Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma merupakan penyebab utama kematian kelima terutama pada usia

dibawah 44 tahun. Hal ini disebabkan karena aktivitas manusia yang semakin

beragam dan kompleks yang dapat memicu terjadinya trauma, salah satunya

adalah trauma dada. Trauma dada sangat bervariasi dan pada dasarnya bergantung

pada lingkungan kekerasan atau kinematika serta tingkat keparahan trauma (Dwi

Fitrianti, 2017). Benturan yang keras pada trauma dada dapat menyebabkan

terjadinya flail chest. Flail chest merupakan area thoraks yang melayang,

disebabkan adanya fraktur iga multipel berurutan lebih atau sama dengan 3 iga

dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2 tiap iganya (Sjamsuhidajat,

2005). Menurut Lugo, (2015) flail chest merupakan suatu kondisi medis dimana

kosta-kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral yang terjadi

pada daerah kostokondral dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama

yang paling sering terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun

tidak langsung. Tanda dan gejala yang dapat terlihat pada flail chest diantaranya

pernafasan paradoksal segmen yang mengambang yaitu pada saat ekspirasi akan

menonjol keluar dan pada saat inspirasi akan menonjol ke dalam, sesak nafas,

takikardi, sianosis, nyeri hebat dibagian dada karena terputusnya integritas

jaringan parenkim paru, dan akral dingin. Akibat dari flail chest dapat menjadi

kasus gawat darurat karena pada keadaan ini ketika segmen thoraks mengembang

bebas maka patahan akan terdorong bebas kedalam oleh tekanan atmosfir yang

mengurangi kemampuan paru untuk berekspirasi maksimal pada saat inspirasi

1
2

akibatnya jumlah oksigen yang masuk dalam paru akan mengalami penurunan

mengganggu keseimbangan dalam pernapasan dan menyebabkan terjadinya gagal

nafas sehingga harus dibantu dengan oksigenasi atau ventilasi tambahan

(Widjoseno&Gardjito dalam Sjamsuhidajat, 2004). Penurunan oksigen

mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan yang merupakan

salah satu mekanisme tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigenasi. Apabila

kebutuhan akan oksigenasi tidak terpenuhi maka dapat mengakibatkan terjadinya

berbagai macam masalah, salah satunya adalah ketidakefektifan pola nafas.

Ketidakefektifan pola nafas merupakan ketidakmampuan proses sistem pernafasan

yaitu inpirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat, ditandai

dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang,

pola nafas abnormal, ortopnea, pernapasan pursed lip, pernapasan cuping hidung,

diameter thorak anterior meningkat, dan ventilasi semenit turun (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI, 2017). Gangguan pola nafas dapat mengakibatkan terjadinya

hiperventilasi atau hipoventilasi dan kondisi ini apabila tidak ditangani akan

berdampak pada perubahan sistem tubuh sehingga masalah keperawatan yang

muncul pada masalah flail chest tersebut adalah ketidakefektifan pola nafas.

Angka kejadian flail chest dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Berdasarkan data yang didapat dari Australia, angka kejadian flail chest sebanyak

69% (Mefire&Saaiq dkk, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Edwar

PPM et al, 2018, menyatakan bahwa kondisi klinis tertinggi akibat trauma dada

yaitu fraktur kosta tunggal maupun multipel (33,3%) dan fraktur kosta terbesar

adalah flail chest (60,8%) yang membutuhkan ventilasi mekanik. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Hendra C dan Rama pada tahun 2011, menyatakan
3

bahwa angka kejadian fraktur iga dengan usia rata-rata berkisar pada rentang 12-

71 tahun dimana fraktur iga terjadi pada 68,5% laki-laki dan 31,5% pada wanita

serta angka kematian akibat fraktur iga atau flail chest berkisar 9,3%. Berdasarkan

pengalaman saat penulis menjalani praktik profesi ners di Ruang ROI RSUD Dr.

