Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL, BUDAYA

ORGANISASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP MOTIVASI


KERJA PADA APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DI KABUPATEN
BENGKAYANG

HENJILA
Program Studi Manajemen Institut Shanti Bhuana Bengkayang
email : Henzila@gmail.com

ABSTRAK

Motivasi bagi seorang tenaga kerja merupakan faktor yang dapat


meningkatkan kinerja dalam organisasi manapun. Motivasi juga
merupakan keadaan batin seseorang yang memungkinkan gerak dan
keselarasan menuju tujuan (Afandi, 2018: 17). Menurut (Ajzen, 2002)
perceived behavioral control (PBC) didefinisikan sebagai kontrol perilaku
yang dipersepsikan sebagai dorongan atau hambatan yang dipersepsikan
seseorang untuk menampilkan tingkah laku. Susanto (1997) medefinisikan
budaya organisasi sebagai nilai yang menjadi pedoman sumber daya
manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian intergrasi kedalam organisasi sehingga masing-masing
anggota organisasi yang harus memahami nilai yang ada Menurut
Sedarmayanti (2009,41) Lingkungan kerja merupakan suatu tempat ASN
untuk melakukan kerja dalam layanan publik dan di dalamnya terdapat
fasilitas pendukung untuk mempengaruhi semangat kerja ASN mencapai
tujuan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah konfirmatoris
menggunakan instrumen Instrumen tes (digunakan untuk mengetahui
pengaruh PBC, Budaya Orgnaisasi dan Lingkungan kerja terhadap
Motivasi Kerja).
Penelitian ini dilakukan pada Aparatur Sipil Negera (ASN)
dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Populasi penelitian ini
di targetkan kepada ASN khusus pelayanan publik, dengan jumlah
populasi uji sampel 115 orang.
Berdasarkan hasil penelitian yang diolah dengan menggunakan
SPSS ver 21 dengan merujuk pada literatur penelitian sebelumnya,
ditemukan bahwa ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkayang
Motivasi Kerja cenderung dipengaruhi oleh Budaya Organisasi dimana
kuncinya pada nilai Variance Inflation Factor (VIF) sebesar 2,589 hasil uji
terdukung, faktor lainnya adalah Lingkungan Kerja dengan VIF 2,638
(terdukung) dan PBC 2,589 (tidak terdukung). Pada penelitian ini
pengambilan kesimpulan adalah pada uji yang mendominasi yaitu Budaya
organisasi.

Kata Kunci : Motivasi Kerja, PBC, Budaya Organisasi dan


Lingkungan Kerja, Metode Pengujian konfirmatoris
ABSTRACT

Motivation for a workforce is a factor that can improve performance


in any organization. Motivation is also a person's inner state that allows
movement and alignment towards goals (Afandi, 2018: 17). According to
(Ajzen, 2002) perceived behavioral control (PBC) is defined as behavioral
control that is perceived as a stimulus or obstacle perceived by someone
to display behavior. Susanto (1997) defines organizational culture as a
value that guides human resources to deal with external problems and
efforts to adjust integration into the organization so that each member of
the organization must understand the existing values. According to
Sedarmayanti (2009.41), the work environment is a place for ASN to carry
out work in public services and in which there are supporting facilities to
influence ASN work enthusiasm to achieve goals. The method used in this
confirmatoriz qualitative using test instruments (used to determine the
effect of PBC, Organizational Culture and Work Environment on Work
Motivation).
This research was conducted at State Civil Apparatus within the
Bengkayang Regency Government. The population of this study was
targeted at ASN specifically for public services, with a sample test
population of 115 people.
Based on the results of the research processed using SPSS ver 21
with reference to previous research literature, it was found that ASN in the
Bengkayang Regency Government Environment Work motivation tends to
be influenced by Organizational Culture where the key is the Variance
Inflation Factor (VIF) value of 2.589 supported test results, other factors is
Work Environment with VIF 2,638 (supported) and PBC 2,589 (not
supported). In this study, the conclusions drawn were on the dominating
test, namely organizational culture.

Keywords : Work Motivation, PBC, Organizational Culture and


Work Environment, Descriptive Qualitative Test
Methods

1. Pendahuluan
Pada dasarnya perusahaan, lembaga, instasi swasta maupun
instansi yang bergerak dalam pemerintahan mengedepankan sumber
daya manusia (SDM) dalam menjalankannya, sehingga SDM
memegang peranan sangat strategis dan merupakan kesatuan yang
utuh dalam sebuah instansi atau lembaga. SDM memegan memiliki
peran penting yang menentukan berkembangnya suatu perusahaan.
Manajemen SDM adalah pengaturan relasi dan tugas pokok
sehingga lebih optimal dalam mewujudkan sebuah tujuan institusi,
individu/pekerja dan masyarakat pada umumnya (Hasibuan, 2016).
SDM pada dasarnya terdiri dari orang-orang yang dipekerjakan oleh
suatu instansi sebagai pengelola atau melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan organisasi, motivasi sangat penting bagi departemen
SDM karena merupakan konsep yang menggambarkan sumber daya
yang ada dalam diri seorang karyawan yang yang memilik efek
terhadap perilaku dalam bekerja seorang karyawan.
Motivasi bagi seorang tenaga kerja merupakan faktor yang dapat
meningkatkan kinerja dalam organisasi manapun. Motivasi juga
merupakan keadaan batin seseorang yang memungkinkan gerak dan
keselarasan menuju tujuan (Afandi, 2018: 17). Oleh karena itu,
motivasi bagi pekerja sangatlah penting, karena motivasi kerja
merupakan tenaga penggerak yang menggerakkan dan
mengendalikan perilaku ketika bertindak dengan integritas atau
berjuang dalam mencapai targert yang telah ditetapkan, pendorong
berupa motivasi ini dibutuhkan individu maupun kelompok. Sehingga
dengan motivasi yang positif tujuan perusahaan yang diinginkan dapat
tercapai dan terjadi peningkatan kemampuan pengembangan.
Pengertian menurut Hardiyansyah (2011:12) pelayanan publik
adalah melayani keperluan orang atau masyarakat atau organisasi
yang memiliki kepentingan pada organisasi, sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan
kepuasan kepada penerima layanan. Motivasi dalam pelayanan publik
adalah sebuah dukungan untuk membantu pegawai pemerintah dalam
membuat perencanaan maupun strategi pencapaian hasil yang akan di
implemantasikan. Dengan adanya dukungan berupa motivasi maka
secara alamiah setiap individu atau kelompok didalam suatu institusi
akan mengembangkan dirinya dan kemampuan beradaptasi selama
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan sebuah perusahaan.
Pegawai yang merasa nyaman dalam melaksanakan tugas
memberikan timbal balik suatu kemajuan pada sebuah instansi.
Motivasi tidak hanya berpaku kepada kreatifitas atau dorongan atasan
saja, namun setiap individu harus memiliki pandangan tersendiri
terhadap pencapaian target. Dimana motivasi dalam penelitian ini
sebagai sumber daya yang ada dalam individu yang mendorong
sebuah semangat untuk melaksanakan pencapaian tertentu seperti
yang ditargetkan sebuah perusahaan atau organisasi.
Sebagai bagian dari paradigma baru pelayan publik, aparatur negara
tidak dapat memungkiri jika motivasi dalam diri seorang dapat
mempengaruhi kinerja individu yang lebih tinggi dalam mencapai
tujuan secara maksimal dan ini secara otomatis individu yang
termotivasi dengan baik dapat berkontribusi dengan maksimal pada
pencapaian visi dan misi yang ditentukan.
Perceived Behavioral Control (PBC) adalah sebuah kontrol yang
memfasilitasi atau menghambat pelaksanaan tindakan individu. Kontrol
perilaku yang dirasakan cenderung memiliki dampak yang kuat tidak
hanya pada peningkatan usaha dan ketekunan, tetapi juga pada
peningkatan minat dalam melakukan perilaku tersebut. Ajzen
(2002:32) mengatakan perceived behavioral control (PBC) secara tidak
langsung dapat memengaruhi perilaku melalui minat, persepsi kontrol
perilaku yang baik memberikan timbal balik terkai kontrol aktual yang
dapat dilakukan individu dalam situasi tertentu dan dapat di jadikan
parameter untuk prediksi perilaku tambahan.
Perceived Behavioral Control (PBC) dapat menjadi dasar
pembentukan perilaku, menjadi lebih mudah atau lebih sulit. Dalam
beberapa studi, perceived behavioral control telah berjalan denga
sudut pandang pribadi, dan ini memberikan motivasi kepada anggota
untuk memahami bahwa hal itu dapat mempengaruhi motivasi kerja
sama tim dan meningkatkan kinerja mendorong pelaksanaan tugas
sebaik mungkin sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja
(Wijaya, 2008 ).
Budaya organisasi diartikan suatu bentuk resolusi, value, dan kaidah
yang dapat dikaji untuk menghadapi kehidupan suatu institusi. Budaya
organisasi biasanya disadari oleh para anggota atau individu-individu
dalam organisasi tersebut, sehingga individu yang berada di
lingkungan tersebut merasa nyaman.
Motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan atasan untuk
menginspirasi dan mendorong pekerja, lain untuk mengambil tindakan
tertentu (Ariska, 2022). Budaya organisasi memiliki efek yang besar
terhadap suatu pengelolaan dan dapat mempengaruhi kepribadian
indvidu dalam organisasi serta memiliki keterkaitan dengan komitmen
sebuah instansi, ini berarti kepribadian seseorang memegang peranan
penting dalam motivasi kerjanya.
Ada banyak faktor yang memberikan dampak terhadap motivasi kerja
karyawan, seperti keamanan kerja, hak-hak, tempat kerja yang
kondusif, dan jika ada penghargaan atas pencapaian individu atau
kelompok yang diberikan oleh manajemen. Penelitian ini mengulas
tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi minat apartur, dimana
sekitar tempat bekerja dianggap faktor internal dan eksternal yang
dapat memberikan imbas semangat kerja individu, yang secara alami
percepatan terhadap pencapaian tujuan lebih cepat.
Setiap pekerja mengharapkan tempat bekerja yang kondusif sehingga
pekerja termotivasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya lebih
optimal. Individu secara umum jika pekerjaan didukung oleh kondisi
lingkungan yang tepat, dapat melakukan aktivitasnya dengan baik.
Lingkungan kerja yang dimana adalah tempat karyawan melakukan
aktivitas sehari-hari juga mencakup relasi kerja antar sesama pekerja.
Dapat disimpulkan bahwa lingkungan atau tempat bekerja pegawai
adalah tempat di mana individu atau kelompok tinggal dan melaksana
suatu tujuan organsisasi. Hal yang berkaitan dengan lingkungan kerja
dapat mempengaruhi reaksi individu atau kelompok terhadap orang-
orang di sekitar mereka, untuk itu hal-hal seperti ini harus diperhatikan
oleh bidang SDM sehingga tenaga kerja dapat termotivasi.
Motivasi dapat diartikan sebagai faktor membuat individu bertindak
atau berbuat dengan cara tertentu. Dari berbagai studi yang dilakukan
para ahli telah mengembangkan berbagai teori tentang motivasi
perilaku yang baik untuk mengoptimalkan motivasi untuk keuntungan
organisasi. Karyawan lebih termotivasi ketika merasa bahwa
keberhasilan dalam bekerja merupakan tujuan yang sangat penting.
Pelayanan publik yang ada di Kabupaten Bengkayang ini sangat
penting, termasuk motivasi karyawan yang harus selalu diperhatikan
agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat
umum.
Faktor-faktor yang memberikan imbas kepada kerja pegawai dapat
berupa reward, relasi yang baik antar pegawai dan fasilitas penunjang
pekerjaan, dengan terpenuhinya yang membuat motivasi kerja
meningkat secara umum memberikan pengaruh yang besar terhadap
pekerjaan dan hasilnya seorang pegawai (Hasibuan, 2017). Aparatur
yang termotivasi pada layanan publik akan memberikan pelayanan
yang maksimal, akuntabel dan berkualitas sehingga penerima layanan
merasa dilayanani sesuai dengan standar, layanan yang diberikan
dengan ini apartur pemerintah perannya sangat penting dalam
menciptakan pelayanan yang efektif di lingkungan pemerintah.
Berdasarkan fenomena diatas terlihat bahwa masih bervariasinya
penelitian mengenai hal-hal yang mempengaruhi motivasi terutama
terhadap ASN dan masih belum ada penelitian mengenai pengaruh
kontrol perilaku terhadap ASN khususnya di Kabupaten Bengkayang.
Motivasi Kerja ASN Pemerintah Kabupaten Bengkayang dapat
dipengaruhi perceived behavioral control yang adalah kontrol diri
individu, budaya organisasi yang merupakan kendali dalam sebuah
institusi, dan lingkungan kerja yang merupakan pendukung kinerja
aparatur, hal menjadi studi kasus menarik untuk diteliti.

Perceived Behavioural Control adalah asumsi individu tentang


kemampuannya untuk melakukan sebuah reaksi tertentu. Kontrol yang
dirasakan ini juga dapat diartikan sebagai rasa percaya terhadap
dirisendiri dalam mengambil keputusan yang dirasakan dan
dikendalikan, kendali perilaku yang ada dalam diri indvidu
berhubungan faktor internal dan eksternal yang dapat menpengaruhi
perilakunya. Kendali perilaku dapat dipandang sebagai pengaruh baik.
Beberapa temuan penelitian terkait dengan fakta bahwa perceived
behavioural control mempengaruhi motivasi kerja (Kurniawan, 2022).
Beban kerja dan perceived behavioural control dua hal yang saling
berdekatan makanya yang memiliki pengaruh motivasi sebagai
variabel mediasi, pada sebuah penelitian terhadap anggota satlantas
Polda Lampung menunjukkan bahwa perceived behavioural control
berpengaruh positif yang berbanding lurus terhadap motivasi
Sementara itu, hasil penelitian yang berjudul pengaruh workload
dan perceived behavioral control” di anggota satuan lalu lintas Polres
Sleman, menunjukkan bahwa variabel independen perceived
behavioural control (PBC) berpengaruh baik dan berbanding lurus
terhadap motivasi (Pradana, 2020).
Kontrol diri yang berkesinambungan dengan motivasi kerja,
berpengaruh baik dan sejalan terhadap motivasi, ini memberikan
gambaran bahwa semakin tinggi pengendalian diri maka motivasi akan
menunjukan indikasi baik (Rukmono, 2019).
Pengaruh kontrol diri terhadap motivasi prestasi santri
Pesantren mahasiswa Al-Hikam Malang, semakin tinggi tingkat kontrol
diri akan semakin tinggi pula tingkat motivasi berprestasinya
(Maharani, 2019)
Dalam penelitian Nadia (2015 :12) menyatakan bahwa
“hubungan antara pengendalian diri terhadap motivasi belajar siswa
bermain permainan online, ditemukan bahwa hubungan positif kuat
antara pengendalian diri dengan motivasi belajar pada remaja yang
bermain permainan online memilik nilai uji diterima. Hal ini berarti
semakin tinggi kontrol diri maka semakin tinggi pula motivasi belajar
pada remaja yang bermain permainan secara daring” H1: Perceived
behavioral control berpengaruh terhadap motivasi kerja pada ASN
Budaya organisasi didefinisikan sebagai asas-asas yang menjadi
poin utama yang harus ada dalam setiap SDM dalam menjalankan
tugas fungsi dan kode etik (perilakunya) di dalam organisasi. Asas-asas
inilah merepresentasikan apakah reaksi indvidu itu layak atau perlu
perbaikan.
Menurut Fahmi (2017:38) Budaya organisasi merupakan hasil
proses budaya dan perilaku tiap individu yang dibawa sebelumnya ke
dalam sebuah norma-norma dan filosofi yang baru, yang memiliki energi
serta kebanggaan kelompok dalam menghadapi sesuatu dan tujuan
tertentu .
Menurut Torang (2014:24) Budaya organisasi dapat juga
dikatakan sebagai kebiasaan yang terus berulang-ulang dan menjadi
nilai dan gaya hidup oleh sekelompok individu dalam organisasi yang
diikuti oleh individu berikutnya.
Sementara itu menurut Effendy (2015:13) Budaya organisasi di
definisikan sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat,
kebiasaan organisasi, dan sebagainya yang dikembangkan dalam
waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organsasi yang
disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan
dalam aktivitas organisasi dalam memproduksi produk, melayani para
konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
Jadi, berdasarkan pengertian di atas, karena budaya organisasi
ini sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai untuk
meningkatkan stabilitas sistem sosial, maka budaya organisasi memiliki
pengaruh terhadap kinerja pegawai. Menurut Ayu,I.,& Giantari (2017)
“semakin layak budaya organisasi yang diterapkan maka
mempengaruhi prestasi kerja pegawai, budaya organisasi ini
mempengaruhi motivasi kerja, semakin baik budaya organisasi yang
diterapkan pegawai maka semakin tinggi pula motivasi kerja pegawai,
begitu pula dalam kaitannya dengan kinerja pegawai, semakin baik
budaya organisasi diterapkan maka semakin tinggi pula kinerja
pegawai”.
Hasil penelitian Sutoro bahwa budaya organisasi mampu
memberikan dampak positif dan substansial terhadap motivasi kerja
pegawai, sehingga budaya organisasi termasuk faktor pendukung
kenirja ASN dalam memberikan kinerja yang baik (Sutoro, 2020). Dalam
sebuah kajian “the influence of organizational culture” ini juga
menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan
terhadap mostivasi kerja (Saputri, 2020).
Budaya organisasi memiliki kaitan terhadap komitmen organisasi
melalui motivasi kerja, bahwa budaya organisasi berperan penting dan
signifikaan terhadap montivasi kerja (Jazilah, 2023). Pengaruh budaya
organisasi dan lingkungan kerja terhadap motivasi kerja serta
dampaknya pada kinerja pegawai kantor Samsat wilayah Palembang III,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, budaya organisasi berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja.
Menurut Utama (2012:11) “pengaruh manajemen diri, modal
sosial, budaya organisasi terhadap motivasi kerja dan dampak pada
produktivitas kerja pegawai pasca pelatihan kepemimpinan di provinsi
Bali, budaya organisasi secara langsung berpengaruh positif dan
signifikan terhadap motivasi kerja”. H2: Budaya organisasi pengaruh
terhadap motivasi kerja pada ASN.
Lingkungan kerja adalah bagian dukungan untuk karyawan
bekerja, karena hal ini mempengaruhi secara langsung terhadap kinerja
kerja para pekerja yang pada akhirnya memberikan hal yang positif
terhadap kinerja organisasi. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa
budaya organisasi memberikan berbagai dampak terhadap motivasi
kerja. Jika seorang ASN merasa kondusif dengan lingkungan kerja,
maka ASN tersebut akan memberikan energi posiftif dalam melaksana
tugasnya lebih efesien (Purwanto, 2020).
Pengaruh gaya kepemimpinan, lingkungan kerja, dan kompensasi
terhadap kinerja karyawan dengan motivasi sebagai variabel intervening
lingkungan kerja berpengaruh salah satu yang memberikan dorongan
motivasi kerja (Lita Oktarina, 2023).
Pengaruh lingkungan kerja memberikan imbas kepada motivasi
maupun ke disiplinan serta dampaknya pada pekerjaan ini menunjukkan
bahwa lingkungan kerja berpengaruh bagian dari yang memotivasi
pekerja (Widorekno,2022).
Pengaruh budaaya organisasi dan lingkungan kerja terhadap motivasi
kerja serta danpaknya terhadap kesenangan kerja karyawan itu
sendiri, ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT Posmi Steel Indonesia
yang berkaitan dengan lingkungan kerja fisik (Pranitasari,2020) dan
juga disiplin kerja mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dengan
motivasi di menjadi aspek variabel intervening yang menunjukkan
bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh positif dan sejalan terhadap
motivasi (Alamsyah, 2023). H3: Lingkungan kerja berpengaruh
terhadap motivasi kerja pada ASN.
2. METODE
Untuk melakukan penelitian bersifat konfirmatoris dengan
pendekatan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini dilakukan
untuk menjawab dan menguji hipotesis yang sudah ditetapkan
berdasarkan tujuan literatur, adapun variabel yang akan korelasikan
pada studi ilmiah ini dengan perceived behavioral control (variabel
X1), budaya organisasi (variabel X2), dan lingkungan kerja (variabel
X3) berperan sebagai variabel subjek independen (X) sedangkan
variabel objek dependen (Y) adalah motivasi kerja.
Uji Validitas
Survei yang valid adalah jika pertanyaan dalam survei memberikan
nilai yang menjawab apa yang diukur oleh survei itu sendiri. Uji
validitas diukur dengan menggunakan Pendekatan uji perorangan
atau pearson correlation. Kriteria penilaian uji validitas dikatakan valid
jika r hitung > r tabel. Untuk r hitung < r tabel, item survei tidak valid
(Ghozali, 2018).
Uji Reliabilitas
Suatu survei dikatakan mendekati jika respon seseorang terhadap
pertanyaan-pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Penelitian menunjukkan bahwa alpha cronbach's yang lebih
besar dari 0,6 dapat diterima. Semakin mendekati 1, semakin tinggi
kesesuaian konsistensi internal (Ghozali, 2018,23).
Uji Kecukupan Sampel (KMO-MSA)
Uji kecukupan sampel ini digunakan untuk mengetahui bahwa data
yang telah dikumpulkan dapat dianggap cukup (Sudarno,2014).
Kecukupan data ini juga dapat diidentifikasikan melalui nilai kaiser-
mey-olkin measure of sampling adequacy, untuk melihat data telah
cukup diketahui pada nilai signifikansi kurang dari 0,05 dan nilai KMO
lebih dari 0,05.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ini adalah kunci utama dalam analisis regresi, berarti
data tidak valid jika ada kesalahan dalam pengujiannya meliputi uji
normalitas, dan uji multikolinieritas (Santoso, 2009).
Uji Normalistas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah residual atau
variabel confounding dalam model regresi memiliki distribusi normal
jika dibandingkan dengan variabel independen dan dependen, atau
keduanya.
Distribusi uji data mendekati nomral mencirikan model uji regresi
berhasil. Uji statistik kolmogorov-smirnov (uji K-S) yang hasil analisis
SPSS digunakan untuk menentukan terjadi residual normal atau tidak.
Jika signifikansi kurang dari 0,05, pendekatan kolmogorov-smirnov
berarti tidak terdistribusi secara teratur. data tidak berdistribusi
sempurna jika signifikansinya < 0,05; namun, jika signifikansinya >
0,05, data tersebut terdistribusi normal.
Perbandingan data observasi dengan alokasi yang mendekati plot
probabilitas distribusi normal dan ini dapat dijadikan pola sederhana
untuk melihat normalitas data. Tujuan dari plot probabilitas normal
adalah untuk membedakan distribusi kumulatif distribusi normal
(Ghozali, 2018).
Uji Multikolinearitas
Pengujian dilakukan untuk mendapatkan hasil analisa regresi dapat
mengidentifikasi hubungan variabel independen, walau tidak ada
korelasi antara variabel independen secara langssung. Dalam hal ini
variabel tidak ortogonal jika variabel bebasnya berkorelasi. Nilai
variance inflation factor (VIF) dan Tolerance biasanya
diimplementasikan untuk menentukan uji regresi memiliki
multikolinearitas. Setiap variabel uji independen ditunjukkan oleh
kedua ukuran ini yang dijabarkan oleh variabel bebas lainnya, secara
praktis, setiap variabel independen dibuat koneksi ke variabel
dependen.
Variabilitas variabel terpilih namun tereliminasi oleh variabel
independen pengukurannya diberikan toleransi. Jika nilai toleransi
0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10,00 , sedangkan nilai toleransi>
0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10,00 digunakan untuk
menunjukkan adanya gejala multikolinearitas (Ghozali, 2018).

Uji Ketepatan Model


a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi dapat mengukur pola model dalam
mengkalkulasi variabel dependen, untuk mepresentasikan variabel
independen dan variiabel dependen, maka value koefisien
determinasi antara 0 dan 1. Untuk nilai rata-rata tabel yang lebih
rendah adalah variabel independen berpotensi untuk menjelaskan
perubahan variabel dependen. Dengan nilai yang hampir
mendekati 1 menunjukan atau terindikasi variabel independen
hampir menuhihi seluruh nilai yang dibutuhkan untuk
memperkirakan variabel dependen (Ghozali, 2013).
b. Uji Goodness of Fit Indeks (F)
Uji goodnes of fit indeks menunjukkan perbandingan keseluruhan
variabel independen mempengaruhi variabel dependen, dimana uji
goodnes of fit indeks dilakukan dengan membandingkan skala
perhitungan dengan ketentuan (Ghozali, 2011:255). Bila > atau
profitabilitas < nilai signifikan (SIG ≤ 0,05), maka model penelitian
dapat digunakan.
Bila < atau profitabilitas > nilai signifikan (SIG ≥ 0,05), maka model
penelitian ini tidak dapat digunakan.
c. Uji T
Pada pengujian ini tingkat signifikansi 0,05 memberikan ciri
kemungkinan 95% kesimpulan yang ditarik dari hasil penarikan
akurat atau toleransikesalahan adalah 5% untuk menentukan
dampak dari tiap variabel independen terhadap variabel dependen.
Variabel terikat dapat dipengaruhi variabel bebas dengan ketentuan
probabilitas t lebih kecil dari 0,05, pedoman pengambilan
keputusan hasil dari t-hitung dan t-tabel dikontraskan
menggunakan kriteria yaitu hipotesis diterima (signifikan) jika sig
0,05. Situasi ini menunjukkan bahwa variabel independen secara
parsial mempengaruhi variabel dependen secara substansial atau
hipotesis ditolak (tidak signifikan) jika sig > 0,05. Situasi ini
menunjukkan bahwa variabel independen tidak secara parsial
mempengaruhi variabel dependen secara substansial (Ghozali,
2018).
Koefisien Regresi
Korelasi dua variabel independen dan variabel dependen yang saling
berkaitan dapat dilihat dari nilai β, jika nilai β dalam kolom
standardized coeffiicient pada hasil SPSS memiliki nilai positif, jika di
kolom standardized coeffiicient pada hasil SPSS memiliki nilai negatif,
maka hubungan antara variabel tidak searah atau negatif.
Uji Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini teknik analisis data menggunakan regresi linier
berganda, yaitu teknik analisis untuk menguji pengaruh perceived
behavioral control (X1), budaya organisasi (X2), dan lingkungan kerja
(X3) atau disebut variabel independen, terhadap variabel motivasi
kerja (Y) pada aparatur negera terhadap variabel dependen, analisis
yang diterapkan adalah regresi linear berganda karena data analisis
terdiri dari beberapa variabel bebas (X), yang perkiraan
persamaannya sehingga dapat menggambarkan suatu hubungan atau
fungsi yang ada di antara variabel x dan y, yang dibuat dalam
perasamaan berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+e

Keterangan:
Y = Motivasi Kerja
α = Konstanta
β1β2β3 = Koefiesien Variabel
X1= Perceived Behavioral Control
X2= Budaya Organisasi
X3= Lingkungan kerja
E = eror

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Uji Instrumen
NO Variabel Kode Rhitun Rtabe Keteranga
. Pernyataa g l n
n (0.05)
1 Perceived X1.1 0.658 0.183 Valid
Behavioral X1.2 0.845 0.183 Valid
control X1.3 0.622 0.183 Valid
(PBC)
2 Budaya X2.1 0.766 0.183 Valid
Organisasi X2.2 0.773 0.183 Valid
X2.3 0.675 0.183 Valid
3 Lingkunga X3.1 0.660 0.183 Valid
n Kerja X3.2 0.776 0.183 Valid
X3.3 0.654 0.183 Valid
4 Motivasi Y1 0.630 0.183 Valid
Y2 0.731 0.183 Valid
Y3 0.560 0.183 Valid
Sumber: Data diolah SPSS Ver. 21,2023

uji validitas menunjukkan total correlation pada pernyataan yang


ada pada masing-masing variabel akan dijelaskan keseluruhan
seperti berikut:
a. Untuk variabel perceived behavioral control (PBC) memiliki 3
pernyataan; (X1.1 0,658 valid), (X1.2 0,845 valid), (X1.3 0,622
valid). Seluruh data yang berasal dari r hitung untuk variabel
perceived behavioral control (PBC) dinyatakan valid, karena
hasil uji statistik lebih besar dari r tabel sebesar 0,183
b. Untuk variabel budaya organisasi memiliki 3 pernyataan; (X2.1
0,766 valid), (X2.2 0,773 valid), (X2.3 0,675 valid). Seluruh data
yang berasal dari r hitung untuk variabel budaya organisasi
dinyatakan valid, karena seluruh hasil uji statistik hitung tersebut
lebih besar dari r tabel sebesar 0,183.
c. Untuk variabel lingkungan kerja memiliki 3 pernyataan; (X3.1
0,660 valid), (X3.2 0, 776 valid), (X3.3 0, 654 valid). Jadi
Seluruh data yang berasal dari r hitung untuk variabel
lingkungan kerja ini dinyatakan valid, karena seluruh hasil uji
statistik hitung tersebut lebih besar dari r tabel sebesar 0,183
d. Untuk variabel motivasi kerja memiliki 3 pernyataan; (Y1 0,630
valid), (Y2 0,731 valid), (Y3 0,560 valid). Seluruh data yang
berasal dari r hitung untuk variabel motivasi kerja dinyatakan
valid, karena seluruh hasil uji statistik hitung tersebut lebih besar
dari r tabel sebesar 0,183.
Hasil Uji Reliabilitas

NO Variabel Hasil Hitung Cronbacah’s Keterangan


. Cronbacah’s Alpa
Alpha
1 Perceived 0.901 0.60 Reliabel
Behavioral
control (PBC)
2 Budaya 0.866 0.60 Reliabel
Organisasi
3 Lingkungan 0.860 0.60 Reliabel
Kerja
4 Motivasi 0.825 0.60 Reliabel
Sumber: Data diolah SPSS Ver. 21,2023
hasil uji seluruh item kuisoner yang berkaitan dengan
variabel independen dan variabel dependen dapat disimpulkan
reliabel, dimana variabel x dan y cronbach’s alpha lebih besar dari
0,60.
Hasil Uji Kecukupan Sampel

KMO and Bartlett's Test


Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
.891
Adequacy.
Approx. Chi-
1060.438
Bartlett's Test of Square
Sphericity df 66
Sig. .000
Sumbe : Data diolah SPSS Ver. 21,2023
Nilai signifikan kaiser-meyer-olkin measure of sampling
adequacy sebesar 0,891 lebih besar dari 0,5. Dari hasil hitung
tersebut dinyatakan bahwa uji kecukupan data penelitian ini telah
terpenuhi (Sudarno, 2014).

Hasil Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam


model regresi, variabel-variabelnya memiliki distribusi normal atau
tidaknya. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk
menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametik
kolmogorov smirnov (K-S). Jika hasil kolmogorov-smirnov
menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 data residual terdistribusi
dengan normal. Sedangkan jika hasil
kolmogorov-smirnov menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05
maka data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2018).
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
pbc budaya_or lingkungan_k motivas
g rj i
N 115 115 115 115
4.132
Mean 4.1983 4.2322 4.1565
Normal 2
Parametersa Std.
,b .5205
Deviatio .56288 .52642 .58070
5
n
Absolut
.209 .246 .253 .232
Most e
Extreme Positive .209 .246 .253 .232
Differences Negativ
-.165 -.171 -.208 -.185
e
Kolmogorov-Smirnov
2.240 2.642 2.713 2.491
Z
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000
Sumber: Data diolah SPSS Ver. 21,2023
uji kolmogorov-smirnov dapat terlihat bahwa nilai signifikan pada
setiap variabel yaitu perceived behavioral control (PBC), budaya
organisasi, lingkungan kerja dan motivasi kerja menunjukkan nilai
signifikan kurang dari 0,05 dapat dinyatakan asumsi normalitas
tidak terpenuhi. Walaupun asumi normalitas dalam penelitian ini
tidak terpenuhi tetap digunakan untuk di analisis lebih lanjut,
karena data yang digunakan dalam kategori sampel besar (Dodiy,
2018).
Hasil Uji Multikolineraritas

Model regresi yang baik semestinya tidak tidak terjadi korelasi


diantara variabel independen. Cara mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas yaitu dengan cara memperhatikan angka variance
inflation factor (VIF) dan toleransi. Nilai cutoff yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Toleransi
lebih dari 0,10 atau sama dengan nilai VIF kurang dari 10 (Ghozali,
2018).
Tabel 4.5 Uji Multikolineraritas
Statik Kolinearitas
Variabel Tolerenc VIF
e
Perceived Behavioral 0,386 2,589
Control
Budaya Organisasi 0,264 3,793
Lingkungan Kerja 0,379 2,638
Nilai R2 0.815
Sumber: Data diolah SPSS Ver. 21,2023
variabel independen dalam penelitian ini telah terbebas dari
multikiloneritas. Pernyataan ini dapat dilihat pada nilai
Toleransivariabel independen lebih besar dari 0,10 maka artinya
tidak terjadi multikiloneritas. dan VIF kurang dari 10 maka artinya
tidak terjadi multikiloneritas.
1. Untuk variabel perceived behavioral control (PBC) dengan nilai
toleransi sebesar 0,386 dan nilai VIF nya 2,589.
2. Untuk variabel budaya organisasi dengan nilai toleransi
sebesar 0,264 dan nilai VIF nya 3,793.
3. Untuk variabel lingkungan kerja dengan nilai toleransi sebesar
0,379 dan nilai VIF nya 2,638.
Dari hasil uji tidak ditemukan multikolinearitas pada variabel
independen penelitian ini.
Hasil Uji Ketepatan Model
Pada uji ketepatan model regresi dalam memperkirakan nilai maksimal
aktual pada ketetapan fungsi regresi dapat diukur dengan ketetapan
model dari nilai koefisien determinan (R2), kemudian pada nilai statistik
goodness of fit indeks (F) dan nilai coeffcient (t).

Adjuste Variabel Dependen :


Variabel
R2
d F Motivasi Kerja
Independen
R2 β t Sig.
PBC 0,815 0,664 73,072 0,116 1,306 0,194
Budaya (0,000)0,314 2,926 0,004
Organisasi
Lingkungan 0,452 5,057 0,000
Kerja
Sumber: Data diolah SPSS Ver. 21,2023
Hasil Uji Hipotesis 1
Hasil perhitungan mengenai pengaruh perceived behavioral control
(PBC) terhadap motivasi kerja menunjukkan bahwa preceived
behavior control tidak pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja ASN
Kabupaten Bengkayang. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa
hipotesis 1 penelitian tidak terdukung. Uji hipotesis penelitian ini
didukung dari temuan pada penelitian terdahulu bahwa menurut
Hidayat & Nugroho (2010) Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
besar persepsi atas kontrol yang dimiliki oleh seseorang, maka akan
menurunkan niat orang itu untuk tidak patuh terhadap pajak. Pengaruh
kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat yang tidak signifikan
menunjukkan bahwa niat seseorang tidaklah didominasi oleh seberapa
besar tingkat persepsi orang itu terhadap kontrol yang dimilikinya
dalam berperilaku. Didukung juga dari temuan penelitian terdahulu
oleh Fajri (2017) bahwa asumsi abstrak kemampuan mengontrol
perilaku individu tidak terlalu berpengaruh terhadap perilaku.
Dari penelitian hipotensi pertama yang dilakukan, dapat dinyatakan
bahwa perceived behavioral control (PBC) terhadap motivasi kerja,
tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan atau dapat diartikan
perceived behavioral control (PBC) tidak berpengaruh positif pada
motivasi kerja pegawai ASN di Bengkayang.

Hasil Uji Hipotesis 2


Analisa yang budaya organisasi memberikan dampak positif dan
signifikan terhadap motivasi kerja ASN di Kabupaten Bengkayang.
Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa hipotesis 2 penelitian
terdukung.
Uji hipotesis Utama (2022) memberikan dukungan dimana budaya
organisasi secara langsung berperan positif dan relevan terhadap
motivasi kerja. Menurut Sutoro (2020) menyatakan bahwa budaya
organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi
kerja. Budaya organisai dapat membantu kerja para ASN karena
menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi ASN untuk
memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan
kesempatan yang di berikan oleh instansi. Jadi hasil dari penelitian
diatas menunjukkan bahwa budaya organisasi mampu mempengaruhi
motivasi karena mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
motivasi kerja ASN Kabupaten Bengkayang.
Hasil Uji Hipotesis 3
Uji hipotesis lingkungan kerja terhadap motivasi kerja memberikan
gambaran menyeluruh bahwa lingkungan kerja memberikan dampak
positif dan berbanding lurus terhadap motivasi kerja ASN di
Kabupaten Bengkayang dengan begitu dapat dinyatakan bahwa
hipotesis 3 penelitian terdukung.
Uji hipotesis penelitian ini didukung dari temuan pada penelitian
terdahulu menurut Maharani (2022) bahwa variabel lingkungan kerja
berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Didukung juga dari
temuan penelitian terdahulu oleh Ardian (2022) bahwa lingkungan
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja
karyawan.
Dari penelitian hipotensi ketiga yang dilakukan, dapat dinyatakan
bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh positif dan singnifikan
motivasi kerja ASN Kabupaten Bengkayang.

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis


Hipotesis Pernyataan Hasil
Hipotesis 1 Preceived Behaviorl Control (PBC) Tidak
memiliki pengaruh tidak positif terhadap terdukung
motivasi kerja ASN
Hipotesis 2 Budaya Organisasi memiliki pengaruh Terdukung
positif dan signifikan terhadap motivasi
kerja ASN
Hipotesis 3 Lingkungan Kerja memilik pengaruh Terdukung
positif dan signifikan terahadp motivasi
kerja ASN

penelitian ini melakukan pengolahan data menggunakan aplikasi


statistik SPSS 21.0 for windows menyatakan bahwa variabel
perceived behavioral control (PBC) berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadah motivasi kerja. Sedangkan variabel budaya
organisasi dan lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap motivasi kerja.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian perceived behavioral control (X1) tidak
memiliki pengruh signifikan terhadap motivasi kerja (Y) ASN hal ini
menunjukan bahwa perceived behavioral control (PBC) tidak memiliki
pengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai ASN di Bengkayang.
Berdasarkan hasil penelitian budaya organisasi (X1) memiliki pengaruh
lebih dominan atau signifikan dibanding dengan faktor lainnya.
Sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan ASN kabupaten
Bengkayang memiliki motivasi kerja (Y) yang tinggi berdasarkan nilai
yang ada dalam diri setiap ASN.
Berdasarkan hasil penelitan lingkungan kerja (X3) memiliki
berpengaruh positif dan signifikansi terhadap memotivasi ASN di
Kabupaten Bengkayang. Menunjukan bahwa lingkungan kerja memiliki
pengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai ASN di Bengkayang.

Anda mungkin juga menyukai