurnal ilmiah keperawatan orthopedi), 2(2),
26–30. https://doi.org/10.46749/jiko.v2i2.13
Tambunan, S. (2018). Seni islam terapi murattal alquran sebagai pendekatan
konseling untuk mengatasi kecemasan. Al-Mishbah: jurnal ilmu dakwah dan
komunikasi, 14(1), 75–89.
Treede, R. D., Rief, W., Barke, A., Aziz, Q., Bennett, M. I., Benoliel, R., Cohen,
M., Evers, S., Finnerup, N. B., First, M. B., Giamberardino, M. A., Kaasa, S.,
Korwisi, B., Kosek, E., Lavand’Homme, P., Nicholas, M., Perrot, S., Scholz,
J., Schug, S., … Wang, S. J. (2019). Chronic pain as a symptom or a disease:
The iasp classification of chronic pain for the international classification of
diseases (ICD-11). Pain, 160(1), 19–27.
https://doi.org/10.1097/j.pain.0000000000001384
Utami, R. N., & Khoiriyah, K. (2020). Penurunan skala nyeri akut post laparatomi
menggunakan aromaterapi lemon. Ners Muda, 1(1), 23.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5489

Lampiran 1

PERSETUJUAN BERSEDIA
MENJADI RESPONDEN STUDI KASUS

Dengan menandatangi lembar ini, saya :

Kode responden :..........................................................................

Umur : .........................................................................

Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki

56
Tgl Lahir : ........................................................................

Alamat :.........................................................................

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam studi kasus

yang berjudul “Penerapan Terapi Murottal untuk Menurunkan Skala Nyeri Pasien

Post operasi Laparomi” yang akan dilakukan oleh Rizqi Tegar Satiria mahasiswa

Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.

Saya telah dijelaskan tentang tindakan untuk keperluan penerapan studi

kasus dan saya secara sukarela bersedia menjadi responden penelitian ini.

Semarang, ...........................2022

Yang menyatakan

( )

Lampiran 2

INSTRUMEN STUDI KASUS NYERI

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS NYERI


PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
DI PELAYANAN KESEHATAN

I. Biodata

57
1. Kode responden : 51-36-25......................

2. Usia : 23 tahun....................

a. Jenis Kelamin : Laki-laki……....…….

3. Operasi ke berapa : 1..................................

4. Pendidikan : SMA.……..…...........

5. Pekerjaan : Karyawan Swasta.....

6. Obat saat ini : .................................

II. Tingkat nyeri & Nadi

Indikator Sebelum terapi Setelah terapi


pemeriksaan murottal murottal
Skor nyeri
Hari ke-1 7 6
Hari ke-2 6 5
Nadi
Hari ke-1 86 x/menit 76 x/menit
Hari ke-2 80 x/menit 80 x/menit

Lampiran 3

INSTRUMEN STUDI KASUS NYERI

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS NYERI


PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
DI PELAYANAN KESEHATAN

58
A. Biodata

1. Kode responden : 56-98-37..................................

2. Usia : 59 tahun....................

3. Jenis Kelamin : Laki-laki……....…….

4. Operasi ke berapa : 1.............................................

5. Pendidikan : SMA.……..…...........

6. Pekerjaan : Tidak bekerja.....

7. Obat saat ini : .................................

B. Tingkat nyeri & Nadi

Indikator Sebelum terapi Setelah terapi


pemeriksaan murottal murottal
Skor nyeri
Hari ke-1 6 5
Hari ke-2 5 4
Nadi
Hari ke-1 84 x/menit 80 x/menit
Hari ke-2 80 x/menit 79 x/menit

Lampiran 4

INSTRUMEN STUDI KASUS NYERI

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS NYERI


PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
DI PELAYANAN KESEHATAN

59
A. Biodata

1. Kode responden : 61-40-27..................................

2. Usia : 67 tahun....................

3. Jenis Kelamin : Laki-laki……....…….

4. Operasi ke berapa : 1.............................................

5. Pendidikan : SMA.……..…...........

6. Pekerjaan : Tidak bekerja.....

7. Obat saat ini : .................................

B. Tingkat nyeri & Nadi

Indikator Sebelum terapi Setelah terapi


pemeriksaan murottal murottal
Skor nyeri
Hari ke-1 7 6
Hari ke-2 5 4
Nadi
Hari ke-1 65 x/menit 80 x/menit
Hari ke-2 80 x/menit 86 x/menit

60
Lampiran 5

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP)

TERAPI MUROTTAL SURAT AR-RAHMAN

1. Definisi
Terapi murottal adalah Lantunan Al Quran yang didengarkan dan
mengandung unsur suara manusia, adanya gelombang delta mengindikasi
bahwa kondisi sangat rileks sehingga stimulus Al Quran dapat
memberikan ketenangan, kenyamanan, dan ketentraman seseorang
(Wahyu, 2015).