Soetomo Surabaya, pada tanggal 17-23 November 2018 ditemukan klien yang

dirawat inap diruangan tersebut dengan masalah flail chest sebanyak 2 klien

dengan berbagai masalah keperawatan dari 20 klien yang dirawat diruangan

tersebut. Hal ini menunjukan presentase angka kejadian flail chest di Ruang ROI

RSUD Dr. Soetomo sebesar 10%. Selain itu, jumlah klien yang mengalami

masalah ketidakefetifan pola nafas adalah sebanyak 8 klien dengan angka

presentase sebesar 40%.

Flail chest dapat terjadi pada semua golongan baik yang tua maupun muda

yang disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tembus, dan bukan trauma.

Penyebab utama flail chest yaitu terjadinya trauma tumpul yang disebabkan

karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau akibat dari perkelahian.

Flail chest (patah tulang iga) menyebabkan pengembangan dinding dada yang

tidak maksimal, menyebabkan robekan pada lapisan pleura serta organ paru-paru

sehingga dapat mengancam transportasi oksigen ke jaringan, hal ini dapat terjadi

dengan dua cara yaitu melalui mekanisme hipovolemia akibat dari perdarahan

hebat dan melalui kerusakan dari paru-paru itu sendiri. Kerusakan pada paru

menyebabkan terjadinya hipoksia. Kondisi tersebut berbahaya bagi tubuh karena

dapat menyebabkan terjadinya trauma pada otak. Tanda dari terjadinya hipoksia

dapat dilihat dari adanya respirasi paradoxal, dispnea dan sianosis, selain itu juga

dapat terjadi akibat adanya hipoksia yang progresif. Kondisi hipoksia pada
4

penderita flail chest disebabkan karena volume intratoraksik berkurang sehingga

mengganggu pengembangan paru dan ventilasi menurun mengakibatkan

hipoksemia dan hiperkarbia. Gangguan ekspansi paru diakibatkan elastic recoil

kedalam tak terhankan sehingga volumenya berkurang. Penekanan ventilasi dan

atelektasis akan menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa (AV) yang

memperberat insufisiensi pernapasan sehingga bila dibiarkan akan berakhir

dengan gagal nafas. Hipoksia progresif yang dialami tubuh dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan pola nafas. (Amin H & Hardhi K, 2015). Gangguan pola

nafas dapat disebabkan karena depresi pusat pernafasan, deformitas dinding dada,

deformitas tulang dada, gangguan neuromuskular, gangguan neurologis, obesitas,

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, keletihan otot pernapasan,

hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, nyeri, dan cidera medulla spinalis (Nanda,

2015). Dampak positif apabila ketidakefektifan pola nafas ditangani yaitu tidak

ada dispnea dan sianosis, irama dan frekuensi nafas klien dalam batas normal,

tidak ada suara nafas abnormal, dan tanda vital dalam batas normal (Nanda,

2015), sedangkan apabila ketidakefektifan pola nafas tidak segera ditangani maka

dapat mengakibatkan terjadinya gagal nafas atau apnea.

Melihat permasalahan tersebut tindakan yang dapat diberikan ada dua macam

yaitu tindakan secara farmakologi dan non farmakologi. Tindakan secara

farmakologi meliputi pemberian obat golongan analgesik, resusitasi cairan,

pemberian ventilasi tambahan yang adekuat, tindakan operatif/pembedahan

meliputi pemasangan water seal drainage (WSD), chest tube, aspirasi

(thoracosintesis), bedah thoraxis, pemberian oksigen tambahan (Tim EMT Nurse

Ambulans 118&Tim Keperawatan Gawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya),


