Anda di halaman 1dari 14

REPRODUKSI INDUK DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN PATIN

(Pangasius hypophthalmus) HASIL PEMIJAHAN SECARA BUATAN


MENGGUNAKAN OVAPRIM SYNDEL

Ihwan, Ardana Kurniaji*, Zainal Usman, Siti Aisyah Saridu, Andi


Sulistiawati
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone
*email : ardana.kji@gmail

ABSTRAK

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu ikan komoditas air
tawar di Indonesia yang banyak digemari masyarakat. Budidaya ikan patin adalah
alternatif mengantisipasi pola pemijahan ikan patin yang terjadi sekali setahun di
alam. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi aspek reproduksi induk dan
pertumbuhan larva ikan patin siam (P. hypophthalmus) yang diperoleh dari hasil
pemijahan secara buatan menggunakan ovaprim. Penelitian dilaksanakan di Balai
Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara. Tahapan
penelitian meliputi persiapan induk, pemijahan induk dan penetasan telur,
pemeliharaan dan pengukuran pertumbuhan larva serta kualitas air. Hasil
penelitian menunjukkan aspek reproduksi induk berupa fekunditas 297.500 butir,
derajat pembuahan 71,4% dan derajat penetasan 8,60%. Laju pertumbuhan spesifik pada
larva ikan diamati 4,80% dengan kelangsungan hidup ikan adalah 95,83%.
Kualitas air teramati normal sesuai dengan kebutuhan ikan. Pembenihan ikan
patin secara buatan menggunakan ovaprim dapat dilakukan sesuai dengan
prosedur yang benar.

Kata Kunci: ikan patin, ovaprim, pembenihan, reproduksi

ABSTRACT

Catfish (Pangasius hypophthalmus) is one of the freshwater commodity fish in


Indonesia that is very popular in public. Catfish farming is an alternative to
anticipate catfish spawning patterns that occur once a year in nature. The aim of
this study to evaluate the reproductive aspec of broodstock and larval growth of
catfish (P. hypophthalmus) produced from artificial spawning using ovaprim. The
research was conducted in Center of Freshwater Aquaculture (BPBAT) Tatelu,
North Sulawesi. The research stages include broodstock preparation, breeding and
hatching eggs, maintenance and measurement of larval growth and water quality.
The results showed that the reproductive aspec of broodstock such as fecundity of
297,500 eggs, fertilization rate 71.4% and hatching rate 8.60%. The specific
growth rate of fish larvae was observed to be 4.80% with fish survival rate
95.83%. The water quality was observed to be normal according to culture fish.
Catfish artificially breeding using ovaprim can be conducting according to the
correct procedure.
Keywords: artificial breeding, catfish, ovaprim, reproductive

54
I. PENDAHULUAN pembenihan, pendederan dan
Latar Belakang pembesaran. Pembenihan merupakan
Indonesia memiliki kekayaan proses kegiatan pemeliharaan larva
sumber daya perikanan yang cukup dari mulai menetas sampai ukuran
besar, dengan keberadaan beberapa tertentu, pada pemeliharaan larva
jenis-jenis ikan. Ikan air tawar yang merupakan tahap awal yang sangat
berada di Indonesia sekitar 2000 penting dalam proses kegiatan
spesies, sedikitnya ada 27 jenis yang selanjutnya (Ni’matulloh et al., 2018).
sudah dibudidayakan (Amri dan Pola pemijahan dari ikan patin siam
Khairuman, 2011). Produksi ikan (P. hypophthalmus) secara alami
patin siam pada tahun 2016 bergantungan pada musim, yaitu
menempati urutan ke empat setelah setahun sekali berlangsung pada
ikan nila (Oreochromis niloticus), bulan Oktober sampai April (Galuh
mas (Cyprinus carpio), dan lele dan Permatasari, 2017). Selain musim
(Clarias gariepinus) dalam kelompok pemijahan tersebut, Jumlah benih
ikan air tawar (DJPB 2016). Ikan ikan patin siam (P. hypophthalmus)
patin (Pangasius hypophthalmus) sangat sedikit atau hampir tidak ada.
dikenal sebagai komoditi yang Penyediaan benih ikan patin dapat
memiliki nilai ekonomis tinggi dan optimal dilakukan pemijahan secara
prospek cerah untuk dibudidayakan. buatan. Pemijahan secara buatan
Beberapa kelebihan lain seperti (induced breeding) dapat dipercepat
tergolong ikan unggul karena mudah dengan rangsangan hormone. Salah
dipelihara, tahan terhadap serangan satu produk yang umumnya
penyakit, pemakan segala, cepat digunakan dalam proses pemijahan
pertumbuhannya, respon terhadap adalah ovaprim. Ovaprim
pakan buatan dan mudah mengandung 20 µg salmon
dibudidayakan, dalam waktu 6 bulan gonadotropin releasing hormon
dapat sudah dapat dipanen (sGnRH) dan 10 µg demporidone
(Minggawati dan Saptono, 2012). sejenis anti dopamin (Sinjal, 2014).
Ikan patin (P. hypophthalmus) Ovaprim Syndel adalah hormon yang
merupakan ikan yang semakin berfungsi untuk merangsang dan
diminati di Indonesia dan menjadi memacu hormon gonadothropin pada
salah satu andalan dalam peningkatan tubuh ikan sehingga dapat
produktivitas budidaya. Dapat mempercepat proses ovulasi dan
dibuktikan peningkatan produksi ikan pemijahan, yaitu pada proses
patin tahun 2015 sebesar 339.069 ton pematangan gonad dan dapat
dan meningkat pada tahun 2016 memberikan daya rangsang yang
menjadi 437.11 ton, produksi patin lebih tinggi (Manantung et al., 2013).
masih terus meningkat dimana Penelitian ini bertujuan untuk
sasaran produksi patin nasional pada mengevaluasi aspek reproduksi induk
tahun 2019 yaitu menjadi 1.149.400 dan pertumbuhan larva ikan patin
ton (KKP 2016). Peningkatan siam (P. hypophthalmus) yang
produksi ikan dapat dicapai melalui diperoleh dari hasil pemijahan secara
kegiatan akuakultur dan salah satu buatan menggunakan ovaprim.
subsistem kegiatanya adalah
pembenihan (Andriyanto et al., 2012) .
Kegiatan budidaya ikan patin
siam meliputi pemijahan,

55
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di cm dengan tinggi air dan volume air
Balai Perikanan Budidaya Air Tawar ±30 cm dan dipasangi dengan aerasi.
(BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara.
Tahapan penelitian meliputi persiapan Seleksi Induk dan Pemijahan
induk, pemijahan induk dan penetasan Induk ikan patin siam yang
telur, pemeliharaan dan pengukuran digunakan di BPBAT Tatelu berasal
pertumbuhan larva. dari BPBAT Sungai Gelam, Jambi.
BPBAT Tatelu sudah memproduksi
calon induk untuk memenuhi
kebutuhan para pembudidaya
khususnya di pulau Sulawesi,
Kepulauan Maluku dan Papua. Kolam
yang digunakan untuk pemeliharaan
induk patin termasuk jenis kolam
semi permanen yang terbuat dari
beton yang dasarnya tanah. Pada
kolam pemeliharaan tersebut
Gambar 1. Ikan yang digunakan berukuran 15m×6m dengan
(jantan dan betina) kedalaman 1-1.5 m dan tinggi air 1,1
m. Padat tebar setiap kolamnya
Persiapan Media dan Induk berbeda-beda, baik induk maupun
Wadah yang harus calon induk. Pada kolam A2 induk
dipersiapkan adalah bak fiber, corong jantan dan betina dipelihara secara
dan akuarium. Bak fiber sebagai terpisah di dalam hapa dengan ukuran
wadah pemberokan dan inkubasi 2×4×2,5 m sebanyak 2 buah dengan
setelah penyuntikan Ovaprim Syndel masing-masing diisi 5 ekor jantan dan
sebelum di stripping, corong sebagai 5 ekor betina dengan tujuan
tempat penetasan telur dan akuarium mempermudah proses seleksi sesuai
sebagai tempat penebaran larva dan pernyataan menurut Jauhari et al.,
pemeliharaan larva patin. Sebelum itu (2012) bahwa kolam induk jantan dan
wadah yang digunakan terlebih betina dibuat terpisah.
dahulu disterilkan agar terhindar dari Seleksi induk adalah kegiatan
berbagai sumber penyakit. Wadah memilih atau memisahkan induk yang
yang digunakan dibersihkan dengan sudah matang gonad dengan yang
cara digosok menggunakan spons belum. Seleksi induk dilakukan
kemudian dibilas dengan air bersih. dengan cara melihat kondisi fisik
Selanjutnya pengisian air pada bak secara langsung alat kelamin atau
fiber dengan volume air 1 ton (urogenital) berwarna merah tua.
dipasangi aerasi yang bertujuan Selain pengamatan secara visual,
sebagai suplai oksigen. Corong dan pengamatan juga dapat dilakukan
akuarium sebagai wadah untuk pada telur (oocyte) untuk melihat
penebaran telur serta pemeliharaan kematangan telur induk betina dengan
larva ikan patin. Corong yang menggunakan kateter. Sesuai
digunakan berdiameter 30 cm dengan pendapat menurut Sihaloho (2014),
tinggi 50 cm dan diisi air sampai bahwa untuk memastikan induk
ketinggian 25 cm. Adapula akuarium betina yang matang gonad dapat
yang digunakan berukuran 60×40×40 dilihat melalui kanulasi menggunakan

56
kateter. Sedangkan untuk induk jatan penyuntikan yang dilakukan yaitu
dapat dilakukan dengan metode pada pukul 15.00 WITA untuk
stripping pada bagian perut yang akan penyuntikan pertama dan penyuntikan
mengeluarkan cairan sperma kedua pada pukul 21.00 WITA agar
berwarna putih susu kental. waktu stripping dilakukan pada pagi
hari. Sedangkan untuk induk jantan
Tabel 1. Ciri-ciri induk matang gonad dengan dosis 0,3 ml/kg dan dilakukan
No Betina Jantan hanya satu kali yaitu pada malam hari
1 Umur minimal Umur minimal tepatnya pada pukul 21.00 WITA.
tiga tahun dua tahun,
Adapun perhitungan untuk
2 Berat minimal Berat minimal
1,5 – 2 Kg 1,5 – 2 Kg,
menentukan dosis yang digunakan
3 Perut membesar pada pemijahan ikan patin siam
kearah anus, sebagai berikut:
Perut terlihat - Berat Induk Betina 10 kg
terasa empuk
ramping - Penyelesaian : 10 kg × 0,5 ml/kg =
dan halus saat
diraba 5 ml
4 Kloaka Kelamin - Penyuntikan I : 5 ml × 1/3 = 1,6 ml
membengkak membengkak + Larutan NaCl 1,6 ml
dan berwarna dan berwarna - Penyuntikan II : 5 ml × 2/3 = 3,3
merah tua, merah tua. ml + Larutan NaCl 3,3 ml
5 Kalau disekitar
Bila diurut,
kloaka ditekan Pemijahan Induk
akan keluar
akan keluar Penyuntikan pada induk
cairan sperma
beberapa butir
berwarna putih, dilakukan dengan mengambil induk
telur
dan dimasukkan ke dalam karung,
tutupi kepala induk dengan karung
Persiapan Penyuntikan Hormon agar ikan tidak berontak dan terhindar
Pemijahan yang dilakukan dari patil. Penyuntikan dengan sudut
dengan pemijahan buatan atau kawin penyuntikan 45˚ dilakukan secara
suntik (induce spawning). intramuscular (punggung atas
Rangsangan ovulasi menggunakan kanan/kiri) (Manantung et al., 2013).
Ovaprim Syndel dengan dosis total Setelah dilakukan penyuntikan, induk
0,5 ml/kg bobot ikan betina. betina dimasukkan kembali ke dalam
Penyuntikan induk betina dilakukan wadah pemberokan. Selama ±12 jam
sebanyak 2 kali dengan dosis 1/3 dari dari penyuntikan kedua, dilakukan
dosis total untuk penyuntikan pertama pengecekan induk untuk mengetahui
dan 2/3 dosis total untuk penyuntikan apakah telah ovulasi atau belum.
kedua. Larutan pengeceran Ovaprim Proses stripping dilakukan
Syndel menggunakan larutan NaCl dengan metode kering (dry stripping).
0,9% dengan perbandingan 1:1. Sebelum dilakukan stripping, daerah
Adapun interval waktu penyuntikan papilla ikan dan tangan pelaksana
adalah 6 jam dari penyuntikan harus dikeringkan menggunakan
pertama ke penyuntikan kedua. handuk kering agar sel telur tidak
Penyuntikan pertama bertujuan untuk terkena air. Jika terjadi kontak antara
merangsang ovulasi, sedangkan sel telur dengan air maka telur akan
penyuntikan ke dua menyempurnakan segera mengeras dan lubang mikrofil
dan mempercepat proses ovulasi akan tertutup dan sperma tidak dapat
(Kristanto et al., 2005). Waktu masuk sehingga telur tidak akan

57
menetas. Stripping dilakukan dengan akuarium yang berukuran 60×40×40
cara mengurut bagian perut induk cm yang dilengkapi aerasi.
betina kearah papilla. Telur yang Ketinggian air pada awal
keluar akan ditampung dalam baskom pemeliharaan adalah 20 cm. Telur
atau loyang yang bersih dan kering. yang telah menetas dikenal dengan
Setelah semua telur tertampung dalam larva. Larva akan bergerak kearah
baskom kemudian induk jantan atas dengan warna tubuh bening
diambil dan kemudian di stripping dengan posisi miring dan dipindahkan
untuk diambil spermanya. Stripping ke akuarium. Pemindahan ini
induk jantan sama halnya induk merupakan tahap awal pemeliharaan
betina, terlebih dahulu papilla ikan larva yang bertujuan agar terhindar
dikeringkan dan sperma dikeluarkan dari telur yang busuk karena telur
dengan cara mengurut bagian perut ikan patin bersifat adhesive atau
menuju papilla. Telur dan sperma menempel sehingga mempengaruhi
yang ditampung dalam baskom pertumbuhan larva. Tujuan lain agar
kemudian di aduk secara perlahan mengurangi kepadatan dan kematian
menggunakan bulu ayam sampai larva akibat sifat kanibal dari larva
tercampur rata. Pengadukan patin siam.
dilakukan selama ±1,5 menit untuk Jumlah larva yang ditebar
meningkatkan fertilisasi dan adalah 2.000 ekor/akuarium.
mengencerkan sperma. Kemudian Penambahan air dilakukan secara
ditambahkan larutan NaCl 0,9% dan bertahap sesuai umur larva untuk
diaduk kembali selama ±1,5 menit. menjaga kualitas air dan pertumbuhan
Telur yang telah bersih, kemudian tiap harinya semakin besar maka
telur dicampur dengan lumpur. memerlukan ruang gerak. Ketinggian
Lumpur ini berfungsi untuk air media untuk larva umur 2-14 hari
membersihkan lendir-lendir yang adalah 20 cm dan pada umur 15 hari
menempel dan menghindari dinaikkan menjadi 30 cm sampai air
terjadinya penggumpalan telur serta keluar dari pipa pengeluaran.
menghilangkan daya rekat telur Pengamatan perkembangan larva
sehingga telur akan mudah bergerak dilakukan secara terus-menurus sejak
pada saat diinkubasikan. Setelah larva menetas hingga larva berumur
diaduk selama ±2 menit, kemudian 30 hari atau telah memiliki
telur disaring dengan menggunakan kelengkapan organ seperti pada ikan
seser dan dibersihkan kembali dengan patin dewasa.
air bersih yang mengalir.
Pemberian Pakan dan Pengukuran
Penetasan Telur dan Pemeliharaan Kualitas Air
Larva Pakan yang diberikan untuk
Wadah penetasan ikan patin induk ikan patin berupa pakan buatan
berupa corong dan akuarium yang dengan formula tertentu berdasarkan
dilengkapi aerator. Waktu yang kebutuhan nutrisi ikan. Pakan yang
dibutuhkan untuk menetas menjadi diberikan berupa pallet komersil
larva ±20-24 jam. Waktu penetasan berupa pellet tenggelam (merk
telur tergantung pada suhu megami) dengan kandungan protein
lingkungan, intensitas cahaya, 45%, Lemak 10%, Serat kasar 2%,
oksigen terlarut, dan pH. Abu 12% dan Kadar air 10% (sesuai
Pemeliharaan larva di lakukan dalam label kemasan pakan). Pakan induk

58
yang baik memiliki kandungan sehari dengan interval waktu 2 jam
protein 32% atau lebih, untuk sekali pada pukul 07.00, 09.00, 11.00,
meningkatkan kualitas gonad dan 01.00, 03.00, dan 05.00 WITA,
telur (Subagja et al., 2013). selanjutnya secara bertahap diganti
Persentase pemberian pakan dengan Alona sp pada umur 6 sampai
harian (Feeding rate) untuk induk 8 dengan interval waktu 4 jam sekali,
adalah 1% dari biomassa induk per setelah itu pada umur 9 hari diberikan
hari dengan frekuensi pemberian cacing sutera (Tubifex sp.) frekuensi
pakan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi pemberian pakannya 3 kali yaitu
hari dan sore hari antara pukul 07.00 08.00, 15.00 dan 21.00 WITA hingga
WIB dan 15.00 WIB. Hanief et al., ukuran benih. Larva ikan patin siam
(2014) yang menyatakan bahwa diberikan pakan menggunakan
pakan yang diberikan harus benar- metode ad libitum. Metode ini
benar dipertimbangkan kuantitasnya, mengharuskan pakan alami yang
karena jika pakan yang diberikan tersedia setiap waktu dalam media
terlalu sedikit akan menghasilkan budidaya sehingga kultivan dapat
pertumbuhan ikan rendah, sedangkan mengkonsumsi setiap saat. Metode ad
jika terlalu banyak maka akan libitum banyak digunakan untuk
menyebabkan metabolisme tidak pembenihan yang menggunakan
efisien sehingga tidak tercerna dengan pakan hidup (live feed) dimana pakan
baik dan terbuang. Oleh sebab itu tersedia setiap saat pada media
frekuensi pemberian pakan yang tepat budidaya dalam kondisi segar
sangat diperlukan untuk (Supono, 2015).
meningkatkan efisiensi pakan dalam Kualitas air merupakan faktor
menunjang pertumbuhan dan tingkat yang penting dalam pertumbuhan
kelangsungan hidup ikan. ikan (Yonarta et al., 2020). Parameter
Pemberian pakan untuk larva kualitas air yang diamati yaitu suhu,
ikan patin diberikan setelah 48 jam pH, DO dan ammonia. Pengukuran
dari penetasan. Hal ini karena ikan kualitas air untuk suhu, pH dan DO
mempunyai cadangan makanan dilakukan setiap seminggu sekali.
berupa kuning telur (yolk sack) di Sedangkan ammonia diukur 2 minggu
dalam tubuhnya. Larva ikan patin sekali
siam diberikan pakan berupa pakan
alami jenis Artemia sp, Alona sp dan Variabel yang Diamati
Tubifex sp. Kandungan protein Alona Fekunditas (F) merupakan
sp. sebesar 67% (Priyadi et al., 2010) jumlah telur yang dihasilkan induk.
dan untuk nauplius Artemia sp. Perhitungan fekunditas mengacu pada
kandungan proteinnya yaitu 42% (Kantun, 2011):
(Yuniarso, 2006). Tubifex sp. juga Berat gonad (g)
mengandung sepuluh macam asam F= × ∑ telur sampel
Berat sampel gonad (g)
amino esensial, yaitu arginin, histidin,
isoleusin, leusin, lisin, methionin,
fenilalanin, treonin, valin, dan Derajat pembuahan telur atau
tryptopan (Bokings et al., 2016). Fertilization Rate (HR) dihitung
Pakan pertama yang diberikan dengan membandingkan jumlah telur
larva berupa naupli Artemia sp. sejak yang terbuahi dan telur yang
umur 2 hari hingga umur ke 5 dan dihasilkan. Rumus perhitungan
frekuensi pemberian pakannya 6 kali mengacu pada (Setyono, 2009).

59
Fekunditas (per induk) 297.500
∑ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖 butir
FR (%) = × 100
∑ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
Berdasarkan hasil perhitungan
Derajat penetasan telur atau Hatching fekunditas induk ikan patin sebesar
Rate (HR) dihitung dengan 297.500 butir/g. Nilai ini cukup
membandingkan jumlah telur yang tinggi. Dalam Badan Standarisasi
menetas dan telur yang dibuahi. Nasional (BSN) 2000. SNI: 01-
Rumus perhitungan mengacu pada 6483.1-2000 disebutkan bahwa Induk
(Kurniaji et al., 2018): ikan Patin dapat mengeluarkan telur
120.000-200.000 butir telur.
∑ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠
HR (%) = × 100 Fekunditas berpengaruh pada kadar
∑ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖
protein dalam pakan. Semakin tinggi
protein dalam pakan, maka fekunditas
Laju pertumbuhan spesifik juga semakin tinggi (Basri, 2011).
mengacu pada Ihsanuddin et al.
(2014): Derajat Pembuahan
Perhitungan Fertilization Rate
LPS% (FR) atau derajat pembuahan
(𝐼𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟−𝐼𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙) dilakukan dengan cara mengambil
= 𝑥 100
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑙𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 100 butir per sampel telur yang telah
di Inkubasi, dan dilakukan
Tingkat kelulushidupan benih perhitungan sacara manual. Adapun
atau Survival Rate (SR) mengacu telur yang terbuahi berwarna bening
pada rumus (Sa’adah & Roziqin, sedangkan telur yang tidak tebuahi
2018): berwarna putih susu.
∑larva akhir pemeliharaan
SR (%) = × 100 a b
∑larva awal pemeliharaan

Analisis Data
Data yang telah diperoleh
berupa data fekunditas (F), derajat
penetasan (HR), kelangsungan hidup Gambar 1. Hasil pengamatan telur
(SR), pertumbuhan panjang (L) dan yang terbuahi (a) dan tidak
tahapan perkembangan larva terbuahi (b)
ditabulasi, diinterpretasi dan
dianalisis secara deskriptif. Aspek reproduksi dari induk berupa
derajat pembuahan pada penelitin ini
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat dilihat pada tabel berikut:
Fekunditas
Aspek reproduksi dari induk
berupa fekunditas pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Derajat pembuahan telur
(DP)
Tabel 2. Fekunditas induk ikan patin
Variabel Hasil

60
Jumlah Jumlah yang tidak terbuahi akibat sperma
Sampel Telur Telur DP(%) tidak masuk ke dalam lubang mikrofil
Sampel Terbuahi
telur serta kepadatan telur yang tinggi
1 100 85 85
2 100 79 79 yang menyebabkan penumpukan
3 100 66 66 sehingga menjadi busuk. Hal tersebut
4 100 52 52 bisa diakibatkan oleh sifat telur ikan
5 100 75 75 patin yang bersifat adhesive atau
Rata- menempel sehingga aliran oksigen
71,4
rata
pada telur yang saling menempel
Berdasarkan Tabel 3. dapat berkurang dan akan menyebabkan
dilihat bahwa hasil perhitungan tumbuhnya jamur pada telur-telur
derajat pembuahan yaitu 71,4%. Nilai ikan patin tersebut (Fani et al., 2018).
ini sudah optimal karena telah Faktor lain menurut Junior et al.,
melebihi 50% dari Jumlah total telur (2005) bahwa telur tidak berkembang
yang terbuahi. Hal ini sesuai dengan setelah dibuahi, akibat perubahan
penelitian Iswanto dan Tahapari kemampuan fisiologis telur saat
(2013), standar nilai derajat embryogenesis.
pembuahan (FR) ikan patin adalah Telur yang menetas dan
48,55 %. Namun dari tabel diatas menjadi larva yang sehat akan
pada pengambilan sampel ada berenang aktif di dalam akuarium
beberapa telur yang tidak terbuahi sama halnya di corong larva berenang
karena telur masih muda atau telur ke atas mengikuti arus dari saluran
terkena air pada saat proses stripping. pembuang yang terdapat di corong
Telur yang tidak mengalami penetasan dan ditampung di dalam
pembuahan disebabkan oleh sperma bak fiber yang sudah terpasang hapa
tidak dapat masuk ke dalam lubang penampungan larva agar
mikrofil telur sehingga telur berwarna memudahkan dalam pemanenan larva
putih keruh dan jika telur membusuk yang akan dipindahkan ke tempat
akan mempengaruhi perkembangan pemeliharaan. Pemanenan dilakukan
telur yang normal (Waspada, 2012). menggunakan seser dengan hati-hati
Derajat Penetasan kemudian dipindahkan ke dalam
Aspek reproduksi dari induk Loyang yang telah dilengkapi aerasi.
berupa derajat penetasan pada setelah tertampung semua kemudian
penelitian ini dapat dilihat pada tabel larva dipindahkan ke wadah
berikut: pemeliharaan atau akuarium. Telur
yang tidak menetas tetap berada di
Tabel 4. Derajat penetasan telur dasar wadah penetasan dan
Variabel Hasil menyebabkan air keruh dan berbau
busuk.
Derajat Penetasasn Telur 8,60%
Pertumbuhan Larva
Dari hasil yang diperoleh
derajat tetas telur sangat rendah yaitu Kegiatan monitoring
8,60%. Isriansyah (2011) pertumbuhan dilakukan dengan
mengatakan, derajat penetasan telur mengamati larva mulai hari pertama
ikan patin berkisar antara 30-60%. dan mengukur berat dan panjang larva
Rendahnya derajat tetas telur yang setiap 10 hari hingga 30 hari
diakibatkan karena banyaknya telur pemeliharaan.

61
Tabel 5. Perkembangan larva ikan Dari grafik diatas dapat dilihat
Hari
Perkembangan Organ
akuarium I dan akuarium II
ke- pertumbuhannya stabil. Pertumbuhan
Berwarna transparan, ikan patin sangat berpengaruh
mempunyai kantong kuning telur terhadap pakan yang diberikan. Pakan
1
(yolk sack), berenang aktif ke yang diberikan selama pemeliharaan
atas, mulut belum mebuka;
yaitu pakan alami.
Kepala sudah terbentuk, ekor
Keunggulan dari pakan alami
2 mulai terbentuk, mulai makan
Artemia sp.; sebagai pakan benih ikan antara lain
Pangkal ekor mulai bernoktah pakan alami memiliki kandungan gizi
3 yang cukup tinggi, mudah dicerna,
hitam;
Usus bernoktah merah tanda gerakan pakan menarik perhatian
4 larva sudah makan Artemia sp., ikan, ukuran diameter pakan yang
bakal sirip ekor sudah terbentuk; relatif kecil sehingga benih ikan
Warna tubuh mulai berubah, mudah memakannya dan tidak
5
muncul kumis halus; mencemari media pemeliharaan
Sirip terbentuk halus, mulai (Wijayanti, 2010).
6
makan Alona sp.; Di lihat pada umur 11-30 hari
7 Usus berwarna gelap; pertumbuhannya meningkat dengan
Organ mulai kelihatan lengkap, cepat akibat pakan yang diberikan
8
warna tubuh cukup pekat;
yaitu Tubifex sp. yang mengandung
9 Mulai makan Tubifex sp.;
protein tinggi dibandingkan dengan
Larva sudah menyerupai ikan
10 pakan yang lain (Bokings et al.,
dewasa, perut membesar.
2016).
Laju pertumbuhan spesifik yang
ditemukan pada penelitian ini adalah
4,80% pada akuarium I dan 4,83%
Kelangsungan Hidup Ikan
pada akuarium II. Adapun grafik
pertambahan berat rata-rata setiap 10 Setelah pemeliharaan 30 hari, maka
hari dari kedua akuarium sebagai ikan dipanen dan dihitung
berikut: kelangsungan hidupnya. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Pertumbuhan Berat (gram)

3
2,5
2 Tabel 6. Kelangsungan hidup ikan
Variabel Hasil
1,5
Kelangsungan hidup 95,83%
1
0,5 Diakhir pemeliharaan larva di
0 dapat larva yang hidup 23.097 ekor
hari hari hari
ke-10 ke-20 ke-30 sehingga menghasilkan sebesar
Akuarium I 0,284 1,302 2,844
95,83%. Menurut BSN (2000), bahwa
Akuarium
II
0,229 1,078 2,797 persentase kelangsungan hidup
pemeliharaan benih ikan patin selama
15 hari adalah 50%, 21 hari sebesar
85%, dan 30 hari sebesar 80%. Angka
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Berat kelangsungan hidup larva ikan patin
dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor lingkungan, parasit atau

62
penyakit dan ketersediaan pakan. Hal kematian larva juga dapat disebabkan
ini didukung oleh Indra, et al.,(2014), oleh pergantian pakan larva yang
tingkat kelangsungan hidup tinggi sedang dalam masa kritis yang
apabila kondisi lingkungan menyebabkan larva terganggu
mendukung serta faktor kualitas dan sehingga nafsu makan larva
kuantitas pakan. Kematian larva berkurang sementara larva pada fase
disebabkan karena adanya perilaku awal membutuhkan energi yang
kanibalisme. Menurut Iswanto dan tinggi untuk pertumbuhan (Rabiati et
Tahapari (2013) menyatakan bahwa al., 2013).
kanibalisme terjadi sejak larva
berumur 3 hari, yakni ketika kedua Kualitas Air
rahangnya terbentuk lengkap beserta
giginya dan mulut telah aktif Kualitas air selama
membuka dan menutup serta lambung pemeliharaan induk dan larva dapat
dan ususnya telah terbentuk dan dilihat pada tabel berikut:
berfungsi. Faktor lain peningkatan

Tabel 7. Kualitas Air Pada Bak Induk


Hasil pengukuran SNI 6483.4:2000
Parameter Wadah Wadah
Kolam Akuarium Kolam Akuarium
penetasan penetasan
Suhu (˚C) 25,5-30,6 28-29 27,4-30,1 29-31 27-30 27-30
pH 7,6-8,2 8-8,5 7,8-8,3 6,5-8,5 6,5-8,5 6,5-8,5
DO (mg/l) 5,8-8,3 5,8-7 5,4-8,4 ˃4 ˃5 >5
Ammonia
0,06-0,23 - 0,14-0,20 - - -
(mg/l)

Kualitas air pada penelitian ini 0,2 mg/L kadar tersebut dapat
didapatkan kisaran suhu, pH dan DO menyebabkan toksik bagii beberapa
(Oksigen terlarut) untuk kolam jenis ikan. Dan secara umum amonia
induk, wadah penetasan dan di menjadi racun bagi ikan di atas 1,5
akuarium masih berada dalam mg/L (Yusoff et al., 2010;
kisaran optimal. Hal ini karena Avnimelech 2012),
penyiponan dan pergantian air yang Berdasarkan hasil pengukuran
baik dan menyebabkan kualitas air kualitas air menunjukkan bahwa
media tetap stabil dalam kisaran kualitas air pada pemeliharaan induk
yang layak bagi pertumbuhan ikan dan larva masih berada pada kisaran
patin. Untuk kisaran ammonia normal sesuai SNI. Kualitas air
relative normal dan dapat ditoleransi masih dapat ditolerir oleh larva ikan
untuk penetasan telur dan patin. Pada pemeliharaan larva
kelangsungan hidup larva ikan. Hal kualitas air sangat penting untuk
ini sesuai dengan pendapat Muhlis et diperhatikan karena larva masih
al., (2019) bahwa kisaran ammonia sangat rentan terhadap perubahn
relatif normal dan dapat ditoleransi lingkungan (Esparza-leal et al.,
untuk penetasan telur dan 2016). Suhu pada pemeliharaan larva
kelangsungan hidup larva ikan terkategori normal. Hal ini sesuai
adalah 0,0140-0,0310 mg/l. Menurut dengan pendapat (Lestari et al.,
Effendi dalam Hadid et al., (2014), 2018) suhu optimal pada
kandungan ammonia jika melebihi pertumbuhan larva ikan patin antara

63
26-32 ˚C. Salinitas pada ikan patin siam
pemeliharaan larva adalah 5-35 ppt (Pangasianodon
(Ade, 2019), pH berkisar 7,7-8,7 hypophthalmus) yang ditebar
(Ariyanto et al., 2012). secara langsung di kolam
pada umur berbeda. Jurnal
KESIMPULAN Riset Akuakultur, 7(2), 159-
Aspek reproduksi induk yang 170.
dipijahkan secara buatan Avnimelech, Y. (2012). Biofloc
menggunakan ovaprim diperoleh Technology. A Practical
fekunditas 297.500 butir, derajat Guide Book. Second Edition.
pembuahan 71,4% dan derajat penetasan Louisiana (US). World
8,60%. Laju pertumbuhan spesifik Aquaculture Society. 272 p.
diamati 4,80% dengan kelangsungan Avnimelech, Y. (1999).
hidup ikan adalah 95,83%. Kualitas Carbon⁄nitrogen ratio as a
air teramati normal sesuai dengan control element in
kebutuhan ikan. aquaculture systems.
Aquaculture. 176: 227–235.
UCAPAN TERIMAKASIH Badan Standarisasi Nasional [BSN].
Terima kasih kepada Balai (2000). SNI 01648. 1-2000.
Perikanan Budidaya Air Tawar Induk Patin Siam (Pangasius
(BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara hypophthalmus) Kelas Induk
yang telah memberikan kesempatan Pokok. hal.9
untuk melakukan penelitian. Badan Standarisasi Nasional [BSN].
(2009). SNI 7548: 2009
DAFTAR PUSTAKA tentang Pakan buatan untuk
ikan patin (Pangasius sp.).
Ade, S. (2019). Teknik budidaya Badan Standarisasi Nasional [BSN].
pembesaran dan pemilihan (2016). SNI 6483.1-2016.
bibit ikan patin (studi kasus Induk Patin Siam (Pangasius
di lahan luas Desa Mekar hypophthalmus, Sauvae
Mulya, Kec. Teluk Jambe 11878)- Bagian 1 : Induk. hal
Barat, Kab. Karawang). 11.
Jurnal Buana Pengabdian, Basri, Y. (2011). Pemberian pakan
1(2), 1-8. dengan kadar protein yang
Amri, K. & H. Khairuman. (2011). berbeda terhadap tampilan
Budidaya dan bisnis 15 ikan reproduksi induk ikan
konsumsi. Jakarta Selatan: PT belingka (Puntius belinka
Agro Media Pustaka. Blkr). J. Universitas Bung
Andriyanto, S., Tahapari, E., & Hatta, 12.
Insan, I. (2012). Pendederan Bokings, U. L., Koniyo, Y., &
ikan patin di kolam outdoor Juliana. (2016). Pertumbuhan
untuk menghasilkan benih dan kelangsungan hidup
siap tebar di Waduk benih ikan patin siam dengan
Malahayu, Brebes, Jawa pakan buatan dan cacing
Tengah. Media Akuakultur, sutra. Nike: Jurnal Ilmiah
7(1), 20. Perikanan dan Kelautan, 4(3),
Ariyanto, D., Tahapari, E., & Sularto 81–88.
S. (2012). Keragaan benih

64
Direktorat Jenderal Perikanan hypothalamus). Jurnal Ruaya,
Budidaya (DJPB). (2).
Kementerian Kelautan dan Isriansyah, I. (2011). Efektivitas
Perikanan. (2013). Budidaya pemberian kombinasi hormon
Ikan Patin Dalam Kolam. human chorionic
Jakarta: Kementerian gonadotropin dan
Kelautan dan Perikanan. metiltestosteron secara kronis
Fani, F., Audia, A., Rani, Y., terhadap kadar estradiol dan
A’yunin, Q., Evi, T. (2018). perkembangan telur ikan
Penggunaan tanah liat untuk baung (Mystus nemurus).
keberhasilan pemijahan ikan Jurnal Riset Akuakultur, 6(2),
patin siam (Pangasius 263-269.
hypophthalmus) Jurnal Ilmiah Iswanto, B., Tahapari, E. (2013).
Perikanan dan Kelautan, Perkembangan embrio dan
10(2), 91. larva ikan patin nasutus
Galuh, Y. & Permatasari. (2017). (Pangasius nasutus Bleeker,
Teknik pembenihan ikan 1863) (Pangasiidae ; Pisces).
patin siam (Pangasius Berita Biologi, 12(3), 285–
hypopthalmus) di Balai 296.
Penelitian Penulisan Ikan Jauhari, P.S., Muminah, B. Rahman,
Subang. Provinsi Jawa Barat. U., Cahyadi, P., & Raharjo.
Laporan Praktek Kerja (2012). Perbanyakan calon
Lapang. Fakultas Perikanan induk patin (Pangasiianodon
dan Kelautan. Universitas hypopthalmus). Laporan
Airlangga: Surabaya. Hasil Kegiatan Fungsional.
Hadid, Y., M. Syaifudin, & M. Balai Besar Pengembangan
Amin. (2014). Pengaruh Budidaya Air Tawar.
salinitas terhadap daya tetas Junior, M.Z, R.K. Sari, M. Raswin.
telur ikan baung (Hemibagrus (2010). Pemijahan ikan tawes
Nemurus Blkr.). Jurnal dengan sistem imbas
Akuakultur Rawa Indonesia, menggunakan ikan mas.
2(1) :78-92 : ISSN : 2303- Jurnal Akuakultur Indonesia.
2960. 4(2): 103–108.
Hanief, M.A.R., Subandiyono & Kantun, W. (2011). Biologi
Pinandoyo. (2014). Pengaruh reproduksi udang putih
frekuensi pemberian pakan (penaeus merguiensis de man,
terhadap pertumbuhan dan 1888) di perairan papalang,
kelulushidupan benih tawes kabupaten mamuju, provinsi
(Puntius javanicus). Journal sulawesi barat. Jurnal Balik
of Aquaculture Management Diwa, 2(1), 31–39.
and Technology, 3 (4), 67-74. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Indra, I.S.S., Rachmini & E.I. [KKP]. (2016). Laporan
Raharjo. (2014). Pengaruh Kinerja (LKJ) Direktorat
Getah Pepaya (Carica Jendral Perikanan Budidaya
papaya L.) kering terhadap tahun 2016. Jakarta (ID):
derajat pembuahan dan KKP
penetasan telur ikan jambal Kristanto, A.H., S. Asih, Winarlin, E.
siam (Pangasius Setiadi, J. & Subagja. (2005).

65
Karakterisasi reproduksi ikan hypophthalmus). Jurnal Sains
batak (tor soro) dari dua Akuakultur Tropis, 2(1), 20–
lokasi (Sumatera Utara dan 29.
Jawa Barat). Laporan Hasil Priyadi, A., E. Kusrini., T.
Riset.Balai Riset Perikanan Megawati. (2010). Perlakuan
Budidaya Air Tawar. Bogor. berbagai jenis pakan alami
324-336. untuk meningkatkan
Kurniaji, A., Nuryati, S., Murtini, S., pertumbuhan dan sintasan
& Alimuddin. (2018). larva ikan upside down
Maternal immunity response (Synodontis nigriventis).
and larval growth of anti Proseding Forum Inovasi
cyhv-3 dna vaccinated Teknologi Akuakultur. 749-
common carp (Cyprinus 754.
carpio) at different pre- Rabiati, Basri, Y., Azrita. (2013).
spawning time. Pak. J. Pemberian pakan alami yang
Biotechnol., 15(3), 689–698. berbeda tehadap laju sintasan
Manantung, V.O., Sinjal, H.J., & dan pertumbuhan larva ikan
Monijung, R.D. (2013). bujuk (Channa lucius Civier).
Evaluasi kualitas, kuantitas Skripsi (Tidak
telur dan larva ikan patin dipublikasikan). Fakultas
siam (Pangasius Perikanan dan Kelautan.
hiphopthalmus) dengan Universitas Bung Hatta.
penambahan Ovaprim Syndel Padang.
dosis berbeda. Journal Setyono, B. (2009). Pengaruh
Budidaya Perairan, 1(3). perbedaan konsentrasi bahan
Minggawati, I. & Saptono. (2012). pada pengencer sperma ikan
Parameter kualitas air untuk “skim kuning telur” terhadap
budidaya ikan patin laju fertilisasi, laju penetasan,
(Pangasius pangasius) di dan sintasan ikan mas
Karamba Sungai Kahayan, (Cyprinus carpio). Jurnal
Kota Palangkaraya. Jurnal Gamma, 5 (1): 1-12.
Ilmu Hewani Tropika, 1(1), Sihaloho, O.I.S. (2014). Induksi
27–30. pematangan gonad calon
Muhlis, Ghofur, M., & Sugihartono, induk ikan patin siam
M. (2019). Kelangsungan (Pangasianodon
hidup larva ikan patin siam hypophthalmus) ukuran 3 Kg
(Pangasius Hypopthalmus) menggunakan Oodev melalui
hasil penetasan telur yang penyuntikan. Institut
direndam ekstrak daun. Pertanian Bogor.
Jurnal Akuakultur Sungai Sinjal, H. (2014). Pengaruh vitamin
dan Danau, 4 (1); 9 – 14. C terhadap perkembangan
Ni’matulloh, M. A., Rejeki, S., & gonad, daya tetas telur dan
Ariyati, R. W. (2018). sintasan larva ikan lele
Pengaruh perbedaan dumbo (Clarias sp). Jurnal
frekuensi grading terhadap Budidaya Perairan, 2 (1).
pertumbuhan dan Supono. (2015). Manajemen
kelulushidupan larva ikan Lingkungan Untuk
patin siam (Pangasius

66
Akuakultur. Plaxia
Yogyakarta. 106 hal.
Sa’adah, W., & Roziqin, A. F.
(2018). Upaya peningkatan
pemasaran benur udang
vannamei (Litopenaeus
vannamei) di PT. Artha
Maulana Agung (AMA) Desa
Pecaron, Kecamatan
Bungatan, Kabupaten
Situbondo. MIMBAR
AGRIBISNIS: Jurnal
Pemikiran Masyarakat Ilmiah
Berwawasan Agribisnis, 4(1),
84–97.
Waspada, A.J. (2012). Performa
reproduktif ikan patin siam
(Pangasius Hypopthalmus)
dalam merespons tingkat
penambahan tepung kroto
pada formulasi pakan
berbasis bahan baku lokal.
Indonesian Journal of
Applied Sciences, 2(2), 47–
53.
Wijayanti, K. (2010). Pengaruh
Pemberian Pakan alamai yang
berbedaterhadap sintasan dan
pertumbuhan benih ikan
palmas (Polypterus senegalus
senegalus Cuvier, 1829).
Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Indonesia.
Depok.
Yusoff, F.M., Banerjee, S., Khatoon,
H., & Shariff, M. (2011).
Biological approaches in
management of nitrogenous
compounds in aquaculture
systems. Dynamic
Biochemistry, Process
Biotechnology and Molecular
Biology, 5 (1): 21–31.

67

Anda mungkin juga menyukai