2. Tujuan
Tujuan terapi murottal ini adalah memberikan ketenangan dalam
tubuh karena memiliki unsur meditasi, relaksasi yang terkandung dalam Al
Quran akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon
endorfin (Wahyu, 2015).

3. Persiapan Alat
a) MP3 Surat Ar Rahman yang dilantunkan oleh
b) Headphone
c) Hanphone

4. Pelaksanaan terapi murottal


a) Memberi salam
b) Memperkenalkan nama dan institusi
c) Menjelaskan tujuan dan prosedur
d) Melakukan persetujuan dan kontrak waktu
e) Menyiapkan Headphone dan MP3 surat Ar Rahman

61
f) Responden diharapkan pada posisi berbaring rileks dan nyaman
g) Penulis melakukan pemasangan manset di sebelah kiri untuk dilakukan
pengukuran tekanan darah sebelum melakukan pemasangan Headphone
MP3.
h) Catat hasil tekanan darah sistolik, dan diastolik sebelum pemasangan
Headphone.
i) Lakukan pemasangan dan nyalakan terapi murottal surat Ar Rahman
yang dilantukan oleh qari Al-Ghomidy melalui HP. Pasien
mendengarkan murottal menggunakan headphone selama 15 menit
dalam posisi berbaring.
j) Beri tahu responden untuk memejamkan mata dan bernafas dengan
nyaman (Wahyu, 2015)

62
Lampiran 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama Lengkap : Rizqi Tegar Satria

2. NIM : G0A019020

3. Tanggal Lahir : 13 Juli 2000

4. Tempat Lahir : Kudus

5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Alamat Rumah : a. Kelurahan : Sadang

b. Kecamatan : Jekulo

c. Kabupaten : Kudus

7. Telepon : a. Rumah :-

b. Hp : 082329730525

8. Email : rzqtegar@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Pendidikan SD di SD Negeri 7 Bangsri, lulus tahun 2012

2. Pendidikan SLTP di SMP Negeri 1 Bangsri, lulus tahun 2015

3. Pendidikan SLTA di SMA Negeri 1 Jekulo, lulus tahun 2018

63
Lampiran 7

DATA DEMOGRAFI QUESIONER

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS NYERI


PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
DI PELAYANAN KESEHATAN

a) Nama : ………………………………………

b) Jenis kelamin : ………………………………………

c) Status pernikahan : ………………………………………

d) Usia : ………………………………………

e) Agama : ………………………………………

f) Suku : ………………………………………

g) Bangsa : ………………………………………

h) Pendidikan terakhir : ………………………………………

i) Pekerjaan : ………………………………………

64
Lampiran 8

INSTRUMEN SKALA PENGUKURAN NYERI

NRS (Numeric Rating Scale)

PENERAPAN TERAPI MUROTTAL UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS


NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI
DI PELAYANAN KESEHATAN

Skala nyeri sebelum intervensi dilakukan.

Petunjuk :

Pada skala ini diisi oleh penulis setelah responden menunjukan angka dengan
menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale (0-10) yaitu:

1. 0 : tidak nyeri
2. 1-3 : nyeri ringan
3. 4-6 : nyeri sedang
4. 7-10 : nyeri berat

Tanyakan kepada responden pada angka berapa nyeri yang dirasakan dengan
menunjukan posisi garis yang sesuai untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan
oleh responden sebelum intervensi dilakukan dengan membuat tanda lingkaran
pada skala yang telah disediakan.

Sebelum dilakukan tindakan (intervensi)

65
Skala nyeri sesudah intervensi dilakukan.

Petunjuk :

Pada skala ini diisi oleh penulis setelah responden menunjukan angka dengan
menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale (0-10) yaitu:

1. 0 : tidak nyeri
2. 1-3 : nyeri ringan
3. 4-6 : nyeri sedang
4. 7-10 : nyeri berat

Tanyakan kepada responden pada angka berapa nyeri yang dirasakan dengan
menunjukan posisi garis yang sesuai untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan
oleh responden sebelum intervensi dilakukan dengan membuat tanda lingkaran
pada skala yang telah disediakan.

Sebelum dilakukan tindakan (intervensi)

66
DOKUMENTASI PELAKSANAAN

Gambar 1

Dokumentasi penerapan terapi murottal kepada Tn. F

67
Gambar 2

Dokumentasi penerapan terapi murottal kepada Tn. H

68
Gambar 3

Dokumentasi penerapan terapi murottal kepada Tn. N

69

Anda mungkin juga menyukai