5

sedangkan tindakan secara keperawatan yang dapat dilakukan untuk

ketidakefektifan pola nafas adalah penghisapan lendir pada jalan nafas,

pengurangan kecemasan, manajemen jalan nafas buatan, surveilans, bantuan

ventilasi, monitor tanda-tanda vital, monitor asam basa, stabilisasi dan membuka

jalan nafas, pencegahan aspirasi, perawatan gawat darurat, dukungan emosional,

monitorcairan, manajemen nyeri, pengaturan posisi, relaksasi otot progresif, dan

perawatan selang dada (Gloria M B dkk, 2013). Pada penelitian ini, penulis lebih

menekankan pada pemberian intervensi pengaturan posisi (posisi semi fowler)

pada masalah ketidakefektifan pola nafas. Posisi semi fowler merupakan metode

yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan

pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat sitirahat. Posisi

yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah

diberikannya posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45o (Burn dalam

Yulia, 2008). Pemberian posisi semi fowler diberikan dengan tujuan untuk

melonggarkan saluran pernapasan, mobilisasi, menurunkan konsumsi oksigen dan

menormalkan ekspansi paru yang maksimal, membantu mengatasi masalah

kesulitas pernapasan dan kardiovaskular serta memperlancar gerakan pernapasan

pada klien yang bedrest total. Menurut Angela dalam Safitri dan Andriyani

(2008), saat terjadi sesak nafas biasanya klien tidak dapat tidur dalam posisi

berbaring melainkan harus dalam posisi duduk untuk meredakan penyempitan

jalan nafas dan memenuhi oksigen dalam darah. Posisi yang paling efektif bagi

klien dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semifowler dimana kepala

dan tubuh dinaikan dengana derajat kemiringan 45 o yaitu dengan menggunakan

gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari
6

abdomen ke diafragma. Menurut penelitian Supadi (2008), menyatakan bahwa

posisi semi fowler membuat oksigen didalam paru-paru semakin meningkat

sehingga memperingankan kesukaran nafas. Posisi ini akan mengurangi

kerusakan membran alveolus akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi

oleh gaya gravitasi sehingga oksigen delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan

berkurang dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien lebih cepat. Dari hal

tersebut penulis akan menyelesaikan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami flail chest dengan ketidakefektifan pola nafas.

1.2 Batasan Masalah

Aspek kasus yang dibatasi untuk diangkat dalam topik studi kasus Asuhan

Keperawatan Klien Dengan Intervensi Pengaturan Posisi Pada Ketidakefektifan

Pola Nafas Dengan Diagnosa Flail Chest Di Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

mengetahui bagaimanakah Asuhan Keperawatan Klien Dengan Intervensi

Pengaturan Posisi Pada Ketidakefektifan Pola Nafas Dengan Diagnosa Flail Chest

Di Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo Surabaya?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan klien dengan

intervensi pengaturan posisi pada ketidakefektifan pola nafas dengan diagnosa

flail chest di Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.


7

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian karakteristik keperawatan pada

klien yang mengalami Flail Chest dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di

Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

2) Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang

mengalami Flail Chest dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang ROI

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

3) Mahasiswa mampu menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang

mengalami Flail Chest dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang ROI

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

4) Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pengaturan posisi

pada klien yang mengalami Flail Chest dengan Ketidakefektifan Pola

Nafas di Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

5) Melakukan evaluasi pada klien yang dilakukan tindakan pengaturan posisi

pada Ketidakefektifan Pola Nafas dengan diagnosa medis Flail Chest di

Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Perawat

Dapat meningkatkan pengetahuan serta pengaplikasian didalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami flail chest

dengan masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas.


8

1.5.2 Bagi Rumah Sakit

Dapat dijadikan bahan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan

pada klien yang mengalami flail chest dengan masalah keperawatan

ketidakefektifan pola nafas.

1.5.3 Bagi Institusi

Bagi institusi pendidikan diharapkan karya tulis ilmiah dapat menjadi

tambahan referensi di perpustakaan STIKes William Booth yang dapat

beguna bagi mahasiswa/mahasiswi serta bagi peneliti selanjutnya dalam

upaya pengembangan ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien yang mengalami flail chest dengan masalah

keperawatan ketidakefektifan pola nafas.

1.5.4 Bagi Klien

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharpkan klien memiliki kesehatan

yang cukup baik serta dapat kembali produktif untuk menjalani aktivitas

sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai