Anda di halaman 1dari 13

"Nevertheless the exercises of practical life cannot be regarded as a simple kind of

gymnastics; they are "work". But the work is refreshing and not tiring because of the interest

which one takes in all his movements."(Maria Montessori, The Discovery of The Child, Hal

83)

Mengapa Practical Life dianggap sebagai pekerjaan yang sangat menarik buat anak - anak?

Apa

yang dimaksudkan dengan bergerak dan bekerja? Paparkan dengan kaitannya pada quote di

atas.

“When a grown-up thinks of work, he thinks of doing something as a means to an

end- spending his days in an office for the sake of salary- but a child’s work is based on

doing things for their own sake. There is an end towards which his work is taking him;

through his work he is building the man he will become. (Maria Montessori Speaks to Parent,

page 18-19)

Bila kita orang dewasa bicara soal bekerja, kita membayangkan sebuah hal yang harus kita

lakukan untuk mendapatkan hasil, entah itu berupa upah atau gaji. Sedangkan buat anak-anak

bekerja itu sesuatu yang menyenangkan dan anak-anak bekerja untuk diri mereka sendiri,

yaitu untuk membangun diri mereka sendiri, mempersiapkan otot-ototnya supaya di

kemudian hari mereka bisa melakukan hal-hal yang mereka ingin lakukan tanpa perlu

mengandalkan orang lain, alias menjadi mandiri.

Latihan keterampilan hidup (The Exercises of Practical Life) adalah kegiatan sehari-

hari yang dilakukan sebagai bagian dari persiapan untuk mengerti dan memahami kehidupan.

Saya membayangkan dalam satu hari sejak si anak membuka matanya, bangun dari tidur

hingga dia siap kembali tidur, ada banyak sekali kegiatan keterampilan hidup yang dapat dia

lakukan. Kegiatan ini tentunya menarik dan tidak melelahkan bagi anak-anak karena mereka

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


sedang melatih kemandirian mereka. Pada saat mereka melakukan kegiatan keseharian ini,

mereka juga perlu menggunakan semua otot-ototnya dan menggerakannya sesuai keinginan

mereka. Hal ini tidak serta merta langsung bisa mereka kuasai namun disempurnakan

gerakannya sedikit demi sedikit lewat latihan keterampilan hidup (The Exercises of Practical

Life).

Latihan keterampilan hidup ini sangat bervariasi dan berbeda level kesulitannya

tergantung usia dan perkembangan kemampuan anak. Sebagai contoh, anak bayi di bawah 1

tahun mungkin cukup bila diberikan latihan keterampilan hidup seperti berguling, duduk,

merangkak dan mencoba mengambil makanan dengan tangannya sendiri. Beranjak ke usia 2

tahun, anak tersebut membutuhkan tantangan lebih lagi seperti belajar menggunakan sendok,

membawa barang yang lebih berat, berlari, memanjat, dan lain sebagainya. Semua adalah

proses untuk mencapai perkembangan yang tepat sesuai usianya.

“It is tremendously important that we should understand the spontaneous way in

which the child develops himself. We are so anxious to help, to us it seems the burden of

growth and development is so great that we must do all we can to make the pathway easy.

And so our love may easily overreach itself and by providing too many urges, too many

cautions and corrections, turn the child from the natural path of his development and cause

his energy to be diverted so that it returns upon itself, leading to many nervous illnesses, fear,

laziness, mischievousness, and a host of other undesirable characteristics which could easily

been avoided.” (Maria Montessori Speaks to Parent p.12)

Saya ingin sedikit menceritakan tentang anak saya yang mana perkembangannya

terhambat karena usia 0-2 tahun saya tidak mengizinkan dia untuk melatih keterampilan

hidup sehari-harinya. Saya ingat sekali pada saat itu rumah saya tidak dipersiapkan dengan

baik. Di rumah kita memiliki 3 ekor anjing dan tidak ada pembantu, sehingga saya

meletakkan anak saya di baby box dari bayi sampai usia 7 bulan. Sehari-hari dia tidak pernah

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


merangkak atau eksplorasi di lantai. Dia bahkan masih digendong dengan baby carrier

sampai usia 2 tahun dan tidak diberikan kesempatan untuk lari-lari bila di luar rumah.

Sebagai ibunya, saya sangat takut dan kuatir dia celaka karena waktu usia 6 bulan pernah

jatuh cukup keras dari kursi makan. Alhasil ketika usia 20 bulan dia mulai tidak suka makan,

diberikan makanan apapun selalu ditolak dan setiap duduk di kursi makan dia selalu ingin

kabur. Dia tidak aktif bergerak, tidak suka diajak bermain fisik seperti main sepeda atau

lempar tangkap bola. Dia selalu takut bertemu orang asing ataupun dibawa ke tempat baru.

Bicaranya pun tidak lancar dan seperti tidak paham bila diberikan instruksi. Dia juga banyak

sekali takutnya, seperti takut ketinggian, takut mencoba hal baru, takut melihat makanan, dan

jijik dengan berbagai macam tekstur benda. Dia menjadi sangat clingy dan ketergantungan

dengan saya sebagai ibunya. Usia 2 tahun saya membawa dia ke sebuah klinik tumbuh

kembang dan dia dinyatakan memiliki developmental delay (terlambat tumbuh kembangnya).

Dari sejak saya menerima berita ini, saya mulai belajar sebanyak-banyaknya

mengenai Montessori dan ilmu tumbuh kembang anak lainnya. Anak saya juga menjalani

terapi dari sejak usia 2 tahun hingga sekarang usianya sudah hampir 5 tahun. Dari 3 tahun

pembelajaran saya, saya menemukan korelasi yang sangat besar antara gerakan dan

perkembangan terutama perkembangan otak.

Sewaktu awal saya dijelaskan mengenai apa masalah anak saya dan bagaimana proses

mengatasinya, saya diberikan gambar piramida ini

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


Central Nervous System alias otak kita mengatur bagaimana organ-organ kita menerima

sensori input, dan sensori system terbagi menjadi 7 dimana 3 menjadi fondasi bagi yang

lainnya :

1. Tactile (sentuhan)

2. Vestibular (keseimbangan)

3. Proprioseptif (otot)

4. Olfactory (penciuman)

5. Visual (penglihatan)

6. Auditory (pendengaran)

7. Gustatory (pengecap)

Di bagan ini kita juga bisa melihat bahwa kemampuan akademis (academic skills) dan

ketrampilan hidup sehari-hari (daily living activities) letaknya di puncak piramida, yang

mana artinya ketrampilan itu diperoleh dari kemampuan otak mengkoordinasikan

gerakannya.

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


Perkembangan yang terlambat dalam hal motorik kasar maupun halus ini juga

berpengaruh kepada regulasi emosinya. Awal memulai terapi, setiap kali mau distimulasi

anakku sudah langsung menyerah dan tidak mau mencoba, diiringi dengan tangisan berderai-

derai. Anakku menjadi sangat sensitif dan mudah menangis. Dia merasa dirinya tidak mampu

dan jadi panik saat mamanya tidak ada. Semua itu disebabkan kurangnya stimulasi motorik di

usia 0-2 tahun yang mengakibatkan banyak refleksnya tidak terintegrasi.

“The child works to become a man; by an inner force which urges him to continual

activity he acquires little by little his mature characteristics. Now, we do not know this

spontaneous being the child who tries to work constantly. If we did not recognize him as such

before, it was because we put obstacles in his path. These obstacles are of two kinds : (1) The

child, who is weak with regard to the adult and has strong formative energies, need his own

environment, and we give him only that of the adult where nothing is adapted to his size (2)

This poor child must fight the adult who does not understand the work he is so busily

engaged upon and who impedes him at every step.”

(Maria Montessori Speaks to Parent, p 2-3)

Dari sini kita menyimpulkan bahwa anak bekerja untuk membangun dirinya. Dan ada

2(dua) hal yang menghalangi perkembangannya yaitu :

1. Lingkungan yang tidak sesuai

Lingkungan yang dimaksud tidak sesuai adalah lingkungan dimana anak-anak

dilarang untuk melakukan banyak hal karena membahayakan dirinya. Saya ingat

awal-awal kehidupan anak saya, lingkungan rumah kami sangat tidak kondusif

untuk anak-anak karena barang berserakan dan barang tersebut bukan barang yang

boleh disentuh oleh anak karena rentan pecah dan rusak. Setiap kali anak bergerak

kita menjadi was-was karena pergerakan anak cenderung menjadi destruktif.

Pernah suatu ketika saya meletakkan gelas berisi kopi di atas meja dan dalam

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


hitungan detik gelas itu diraih anak saya dan tumpah ke atas air purifier sehingga

air purifiernya menjadi rusak.

2. Orang dewasa yang tidak memahami anak

Sebelum belajar Montessori, saya adalah orang dewasa yang perfeksionis dan

ambisius. Saya punya harapan dan ekspektasi yang sangat tinggi terhadap anak

saya. Dari usia 6 bulan sudah saya masukkan berbagai kelas bayi dan saya

daftarkan masuk ke gym untuk bayi. Tapi semua itu tidak membantunya malah

mungkin menjadi cikal bakal penyebab berbagai masalah yang timbul di anak

saya, karena keinginan saya untuk mengontrolnya dan tidak memberikan

kebebasan bagi dia.

“The greatest help you can give your children is the freedom to go about their own

work in their own way, for in this matter your child knows better than you.”

(Maria Montessori Speaks to Parent, p.28)

Saat pertama saya menyekolahkan anak saya di sekolah Montessori di usianya 2 tahun, saya

terpukau dengan kerapihan sekolah Montessori dan betapa atmosfernya membawa

ketenangan. Saya melihat rak-rak dijajarkan dengan banyak sekali pilihan kegiatan. Awal-

awal anak saya memulai sekolah tersebut, dia tidak terlihat tertarik dengan satupun aktivitas

yang dijajarkan di rak. Setiap datang ke sekolah,dia selalu memilih berada di pojok baca

sendirian dan membaca buku. Saya seperti kebanyakan orang tua lainnya mengharapkan

perubahan besar terjadi sesegera setelah kita mengambil sebuah tindakan. Ketika

membawanya bersekolah di sekolah Montessori, saya mengharapkan excitement atau

kegembiraan dan antusiasme untuk mencoba beragam kegiatan disana, namun itu tidak

terjadi. Di sini, tidak seperti diri saya yang sebelumnya yang memaksa anak berpartisipasi

dalam kegiatan di sekolah, saya mulai mengambil langkah berbeda. Saya belajar mengamati

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


meski saat itu saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan “observasi” dalam pembelajaran

Montessori. Saya banyak melakukan konsultasi dengan guru dan terapis pada saat itu. Kami

semua sama-sama mengamati apa yang sedang dibutuhkan oleh anak saya pada saat itu.

Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit anak saya mulai tertarik dengan material yang

disajikan di rak. Dia juga yang awalnya jijik dengan berbagai tekstur mulai bersedia bermain

di kolam sensorial dengan beragam tekstur seperti beras, pasir, biji-bijian dan lain

sebagainya. Ternyata kesabaran membuahkan hasil, dengan tidak dipaksakan dan diatur

terlalu banyak, anak menunjukkan kesediannya mencoba.

“So, in a prepared environment, we can think of a series of exercises which will call

the attention of the child to his own movements, which will lead the child to handle all

objects with care, which will make him move with attention amidst pieces of furniture around

him, without bumping against them. This will help bring the child to the perfection of the

movement, and to the perfect acquisition of his co-ordination.”

(Maria Montessori, Creative Development of The Child, p.41)

Setelah menyaksikan betapa lingkungan yang dipersiapkan itu sungguh membantu kerja si

anak dalam membangun dirinya dan tubuhnya, saya mulai melakukan perubahan sedikit demi

sedikit di rumah saya.

