PENDAHULUAN
dibawah 44 tahun. Hal ini disebabkan karena aktivitas manusia yang semakin
beragam dan kompleks yang dapat memicu terjadinya trauma, salah satunya
adalah trauma dada. Trauma dada sangat bervariasi dan pada dasarnya bergantung
pada lingkungan kekerasan atau kinematika serta tingkat keparahan trauma (Dwi
Fitrianti, 2017). Benturan yang keras pada trauma dada dapat menyebabkan
terjadinya flail chest. Flail chest merupakan area thoraks yang melayang,
disebabkan adanya fraktur iga multipel berurutan lebih atau sama dengan 3 iga
dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2 tiap iganya (Sjamsuhidajat,
2005). Menurut Lugo, (2015) flail chest merupakan suatu kondisi medis dimana
kosta-kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral yang terjadi
pada daerah kostokondral dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama
yang paling sering terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung. Tanda dan gejala yang dapat terlihat pada flail chest diantaranya
pernafasan paradoksal segmen yang mengambang yaitu pada saat ekspirasi akan
menonjol keluar dan pada saat inspirasi akan menonjol ke dalam, sesak nafas,
jaringan parenkim paru, dan akral dingin. Akibat dari flail chest dapat menjadi
kasus gawat darurat karena pada keadaan ini ketika segmen thoraks mengembang
bebas maka patahan akan terdorong bebas kedalam oleh tekanan atmosfir yang
1
2
akibatnya jumlah oksigen yang masuk dalam paru akan mengalami penurunan
yaitu inpirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat, ditandai
pola nafas abnormal, ortopnea, pernapasan pursed lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thorak anterior meningkat, dan ventilasi semenit turun (Tim Pokja SDKI
hiperventilasi atau hipoventilasi dan kondisi ini apabila tidak ditangani akan
muncul pada masalah flail chest tersebut adalah ketidakefektifan pola nafas.
Berdasarkan data yang didapat dari Australia, angka kejadian flail chest sebanyak
69% (Mefire&Saaiq dkk, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Edwar
PPM et al, 2018, menyatakan bahwa kondisi klinis tertinggi akibat trauma dada
yaitu fraktur kosta tunggal maupun multipel (33,3%) dan fraktur kosta terbesar
penelitian yang dilakukan oleh Hendra C dan Rama pada tahun 2011, menyatakan
3
bahwa angka kejadian fraktur iga dengan usia rata-rata berkisar pada rentang 12-
71 tahun dimana fraktur iga terjadi pada 68,5% laki-laki dan 31,5% pada wanita
serta angka kematian akibat fraktur iga atau flail chest berkisar 9,3%. Berdasarkan
pengalaman saat penulis menjalani praktik profesi ners di Ruang ROI RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, pada tanggal 17-23 November 2018 ditemukan klien yang
dirawat inap diruangan tersebut dengan masalah flail chest sebanyak 2 klien
tersebut. Hal ini menunjukan presentase angka kejadian flail chest di Ruang ROI
RSUD Dr. Soetomo sebesar 10%. Selain itu, jumlah klien yang mengalami
Flail chest dapat terjadi pada semua golongan baik yang tua maupun muda
yang disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tembus, dan bukan trauma.
Penyebab utama flail chest yaitu terjadinya trauma tumpul yang disebabkan
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau akibat dari perkelahian.
Flail chest (patah tulang iga) menyebabkan pengembangan dinding dada yang
tidak maksimal, menyebabkan robekan pada lapisan pleura serta organ paru-paru
sehingga dapat mengancam transportasi oksigen ke jaringan, hal ini dapat terjadi
dengan dua cara yaitu melalui mekanisme hipovolemia akibat dari perdarahan
hebat dan melalui kerusakan dari paru-paru itu sendiri. Kerusakan pada paru
dapat menyebabkan terjadinya trauma pada otak. Tanda dari terjadinya hipoksia
dapat dilihat dari adanya respirasi paradoxal, dispnea dan sianosis, selain itu juga
dapat terjadi akibat adanya hipoksia yang progresif. Kondisi hipoksia pada
4
dengan gagal nafas. Hipoksia progresif yang dialami tubuh dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan pola nafas. (Amin H & Hardhi K, 2015). Gangguan pola
nafas dapat disebabkan karena depresi pusat pernafasan, deformitas dinding dada,
2015). Dampak positif apabila ketidakefektifan pola nafas ditangani yaitu tidak
ada dispnea dan sianosis, irama dan frekuensi nafas klien dalam batas normal,
tidak ada suara nafas abnormal, dan tanda vital dalam batas normal (Nanda,
2015), sedangkan apabila ketidakefektifan pola nafas tidak segera ditangani maka
Melihat permasalahan tersebut tindakan yang dapat diberikan ada dua macam
ventilasi, monitor tanda-tanda vital, monitor asam basa, stabilisasi dan membuka
perawatan selang dada (Gloria M B dkk, 2013). Pada penelitian ini, penulis lebih
pada masalah ketidakefektifan pola nafas. Posisi semi fowler merupakan metode
pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat sitirahat. Posisi
diberikannya posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45o (Burn dalam
Yulia, 2008). Pemberian posisi semi fowler diberikan dengan tujuan untuk
pada klien yang bedrest total. Menurut Angela dalam Safitri dan Andriyani
(2008), saat terjadi sesak nafas biasanya klien tidak dapat tidur dalam posisi
jalan nafas dan memenuhi oksigen dalam darah. Posisi yang paling efektif bagi
gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari
6
oleh gaya gravitasi sehingga oksigen delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan
berkurang dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien lebih cepat. Dari hal
Aspek kasus yang dibatasi untuk diangkat dalam topik studi kasus Asuhan
Pola Nafas Dengan Diagnosa Flail Chest Di Ruang ROI RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Pengaturan Posisi Pada Ketidakefektifan Pola Nafas Dengan Diagnosa Flail Chest
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
yang cukup baik serta dapat kembali produktif untuk menjalani aktivitas
sehari-hari.