Anda di halaman 1dari 3

UTS Politik Hukum

1. Bagaimana Keterkaitan Antara Politik Dengan Hukum? Mana yang Lebih Duluan
Muncul Antara Politik dengan Hukum? Dalam Hal : a. Pendirian NKRI b.
Pelaksanaan Pemilu, Pilpres, Pemilihan Kepala Daerah c. Sisitem Pemerintahan
Saat Ini Melalui Lembaga Negara Setelah Amandemen UUD RI 1945

Hukum determinan atas politik dalam artian bahwa kegiatan politik diatur oleh dan harus
tunduk pada aturan-aturan hukum , kemudian politik determinan atas hukum, hukum
merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinterkasi
dan bahkan saling bersaingan. Tetapi, suatu sistem yang ideal yang posisi keduanya berada
pada posisi determinan yang seimbang maka dapat membentuk sebuah keteraturan.
Meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, namun begitu hukum berlaku, maka
semua kegiatan politik harus tunduk pada hukum.

a. Pendirian NKRI
Perkembangan sistem hukum di Indonesia, kita dapat dilihat dari ciri-ciri spesifik dan
menarik untuk dikaji, sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia
berlaku hukum adat dan hukum islam yang berbeda-beda. Dari berbagai masyarakat adat di
Indonesia dari setiap kerajaan dan ethnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda
membwa hukumnya sendiri yang sebagaian besarnya merupakan konkordansi dengan
hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-undangan yang
bercorak positivis. Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum adat (adat rechg
politic) yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli
dan hukum Eropa berlaku pada kalangan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia
Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum
perkembangan hukum di Indonesia menunjukan kuatnya pengaruh hukum Kolonial dan
kuatnya hukum adat. (DanielSLeft,1990:438-473)

b. Pelaksanaan Pemilu, Pilpres, Pemilihan Kepala Daerah


Politik hukum pemilu dan pemilukada mengalami perubahan terus-menerus seiring dengan
perkembangan masyarakat, relevansi dalam praktik ketatanegaraan atau budaya
berdemokrasi serta perubahan pemikiran hukum dan politik baik eksekutif, legislator
maupun masyarakat pada umumnya. Melalui pengalaman-pengalaman pemilu presiden dan
wakil presiden, pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, serta pemilihan kepala
daerah, setidak-tidaknya terdapat empat pihak yang mempengaruhi adanya perubahan
politik hukum pemilu dan pemilukada yang pernah dialami di Indonesia, yakni pertama, DPR
dalam hal mengajukan usulan dan membahas revisi undang-undang pemilu/pilkada; kedua,
Presiden dalam hal mengajukan usulan revisi Undang-Undang atau mengajukan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu); ketiga, Mahkamah Konstitusi, dalam hal
menguji UU/Perppu terhadap UUD 1945 dan menyelesaikan sengketa pemilu/pemilukada;
dan keempat, Komisi Pemilihan Umum, melalui Peraturan KPU terkait pelaksanaan teknis
dan aturan main dalam pemilu dan pilkada.

Mahfud MD mendefinisikan politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi
tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun
dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. politik hukum
merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang
hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan
untuk mencapai tujuan negara. Politik hukum sekurang-kurangnya meliputi tiga hal, yaitu:
pertama, kebijakan negara (garis resmi) tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak
diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara; kedua, latar belakang politik,
ekonomi, sosial, budaya atas lahirnya produk hukum; ketiga, penegakan hukum di dalam
kenyataan lapangan

c. Sisitem Pemerintahan Saat Ini Melalui Lembaga Negara Setelah Amandemen UUD RI
1945
Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga
tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR,
Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal
kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
undang-undang dasar sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi
pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga susunan MPR RI telah berubah keanggotaanya,
yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya
direkrut melalui pemilu.

Perlu dijelaskan pula bahwa susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga
mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara
yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislative terdiri dari anggota MPR,
DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri
atas kekuasaan kehakiman yaitu mahkamah konstitusi (MK) sebagai lembaga baru,
Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru. Lembaga Negara
lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa
keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya/dan sejajar.
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan
sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah
Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

2. Bagaimana Pengaruh Politik Terhadap Penanganan Covid-19 di Indonesia Berdasarkan


Peraturan yang berlaku sekarang
Sebagai contoh Pembahasan mengenai kebijakan-kebijakan keimigrasian yang terkait
COVID-19 di Indonesia telah disampaikan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Penyampaian tersebut disampaikan dalam jumpa pers di Kantor
Presiden RI. Pertama, pada tanggal 6 Februari 2020 Menteri Hukum dan HAM
mengeluarkan peraturan, yaitu Peraturan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penghentian
Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa dan Pemberian Izin Tinggal dalam Keadaan
Terpaksa bagi Warga Negara Rakyat Tiongkok. Peraturan tersebut dikeluarkan tanggal 6
Februari 2020 dan berakhir tanggal 28 Februari 2020 (sebenarnya berakhir tanggal 29
Februari 2020). Kedua, tanggal 28 Februari 2020 Menteri Hukum dan HAM juga telah
mengeluarkan lebih lanjut Peraturan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin
Tinggal dalam Upaya Pencegahan Masuknya COVID-19. Kedua kebijakan tersebut memiliki
keterkaitan dengan pernyataan selanjutnya yang dikemukakan oleh Presiden RI yang menegaskan
bahwa kebijakan lockdown adalah kebijakan yang hanya bisa dikeluarkan oleh pemerintah pusat
(Bayu, 2020). Namun dalam perkembangannya, ada beberapa daerah yang menerapkan kebijakan
pembatasan keluar masuk orang di wilayahnya, seperti penutupan Pos Lintas Batas dan Bandar
Udara untuk perlintasan orang dan hanya digunakan untuk perlintasan logistik/barang seperti
sembako dan kebutuhan lainnya. Kebijakan tersebut juga memengaruhi pemberian izin tinggal
terhadap orang asing di wilayah yang mengalami pembatasan perlintasan orang. Sebagaimana yang
telah disampaikan dengan tegas oleh Presiden RI dalam jumpa pers tanggal 16 Maret 2020,
kebijakan lockdown baik nasional maupun daerah adalah kebijakan dari pemerintah pusat dengan
memperhatikan kebijakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Karantina Kesehatan (Utama, 2020). Pembatasan pelayanan publik mulai dilakukan pemerintah sejak
pertengahan bulan Maret 2020 hingga Mei 2020, seiring dimulainya kegiatan belajar anak sekolah di
rumah dan aturan Work From Home (WFH) bagi para pekerja (Andhika, 2020). Pembatasan
pelayanan publik ini termasuk lini keimigrasian yang juga mendukung upaya pemerintah pusat dan
daerah terkait penanganan COVID-19. Dalam hal ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Imigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-
GR.01.01-2114 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Layanan Keimigrasian Dalam Rangka Mencegah
Penyebaran COVID-19.

Setelah periode Maret-Mei berlalu, pemerintah pusat menetapkan kebijakan baru dengan istilah
new normal atau kenormalan baru. Kebijakan ini mengimplementasikan aktivitas dalam era
kehidupan yang baru, seperti moda transportasi, objek wisata, pasar, serta fasilitas umum lainnya
sudah diperbolehkan untuk beraktivitas kembali, termasuk pada lini keimigrasian. Seiring dengan
masuknya era new normal, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui
Direktur Jenderal Imigrasi pun mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-GR.01.01-0946 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Keimigrasian Dalam Masa Tatanan Normal Baru. Tujuan dari
surat edaran tersebut ialah untuk memastikan pelayanan dan penegakan hukum keimigrasian dapat
berjalan secara efektif dan optimal pada masa new normal serta mengurangi risiko penyebaran
COVID-19 di lingkungan satuan kerja keimigrasian (Masa, 2020)

Anda mungkin juga menyukai