Anda di halaman 1dari 7

EVAPOTRANSPIRASI

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

Oleh :
Kelompok 11

Ignatius Endito Nugroho 512018031


Kilauea Bintang Selaparang 512018063
Elsa Citra HS 512018083
Kristoforus 522018012
Yohana Aprilia 522018050

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTENN SATYA WACANA

SALATIGA

2019
I. DASAR TEORI
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan
tanah, air dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal dari
permukaan badan air) dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui
vegetasi). Intersepsi juga merupakan proses penguapan air ke atmosfer melalui tajuk
vegetasi, bedanya dengan transpirasi adalah bahwa pada proses intersepsi air yang
diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan yang tertampung sementara
pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu vegetasi. Dengan kata lain, pada
proses transpirasi, air yang diuapkan kembali ke atmosfer berasal dari dalam tanah.
Pada proses intersepsi, air yang diuapkan adalah air yang berasal dari curah hujan
yang berada pada permukaan daun, ranting dan cabang dan belum sempat masuk ke
dalam tanah (Asdak, 1995).
Evapotranspirasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi bahan
kering karena itu merupakan penentu produksi pertanian untuk suatu wilayah.
Taksiran mengenai besarnya evapotranspirasi yang mendekati kenyataan sangat
penting bagi para ahli teknik irigasi, ahli agronomi dan pihak lain yang
berekecimpung dalam bidang perencanaan pertanian (Pasandaran dan Donald, 1984).

Usman (2004) menyatakan bahwa evapotransiprasi dalam bidang pertanian


dapat disebut sebagai ET. ET merupakan kebutuhan air pada tanaman. Kebutuhan air
pada tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk
memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET)dari tanaman yang sehat,
tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempun-yai
kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi
penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Usman, 2004).

Menurut Karyanto dkk (2012) menjelaskan bahwa Thornthwaite telah


mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan besarnya evapotranspirasi
potensial dari data klimatologi. Evapotranspirasi potensial (PET) tersebut berdasarkan
suhu udara rerata bulanan dengan standar 1 bulan 30 hari, dan lama penyinaran
matahari 12 jam sehari. Metode ini memanfaatkan suhu udara sebagai indeks
ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses ET dengan asumsi suhu udara
tersebut berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan
proses ET.
Rumus dasar:
ETP = 1,6 (10 t/I)a
keterangan:
PET = evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan)
T = temperatur udara bulan ke-n (OC)
I = indeks panas tahunan
a = koefisien yang tergantung dari tempat
Harga a dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus:
a = 675 ´ 10-9 ( I3 ) – 771 ´ 10-7 ( I2 ) + 1792 ´ 10-5 ( I ) + 0,49239
Jika rumus tersebut diganti dengan harga yang diukur, maka:
PET = evapotranspirasi potensial bulanan standart (belum disesuaikan dalam cm).
Karena banyaknya hari dalam sebulan tidak sama.
Evapotranspirasi merupakan proses total dari perpindahan air ke atmosfir dari
permukaan tanah yang bervegetasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
evapotranspirasi diantaranya adalah:
1. Ketersediaan air
2. Faktor-faktor tanaman
3. Kondisi meteorologis
Selama ketersediaan air cukup, evapotranspirasi akan berlangsung pada laju
yang maksimum tergantung hanya pada energi yang tersedia dan pengontrolan oleh
vegetasi (Yulia, 1999)
Faktor meteorologi yang memengaruhi evaporasi adalah radiasi matahari,
suhu udara, kelembaban udara dan angin. Tempat-tempat dengan radiasi matahari
tinggi mengakibatkan evaporasi tinggi karena evaporasi memerlukan energi.
Umumnya radiasi matahari tinggi diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara
rendah. Kedua hal ini dapat memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang
membuat kelembaban udara rendah, hal inipun memacu evaporasi (Manan dan
Suhardianto, 1999). Laju evaporasi sangat tergantung pada masukan energi yang
diterima. Semakin besar jumlah energi yang diterima, maka akan semakin banyak
molekul air yang diuapkan. Sumber energi utama untuk evaporasi adalah radiasi
matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi yang tinggi tercapai pada waktu sekitar
tengah hari (solar noon). Selain masukan energi, laju evaporasi juga dipengaruhi oleh
kelembaban udara di atasnya. Laju evaporasi akan semakin terpacu jika udara
diatasnya kering (kelembaban rendah), sebaliknya akan terhambat jika kelembaban
udaranya tinggi (Lakitan, 1994).
Ada 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu:
(1) faktor iklim mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin,
(2) faktor tanaman, mencakup jenis tanaman, jumlah daun derajat penutupannya,
struktur tanaman, stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya
stomata, mekanisme menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup
kondisi tanah, aerasi tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke
akar tanaman (Linsley dkk., 1985).

II. TUJUAN

III. ALAT DAN BAHAN


 ALAT
1. Polibek
2. Timbaangan
3. Buku
4. Pulpen

 BAHAN
1. Arang Sekam
2. Tanaman Tomat
3. Tanah
4. Air

IV.CARA KERJA

1. Alat dan bahan disiapkan


2. Tanah dan sekam dimasukan didalam masing-masing polybag
3. Tanaman tomat ditanam pada masing-masing polybag, lalu polybag ditimbang
kemudian di catat berat dari polybag tersebut.
4. Kemudian tanaman tersebut diisi air satu liter per polybag dan di tunggu hingga air
dalam polybag meresap, kemudian di tibang lagi
5. Tanaman di amati seminggu, kemudian di amati perkembangannya dan di taruh pada
tempat yang terkena sinar matahari secara langsung.

IV. HASIL PENGAMATAN


V. PEMBAHASAN
Pada dasarnya evapotranspirasi adalah terdiri dari dua kata yaitu evaportasi
dan transpirasi. Evaporasi adalah kehilangan air dari yang terbuka contohnya danau,
waduk dll dan transpirasi sendiri adalah kehilangan air dari tanaman yang hidup.
Maka evaportranspirasi adalah proses penguapan atau kehilangan airyang berasal dari
permukaan tanah dan permukaan tumbuhan akibat aktivitas penyinaran matahari.
Telah dilakukan percobaan dengan menggunakan 2 media tanam ( tanah dan
sekam) untuk mengetahui dan menghitung berapa banyak air yang hilang dan proses
evaportraspirasi selama 1 minggu. Pada media tanah keadan awal tanaman baik
setelah dilakuakan penyiraman sekali dengan bobot awal 1,5 kg, setelah ditaruh di
tempat yang terkena paparan sinar matahari selama 1 minggu tanah mulai kering dank
eras sehingga kondisi tanaman layu dan bobot akhir tanaman menjadi 1 kg Dan pada
media sekam keadan awal tanaman baik setelah dilakukan penyiraman seperti pada
media tanah dengan bobot awal 1,2 kg, ditaruh di tempat yang terkena paparan sinar
matahari selama 1 minggu, namun pada media sekam lebih cepat kering dan
tanamannya cepat layu. Setelah genap satu minggu tanaman sudah sangat layu dan
dan hamper kering dan bobot menjadi 0,2 kg.
Berdasarkan hasil tersebut bisa dilihat bahwa media tanam yang lebih baik
penyerapan airnya adalah media tanah. Terbukti bahwa tanaman lebih lama tumbuh
dimedia tanah dibandingkan media sekam. Media sekam juga terkenal dengan media
yang kurang baik penyeraannya, air tidak bisa tinggal lebih lama pada sekam. Selisih
bobot tanaman setalah dibiarkan tidak disiram untuk media tanah adalah 0,5 kg dan
pada media sekam 1 kg. dari hal tersebut dilihat bahwa penguapan atau pengurangan
air lebih cepat pada media sekam. Sehingga tanama lebih cepat mati.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi proses evaportranspirasi salah satunya yaitu
cahaya matahari mempengaruhi proses transpirasi, transpirasi akan semakin
bertambah jika intensitas cahaya semakin naik dan ketika cahaya matahari semakin
lama bersinar penguapan terbuka juga semakin tinggi/ tanah lebih cepat kehilangan
airnya.
VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA
Asdak, S. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Lakitan, B., 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Linsley Ray K., Joseph B. Franzini. 1985.Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Eralanga.
Manan dan Suhardianto, 1999. Penelitian Agroklimat dan Pengembangan Database
Sumberdaya Iklim untuk meningkatkan Hasil Pertanian di Sulawesi
Tenggara. Laporan Penelitian. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat.
Bogor. 85 hal.
Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman-Monteith
dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ET o)di Dataran Rendah Propinsi
Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian. 26(2):121-128.
Pasandaran, Effendi dan Donald C.T . 1984. Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan. Gramedia.
Jakarta
Usman. 2004. Klimattologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta. Bumi
Aksara. 101 hal

Anda mungkin juga menyukai