Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menghadapi fenomena persaingan di dunia bisnis yang sangat dinamis

menjadi tantangan bagi setiap organisasi. Setiap organisasi dituntut untuk dapat

mengimbangi perkembangan dan perubahan yang dapat berpengaruh kepada

organisasi itu sendiri khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia

(SDM) dengan baik. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang

penting karena efiktivitas dan efisiensi organisasi suatu organisasi sangat

tergantung pada kualitas dan kinerja sumber daya manusia yang ada pada

organisasi tersebut. Setiap organisasi akan dapat terus bertahan, bersaing, bahkan

terus berkembang apabila kinerja organisasi berjalan dengan baik. Kinerja

organisasi tidak dapat dipisahkan dari perilaku pegawai. Katz dalam Yulianto

(2017) menjelaskan ada tiga kategori perilaku pegawai yang diperlukan agar

organisasi berfungsi dengan baik dan efisien yaitu (a) Pegawai harus berada dalam

sistem, melalui proses rekrutmen, rendahnya absensi, dan turn-over (b) Pegawai

melakukan peran yang diminta sesuai dengan deskirpsi tugasnya dengan

memenuhi standar kualitas maupun kuantitas yang ditetapkan. (c) Menunjukkan

perilaku inovatif dan spontan diluar deskripsi peran yang yang ditetapkan untuk

mencapai tujuan.

Salah satu kunci keberhasilan organisasi di era globalisasi saat ini adalah

sejauh mana orang-orang atau warga organisasi secara sinergis mampu

berkontribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam proses

1
2

pengimplementasian tugas dan tanggung jawab sebagai warga organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

merupakan perilaku positif dari warga organisasi. Perilaku ini terekspresikan

dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja serta

memberikan kontribusi lebih dari apa yang dituntut secara formal oleh organisasi.

Oleh karena itu penelitian yang menguji faktorfaktor yang dapat mendorong

warga organisasi untuk menunjukkan OCB sangat perlu dilakukan (Sambung dan

Iring, 2014)

Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang pegawai.

Hasil kerja pegawai ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam

menghasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari pegawai ini merupakan

kinerja dari pegawai. Sering terjadi produktivitas kerja pegawai menurun

dikarenakan kemungkinan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, upah yang

minim dan sebagainya. Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya dalam

meningkatkan produtivitas kerja pegawai juga mengalami kendala-kendala. Ini

ditunjukkan dengan adanya permasalahan yang terjadi di lingkungan Rumah Sakit

Umum Doris Sylvanus Palangka Raya. Penurunan produktivitas kerja masih

sering terjadi. Permasalahan tentang produktivitas kerja ini merupakan

permasalahan umum yang terjadi pada setiap organisasi.

Permasalahan-permasalahan yang timbul mengenai produktivitas kerja ini

merupakan suatu indikasi bahwa peranan manajemen sebagai pengelolaan sumber

daya manusia diperlukan. Hal ini merupakan suatu cara meningkatkan

produktivitas kerja pegawai. Kadang kemajuan dari suatu organisasi tidak


3

diimbangi oleh sumber daya yang baik pula. Hal ini mengakibatkan tidak

akuratnya antara keinginan dengan realita yang ada. Produktivitas kerja ini dapat

menurun kemungkinan adanya persaingan yang tidak sehat, kecemburuan sosial

antara para anggotanya. Kurangnya pemahaman dalam berpola pikir akan

mengakibatkan kemerosotan kemajuan dari pada peningkatan organisasi. Ini

menjadi polemik dalam organisasi tersebut.

Sumber daya manusia dituntut untuk mampu melakukan semua kegiatan

manajemen dengan baik dan memanfaatkan sumber daya lain yang dimiliki

organisasi (Setyobudi, dkk, 2015). Tanpa sumber daya manusia, sumber daya lain

yang dimiliki tidak dapat dimanfaatkan dan dikelola menjadi suatu produk. Selain

itu, sumber daya manusia juga sangat penting karena keefektifan dan kesuksesan

suatu organisasi sangat bergantung pada kualitas dan kinerja sumber daya

manusia yang ada pada organisasi tersebut. Oleh karena itu, organisasi yang baik

dalam perkembangannya harus memfokuskan sumber daya manusia (human

resources) dalam menjalankan fungsinya secara optimal, khususnya dalam

menghadapi perubahan dunia bisnis. Dengan demikian, keterampilan, kemampuan

teknis, dan pengetahuan, serta sikap (attitude) sumber daya manusia yang baik

sangat dibutuhkan organisasi pada semua tingkat (level) pekerjaan. Sumber daya

manusia yang baik bagi organisasi adalah yang berkinerja baik. Menurut Titisari

(2014), pegawai yang berkinerja baik cenderung untuk menampilkan

Organizational Citizenship Behavior (OCB) di lingkungan kerjanya, sehingga

organisasi akan lebih baik.


