Anda di halaman 1dari 4

Bab I

Literatur Review
1.1 Latar Belakang
Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan cairan menumpuk
di rongga pleura. Hal ini membatasi kemampuan paru-paru dalam berkembang dan
mengempis serta karenanya manusia kesulitan untuk bernafas. Ada lapisan tipis cairan di
antara paru-paru dan dinding dada, dalam tubuh manusia. Cairan ini sangat penting karena
bertindak sebagai pelumas antara dinding dada dan paru-paru ketika kita bernapas. Rongga
atau ruang antara dinding dada dan paru-paru, dimana cairan ini terakumulasi, disebut pleura
dan cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Peningkatan abnormal dalam jumlah cairan
pleura menyebabkan dinding dada terpisah dari paru-paru. Kondisi ini dikenal sebagai efusi
pleura (Bram, 2014).

Di Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 1,5 juta kasus efusi pleura. Sementara pada
populasi umum secara internasional diperkirakan setiap 1 juta orang, 3000 orang
terdiagnosis efusi pleura. Di negara-negara berat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Di Indonesia,
kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya
angka kejadian efusi pleura ini disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan
kesehatan sejak dini. Faktor resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan karena lingkungan
yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial
ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
masyarakat tentang pegetahuan kesehatan (Puspita, Soleha, & Berta, 2015).

Gejala yang sering timbul pada efusi pleura adalah sesak napas. Nyeri bisa timbul akibat
efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul bergantung pada jumlah
akumulasi cairan. Efusi pleura yang luas akan menyababkan sesak napas yang berdampak
pada pemenuhan kebutuhan oksigen, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang
terpenuhi. Hal tersebut dapat menyebabkan metabolisme sel dalam tubuh tidak seimbang.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian terapi oksigen (Morton, Fontaine, Hudak, Gallo,
2013).

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan professional memiliki andil dalam hal
tersebut karena perawat bertanggung jawab atas aspek fisiologis, psikologis, social, maupun
spiritual pada pasien efusi pleura. Sebuah systematic review menjelaskan bahwa terapi
nonfarmakologi yang diberikan oleh petugas kesehatan, salah satunya perawat mempunyai
efek menguntungkan secara jangka pendek bagi pasien dengan gangguan kardiovaskuler
yaitu menurunkan sesak nafas, dan nyeri dada (Irham Akbar, 2016).

Latihan teknik breathing exercise merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan
non farmakologi (Irham Akbar, 2016). Hasil dari suatu penelitian menjelaskan bahwa
Latihan teknik breathing exercise dapat mengurangi spasme otot bantu pernapasan yang
menyebabkan sesak napas, mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas thorax pada kasus
efusi pleura (Irham Akbar, 2016).

1.2 Tujuan
Studi ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pemberian terapi infared dan breathing
exercise pada pasien efusi pleura.
1.3 Metode
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah kajian literatur dengan tipe literature
review. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan beberapa database dalam mencari
sumber literatur yang akan dikaji yaitu Proquest, Scopus, Sciencedirect, NCBI yang
menggunakan bantuan google scholar dan remote lib ui. Penulis juga menggunakan
beberapa kata kunci pencarian yaitu “Effect”, “cardiac rehabilitation”, “efusi pleura”,
dengan menggunakan boolean “AND” dan “OR”. Selain menggunakan kata kunci, penulis
juga menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi dalam melakukan penyaringan artikel yang
ditinjau. Mulai dari artikel menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta artikel
fulltext dengan sumber yang terpercaya.
1.4 Hasil
Penurunan Sesak Nafas terhadap pasien Efusi Pleura
Permasalahan efusi pleura pasca pemasanganWSD, antara lain nyeri akut berhubungandengan
tindakan insisi pemasangan WSD, pola napas tidak efektif, gerakan iga disisi yang luka
menjadi berkurang,risiko infeksi berhubungandengan tindakan insisi / invansif akibat
pemasangan selang WSD kesakitan ketika bernafas dan mendadak merasakan sesak.Sesak
nafas terjadi karena masihadanya timbunan cairan dalam ronga paru yang akan
memberikan kompresi patologi pada paru sehingga ekspensinya terganggu, dan
berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi oleh cairan
(Syahrudin dkk.,2009). Permasalahan ini perlu ditangani salah satu penanganannya dengan
pemberian terapi breathing exercise. Breathing exercise adalah bentuk teknik terapi latihan
dan modalitas untuk mencapai efektivitas evluasi,terutama pasien dengan kondisi
penurunan fungsi kardiopulmonal. Dengan melihat fakta tersebut dibutuhkan usaha untuk
memperbaiki permasalahan pada efusi pleura pasca WSD terhadap drajat sesak nafas.
Metode latihan pernapasan yang akan digunakan antara lain, pursed lips breathing
berfungsi untuk memperbaiki dan memperlancar pembersihan saluran nafas dan
ventilasi (pertukaran udara) melalui gerakandan pengeluaran lendir/mukosa, serta
menurunkan kebutuhan energi selama pernafasan melalui latihan pernafasan, dan
mobilisasi sangkar torakuntuk mencegah atau memperbaiki kelainan postural yang
berkaitan dengan gangguan pernafasan, membantu relaksasi,memelihara dan
memperbaiki gerakantorak, relaksasi sangkar torak (Kisner, 2007).
Tehnik Breathing Exercise terhadap Penurunan Sesak Nafas
Pelaksanaan teknik breathing exercise idealnya dilakukan 8 kali dalam sehari, sebaiknya
dilakukan pada pagi dan sore atau sebelum tidur, sekitar 10-30 menit setiap sesi, dengan
posisi duduk bersandar, pasien diinstruksikan untuk tarik napas dari hidung dan dikeluarkan
lewat mulut. Saat inspirasi perut mengembang dan ekspirasi perut mengempis (Irham Akbar,
2016).
1.5 Pembahasan
Breathing exercise dapat mengurangi atau menghilangkan spasme otot bantu pernafasan. Pada
saat inspirasi dan ekspirasi otot-otot bantu nafas tidak bekerja sama sekali yang kemudian jika
ada gangguan pernafasan seperti sesak nafas, maka otot-otot pernafasan meminta bantuan
kepada otot-otot bantu nafas. Pada saat melakukan pernafasan otot-otot bantu nafas
mengeluarkan energi yang lebih sehingga terjadi spasme pada otot bantu nafas khususnya m.
pectoralis mayor, m. pectoralis minor, dan m. sternocleidomastoideus, maka dengan bantuan
modalitas breathing exercise maka otot bantu nafas dapat berkurang karena terjadinya
rileksasi otot-otot bantu pernafasan yang dilakukan secara rutin dan teratur, serta karena sifat
otot yang digunakan secara terus-menerus akan membantu mempercepat menghilangkan
spasme otot (Rab, 2010).
Saat inspirasi, pada jaringan paru memproduksi sinyal inhibitor dengan pengaktifan
slowly adapting stretch receptors (SARs) dan melakukan hiperpolarisasi dengan pengaktifan
fibroblas. Dengan kedua mekanisme pada penghambatan impuls dan hiperpolarisasi akan
menstimulasi sistem saraf dan menurunkan aktivitas metabolik. Hal ini akan meningkatkan
fungsi sistem saraf parasimpatis. Relaksasi nafas dalam adalah suatu tindakan asuhan
keperawatan, perawat mengajarkan ke klien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat
(inspirasi secara maksimal) melalui hidung dan dikeluarkan secara perlahan melalui mulut.
1.6 Kesimpulan
Berdasarkan paparan beberapa peneliti diatas penulis menyimpulkan terapi Breathing
Exercise efektif untuk menurunkan sesak nafas pada pasien efusi pleura sehingga dapat
menjadi salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah sesak nafas yang
dirasakan pasien efusi pleura.

Anda mungkin juga menyukai