Anda di halaman 1dari 19

EVAPORATRANSPIRATION

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD DAFFA PRATAMA

NIM: 2110115110010

MATKUL

HIDROLOGI dan LINGKUNGAN

DIAMPU OLEH:

Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M. Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKUAT

2022
A. DEFINISI

Evapotranspirasi atau dalam ilmiah adalah ET adalah jumlah air total yang
dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh
adanya pengaruh factor-faktor iklim dan fisiologi vegetasi

 EVAPORASI

EVPORASI adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk
permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Ada dua unsur utama
untuk berlangsungnya evaporasi adalah

Gambar 4.0

Evaporasi

RADIASI MATAHARI

Radiasi matahari. Sebagian radiasi gelombang pendek (shortwave


radiation) matahari akan diubah menjadi energi panas di dalam tanaman,
air, dan tanah. Energi panas tersebut akan menghangatkan udara di
sekitarnya. Panas yang dipakai untuk menghangatkan partikel-partikel
berbagai material di udara tanpa mengubah bentuk partikel tersebut
dinamakan panas-tampak (sensible heat). Sebagian dari energi matahari
akan diubah menjadi tenaga mekanik. Tenaga mekanik ini akan
menyebabkan perputaran udara dan uap air di atas permukaan tanah.
Keadaan ini akan menyebabkan udara di atas permukaan tanah jenuh,
dan dengan demikian, mempertahankan tekanan uap air yang tinggi pada
permukaan bidang evaporasi.

Ketersediaan air. Melibatkan tidak saja jumlah air yang ada, tapi juga
persediaan air yang siap untuk terjadinya evaporasi. Permukaan bidang
evaporasi yang kasar akan memberikan laju evaporasi lebih tinggi dari
pada bidang permukaan rata karena pada bidang permukaan yang lebih
kasar besarnya turbulensi meningkat.

 TRANSPIRASI
Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman
melalui pori – pori daun oleh proses fisiologi. Daun dan cabang umumnya
dibalut lapisan mati yang disebut kulit ari yang kedap uap air.
Radiasi matahari dan energi panas-tampak yang sampai di permukaan
daun akan menaikkan suhu permukaan daun sedikit lebih tinggi daripada
suhu udara di sekelilingnya. Sedang perubahan tekanan uap air antara
permukaan daun dan udara di atasnya meningkat tajam oleh adanya
penurunan tekanan uap air udara dengan kenaikan suhu udara. Kenaikan ini
akan memperbesar penguapan lapisan air yang mengelilingi sel-sel palisade
(Gambar 4.1), menyebarkan uap air tersebut ke pori-pori dan akhirnya
menguap ke udara oleh hembusan angin di atas permukaan daun. Hilangnya
air ini akan menyebabkan keadaan kurang air (water deficit) dalam sel-sel
tanaman, dan akan mengarah pada keadaan dimana kegiatan molekul air
pada tekanan atmosfer lebih kecil daripada kegiatan molekul air pada suhu 3
°C. Keadaan ini, melalui proses fisiologi yang kompleks akan menyebabkan
gerakan air tanah melewati dinding-dinding sel akar ke bagian tanaman yang
lebih atas.
, Peranan dan fungsi pori-pori daun pada proses transpirasi adalah
bersifat fisiologis. Proses menutup dan membukanya pori-pori ditentukan oleh
kedudukan daun dan cabang, ketersediaan air, dan masa tanaman
merontokkan daun, terutama pada musim kering. Hal ini dilakukan tanaman
untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Bagi mereka yang
berminat untuk mempelajari lebih jauh hubungan air dan proses fisiologis
tanaman lihat, antara lain, Kramer (1983): Water Relations of Plants.

Gambar 4.1

Transpirasi

B. FAKTOR MEMPENGARUHI EVAPORASI DAN TRANSPIRASI


kondisi fisika yang mempengaruhi laju evaporasi umum terjadi pada kedua
proses alamiah tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:
1. Panas diperlukan untuk berlangsungnya perubahan bentuk dari zat cair ke
gas dan secara alamiah matahari menjadi sumber energi panas. Energi
panas-tak tampak (latent heat) pada proses evaporasi datang sebagai
energi panas gelombang pendek (shortwave radiation) dan energi panas
gelombang panjang (longwave radiation). Energi panas gelombang
pendek merupakan sumber energi panas terbesar dan akan
mempengaruhi besarnya air yang dapat diuapkan dari permukaan bumi
sesuai dengan ketinggian tempat dan musim yang berlangsung. Sedang
energi panas gelombang panjang adalah panas yang dilepaskan oleh
permukaan bumi ke udara dan bersifat menambah panas yang telah
dihasilkan oleh energi panas gelombang pendek.
2. Suhu udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi, dan tanah), dan
energi panas yang berasal dari matahari adalah faktor faktor penting yang
perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya evaporasi. Makin
tinggi suhu udara di atas permukaan bidang penguapan, makin mudah
terjadi perubahan bentuk dari zat cair menjadi gas. Dengan demikian, laju
evaporasi menjadi lebih besar di daerah tropik daripada daerah beriklim
sedang. Perbedaan laju evaporasi yang sama juga dijumpai di daerah
tropik pada musim kering dan musim basah.
3. Kapasitas kadar air dalam udara juga dipengaruhi secara langsung oleh
tinggi rendahnya suhu di tempat tersebut. Besarnya luas, angin kencang
juga dapat menimbulkan gelombang air besar dan dapat mempercepat
terjadinya evaporasi.

C. PENGUKURAN EVAPORASI DAN TRANSPIRASI


1. EVAPORASI
Evaporasi dari suatu waduk dari suatu waduk atau danau dapat ditentukan
dengan menggunaan persamaan matematik sebagai berikut ini:

EO = I – 0 - ∆S
Keterangan:
I adalah masukkan air kewaduk ditambah curah hujan langsung jatuh
pada permukaan waduk;
0 adalah air keluaran dari waduk ditambah bocoran air dalam tanah dan
∆S = perubahan kapasitas tampang waduk

2. TRANSPIRASI
Beberapa Teknik pengukuran transpirasi telah dilakukan pada beberapa
jenis tanaman dalam plot percobaan. Teknik tersebut, antara lain:
a. Plot Pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter.
b. Pengukuran berkurangnya kelembaban tanah dalam plot percobaan
c. Pemangkasan cabang – cabang tanaman dan minimbangnya untuk
mengukur besarnya laju kehilangan air.
d. Analisis neraca air.

Pengukuran transpirasi jika dalam atau berada didaerah aliran sungai atau
disebut dengan DAS menggunakan persamaan

T = Pg – R – It - ∆S

Keterangan :

T = transpirasi

Pg = curah hujan

R = air larian

It = total intersepsi

∆S = perubahan kapasitas tamping air tanah

D. EVAPOTRANSPIRASI
1. Definisi

Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer


dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya factor iklim dan
fisiologi vegetasi. Evapotranspirasi dengan kata lain merupakan sebuah
penguapan yang mana penguapan tersebut merupakan gabungan oleh kedua
penguapan yaitu evaporasi dan transpirasi atau penguapan oleh benda mati dan
juga makhluk hidup.

Besarnya evapotranspirasi suatu komunitas di suatu tempat perlu diketahui


karena adanya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dua-pertiga dari jumlah
hujan yang jatuh di daratan Amerika Utara kembali lagi ke atmosfer sebagai hasil
evaporasi tanaman dan permukaan tubuh air. Di afrika, air yang
terevapotranspirasi bahkan sampai mecapai 90% dari data curah hujan yang
jatuh di tempat tersebut.
Gambar 4.2

Evapotranspirasi

Gambar 4.3

Evaporasi dan transpirasi

2. FAKTOR MEMPENGARUHI EVAPOTRANSPIRASI


Dalam evapotranspirasi tang dietahui bahwa untuk mengetahui laju yang
mempengauhi evapotranspirasi adalah sulit sekali untuk menilai kepentingan
relative masing – masing factor. Factor utama yang berpengaruh adalah:
- Faktor Meteorologi:
a. Radiasi matahari
b. Suhu udara dan permukaan
c. Kelembaban
d. Angin
e. Tekanan barometer
- Faktor Geografi
a. Kualitas air dari segi warna, salinitas dll
b. Jeluk tubuh air
c. Ukuran dan bentuk permukaan air
- Faktor lainnya
a. Kandungan lengas tanah
b. Karakteristik kapiler tanah
c. Jeluk muka air tanah
d. Warna tanah
e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi
f. Ketersediaan air.

E. POTENSI EVAPOTRANSPIRASI
- Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial merupakan sebuah evapotranspirasi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air guna pertumbuhan tanaman
tanpa sedikit pun kekurangan air. Evapotranspirasi potensial terjadi
ketika air tanah tidak terbatas dan tanaman berada dalam tahap
pertumbuhan aktif dengan penutp tanah penuh. Tingkat
evapotranspirasi potensial ini untuk jenis tanaman tertentu biasanya
bergantung pada kondisi Meteorologi.

- Evapotranspirasi Aktual
Evapotranspirasi aktual merupakan sebuah penguapan yang disebut
juga dengan penguapan dengan penggunaan air konsumtif, yang
mana merupakan jumlah air sesungguhnya yang hilang selama
pertumbuhan tanaman dengan penguapan dari permukaan tanah dan
oleh transpirasi oleh tanaman itu sendiri, sesuai dengan persediaan air
atau kelembaban tanah yang ada. Untuk Evapotranspirasi Aktual
Umumnya dipengaruhi oleh factor Fisiologi tanaman dan unsur tanah.
F. PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI
Ada beberapa metode dalam penerapan nilai/besarnya evapotranspirasi,
antara lain:
1. Metode Thornthwaite
Thornwite telah mengembangkan suatu metode untuk memperkiraka
besarnya evapotranspirsai potensial dari data klimatologi.Evapotranspirasi
potensial (PET) berdasarkan suhu udara rerata bulanan dengan standar 1
bulan 30 hari dan lama penyinaran matahari 12 jam sehari. Metode ini
memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas
untuk berlangsungnya proses ET dengan asumsi suhu udara tersebut
berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang
mengendalikan proses ET.Evapotranspirasi potensial tersebut
berdasarkan suhu udara rata-rata bulanan dengan standar 1 bulan (30
hari) dan lama penyinaran 12 jam sehari. Rumus dasar dari metode ini
adalah:

Gambar 4.4

Perhitungan Metode Thornthwaite

Keterangan dari gambar diatasa sebagai berikut:

PET = evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan) dengan asumsi


30 jumlah hari dalam 1 bulan dan penyinaran ratarata 12 jam/hari

T= temperatur udara rata-rata bulan ke-n (°C)

J= index panas tahunan


a= koefisien yang tergantung dari tempat

Apabila diinginkan nilai evapotranspirasi potensial untuk suatu bulan


dengan jumlah hari = D hari dan waktu penyinaran rata-rata = T jam, maka
besarnya evapotranspirasi potensial menjadi:

Gambar 4.5

Metode Thornthwaite

2. Metode Blaney-Criddle
Apabila diinginkan nilai evapotranspirasi potensial untuk suatu bulan
dengan jumlah hari = D hari dan waktu penyinaran rata-rata = T jam, maka
besarnya evapotranspirasi potensial menjadi:

Gambar 4. 6
Metode Blaney-Criddle

Keterangan dari gambar rumus tersebut seperti berikut:


c = faktor koreksi yang tergantung (n/N) dan RH
p = persentase penyinaran matahari
t = temperatur udara bulanan rata-rata (°C)

3. Metode modifikasi
Metode ini adalah metode yang bervariasi tergantung dari temperature,
lama penyinaran matahari kelembaban relative, dan kecepatan angin.
Rumus metode ini adalah:

Gambar 4.7

Metode modifikasi

Keterangan dari gambar rumus tersebut yakni:

Keterangan:

c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang atau malam

W= Faktor bobot

Rn = Radiasi netto

F(u) = Fungsi kecepatan angina

ea= Tekanan uap jenuh

ed= Tekanan uap aktual

G. ESTIMASI EVAPORASI TIDAK LANGSUNG


Dari pembahasan ini yang dimaksud dengan estimasi adalah
pendugaan jadi secara tidak langsung pembahasan kali ini mengenai
perkiraan atau penduaan evapotranspirasi.
Berikut ini adalah beberapa metode pendugaan evapotranspirasi:
1. Eksperimen tangki dan lysimeter
2. Petak percobaan lapangan
3. Pemasangan tangki cekung (colarado)
4. Persamaan evapotranspirasi yang dikembangkan oleh Lowry-
Johnson, Penman,Thornthwaite, Blaney-Criddle, dll.
5. Metode indeks penguapan, yaitu, dari data penguapan panci yang
dikembangkan oleh Hargreaves dan Christiansen.
Untuk diskusi rinci dari referensi metode di atas dapat dibuat untuk
penulis volume pendamping pada 'Air Tanah' diterbitkan oleh Wiley Eastern
Limited, New Delhi, 1981.
Selain itu ada yang lebih spesifik untuk estimasi evapotranspirasi
secara tidak langsung yakni
1. Pan Method
Memperkirakan penguapan danau dari penguapan panci adalah metode
yang paling sederhana tetapi memiliki banyak tantangan. Penguapan dari
panci logam kecil yang biasanya ditempatkan di tempat kering adalah:
lebih tinggi dari penguapan dari danau. Energi Advektif, perbedaan
penyimpanan panas, dan defisit tekanan uap yang lebih tinggi karena
lingkungan situs menghasilkan penguapan yang lebih tinggi. Koefisien,
Kp, digunakan untuk mengurangi penguapan panci untuk memperkirakan
penguapan danau (Persamaan 6.1). Evapotranspirasi tanaman referensi
(Persamaan 6.2) juga diperkirakan dari pan penguapan menggunakan
koefisien (Cet). Koefisien Kp dan Cet bergantung pada jenis panci,
lingkungan di lokasi, dan operasi panci. Rentang luas ini koefisien tersedia
yang menunjukkan bahwa pengukuran penguapan panci terpengaruh oleh
faktor spesifik lokasi.

Gambar 4. 8
Pan Method
2. Lysimeter
Teknik pengukuran dengan menggunakan alat Lysimeter Nampak
merupakan cara yang ideal karena setiap unsur pada persamaan 3.15
telah terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti
karena menggunakan perangkat penelitian dengan batas yang jelas dan
sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian,
banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak
memadai untuk diekstrapolasi ke lapangan. Teknik Lysimeter lebih cocok
untuk diterapkan pada tanaman pertanian di tempat-tempat percobaan
atau laboratorium. Pada teknik ini profil tanah, perkembangan akar
tanaman, dan kondisi kelembaban tanah harus diusahakan sama antara
keadaan di dalam dan di luar alat Lysimeter. Apabila kelembaban tanah
terus dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh
adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki
evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembaban tanah di dalam
alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi pada tanah di
sekelilingnya. Gambar 3.6 adalah dua tipe Lysimeter yang sering
digunakan, yaitu tipe drainase (drainage type) dan tipe timbang (spring-
balance weighing type).

Gambar 4. 9
Tipe lysimeter: a. drainaase b. timbang

H. MODEL REMOT SENSING


Data satelit MODIS digunakan sebagai input untuk menggerakkan model
Sim-ReSET, dan ground data yang digunakan untuk memvalidasi output. Tiga
produk tanah MODIS/Terra dikumpulkan (Ubin: h22-h29, v03-v07; Proyeksi:
sinusoidal; Periode: 5 Maret 2000 - 6 Maret 2010): 8 hari global 1 km suhu
permukaan tanah / emisivitas, tahunan global 1 km jenis tutupan lahan
(Gambar 4.4.1), dan indeks vegetasi 1 km global 16 hari. Hasil tanah ini
digunakan untuk menghasilkan peta ET dari tahun 2000 hingga 2010
berdasarkan model dibawah ini

Gambar 4.4.2

Model citra

Untuk memvalidasi produk data penginderaan jauh, jaringan


pengamatan darat adalah didirikan pada tahun 2002 (Wang et al., 2004;
Watanabe et al., 2005). Jangka Panjang mikrometeorologi, pengukuran
vegetasi dan tanah, dan pengukuran fluks air uap, energi, dan CO2 dari
berbagai ekosistem di seluruh China–padang rumput (HB: Haibei), lahan
pertanian beririgasi (YC: Yucheng), lahan pertanian padi (TY: Taoyuan),
hutan (QYZ: Qianyanzhou), dan gurun (FK: Fukang) diimplementasikan dan
diintegrasikan ke dalam dataset yang terjamin kualitasnya, dan
terdokumentasi. Kelima stasiun ini mewakili tipikal yang berbeda iklim (dari
iklim lembab subtropis hingga iklim gersang sedang), medan (dari dataran
hingga dataran tinggi), dan tutupan lahan. Dataset ini telah memainkan peran
penting dalam validasi satelit produk penginderaan jauh dan dalam studi
terestrial terkait (misalnya, Sun et al., 2007; Wang et al., 2005).
Dibandingkan dengan metode ET lainnya, metode Penman-Monteith
(P-M) memiliki lebih baik kinerja untuk estimasi ET, dan dengan demikian
biasanya digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi metode lain
(Jensen et al., 1990; Irmak et al., 2003). Kami juga membandingkan
kovarians eddy pengamatan dengan estimasi dengan metode P-M, dan
menemukan bahwa mereka konsisten. Karena banyak celah pengukuran
eddy covariance (EC) di Fukang, Taoyuan, dan Stasiun Yucheng dan tidak
ada data EC di stasiun Haibei dan Qianyanzhou, dalam penelitian ini, Metode
P-M bersama dengan data tanah intensif digunakan untuk memperkirakan ET
pada lima stasiun, dan kemudian ET ini pada waktu layang satelit Terra dipilih
untuk divalidasi estimasi ET yang diperoleh dari model Sim-ReSET yang
digerakkan oleh MODIS.

I. PENGUMPULAN DAN PENCATATAN DATA


Peta 16 hari 1 km terestrial Asia Rn, G, ET, dan EF dari 05 Maret 2000
hingga 06 Maret 2010 dihasilkan. Berikut kami berikan contoh peta ET untuk
merepresentasikan musim dan spasial distribusi ET di Asia (Gambar 3).
Gambar tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa ET relatif besar dalam
daerah lembab dekat laut, seperti Jepang, Semenanjung Korea, timur dan
selatan Cina, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Di musim panas, ET di atas
daerah lintang tinggi juga besar karena pertukaran uap yang kuat dari
ekosistem hutan boreal. ET relative rendah di daerah kering dan semi-kering,
seperti Cina barat laut, Mongolia, dan Asia Tengah. Distribusi spasial dan
temporal peta ET Asia ini sangat sesuai dengan iklim di skala benua. Profil
ET dan EF yang diambil dari peta deret waktu ET dan EF Asia 16 hari adalah
berbeda nyata pada kelima stasiun (Gambar 4). ET dan EF di Haibei (padang
rumput) dan stasiun Fukang (gurun) meningkat tajam di musim semi karena
es dan salju mencair; namun, air tanah permukaan yang dipasok dari es,
salju, dan curah hujan terbatas segera sepenuhnya menguap, dan kemudian
ET dan EF menurun tajam.

Gambar 4.4.4
Map asia dalam evapotranspirasi
REFERENSI
jr, W. V., & Lewis, G. L. (n.d.). Introduction to Hydrology Fourth Edition.
Annisa Salsabila, I. L. (2020). Pengantar Hidologi. Bandar Lampung: AURA CV.
Anugrah Utama Rahaja.
Hydrology, S. L. (2002). Physical Hydrology. USA: Waveland press.
pratama, W. c. (2021, oktober 21). mengenal lebih dalam siklus hidrologi. Retrieved
from katalogika:
https://www.katalogika.com/edukasi/pr-1441512903/mengenal-lebih-
dalam-siklus-hidrologi
Radhunath, H. (2006). Hydrolgy. New Delhi: New Age International.
Ray K. Linsley, J. (1958). Hydrology For Engineers. Toronto: McGraw-Hill Book
Company.
Soroosh Sorooshian, K.-l. H. (2009). HYDROLOGICAL MODELLING AND THE
WATER CYCLE: Coupling the Atmospheric and Hydrological Models.
USA: Corrected Printing.
sosrodarsono, i. s., & takeda, k. (2003). Hidrologi untuk pengairan. jakarta: Pt. Abadi.
syarifuddin, A. (2017). Hidrologi terapan. Jakarta.
SUTIKNO, Dibyosaputro, S., & Haryono, E. (2020). geomorfologi dasar. In Sutikno,
S. Dibyosaputro, & E. Haryono, geomorfologi dsar bagian 1.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press.