4

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku ketika

seseorang memiliki kebebasan untuk memilih, tidak berkaitan secara langsung

atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif

organisasi (Organ dalam Titisari (2014). Dimana, seorang pegawai melaksanakan

tugasnya melebihi deskripsi formal yang telah ditetapkan (job description). Hal ini

ditunjukkan ketika pegawai memiliki perilaku untuk membantu orang lain, secara

suka rela melakukan tugas-tugas yang bukan menjadi kewajibannya, mematuhi

aturan yang ada pada organisasi, memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap

organisasi, dan memiliki perilaku untuk mencegah masalah Luthans (2015).

Perilaku-perilaku tersebut memberikan manfaat dan keunggulan organisasi dalam

bersaing karena mampu meningkatkan dan memaksimalkan produktivitas dan

efisiensi organisasi, melancarkan kehidupan sosial organisasi dengan lingkungan

kerja yang mendukung, meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan

mempertahankan pegawai yang baik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

dan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan

(Titisari, 2014).

Menurut Robbins (2015) kepuasan kerja yang tinggi akan menghasilkan

sikap positif pada pegawai dalam bekerja. Pegawai yang puas akan cenderung

menunjukkan sikap Organizational Citizenship Behavior (OCB) karena suasana

hati yang baik. Robbins (2015), lebih lanjut berpendapat kepuasan kerja adalah

sikap yang paling berpengaruh terhadap tingkah laku pegawai. Selain kepuasan

kerja, terdapat faktor lain yang memengaruhi Organizational Citizenship

Behavior (OCB), faktor tersebut adalah motivasi kerja. Tania & Sutanto (2013),
5

mendefinisikan motivasi kerja sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada

seseorang yang menentukan arah dari perilaku (direction of behavior) seseorang

dalam organisasi, tingkat usaha (level of effort), dan tingkat kegigihan atau

ketahanan di dalam menghadapi suatu halangan atau masalah (level of

persistence).

Pada dasarnya seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman di

perusahaan apabila memperoleh kepuasan kerja (Widyanto dkk., 2013:1).

Kepuasan kerja perlu di miliki oleh setiap karyawan dalam bekerja, karena tingkat

kepuasan akan mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan (Novira

& Martono, 2015:182). Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang

bahagia adalah pekerja yang efektif dalam bekerja, hal ini membuat kepuasan

kerja semakin penting karena fakta menunjukan bahwa kebanyakan orang

menghabiskan hampir setengah dari harinya untuk berada ditempat kerja (Jolodar,

2012:98). Karyawan yang puas dengan pekerjaanya berkemungkinan lebih besar

untuk berbicara mengenai hal-hal positif tentang organisasi, membantu rekan

kerjanya dan membuat kinerja karyawan melebihi perkiraan normal (Vania &

Purba, 2014:2). Selain itu karyawan yang puas mau untuk membantu individu lain

dan dapat melewati harapan normal dalam pekerjaannya.

Rumah sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan salah satu

rumah sakit milik pemerintah daerah Kalimantan Tengah di bawah Kementerian

Kesehatan. Rumah sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan

pelopor rumah sakit di Kalimantan Tengah. Rumah sakit Umum Doris Sylvanus

Palangka Raya harus mampu bersaing baik dalam skala regional, nasional maupun
6

internasional dan melakukan pembenahan berbagai lini baik dari segi kualitas

pelayanan, pengembangan bisnis, maupun pengelolaan sumber daya manusia itu

sendiri. Sejalan dengan Misi ketiga Rumah sakit Umum Doris Sylvanus Palangka

Raya yaitu “meningkatkan sumber daya manusia yang profesional dan

berkomitmen tinggi”. Makna kata tersebut menjelaskan bahwa Rumah sakit

Umum Doris Sylvanus Palangka Raya dan pegawai merupakan dua sisi mata uang

yang saling ketergantungan guna mencapai tujuan bersama organisasi. Dinamika

internal maupun tantangan eksternal menjadi permasalahan yang tidak dapat

dihindari. Termasuk permasalahan kepuasan kerja pada karyawan, manajemen

Rumah sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya senantiasa mengembangkan

rencana strategis untuk memberikan berbagai fasilitas yang menunjang motivasi

dan kepuasan kerja yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku-perilaku

pegawai dalam menjalankan pekerjaan dan tanggung jawabnya.

Untuk mengukur kinerja, organisasi tidak hanya sebatas tugas-tugas yang

terdapat dalam deskripsi kerjanya saja. Bagaimanapun diperlukan peran ekstra

demi terselesaikannya tugas-tugas ini. Kontribusi pekerja “di atas dan lebih dari”

deskripsi pekerjaan formal inilah yang disebut sebagai dengan Organizational

Citizenship Behavior (OCB) (Sambung & Iring 2014). Perbedaan yang mendasar

antara perilaku in-role dengan perilaku extra-role adalah pada reward. Pada in-role

biasanya dihubungkan dengan reward dan sanksi (hukuman), sedangkan pada

extra-role biasanya terbebas dari reward dan perilaku yang dilakukan oleh

individu tidak terorganisir dalam reward yang akan mereka terima (Morrison,

1994). Tidak ada insentif tambahan yang diberikan ketika berperilaku extra-role.
7

Dibandingkan dengan perilaku in-role yang dihubungkan dengan penghargaan

ekstrinsik atau penghargaan moneter, maka pada extra-role lebih dihubungkan

dengan penghargaan intrinsik (Wright et al.1993)

Dari studi empiris yang sudah dilakukan tersebut diatas penelitian

Wicaksono (2021) menemukan kepuasan kerja berpengaruh terhadap OCB

dengan sampel adalah karyawan favehotel Ahmad Yani Banjarmasin sebesar 67

responden. Di lain pihak Hendrawan dkk (2020) menemukan bahwa motivasi

berpengariuh terhadap OCB dengan sampel adalah karyawan PT MK yang

merupakan perusahaan pelayaran di Semarang. Oleh karena itu peneliti mencoba

menguji kembali pengaruh motivasi dan kepuasan terhadap OCB seperti yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Fokus penelitian ini pada pegawai

adminsitrasi, mengingat pegawai adminstrasi merupakan bagian terdepan dalam

memberikan pekayanan kepada masyarakat. Penelitian ini menjadi penting untuk

mengetahui pengaruh hal tersebut terhadap perilaku kewarganegaraan pegawai

atau Organizational Citizenship Behavior (OCB). Berdasarkan latar belakang

yang telah diuraikan, penulis ingin meneliti masalah yang ada dengan judul

“Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Pegawai Terhadap Organization Citizenship

Behavior (OCB) Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior

(OCB) pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya?


8

2. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship

Behavior (OCB) pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya?

3. Apakah motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap

Organization Citizenship Behavior (OCB) pada Rumah Sakit Umum Doris

Sylvanus Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap Organization

Citizenship Behavior (OCB) pada Rumah Sakit Umum Doris

Sylvanus Palangka Raya

2. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan pegawai Organization

Citizenship Behavior (OCB) pada Rumah Sakit Umum Doris

Sylvanus Palangka Raya

3. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja dan kepuasan pegawai

terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB) pada Rumah Sakit

Umum Doris Sylvanus Palangka Raya

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi

pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu sebagai berikut:

a. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat menyajikan informasi

mengenai pengaruh factor iklim organisasi, motivasi kerja, dan

kepuasan terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB).


9

b. Bagi para peneliti, penelitian ini berguna bagi acuan peneliti selanjutnya

yang berniat melakukan penelitian dengan mengembangkan penelitian

ini. Peneliti selanjutnya dapat melakukan eksplorasi dengan

mengembangkan faktor-faktor lain memengaruhi Organization

Citizenship Behavior (OCB) selain yang digunakan dalam penelitian

ini.

c. Bagi penulis, membantu untuk lebih memahami mengenai iklim

organisasi, motivasi kerja, dan kepuasan kerja terhadap Organization

Citizenship Behavior (OCB).

d. Bagi Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya, penelitian ini

dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan yang diperlukan

oleh pihak Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya dalam

melihat fenomena Organization Citizenship Behavior (OCB).


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Penelitan Terdahulu

Tabel 2.1
Matriks Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Alat


Tahun Analisis

1. Fanni Adhistya Italiani Pengaruh Kepuasan Kepuasan Kerja, Partial Least


(2014) Kerja Terhadap Organizational Square (PLS)
Organizational Citizenship dan SMART-
Citizenship Behaviour(OCB) , PLS
Behaviour(OCB) Mediasi Komitmen
Dengan Mediasi
Komitmen
Organisasional
2. Megawati I. Ponumbol Pengaruh Komitmen Komitmenm Partial Least
(2022) Organisasi Terhadap Organisasi , Job Square (PLS)
Job Satisfaction Satisfaction, dan SMART-
Dengan Organizational PLS
Organizational Citizenship Behavior
Citizenship (OCB), dan variabel
Behavior (Ocb) Intervening
Sebagai Variabel
Intervening Pada Pt.
Shield On Service
Indonesia Cabang
Manado
3 Dwi Indah Pertiwi Pengaruh Kepuasan Kepuasan Kerja, SEM – PLS
(2016) Kerja Dan Komitmen Organisasi,
Komitmen dan Organizational
Organisasi Terhadap Citizenship Behavior
Organizational (OCB)
11

Citizenship Behavior
(OCB)
4. Fajar Rachman Febriyan Pengaruh Iklim Kepuasan Kerja, SEM
(2023) Organisasi dan Komitmen kerja,
Kecerdasan Pemberdayaan
Emosional psikologi,
terhadap Kepemimpinan, dan
Organizational OCB
Citizenship Behavior
(OCB) melalui
Motivasi Kerja
sebagai Variabel
Intervening pada
Departemen
Produksi PT.
Mayora Indah Tbk

Teguh Wicaksono dan Pengaruh Kepuasan Kepuasan Kerja PLS


Muhammad Gazali Kerja Terhadap Kinerja
(2020) Kinerja Karyawan OCB
Dengan
Organizational
Citizenship Behavior
(OCB) Sebagai
Variabel Intervening

Sumber: telaah hasil penelitian (2022)

2.4 Kajian Teori

1.1 Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi adalah “proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis

atau psikologis yang menggerakkan OCB atau dorongan yang

ditunjukkan untuk tujuan atau insentif”. Dalam pengertian lain motivasi


12

sebagai upaya seseorang untuk mencapai tujuan melalui proses yang

menjelaskan mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan.

Motivasi adalah suatu kumpulan kekuatan energik yang

mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja, yang

mendorong usaha kerja dalam menentukan arah OCB, tingkat usaha,

intensitas, dan kegigihan. Mathis dalam Loviana (2013),

mengungkapkan bahwa motivasi merupakan keinginan yang ada pada

diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.

Handoko (2013) mengartikan motivasi sebagai keadaan dalam

pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan

kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

George & Jones dalam Tania (2013) mendefinisikan motivasi kerja

sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada seseorang yang

menentukan arah dari OCB (direction of behavior) seseorang dalam

organisasi, tingkat usaha (level of effort), dan tingkat kegigihan atau

ketahanan di dalam menghadapi suatu halangan atau masalah (level of

persistence).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi kerja merupakan keinginan yang ada pada karyawan yang

mendorong karyawan bekerja untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Teori-teori Motivasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014) faktor - faktor yang

mempengaruhi motivasi sebagai berikut:


13

A. Teori Hierarki Kebutuhan

Seorang psikolog bernama Abraham Maslow pada tahun 1943

mempublikasikan teori motivasi, yaitu teori hierarki kebutuhan

(hierarchy of needs). Ia berpendapat bahwa kebutuhan motivasi

seseorang dapat disusun dengan cara hierarki, apabila satu

kebutuhan dipenuhi tingkat tersebut tidak memotivasi lagi.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain:

1) Fisiologis. Kebutuhan primer yang tidak dipelajari. Meliputi

rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik

lainya.

2) Keamanan. Menekankan keamanan emosi dan fisik.

Meliputi rasa ingin melindungi dari bahaya fisik dan

emosional.

3) Sosial. Kebutuhan afeksi dan afiliasi. Meliputi rasa kasih

sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.

4) Penghargaan. Meliputi kebutuhan akan kekuasaan, prestasi,

dan status.

5) Aktualisasi diri. Keinginan untuk mencapai keinginanya

dan menyadari potensi yang ada dalam dirinya.

Pemenuhan kebutuhan ini penting bagi atasan untuk karyawan

yang berhubungan dengan konsep diri. Selain itu, karena kebutuhan

yang sudah terpenuhi dapat mempengaruhi motivasi karyawan, maka


14

perusahaan perlu untuk melakukan deviasi program atau pemenuhan

kebutuhan yang mulai timbul atau belum terpenuhi.

B. Teori Motivasi dari Herzberg

Teori Motivasi dari Herzberg menghasilkan dua faktor, yaitu

motivator dan hygiene. Motivator merupakan karakteristik

pekerjaan yang berhubungan dengan kepuasan kerja. Sementara,

hygiene merupakan karakteristik pekerjaan yang berhubungan

dengan ketidakpuasan kerja. Dalam teori ini Herzberg

menyimpulkan bahwa lawan dari kepuasan bekerja bukanlah

ketidakpuasan bekerja, melainkan tidak adanya kepuasan dalam

bekerja; dan senada dengan ini, lawan dari ketidakpuasan bekerja

bukanlah kepuasan bekerja, melainkan tidak adanya

ketidakpuasan. Selain itu, Herzberg juga menjelaskan bahwa

terdapat titik nol yang merupakan kontinum

kepuasan−ketidakpuasan, dimana pada titik nol ini seseorang

tidak merasakan kepuasan dan ketidakpuasan. Hal ini terjadi

karena seseorang tidak merasakan faktor hygiene, namun kurang

motivator dalam dirinya. Oleh karena itu, atasan harus

memperhatikan faktor hygiene dan motivator, serta mengenali

kinerja seorang karyawan karena berkaitan dengan kepuasan

karyawan.

C. Teori ERG Alderfer


15

Teori Alderfer mengidentifikasi tiga kebutuhan dasar yang

mempengaruhi OCB diantaranya, eksistensi−existence needs (E),

hubungan−relatedness (R), pertumbuhan−Growth needs (G).

Kebutuhan eksistensi berhubungan dengan pemenuhan

kelangsungan hidup (fisiologis) dan materialistis. Kebutuhan

hubungan menekankan pada pentingnya hubungan sosial.

Kebutuhan pertumbuhan yaitu keinginan untuk tumbuh dengan

memanfaatkan potensi diri secara maksimal.

D. Teori X dan Y

Douglas McGregor mengemukakan terdapat dua sifat utama dari

manusia, yaitu sifat negatif yang disebut teori X dan sifat positif

yang disebut teori Y. Ia menyimpulkan bahwa sifat manusia

didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu. Menurut

Teori X, empat asumsi tersebut diantaranya:

1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan

selalu berusaha menghindarinya.

2) Karyawan harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam

dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.

3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari

perintah formal bila mungkin.

4) Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua

faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit

ambisi.
16

5) Bertentangan dengan Teori X, McGregor menyebutkan

empat asumsi positif yang disebut Teori Y:

6) Karyawan menganggap bekerja sebagai hal yang

menyenangkan.

7) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi

untuk mencapai tujuan.

8) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan

mencari tanggung jawab.

9) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif

yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi

mereka yang menduduki posisi manajemen.

Teori X dan Y memiliki implikasi dengan motivasi melalui

kerangka dasar yang dibuat oleh Maslow. Teori X berasumsi

bahwa kebutuhankebutuhan tingkat yang lebih rendah

mendominasi individu. Teori Y berasumsi bahwa kebutuhan-

kebutuhan tingkat yang lebih tinggi mendominasi individu.

E. Teori Evaluasi Kognitif

Teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-

penghargaan ekstrinsik untuk OCB yang sebelumnya memuaskan

secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara

keseluruhan.

F. Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)


17

Teori ini menyebutkan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit, serta

umpan balik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.

G. Teori Motivasi Keadilan

Teori keadilan (equity theory) merupakan model motivasi yang

menjelaskan bagaimana orang-orang berjuang untuk diperlakukan

secara sama dan adil dalam interaksi sosial atau hubungan

memberi dan menerima (Kreitner dan Kinicki, 2014). Seorang

karyawan merasa adil apabila hasil yang ia peroleh setara dengan

apa yang ia lakukan dan setara dengan orang lain yang ia anggap

melakukan hal yang sama dengannya.

H. Teori Harapan Vroom

Teori ini beranggapan bahwa keinginan memotivasi seseorang

untuk berOCB tertentu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan

(dalam Kreitner dan Kinicki, 2014). Menurut Vroom (dalam

Kreitner, 2014), kekuatan yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu dengan cara tertentu bergantung pada

kekuatan harapan bahwa OCB tersebut akan diteruskan oleh

konsekuensi tertentu (atau hasil) dan terhadap nilai atau

ketertarikan konsekuensi tersebut. Jadi, teori ini menyatakan

bahwa usaha yang dilakukan dalm suatu situasi kerja tertentu

didasarkan pada dua teori harapan, yaitu usaha terhadap kinerja

dan kinerja terhadap hasil.

3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja


18

Menurut George dan Jones (dalam Tania dan Sutanto, 2013) terdapat

tiga faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi kerja. Berikut

tiga faktor tersebut:

1. Direction of Behavior, yaitu OCB yang dipilih seseorang ketika

bekerja.

2. Level of Effort, yaitu seberapa keras usaha seseorang dalam

bekerja.

3. Level of Persistence, yaitu tingkat kegigihan seseorang dalam

bekerja ketika dihadapkan pada suatu masalah.

4. Dasar-dasar Motivasi Kerja

Menurut Draf (2006) dalam Yulianto (2010) terdapat empat

pendekatan berbeda untuk memotivasi karyawan, yaitu:

1. Pendekatan Tradisional

Menurut teori ini, penghargaan ekonomi diberikan pada karyawan

yang berkinerja tinggi. Pendekatan ini menimbulkan

pengembangan gaji insentif, dimana karyawan dibayar berdasarkan

kualitas dan kuantitas kerja.

2. Pendekatan Hubungan Manusia

Pendekatan hubungan manusia sangat beerbeda dengan pendekatan

tradisional. Teori ini menjelaskan bahwa kelompok-kelompok kerja

yang menyenangkan yang memenuhi kebutuhan sosial lebih

penting daripada uang sebagai motivator.

3. Pendekatan Sumber Daya Manusia


19

Teori sumber daya manusia menjelaskan, karyawan termotivasi

oleh banyak faktor dan kompleks.

4. Pendekatan Kontemporer

Pendekatan kontemporer terhadap motivasi karyawan didominasi

oleh tiga tipe teori, yaitu:

a. Teori isi (Content Theory)

Teori ini memberikan wawasan mengenai hal-hal yang

dibutuhkan karyawan dan membantu manajer agar

kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi.

b. Teori proses

Teori ini berhubungan dengan proses yang memengaruhi

OCB.

c. Teori penguatan

Teori ini berfokus pada karyawan yang mempelajari setiap

OCB kerja yang diinginkan karyawan.

5. Sumber Motivasi Kerja

Leonard et al. (1999) dalam Barbuto (2011) mengatakan terdapat lima

sumber motivasi kerja, diantaranya:

1. Motivasi proses intrinsik

Motivasi proses internal terjadi ketika seseorang merasakan

kesenangan dalam melaksanakan tugas ataupun menikmati

pekerjaan yang dilakukan.

2. Motivasi instrumental
20

Motivasi instrumental seorang karyawan berasal dari penghargaan

nyata yang diberikan oleh perusahaan.

3. Motivasi Eksternal Konsep Diri

Motivasi eksternal self-concept berasal dari keinginan seseorang

untuk penegasan sifat, kompetensi, dan nilai dengan harapan

memperoleh penghargaan sosial.

4. Motivasi Internal Konsep Diri

Motivasi internal konsep diri berasal dari keinginan seseorang

untuk memuaskan dan memperkuat persepsi dirinya tentang sifat,

kompetensi, dan nilai. Motivasi intrinsik digunakan untuk

mengatasi tantangan dan sebagai prestasi pribadi.

5. Tujuan Internalisasi Motivasi

Tujuan motivasi internalisasi berasal dari kebutuhan untuk percaya

pada penyebab atau tujuan organisasi. Internalisasi tujuan

menggambarkan kepentingan relatif penyebab atau misi, namun

tidak sejauh mana kesesuaian nilai.

6. Tujuan Motivasi

Menurut Hasibuan (2005) dalam Subandrio (2013) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.


21

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan.

10. Meningkatkan efisiensi alat-alat dan bahan baku

1.2 Kepuasan Kerja Karyawan

1. Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan

Teori Davis (2004) dikutip Mangkunegara (2011) menyatakan

kepuasan kerja karyawan adalah seperangkat peraturan yang menyangkut

tentang perasaan yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan

berhubungan dengan pekerjaan mereka. Karyawan yang bergabung dalam

suatu perusahaan akan membawa hasrat, keinginan dan pengalaman masa

lalu yang membentuk harapan kerja. Sehingga Kepuasan kerja karyawan

menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul terhadap

kenyataan yang dijumpai dalam lingkungan kerja.

Kepuasan kerja bersifat dinamis karena tingkat kepuasan dipengaruhi

perbedaan karakter karyawan dan perubahan waktu. Perbedaan karakter

karyawan akan memberikan asumsi atau penilaian yang berbeda terhadap

tingkat kepuasan yang diharapkannya. Sedangkan perubahan waktu,

memungkinkan terjadinya peningkatan ataupun penurunan kualitas yang

diharapkan. Robbins (2014) menyatakan karyawan dengan tingkat

kepuasan yang tinggi akan menunjukan sikap yang positif terhadap


22

pekerjaanya, yakni peningkatan moral organisasi dan meningkatkan

tingkat kehadiran. Kepuasan kerja yang diperoleh oleh karyawan dapat

berbentuk pujian akan hasil kerja, penempatan sesuai bakat dan minat,

perlakuan, peralatan dan lingkungan kerja yang baik. Selain itu kepuasan

kerja karyawan juga dapat diperoleh karyawan dilu arlingkungan kerja,

misalnya dukungan keluarga. Kombinasi antara kepuasan yang didapat

didalam dan diluar lingkungan kerja akan membentuk kualitas emosional

yang baik, dan akan memberikan semangat karyawan dalam bekerja.

2. Indikator-Indikator Kepuasan Kerja

Mangkunegara (2011) menyatakan bahwa, Kepuasan kerja karyawan

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal karyawan. Faktor internal

mencakup usia, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, kepribadian, emosi,

cara berfikir, persepsi, sikap kerja dan kualitas hubungan sosial. Sedangkan

faktor eksternal meliputi jenis pekerjaan, strukutur organisasi, pangkat,

kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, interaksi sosial dan

hubungan kerja. Menurut Robbins ( 2014 ) Kepuasan kerja karyawan

dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu:

1) Pekerjaan yang secara mental menantang (mentally challenging

work) Karyawan menyukai pekerjaan yang memberikan mereka

kesempatan untuk menggunakan ketrampilan, kemampuan dan

ide kreatif dalam menjalankan tugas, kebebasan dan umpan

balik. Oleh sebab itu, manajer harus selalu terbuka menawarkan

pekerjaan–pekerjaan baru agar karyawan terus merasa tertantang


23

untuk menyelesaikannya. Karena karyawan ingin menunjukan

betapa baiknya mereka dalam mengerjakan tugas. Ketika

karyawan berhasil menyelesaikan tugas, maka karyawan

tersebut akan merasa puas. Namun penawaran tugas baru

tersebut hendaknya selalu disesuaikan dengan tingkat

kemampuan karyawan.

2) Kompensasi yang sesuai (equitable reward) Yang dimaksut

dengan kompensasi adalah balas jasa yang diberikan perusahaan

kepada karyawan atas hasil kerja yang telah dilakukan.

Kompensasi dapat berupa finansial, seperti gaji, dan bonus.

Sedangkan kompensasi secara non finansial dapat berupa

promosi, penghargaan, piagam dan sebagainya. Pada umumnya

karyawan menginginkan sistim pembayaran konpensasi secara

adil dan terbuka, maksudnya pembayaran kompensasi

disesuaikan antara tuntutan pekerjaan, kemampuan dan

ketrampilan yang dimiliki, latar belakang pendidikan, dan

sebagainya. Banyak permasalahan yang timbul dalam

lingkungan kerja yang disebabkan oleh ketidakpuasan

kompensasi finansial. Oleh sebab itu penting bagi perusahaan

untuk mengupayakan prinsip keadilan, serta kejujuran dalam

pembayaran kompensasi agar karyawan mengalami kepuasan

kerja.
24

3) Kondisi kerja yang mendukung (supporting working condition)

Karyawan peduli akan lingkungan kerja tempat mereka

beraktivitas sehari-hari, baik untuk kenyaman pribadi maupun

untuk memudahkan mengerjakan tugas. Pengaturan lingkungan

kerja yang baik harus menerapkan prinsip Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). meliputi pengaturan

tata letak ruang kerja, cahaya, udara, kebisingan dan sebagainya.