Hal-hal sederhana yang saya lakukan di rumah adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan rak aktivitas yang sesuai dengan tinggi tubuh anak

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


Dahulu saat memulai, saya menggunakan rak dari bahan plastik karena ingin

ekonomis, tapi seiring waktu dan bertambahnya kepercayaan saya terhadap

metode Montessori, saya mulai upgrade ke furniture dan nampan dari bahan kayu

2. Menyediakan bangku kecil untuk berpijak saat ingin mencuci tangan

Dulu saya membeli tempat cuci tangan khusus anak kecil, namun anak saya

ternyata memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi terhadap suara dan dia

takut mendengar suara berdengung dari pompa galon. Akhirnya saya fasilitasi

dengan bangku kecil untuk tempat berpijak. Memang sekilas belum ideal karena

awal-awal dia tetap membutuhkan bantuan untuk naik ke atas bangku, hingga di

usia 4 tahun baru dia bisa naik turun sendiri seiring dengan perkembangan

motoriknya dan berkurangnya tingkat sensitivitas vestibularnya.

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


3. Menyediakan alat bantu kebersihan seukuran tubuh anak

Pada saat memberikan alat bantu kebersihan seperti sapu dan pel ini, tujuannya

bukan supaya anak bisa menguasai skill bebersih tapi lebih untuk memberikan

efikasi diri bahwa dirinya mampu saat dia membantu membersihkan sehingga dari

sini bisa menstimulasi dia untuk memberikan kontribusi lebih lagi di hal lainnya

yang biasanya dia abai.

4. Memberikan akses air minum setinggi tubuh anak supaya anak bisa mengambil

sendiri

Pastinya di awal-awal pemberian fasilitas ini, diiringi dengan banyak sekali drama

air tumpah dan banjir sehingga harus mengepel. Oleh karena itu, saya menyiapkan

pel karet di dekat sini supaya ketika ada drama air tumpah, saya tidak langsung

marah-marah seperti dulu halnya sebelum belajar Montessori, tapi bisa langsung

merespon dengan tepat. Sebelum saya berteriak marah pun, sebenarnya si anak

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


sudah merasa kecewa sendiri karena merasa gagal saat mengambil air dan airnya

tumpah. Hal itu terkadang membuatnya enggan untuk mencoba lagi karena

merasa gagal melakukan dengan sempurna pada percobaan awal. Respon kita

yang bisa tetap tenang menghadapi itu membantu si anak untuk meregulasi

emosinya juga dengan lebih baik.

5. Meletakkan snack dan peralatan makan setinggi tubuh anak supaya anak bisa

mengambil sendiri

Kebebasan untuk memilih dan mengakses sendiri snack dan peralatan makannya

mendatangkan kesenangan tersendiri bagi si anak. Bisa mengakses sendiri bukan

berarti anak jadi punya kebebasan untuk menghabiskan snacknya dan melewatkan

makan utama. Kita tetap perlu membuat batasan yang jelas tentang berapa kali

dalam sehari anak boleh mengambil snack dan berapa banyak yang boleh diambil

untuk sekali makan.

6. Meletakkan baju-baju anak di tempat yang rendah supaya anak bisa memilih sendiri

dan belajar memakainya sendiri

Memasuki usia 2 tahun, anak memiliki autonomi diri. Dia ingin menentukan

sendiri apa yang ingin dilakukan, baju apa yang ingin dipakai, dan lain

sebagainya. Setelah meletakkan baju di lemari bagian bawah dan memberikan

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


pilihan baju terbatas, anak menjadi lebih bersemangat untuk memilih bajunya

sendiri dan memakainya setelah mandi.

“How does he achieve this independence? He does it by means of a continuous

activity. How does he become free? By means of constant effort. ...we know that

development results from activity. The environment must be rich in motives which lend

interest to activity and invite the child to conduct his own experiences.”

(Maria Montessori, The Absorbent Mind, p.84)

Setelah merubah kondisi lingkungan rumah sedikit demi sedikit, anak mulai menunjukkan

perubahannya. Dia menjadi lebih nyaman ditinggal beraktivitas mandiri. Dia menjadi mulai

bisa mengambil dan mengembalikan mainannya sendiri tanpa dibantu. Dia menjadi lebih

aktif mengeksplorasi dan mencoba kegiatan baru seperti memasak dan bermain di teras yang

mana sebelumnya kegiatan itu sangat dia hindari.

Dari semua pengalaman ini saya menyimpulkan manfaat dari Latihan Keterampilan Hidup

(The Exercises of Practical Life) adalah sebagai berikut :

1. Melatih kemandirian

Saat anak mampu melakukan hal-hal seperti makan sendiri, pakai baju sendiri, kita

sedang melatih kemandiriannya supaya dia dapat bekerja tanpa mengandalkan orang

lain.

2. Melatih fokus dan konsentrasi

Saat melakukan kegiatan seperti menuang, menyendok meskipun kelihatannya

mudah, namun itu membutuhkan fokus dan konsentrasi supaya tidak tumpah.

3. Melatih kegigihan (perseverance) ketika gagal mau mencoba lagi dan lagi

Adakalanya anak melakukan kesalahan ketika mencoba, namun dengan pengulangan

gerakannya menjadi semakin baik dan anak belajar bahwa segala sesuatu menjadi

semakin baik ketika mau mencoba terus sampai berhasil.

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


4. Menumbuhkan keteraturan dan konsistensi anak untuk menyelesaikan tugas

Pekerjaan dalam area ketrampilan hidup seperti memasak, membuat teh, merapikan

tempat tidur membutuhkan langkah-langkah pengerjaan yang harus dikerjakan dalam

ururtan untuk bisa selesai. Ini melatih anak untuk tahu langkah-langkah yang benar

sekaligus membangun keteraturan dalam dirinya.

5. Menumbuhkan kepercayaan diri

Ketika anak berhasil melakukan pekerjaan dalam area keterampilan hidup, meskipun

itu nampak sederhana, seperti menuang susu sendiri, ini menumbuhkan kebanggaan

dalam dirinya dan juga rasa percaya diri.

6. Mengajarkan negosiasi dan kerjasama saat anak meminta bantuan ketika dia

membutuhkan bantuan

Ada kalanya beberapa pekerjaan dalam area Ketrampilan hidup ini membutuhkan

bantuan dari orang lain. Ini bisa melatih cara meminta bantuan dari orang lain dengan

sopan, cara berterima kasih dan lain sebagainya.

7. Menumbuhkan rasa kepedulian terhadap diri sendiri dan lingkungan

Beberapa pekerjaan dalam area Ketrampilan Hidup seperti menyiram tanaman,

memberi makan hewan, membuang sampah pada tempatnya akan menumbuhkan rasa

kepedulian anak terhadap lingkungannya.

8. Mempersiapkan fondasi untuk kebutuhan belajar akademis

Kegiatan dalam area ketrampilan hidup seperti menyendok dari kiri ke kanan

merupakan persiapan akademis anak untuk membaca dari kiri ke kanan. Kegiatan

menyendok, menjepit, menggunting juga melatih ketrampilan motorik halus anak

untuk persiapan menulis.

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL


BIBLIOGRAPH

Montessori, Maria. The Absorbent Mind. Amsterdam : Montessori Pierson Publishing

Company, 2007

Montessori, Maria. Creative Development in the Child. Amsterdam: Montessori

Pierson Publishing Company, 2020

Montessori, Maria. The Discovery of the Child. Amsterdam: Montessori Pierson

Publishing Company, 2020

Montessori, Maria. The Secret of Childhood. Amsterdam: Montessori Pierson

Publishing Company, 2017

Montessori, Maria. Maria Montessori Speaks to Parent. Amsterdam: Montessori

Pierson Publishing Company, 2017

Montessori, Maria. The 1946 London Lectures. Amsterdam: Montessori Pierson

Publishing Company, 2012

Tamara, Rossalyn. A-Z Tanya Jawab Montessori & Parenting. Sleman : Bentang

Pustaka, 2021

Tamara, Rossalyn. Exercise of Practical Life. Sleman : Bentang Pustaka, 2022

Verany Hadyany PD/00120/2022/MHA/HQ-OL

Anda mungkin juga menyukai