BADARUDDIN, KADIR, S., & NISA, K. (2021). HIDROLOGI HUTAN. Banjarmasin:


CV. BATANG.
GERRITS, M. (2010). The role of interception in the hydrological. Deflt : VSSD

Muzylo, A., Llorens, P., Valente, F., Keizer, J. J., Domingo, F., & Gash, J. H. C.
(2009). A review of rainfall interception modelling. Journal of
hydrology, 370(1-4), 191-206.

Aston, A. R. (1979). Rainfall interception by eight small trees. Journal of


hydrology, 42(3-4), 383-396.

Gash, J. H. C. (1979). An analytical model of rainfall interception by


forests. Quarterly Journal of the Royal Meteorological
Society, 105(443), 43-55.
Canfield, R. H. (1941). Application of the line interception method in sampling range
vegetation. Journal of forestry, 39(4), 388-394.

Chairani, S., & Jayanti, D. S. (2013). Intersepsi Curah Hujan Pada Tegakan Pohon
Pinus (Casuarina cunninghamia). Rona Teknik Pertanian, 6(1), 405-
412.

Hadi, M. P. (2006). Pengembangan Model Intersepsi pada Semak Belukar. Majalah


Geografi Indonesia, 20(2006).

Ikhsan, M. I. M., Refiyanni, M., & Safriana, I. (2018). Studi Intersepsi Berbagai Kelas
Umur Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Sipil dan Teknologi Konstruksi, 1(1).

Munandar, R., & Jayanti, D. S. (2016). Pemodelan intersepsi untuk pendugaan aliran
permukaan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 1(1), 62-69

Abtew, W., & Melesse, A. (2013). Evaporation and Evapotranspiration. New York:
Springer Science+Business Media Dordrecht .
Labedzki, L. (2011). Evapotranspiration. India: InTech.
Pereira, L. S., Perrier, A., Allen, R. G., & Alves, I. (1999). Evapotranspiration:
concepts and future trends. Journal of irrigation and drainage
engineering, 125(2), 45-51.

Da Rocha, H. R., Manzi, A. O., & Shuttleworth, J. (2009).


Evapotranspiration. Geophysical Monograph series, 186, 261-272.

Van Wijk, W. R., & De Vries, D. A. (1954). Evapotranspiration. Netherlands Journal


of Agricultural Science, 2(2), 105-119.

Manik, T. K., Rosadi, R. B., & Karyanto, A. (2012). Evaluasi metode Penman-
Monteith dalam menduga laju evapotranspirasi standar (ET0) di dataran
rendah Propinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian, 26(2).

Nuryanto, D. E., & Rizal, J. (2013). Perbandingan evapotranspirasi potensial antara


hasil keluaran model ReGCM 4.0 dengan perhitungan data
pengamatan. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 14(2).

Supangat, A. B. (2016). Analisis perubahan nilai pendugaan evapotranspirasi


potensial akibat perubahan iklim di kawasan hutan tanaman eucalyptus
pellita.
Suprayogi, S., Setiawan, B. I., & Prasetyo, L. B. (2003). Penerapan beberapa model
evapotranspirasi di daerah tropika.

Runtunuwu, E., Syahbudin, H., & Prmudia, A. (2008). Validasi model pendugaan
evapotranspirasi: Upaya melengkapi sistem database iklim nasional. Jurnal Tanah
dan Iklim, 27, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai