Anda di halaman 1dari 6

Bab 2

Kebutuhan Air Untuk Tanaman

2.1 Pendahuluan
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman
pada suatu periode waktu untuk proses pertumbuhannya agar dapat
berproduksi secara normal. Angka ini harus diperhitungkan secara cermat agar
diketahui jumlah kebutuhan air irigasinya secara tepat. Perhitungan kebutuhan
air irigasi yang tepat akan menghasilkan dimensi saluran irigasi yang efektif
dan efisien yang pada akhirnya menghindarkan dari perencanaan yang boros
dan tidak tepat guna.
Tanaman membutuhkan air untuk proses pertumbuhannya. Air berfungsi
melarutkan unsur hara yang berada di tanah melalui penyerapan akar. Air
bersama unsur hara tersebut oleh tanaman kemudian diolah menggunakan
bantuan sinar matahari yang dikenal dengan istilah fotosintesis dan
menghasilkan dua macam, yaitu: hasil fotosintesis yang akan didistribusikan
kembali ke seluruh batang untuk pembentukan daun, bunga dan buah; dan
oksigen yang dilepas ke udara. Karena proses yang terjadi dalam kegiatan ini
merubah air yang dikonsumsi tanaman menjadi uap (oksigen) yang dilepas ke
udara melalui mata daun (stomata), maka kemudian proses ini dikenal dengan
istilah penguapan melalui tanaman (transpirasi). Sehingga secara sederhana
dapat dikatakan bahwa transpirasi adalah proses penguapan air ke udara
melalui permukaan daun/tajuk tanaman. Sedangkan kombinasi atas hilangnya
air dari dalam tanah dan dari permukaan tanaman karena proses penguapan ini
disebut sebagai evapotranspirasi(Allen et al., 1998; Asawa, 2005).
Evapotranspirasi memegang peranan yang sangat penting dalam analisis
hidrologi untuk bangunan irigasi. Tanpa perhitungan jumlah air yang hilang
karena proses evapotranspirasi ini, maka pekerjaan desain dan manajemen
sistem irigasi masih mengandung unsur ketidakjelasan. Perhitungan
evapotranspirasi baik melalui pengukuran langsung maupun pendekatan
melalui perhitungan teoritis diyakini para ilmuwan dapat membawa
peningkatan efisiensi dalam perancangan maupun pengelolaan irigasi (Waller
and Yitayew, 2016).

2.2 Kebutuhan air tanaman (consumptive


use)
Pada dasarnya pengertian dari kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang
dikonsumsi tanaman yang digunakan untuk keperluan proses evapotranspirasi.
Kebutuhan ini disebut consumptive use (Cu). Karena jumlah air yang
dikonsumsi tanaman ini sebanding dengan angka evapotranspirasi, maka nilai
ini juga biasa disebut dengan evapotranspirasi tanaman atau
evapotranspiration crop (ETc).
Besaran Cu atau ETc ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut
(Allen et al., 1998):
a. Faktor iklim
 Radiasi matahari

Proses evapotranspirasi sangat ditentukan oleh berapa energi yang


tersedia untuk menguapkan air. Radiasi matahari adalah energi
terbesar yang tersedia di alam yang dapat menyebabkan air dalam
jumlah besar diubah menjadi uap air.

 Suhu udara

Radiasi matahari yang diserap atmosfer dan panas yang dipancarkan


oleh bumi dapat menyebabkan peningkatan suhu udara. Panas
tersebut kemudian diterima oleh tanaman dan menyebabkan
penguapan melalui daun dan permukaan tanah atau evapotranspirasi.
Sehingga jika pada kondisi cuaca yang cerah dan panas, laju
evapotranspirasi akan lebih tinggi dibandingkan pada saat mendung
dan dingin.
Bab 2 Kebutuhan Air untuk Tanaman 3

 Kecepatan angin

Proses penguapan sangat dipengaruhi kemampuan angin dalam


memindahkan sejumlah massa udara dari atas suatu permukaan. Jika
udara telah menjadi jenuh oleh uap air maka kemampuan untuk
memindahkannya akan menurun dan pada akhirnya laju
evapotranspirasi juga akan menurun.

 Kelembaban udara

Daerah tropis seperti Indonesia yang umumnya memiliki


kelembaban udara yang tinggi. Daerah dengan karakteristik seperti
ini kandungan uap air di udaranya mendekati jenuh, sehingga laju
evapotranspirasi yang terjadi akan lebih rendah daripada daerah yang
memiliki kelembaban udara rendah.

b. Faktor tanaman

Jenis tanaman, varietas dan fase pertumbuhan tanaman adalah faktor


tanaman yang sangat berpengaruh pada kemampuan evapotranspirasi.
Perbedaan fisiologis tanaman seperti ukuran daun, kekasaran tanaman,
tinggi tanaman, efek pemantulan cahaya, penutupan tanah oleh daun dan
karakteristik perakaran menghasilkan tingkat evapotranspirasi yang
berbeda-beda meski tanaman berada pada kondisi lingkungan yang sama.
c. Kondisi dan pengelolaan lingkungan

Kondisi dan pengelolaan lingkungan ini mencakup faktor-faktor seperti


salinitas tanah yang tinggi, kesuburan tanah yang buruk, pemberian pupuk
yang terbatas, pengendalian hama yang kurang akan membatasi
pertumbuhan tanaman dan pada akhirnya menurunkan laju
evapotranspirasi.

2.3 Evapotranspirasi
Telah disinggung pada sub bab sebelumnya, bahwa pengertian
evapotranspirasi adalah gabungan penguapan dari tanah (evaporasi) dan
permukaan tanaman (transpirasi).
4 Sistem Irigasi dan Bangunan Air

Gambar 2.1: Perimbangan air di permukaan tanah (Wikipedia, 2021)


Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan
alat evapotranspirometer dan lisimeter (lysimeter). Dengan menggunakan
kedua alat tersebut, dimungkinkan untuk mengukur air yang hilang melalui
evapotranspirasi dari permukaan tanah bertanaman.
Evapotranspirasi (ET) dinyatakan dalam satuan mm per satuan waktu atau
secara umum digunakan mm/hari. Jika 1 ha sama dengan 10 4 m2, maka
kehilangan 1 mm/hari sebanding dengan 10 m3/ha/hari.
Dalam pembahasan tentang evapotranspirasi, dikenal dua jenis istilah, yaitu:
evapotranspirasi potensial (evapotranspirasi acuan) dan evapotranspirasi aktual
(evapotranspirasi tanaman)

2.3.1 Evapotranspirasi Potensial (ETo)


Evapotranspirasi potensial dinotasikan dengan ETo dan didefinisikan sebagai
kemampuan atmosfer mengubah air di permukaan tanah menjadi uap melalui
proses evaporasi dan transpirasi dengan asumsi keadaan optimal dimana
ketersediaan air penuh dan evapotranspirasi berlangsung tanpa kendala.
Evapotranspirasi potensial disebut juga evapotranspirasi acuan dimana
nilainya mengacu pada besar nilai penguapan yang terukur dari suatu unit
luasan yang ditanami tanaman acuan yaitu rumput alfalfa setinggi 8-15cm
Bab 2 Kebutuhan Air untuk Tanaman 5

dengan pertumbuhan yang seragam dan optimal serta dalam keadaan air
tersedia mencukupi (Doorenbos and Pruitt, 1977).
Nilai laju ETo ini kemudian menjadi nilai laju ET acuan yang jika hendak
menghitung laju ET pada tanaman tertentu akan dikalikan dengan faktor dari
tanaman tersebut. Faktor tanaman yang dimaksudkan akan diberikan dalam
bentuk angka koefisien tanaman, yang penjelasan lengkapnya ada pada sub
bab berikutnya.

Pustaka
Allen, R.G., Pereira, L.S., Raes, D., Smith, M., 1998. Crop Evapotranspiration
(guidelines for computing crop water requirements, FAO Irrigation
and Drainage Paper No. 56. FAO.
Asawa, G.L., 2005. Irrigation and Water Resources Engineering. New Age
International Publishers, New Delhi.
Doorenbos, J., Pruitt, W.O., 1977. Guidelines for Predicting Crop Water
Requirement. FAO, Rome.
Kementerian PU, 2013. Kriteria Perencanaan Irigasi, KP-01. Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Oliver, J.E., 1998. Evapotranspiration. Encyclopedia of Earth Science,
Encyclopedia of Hydrology and Lakes.
Saidah, H., Sulistyono, H., Budianto, M.B., 2020. KALIBRASI
PERSAMAAN THORNTHWAITE DAN EVAPORASI PANCI
UNTUK MEMPREDIKSI EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL
PADA DAERAH DENGAN DATA CUACA TERBATAS. Jurnal
Sains Teknologi dan Lingkungan 6.
Waller, P., Yitayew, M., 2016. Irrigation and Drainage Engineering. Springer,
Switzerland.
Wikipedia, K., 2021. Evapotranspirasi. URL
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Evapotranspirasi&oldid=18166826
6 Sistem Irigasi dan Bangunan Air

BIODATA PENULIS

Humairo Saidah S.T., M.T. Lahir pada tanggal 9 Juni 1972 di Bojonegoro,
salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan wilayah
Jawa Tengah. Menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah
kemudian melanjutkan ke SMPN Balen dan SMAN 2 di Bojonegoro. Tahun
1996 Penulis menyelesaikan pendidikan tinggi di jurusan Pengairan Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Penulis memulai karier di dunia kerja
setelah lulus S1 dengan menjadi site engineer di BUMN Indra Karya dalam
Proyek WOC (Water Allocation Centre) di Lombok. Pada tahun 1997 Penulis
pindah kerja menjadi tenaga dosen di Universitas Mataram pada jurusan
Teknik Sipil. Tahun 1999 Penulis kembali ke almamater untuk mengambil
program Magister bidang Teknik Sipil sub bidang minat Teknik Sumber Daya
Air dan lulus pada tahun 2002. Sejak menjalani profesi sebagai dosen di
jurusan Teknik Sipil, Penulis banyak melakukan penelitian dalam bidang
hidrologi, keterkaitan hidrologi dengan usaha pertanian, dan hubungannya
dengan bencana hidrometeorologi khususnya banjir dan kekeringan, serta
pengaruh fenomena perubahan iklim global saat ini terhadap perilaku
hidrologis suatu daerah.

Anda mungkin juga menyukai