PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumothorax diartikan dengan adanya udara yang memenuhi rongga pleura.
Meskipun tekanan intrapleura dalam siklus pernafasan biasa bersifat negatif, udara tidak
dapat masuk menembus ke dalam rongga pleura karena jumlah tekanan parsial rata rata dari
gas dalam kapiler darah hanya 93,9 kPa (706 mmHg). Sedangkan gerakan gas dari kapiler
darah menuju ke rongga pleura membutuhkan tekanan pleura sekitar -54 mmHg yang tidak
mungkin terjadi pada keadaan normal. Namun apabila ditermukan adanya udara di kavum
pleura pasti terjadi salah satu diantara keadaan berikut ini :
1. Adanya saluran atau lesi yang menghubungkan rongga alveolar dengan pleura
2. Adanya hubungan secara langsung dan tidak langsung antara atmosfer dan rongga
pleura.
3. Adanya mikroorganisme dalam kavum pleura yang dapat memproduksi gas (Noppen,
2010).
Ketika adanya penguhubung antara alveolus atau rongga udara intarpulmonar dengan
rongga pleura maka akan terjadi aliran udara dari alveolus menuju rongga pleura hingga tidak
ada perbedaan tekanan antar dua rongga tersebut atau hingga penghubung tersebut ditutup
(Jindal et al., 2008).
2.2 Epidemiologi
Insiden pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui,
pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1 (Hisyam dan Budiono, 2009).
Pneumothorax spontan primer (PSP) memiliki insidensi 7.4 18 kasus per 100.000 penduduk
setiap tahun pada laki-laki, dan 1,2 6 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun pada
perempuan (Noppen, 2010). Berbagai macam penyakit atau kelainan pada sistem respirasi
dapat menjadi penyebab pneumothorax spontan sekunder (PSS). Berdasarkan berbagai
macam penyakit yang mendasari tersebut, puncak insidensi dari PSS adalah pasien berusia
60-65 tahun, dengan penyebab yang paling sering adalah penyakit paru obstruktif kronis
(Noppen, 2010; Daley et al., 2015). Selain itu Seaton et al. dalam Hisyam dan Budiono
(2009) melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumothorax
sekitar 1,4% dan jika terjadi kavitas komplikasi pneumothorax meningkat lebih dari 90%.
cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior. Pada proses
fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui
stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura (Masyudi et al., 2014).
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang
disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada proses
respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada cavum
pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika diafragma
dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga
sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi
dinding dalam pleura (Masyudi et al., 2014).
lobus lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun
pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan
lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus
lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua,
sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura oblique
(Masyudi et al., 2014).
Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang
dan mengempis ini di sebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel
alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat
dibantu oleh Otot otot dinding thorax dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan
negatif yang teradapat di dalam cavum pleura (Masyudi et al., 2014).
Penyakit malignancy
Kanker paru
Penyakit paru intertisial
Fibrosis paru
Ekstrinsik allergic alveolitis
Sarkoidosis
Limfangileiomiomatosis
Histiositosis X
Infeksi
Pneumonia
Tuberkulosis
Lain lain
Respiratory distress syndrome
Sindrom marfan
Sindrom ehlor danlos
Catamenial
Arthritis rheumatoid
Tabel 1. Kondisi yang dapat menyebabkan pneumothorax sekunder
c. Pneumothorax iatrogenic
Pneumothorax iatrogenic adalah pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis. Pneumothorax iatrogenic banyak disebabkan oleh pemasangan
kanulasi vena sentral ( terutama vena subsclavia dan vena jugularis interna, biopsy
pleural, biopsy transbronkial, fine needle aspiration biopsy dan dapat pula disebabkan
oleh jarum akupuntur. Pasien yang memerlukan pemberian obat melalui vena sentral
memiliki risiko tinggi untuk mengalami pneumothorax. Pasien intubasi dengan
ventilasi mekanik dapat berkembang menjadi pneumothorax akibat tingginya tekanan
udara inspirasi yang diberikan sehingga menyebabkan barotrauma pada paru paru
(Currie et al., 2007).
d. Pneumothorax traumatic
Pneumothorax traumatic disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai thorax.
Trauma tersebut meliputi trauma tajam yang penetrasi pada rongga dada atau fraktur
costa yang merobek pleura visceralis(Currie et al., 2007). Pneumothorax traumatic
diperkirakan 40 % dari semua kasus pneumothorax. Pneumthorax trauma tidak harus
disertai dengan fraktur iga atau luka penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada
dinding dada juga dapat menimbulkan pneumothorax (Sudoyo et al., 2010).
Berdasarkan jenis fistulanya pneumothorax dibagi menjadi tiga yaitu pneumothorax
tertutup, terbuka dan tension pneumothorax.
a. Pneumothorax tertutup
2.5 Patofisiologi
menebal, sebagian dari jaringan fibrosa paru sendiri, dan sebagian lagi oleh jaringan paru
emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan intertisial ke
dalam lapisan fibrosa tipis pleura visceralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista.
Mekanisme terjadinya bula atau bleb masih belum jelas, banyak pendapat menyatakan
terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan
distensi pada alveoli akibat tekanan pleura yang lebih negative. Selain itu salah satunya salah
satu mekanisme pembentukan bula atau bleb adalah degradasi benang elastin pada paru yang
diinduksi oleh asap rokok diikuti sebukan neutrofil dan makrofag menyebabkan timbulnya
bleb tersebut. Degradasi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara protease dan
antiprotease dan sistem oksidan dalam paru. Inflamasi dalam paru akan menginduksi
obstruksi saluran napas, tekanan intraalveolar akan meningkat sehingga terjadi kebocoran
udara menuju ruang interstisial paru dan ke hilus menyebabkan pneumomediastinum.
Tekanan mediastinum akan meningkat dan pleura mediastinum akan rupture sehingga timbul
pneumothorax. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumothorax spontan
sering ditemukan adanya bula di apeks paru. Kelainan intriksik jaringan konektif seperti
sindroma marfan, prolapse katub mitral, kelainan bentuk tubuh mempunyai kecendrungan
terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang
berlebihan dengan pecahnya bula atau bleb karena pada keadaan istirahat juga dapat terjadi
pneumothorax. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valve pada saluran
nafas kecil sehingga menimbulkan distensi ruang udara di bagian distalnya. Obstruksi jalan
nafas bias diakibatkan oleh penumpukan mucus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi
ataupun bukan infeksi (Sudoyo et al., 2010).
Pada pneumothorax sekunder terjadi karena pecahnya bleb visceralis atau bula
subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis
PSS multifactorial. Umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK, asma, kistik fibrosis,
tuberculosis paru den penyakit paru infiltrative lainnya. Pneumothorax sekunder umumnya
lebih serius keadaannya dibandingkan PSP karena pada Pneumothorax sekunder terdapat
penyakit paru yang mendasarinya. Arthritis rheumatoid juga dapat menyebabkan
pneumothorax akibat dari terbentuknya nodul rheumatoid pada paru (Sudoyo et al., 2010).
Perubahan fisiologis akibat pneumothorax adalah penurunan kapasitas vital dan PaO2
dehingga terjadi hipoventilasi dan asidosis respiratorik. Yang paling berbahaya adalah
pneumothorax ventil. Pada keadaan ini tekanan di rongga pleura akan meningkat terus hingga
paru akan menguncup total selanjutnya mediastinum akan terdorong ke sisi lawannya.
Pendorongan mediastinum inilah yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah karena
tertekuknya pembuluh darah. Bila gangguannya hebat dapat terjadi syok sampai kematian
(Currie et al., 2007).
2.6 Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:
1
2
3
4
Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi, bisa mulai dari
asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat (Knipe dan Gorrochategui,
2015). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas melemah sampai menghilang,
fremitus
melemah
sampai
menghilang,
resonansi
perkusi
dapat
normal
atau
2.7 Pencitraan
a Foto Polos
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa
struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis
yang berasal dari pleura visceral. Bila penumothoraxnya tidak begitu besar, foto dengan
pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas.
Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh.
Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga
rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara
jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat pneumothorax,
yakni terdapatnya kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan
densitas pneumothorax (Putra dan Laksminingsih, 2013).
Foto lateral decubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan
pneumothorax dengan kista atau bulla. Pada pneumothorax udara bebas dalam rongga
pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral (Putra dan Laksminingsih,
2013).
Jika pneumothorax luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura jadi lebih radiolusen
dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan pneumothorax tersebut, terutama jika
paru-paru berkurang volumenya, dimampatkan, atau terkena penyakit yang meningkatkan
kepadatan paru (Putra dan Laksminingsih, 2013).
Ultrasonografi
Pada pneumonia, pasien juga akan merasa sesak napas. Hipotensi dapat ditemukan
pada pneumonia yang parah. Batuknya biasanya mempunyai dahak yang purulen. Dari hasil
pemeriksaan fisik, pada pneumonia dapat ditemukan fremitus tektil yang menurun, tetapi
suara perkusi akan redup (Cunha et al., 2014)
Pada pasien tinggi, muda, pria dan perokok jika setelah difoto diketahui ada
pneumothorax, umumnya diagnosis kita menjurus ke PSP. PSS kadang sulit dibedakan
dengan pneumothorax yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla subpleura (Hisyam dan
Budiono, 2009).
Beberapa penyakit dibawah ini menunjukkan gambaran yang menyerupai
pneumothorax, diantaranya:
a. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum adalah terkumpulnya udara extraluminal di dalam mediastinum yang
dapat berasal dari paru-paru, trakea, bronkus, esofagus, atau saluran dari mediastinum ke
leher atau abdomen (Weerakkody and Gorrochategui, 2015)
Gambaran Radiologis Pneumomediastinum
Foto Thorax PA
o Area streaky radiolusen di mediastinum (paling sering ditemukan pada area
paracardiac kiri)
o Air outlining mediastinal structure
o Continous diaphragma sign of Levin
Neck Films
o Air outlining fascial planes of the neck
Gambar 22. Kista pneumatocele pada aspek medial lobus posterior sinistra
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax
Panah (1)
Panah (2)
Gambar 25, 26. Tampilan pada Pasien dengan Vanishing Lung Syndrome
(1) Pada gambaran foto thorax ini didapatkan giant bulla telah menempati
keseluruhan hemithorax kiri (dinding bulla ditunjukkan oleh panah putih)
(2) Didapatkan gambaran bulla berbentuk bulat (ditunjuk oleh panah kuning)
Pada pemeriksaan radiologi, bula biasanya ditemukan pada 1 sisi paru (asimetris) dan
melibatkan lobus superior. Yang membedakan giant bulla dengan pneumothorax ialah
tidak didapatkan visceral white line.
CT Scan
Panah (1)
Panah (2)
c. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat bantu torakoskop. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video Assisted
Thoracoscopy Surgery=VATS) memberikan kenyamanan dan keamanan baik bagi operator
maupun pasiennya karena akan diperoleh lapang pandang yang lebih luas dan gambar
yang lebih bagus. Tindakan ini dilakukan apabila :
-
d. Torakotomi
Tindakan pembelahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini
dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru,
maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut
2.9 Prognosis
Pasien dengan pneumothorax spontan hampir seluruhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorax yang dilakukan torakotomi
terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pneumothorax adalah suatu keadaan adanya udara atau gas dalam cavum pleura,
dimana merupakan suatu ruang potensial antara pleura visceral dan parietal, yang
dapat menyebabkan suatu gangguan oksigenasi dan/atau ventilasi yang dapat
mengancam jiwa. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi empat yaitu pneumothorax
primer, sekunder, iatrogenic dan traumatik.
2. Pemeriksaan radiologis merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis dari
pneumothorax.
3. Penting untuk para klinisi untuk dapat membedakan gambaran radiologi antara
pneumothorax dengan diagnosis banding lainnya.
4. Prinsip utama penanganan pneumothorax adalah dengan membebaskan udara dari
cavum pleura sehingga dapat mengembalikan kestabilan hemodinamik pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hameed
FM
(2013).
Pneumothorax
Imaging.
(2013).
Tension
pneumothorax
pathogenesis
and
clinical
finding.
H,
Muzio
DB
(2013).
Idiopathic
Giant
Bullous
Emphysema.
H,
Gorrochategui
(2015).
Pneumothorax.
DR,
Harrington
A,
Kamangar
(2015).
Pulmonary
Embolism.
Learningradiology.com/archive06/COW%20222-Vanishing
%20lung/vanishinglungccorrect.html#link705995CO (diakses pada 10 Juni 2015)
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Hal: 1063-1067.
Waseem M, Jones J, Brutus S, et al (2005). Giant Bulla mimicking pneumothorax. J Emerg
Med; 29: 155-158.
Weerakkody
dan
Gorrochategui
(2015).
Pneumomediastinum.