Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PEMBERONTAKAN DI/TII JAWA BARAT

KELAS XII IPS 3


DISUSUN OLEH:

ERINA RAHMA SHOFIANA (11)


EVCHIKA PUTRI SYNA (13)
MUTIARA RAMADHANI (24)
NUR ISMA NABILA (27)

SMAN 3 BLITAR
JALAN BENGAWAN SOLO BLITAR
SEMESTER GANJIL
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Sejarah Idonesia yang berjudul "Pembeontakan DI/TII Jawa Barat".
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia
semester ganjil. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada guru pengajar Sejarah
Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini dan
orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Akhimya, penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini.dan kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dengan segala kerendahan
hati,saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Blitar, 03 Agustus 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo


(S.M. Kartosuwiryo). Pada zaman pergerakan nasional, Kartosuwiryo merupakan tokoh
pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani. Selama pemerintahan Jepang,
Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, beliau terpilih sebagai Komisaris Jawa
Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwiryo mempunyai cita-cita
untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk memujudkan cita-citanya, Kartosuwiryo
mendirikan sebuah pesantren di Malangbong Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren Sufah
selain menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai tempat latihan
kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwiryo berhasil
mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan
Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin kuat.

Pada bulan Februari diselenggarakan sebuah konferensi di Casayong, Jawa Barat. Dalam
konferensi itu diputuskan untuk mengubah ideologi Islam dari partai menjadi Negara.
Masyumi Jawa Barat dibekukan dan sebagai gantinya diangkat Kartosuwiryo sebagai imam
bagi umat Islam Jawa Barat. Untuk menyempurnakan keputusan itu, maka dibentuklah
Tentara Islam Indonesia (TII) dan sebagai puncaknya pada tanggal 7 Agustus 1949 diadakan
Proklamasi pendirian Negara Islam Indonesia (NII).

Tujuan Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah untuk mendirikan negara sendiri yang
terpisah dari RI dan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Operasi militer untuk menumpas gerakan DI/TII dimulai pada tanggal 27 Agustus 1949.
Operasi ini menggunakan taktik "pagar betis" yang dilakukan dengan menggunakan tenaga
rakyat berjumlah ratusan ribu untuk mengepung gunung tempat gerombolan bersembunyi.
Tujuan taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak DI/TII. Selain itu digunakan juga
Operasi tempur Bharatayudha dengan sasaran menuju basis pertahanan DI/TII. Operasi
tersebut baru berhasil pada tanggal 4 Juni 1962 dengan tertangkapnya Kartosuwiryo di
daerah Gunung Geber, Majalaya oleh pasukan Siliwangi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana jalan cerita pemberontakan DI/TII Jawa Barat?
2. Bagaimana upaya penumpasan dari pemberontakan DI/TII Jawa Barat?
3. Apa dampak dari pemberontakan DI/TII Jawa Barat?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahuin jalan cerita pemberontakan DI/TII Jawa Barat
2. Mengetahui upaya penumpasan dari pemberontakan DI/TII Jawa Barat
3. Mengetahui dampak dari pemberontakan DI/TII Jawa Barat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jalan Ceritanya Pemberontakan DI/TII Jawa Barat


Hasil Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 yang diterima pemerintah, ditolak
oleh Kartosuwiryo. Begitu pula ia menolak politik hijrah sebagai salah satu ketentuan
dari perjanjian Renville. Isi perjanjian Renville dianggap merugikan perjuangan dan
karena itu ia tidak mengizinkan pasukan Hizbullah dan Pasukan Sabilililah yang ada di
bawah pengaruhnya meninggalkan Jawa Barat. Kelompok Islam (Darul Islam) tidak puas
dengan hasil perundingan tersebut sehingga memicu perang saudara dengan kelompok
nasionalis. Ia menolak untuk membawa pasukannya ke Jawa Tengah dan tidak mengakui
lagi keberadaan RI. Tetapi tujuannya juga menentang penjajah Belanda di Indonesia.

