Anda di halaman 1dari 7

ALASAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

Suatu Perseroan Terbatas (Perseroan) dapat dibubarkan berdasarkan peraturan perundangan-


undangan dengan alasan berikut:[1]

1. Berdasarkan Keputusan RUPS Perseroan

Untuk mengajukan usulan pembubaran suatu Perseroan, pihak yang dapat mengajukan usul
pembubaran Perseroan kepada RUPS adalah[2] Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu)
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara.

Pelaksanaan RUPS yang salah satu agenda rapatnya adalah pembubaran Perseroan dilakukan
dengan kuorum kehadiran sebesar ¾ bagian saham dan persetujuan pengambilan keputusan
oleh minimal ¾ bagian saham dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.[3] Pembubaran
Perseroan yang didasarkan oleh keputusan RUPS dimulai sejak saat ditetapkannya keputusan
RUPS.[4]

2. Karena Jangka Waktu Berdirinya Perseroan yang Ditetapkan dalam Anggaran Dasar Telah
Berakhir

Pembubaran Perseroan akibat berakhirnya jangka waktu berdirinya telah habis di dalam
anggaran dasar terjadi karena hukum, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
Setelah berakhirnya jangka waktu berdirinya Perseroan, Direksi tidak boleh melakukan
perbuatan hukum baru atas nama Perseroan.[5]

3. Berdasarkan Penetapan Pengadilan

Selain pembubaran akibat keputusan RUPS atau pun berakhirnya jangka waktu berdirinya
Perseroan dalam anggaran dasar, suatu Perseroan juga dapat dibubarkan atas penetapan
Pengadilan Negeri adapun pihak-pihak yang dapat melakukan permohonan adalah sebagai
berikut:[6]

 Kejaksaan dengan alasan Perseroan tersebut telah melanggar kepentingan umum atau
melakukan perbuatan melanggar peraturan perundang-undangan
 Pihak yang berkepentingan dengan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian
 Pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris dengan alasan Perseroan tersebut
tidak mungkin untuk dilanjutkan, antara lain:
1. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih,
yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;
2. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun
telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
3. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa sehingga
RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang
saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham; atau
4. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang
ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

dalam penetapan pengadilan tersebut juga ditetapkan penunjukan likuidator.[7]


4. Dengan Dicabutnya Status Kepailitan Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga yang Telah
Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap, Harta Pailit Perseroan tidak Cukup Untuk Membayar
Biaya Kepailitan

5. Karena Harta Pailit Perseroan yang Telah Dinyatakan Pailit Berada dalam Keadaan
Insolvensi Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang

6. Karena Dicabutnya Izin Usaha Perseroan Sehingga Mewajibkan Perseroan Melakukan


Likuidasi Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

Salah satu alasan dilaksanakannya pembubaran Perseroan adalah akibat dicabutnya izin usaha
Perseroan tersebut adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha
dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut, sebagai contoh antara lain Perseroan yang
memperoleh izin usaha Perbankan, izin usaha Perasuransian, dan lainnya.

LIKUIDASI PERSEROAN TERBATAS

Pembubaran Perseroan wajib diikuti dengan likuidasi,[8] sementara itu, likuidasi Perseroan


Terbatas dilakukan oleh likuidator atau kurator baik berdasarkan keputusan RUPS maupun
penetapan pengadilan.

Pemberitahuan Kepada Kreditor dan Menteri

Likuidator Perseroan berkewajiban memberitahukan kepada semua kreditor mengenai


pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar
dan Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal pembubaran Perseroan, serta dalam jangka waktu yang sa

ma juga memberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menteri) untuk
dicatatkan dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.[9]

Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari untuk memberitahukan kepada kreditur dan
Menteri dimulai sejak tanggal pembubaran oleh RUPS dalam hal Perseroan dibubarkan oleh
RUPS atau pada saat penetapan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hal
Perseroan dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan.[10]

Likuidator dalam melaksanakan pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita
Negara Republik Indonesia, beberapa hal yang harus dimuat adalah sebagai berikut:[11]

1. Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya.