Pada tahun 1948, dua tokoh dari dua kelompok Islam di Jawa Barat yakni Raden Oni
Syahroni, Laskar Sabilillah sekaligus Pendiri Institut Suffah, bertemu S. M. Kartosuwiryo
untuk membahas kekecewaan terhadap Perjanjian Renville ini dan dampaknya terhadap
keamanan rakyat Jawa Barat. Kecemasan itu beralasan karena Divisi Siliwangi Jawa
Barat berpindah menuju Yogyakarta.

Setelah Divisi Siliwangi pindah, Kartosuwiryo lebih bebas menjalankan misinya. Dalam
konfrensi Cisanyong yang diadakan pada bulan Februari pada tahun 1948, hadir para
pemimpin para pemimpin organisasi islam, Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Pertemuan
tokoh-tokoh pejuang Islam tersebut menghasilkan suatu keputusan yakni Sabilillah dan
Hizbullah menolak adanya perintah pengosongan. Anggota atau pasukan Sabilillah dan
Hizbullah yang ikut pindah maka akan dilakukan pelucutan senjata. Hal ini akan
dilakukan dengan kekerasan maupun secara damai (Ruslan, 2008:34).

Pada tanggal 10-11 Februari 1948, Kartosuwiryo dan Oni mengadakan Konferensi
Pemimpin umat Islam di seluruh Jawa Barat tepatnya berada di Desa Pamedusan,
Cisayong, Tasikmalaya. Dengan pertemuan tersebut, muncullah ide pembentukan Ngara
Islam Indonesia (NII). Pertemuan tersebut juga menggelar konferensi di Pamedusan yang
dimana kedua tokoh tersebut memutuskan untuk mengubah ideologi partai Masyumi
yang semula mengggunakan ideologi kepartaian menjadi Majelis Islam (MI). Imam dari
Majelis İslam di Jawa Barat adalah Kartosoewirdjo. Selain itu Kartosuwiryo juga
menyetujui pembentukan Tentara Islam Indonesia (TII) sebagai wujud gerakan
perlawanan Til ini yang dipimpin oleh Raden Oni (Soraya & Abdurakhman, 2019:122).
Pembentukan Negara Islam Indonesia ini sangat diinginkan oleh Kartosuwiryo dan
pengikutnya. Untuk memenuhi keinginan tersebut, Kartosuwiryo menyusun berbagai
rencana. Pada tanggal 1-2 Maret 1948 di daerah Cirebon diadakan konferensi lanjutan.
Kartosuwiryo dan pengikutnya mendesak Pemerintah Republik Indonesia agar
membatalkan semua perundingan dengan Belanda. Jika hal tersebut tidak dilakukan,
kelompok Islam tersebut meminta pemerintah RI untuk bubar dan membentuk
pemerintahan lagi dengan dasar demokrasi yang berbeda atau demokrasi Islam akhir
tahun 1948, dan Ibu Kota Yogyakarta mendapat serangan dari Belanda. Hal ini dijadikan
peluang oleh Kartosuwiryo untuk melakukan propaganda dengan mengumumkan
komando perang suci total untuk melawan Belanda. TII (Tentara Islam Indonesia)
diperintahkan untuk berjuang demi terwujudnya Negara Islam Indonesia.

Kartosuwiryo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri. Setiap


pasukan yang keluar dari wilayah Jawa Barat maka dianggap melanggar kedaulatan,
dilucuti atau pun disuruh bergabung dengan pasukan Tentara Islam Indonesia tersebut.
Saat Divisi Siliwangi melaksanakan hijrah ke Jawa Barat yang sebelumnya dari Jawa
Tengah, Divisi Siliwangi menghadapi kekecewaan rakyat di Jawa Barat. Kembalinya
Divisi Siliwangi juga menimbulkan beberapa permasalahan sehingga adanya perang tiga
pihak yakni TII, TNI, dan Belanda. Perang ini masih berlanjut sampai pertengahan tahun
1949 setelah diadakannya Perjanjian Roem Royen. Saat dikeluarkannya Perjanjian Roem
Royen ini maka tercipta kekosongan pemerintahan di beberapa daerah. Hal tersebut
dimanfaatkan Kartoesoewirdjo sebagai untuk memperoklamasikan Negara Islam
Indonesia. (Soraya & Abdurakhman, 2019:122).

Anda mungkin juga menyukai