2. Nama dan alamat likuidator.
3. Tata cara pengajuan tagihan.
4. Jangka waktu pengajuan tagihan.

sementara itu, khusus untuk jangka waktu pengajuan tagihan adalah selama 60 (enam puluh)
hari terhitung sejak tanggal pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik
Indonesia tersebut.

Setelah likuidator melaksanakan pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar, selanjutnya
likuidator melaksanakan pemberitahuan kepada Menteri yang wajib dilengkapi dengan bukti
berupa dasar hukum pembubaran Perseroan dan pemberitahuan kepada kreditur dalam Surat
Kabar.[12]

Apabila pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri belum dilakukan, maka pembubaran
Perseroan tidak berlaku kepada pihak ketiga dan jika likuidator melakukan kelalaian dalam
melakukan pemberitahuan maka likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan
bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga.[13]

Kewajiban Likuidator dalam Pemberesan Perseroan

Dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan likuidator memiliki kewajiban dalam
proses likuidasi untuk:[14]

1. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan.


2. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi.
3. Pembayaran kepada para kreditor.
4. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham.
5. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Apabila likuidator memperkirakan  bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan
Perseroan, maka likuidator berkewajiban mengajukan permohonan pailit atas Perseroan kepada
Pengadilan Niaga. Hal ini dapat dikesampingkan jika dikecualikan oleh peraturan perundang-
undangan dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan
dilakukan di luar kepailitan.[15]

Terhadap rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi, kreditor diberikan hak untuk mengajukan
keberatan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengumuman di Surat Kabar dan Berita Negara. Jika keberatan oleh kreditor tersebut ditolak
oleh likuidator, maka kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.[16]

Bagi kreditor yang belum mengajukan tagihan dalam jangka waktu sebagaimana dinyatakan
dalam pengumuman pembubaran Perseroan dapat mengajukan tagihannya melalui pengadilan
negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan.
[17] Namun demikian, tagihan yang diajukan kreditor dalam jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut
dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi
pemegang saham,[18] apabila hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada
pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor dan likuidator melalui perintah pengadilan negeri
menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham
untuk membayar tagihan tersebut atas hal ini pemegang saham wajib mengembalikan sisa
kekayaan hasil likuidasi secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah
tagihan.[19]

Penggantian dan Tanggung Jawab Likuidator dalam Pemberesan Perseroan

Apabila likuidator tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka atas
permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan
negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama setelah
sebelumnya likuidator yang lama dipanggil untuk didengar keterangannya.[20]
Berkaitan dengan tanggung jawab, likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atau pengadilan
yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan, sementara itu, untuk Kurator
bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukannya.[21]

Selanjutnya, likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir
proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan
kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang
ditunjuknya, hal tersebut juga berlaku bagi kurator yakni pertanggungjawabannya telah diterima
oleh hakim pengawas. Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana tersebut dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim
pengawas. [22]

Setelah RUPS atau pengadilan menerima pertanggungjawaban dari likuidator atau kurator,
selanjutnya Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus
nama Perseroan dari daftar Perseroan dan selanjutnya Menteri mengumumkan berakhirnya
status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia. [23]
2 TAHAPAN DALAM PROSES PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

“Dalam proses PKPU Sementara dan/atau PKPU Tetap debitor (Termohon PKPU)
akan diberikan kesempatan untuk mengajukan rencana perdamaian kepada seluruh
kreditornya.”
Dalam proses permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
debitor dan kreditor akan diberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah
atau negosiasi terkait permasalah utang piutang yang ada. Hal-hal yang dapat
dibicarakan yaitu seperti mekanisme pembayaran utang yang akan dilakukan
baik seluruhnya atau sebagian, termasuk apabila perlu dilakukan restrukturisasi
utang.

Terdapat 2 tahapan dalam proses PKPU yaitu PKPU Sementara dan PKPU Tetap.
Berikut penjelasan mengenai tahapan-tahapan tersebut:

1. PKPU Sementara
PKPU Sementara merupakan PKPU pendahuluan yang akan diberikan oleh
Pengadilan Niaga ketika adanya permohonan PKPU. Baik permohonan
tersebut diajukan oleh kreditor atau debitor itu sendiri. PKPU Sementara
berlaku sejak tanggal putusan PKPU Sementara dibacakan dan berlangsung
maksimal selama 45 hari.

Dalam putusan PKPU Sementara, pengadilan akan menunjuk 1 orang


hakim pengawas dan mengangkat 1 atau lebih pengurus untuk melakukan
pengurusan selama proses PKPU Sementara.

Segera setelah diangkat berdasarkan putusan pengadilan, pengurus wajib


untuk mengumumkan putusan PKPU Sementara tersebut dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan sedikitnya 2 surat kabar harian.
Pengumuman tersebut dilakukan sesuai dengan arahan hakim pengawas
sebagaimana termuat dalam penetapan.

Pengumuman tersebut memuat undangan yang ditujukan kepada seluruh


kreditor dari debitor, serta memuat jadwal diadakannya rapat kreditor dan
rapat permusyawaratan hakim (persidangan).
Rapat kreditor  dipimpin oleh hakim pengawas dengan dihadiri oleh
debitor dan/atau kuasanya serta pihak-pihak yang merasa berkedudukan
sebagai kreditor. Dalam rapat kreditor ini akan dilakukan pencocokan
piutang, pembahasan rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor
apabila ada dan penentuan apakah akan diberikan PKPU Tetap atau tidak
kepada debitor.

Jika telah ada rencana perdamaian yang disiapkan debitor, maka


pemungutan suara dapat dilakukan. Debitor berkewajiban untuk
mengajukan rencana perdamaian yang memuat rencana pembayaran
utang kepada seluruh kreditornya.

Namun jika debitor belum siap dengan rencana perdamaiannya maka


debitor dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu melalui
mekanisme PKPU Tetap.

2. PKPU Tetap
PKPU Tetap merupakan tahap perpanjangan waktu dari PKPU Sementara.
Beberapa keadaan yang mendorong terjadinya PKPU Tetap yaitu
dikarenakan debitor belum siap dengan rencana perdamaiannya atau para
kreditor belum dapat memberikan keputusan terkait rencana perdamaian
yang diajukan.

Keputusan akan diberikan PKPU Tetap atau tidak kepada debitor harus
melalui mekanisme pemungutan suara (voting) yang dilakukan oleh seluruh
kreditor. Dengan perhitungan kuorum sebagaimana dalam Pasal 229 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
(“UU Kepailitan”).
Merujuk kepada ketentuan kuorum dalam Pasal 229 ayat (1) tersebut maka
baik kreditor konkuren dan kreditor separatis berhak untuk menentukan
kelanjutan dari suatu proses PKPU.

Jika berdasarkan hasil voting memenuhi kuorum untuk diberikan PKPU


Tetap, maka proses dilanjutkan dengan PKPU Tetap. Dengan jangka waktu
maksimal 270 hari terhitung sejak putusan PKPU Sementara diucapkan.
Namun jika kuorum tidak terpenuhi maka pengadilan harus menyatakan
debitor pailit.
Jangka waktu 270 (duaratus tujuhpuluh) hari itu adalah jangka waktu bagi
debitor dan kreditornya untuk perundingan dan pembahasan terkait
rencana perdamaian yang akan diberlakukan di antara mereka. Sehingga
bukan batasan waktu bagi debitor untuk menyelesaikan pembayaran
utang-utangnya kepada para kreditor.

Jika setelah jangka waktu PKPU Tetap berakhir belum tercapai kesepakatan
atas rencana perdamaian yang disampaikan, maka debitor akan dinyatakan
pailit oleh pengadilan

Anda mungkin juga menyukai