Ketika karyawan bekerja dalam ruang kerja yang teratur,

pencahayaan terang, tidak bising akan menyebabkan karyawan

merasa nyaman dalam bekerja. Hal ini akan menciptakan

kepuasan kerja dalam setiap diri karyawan. Oleh sebab itu,

merupakan keharusan bagi manajemen untuk selalu melakukan

evaluasi lingkungan kerja sesuai ketetapan standart Manajemen

K3, agar lingkungan kerja yang diharapkan dapat tercapai.

4) Rekan kerja yang mendukung (supportive collages) Manusia

bekerja tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan finansial

namun juga kebutuhan non - finansial yakni hubungan sosial

antara manusia (need of affiliation). Rekan kerja yang ramah

dan kooperatif dapat memberikan rasa nyaman dalam bekerja.

Rasa nyaman ketika diterima, dukungan dari sesama rekan kerja

akan menimbulkan kepuasan kerja dalam setiap diri karyawan.

5) Atasan yang mendukung (supportive supervisor) OCB atasan

merupakan faktor utama dari kepuasan kerja karyawan. Pola


25

kepemimpinan atasan dan bawahan akan mempengaruhi

hubungan kerja. Pola kepemimpinan atasan yang bersifat ramah,

memberikan pujian atas kinerja, mendengarkan pendapat dan

keluhan karyawan, menunjukan minat pribadi dengan anak buah

akan menimbulkan relasi kekeluargaan ( hubungan yang

harmonis dalam lingkungan kerja ). Ketika harmonisasi

hubungan antara pimpinan dan bawahan terjalin akan

menciptakan kepuasan kerja dalam setiap diri karyawan.

Sebaliknya, dukungan dari anak buah dalam menjalankan tugas

juga akan membentuk kepuasan kerja bagi karyawan.

6) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Setiap karyawan

memiliki karakteristik, dan kemampuan yang berbeda – beda

yang dihadapkan pada suatu pekerjaan. Ketika karyawan

diberikan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemapuan yang

dimiliki, karyawan akan dengan mudah menyelesaikan tugas

yang diberikan. Namun jika tantangan pekerjaan dirasa

melampaui kemampuan karyawan, hal ini akan menimbulkan

frustasi dan pesimistis dalam menyelesaikan tugas. Oleh sebab

itu, penting bagi Departemen Sumber Daya Manusia untuk tepat

dalam menempatkan karyawan dalam suatu posisi, sesuai

dengan bakat dan minat yang dimiliki.

3. Teori Kepuasan Kerja

1) Teori Keadilan
26

Teori keadilan berpendapat bahwa Kepuasan kerja seseorang

tergantung pada penilaian subyektivitas terhadap keadilan atau

kewajaran imbalan yang diterima. Keadilan merupakan daya pengerat

untuk memotivasi semangat kerja seseorang. Teori keadilan yang

dikembangkan oleh J.S Adam dalam Kusdyah (2011), menyatakan

bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung dari

penilaian individu terhadap hasil yang diperoleh dari pekerjaan, serta

dibandingkan dengan hasil yang didapatkan rekan sekerja. Teori

Keadilan tersebut dapat dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Teori Keadilan Motivasi Adam


Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia. 2011. Penerbit Andi

Komponen utama dalam teori ini adalah masukan (input), individu

pembanding (comparison person), rasio tingkat keuntungan, dan hasil

(output) yang tercermin dari sikap karyawan (outcome). Masukan

merupakan semua faktor internal ataupun eksternal yang dapat membantu


27

karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti tingkat pendidikan, usia,

jenis kelamin, ketrampilan, beban kerja, kondisi lingkungan kerja dan

hubungan rekan kerja, pimpinan. Hasil (outcome), adalah semua hasil

pekerjaan yang diperoleh karyawan, seperti penggajian, kepastian masa

depan, promosi, pengakuan, kesempatan untuk berprestasi, berkreasi dan

penghargaan. Individu pembanding (comparison person) adalah orang lain

yang akan menjadi subyek perbandingan. Individu pembanding dapat

berupa rekan kerja dalam satu kantor yang sama, berbeda perusahaan

ataupun dari pengalaman masa lalu.

Teori ini menyatakan bahwa, karyawan akan melakukan perbandingan

antara masukan dengan hasil yang dimiliki terhadap individu pembanding.

Jika perbandingannya dianggap adil maka karyawan akan merasa puas.

Namun sebaliknya, jika perbandingannya dianggap tidak adil, akan

menimbulkan dua kemungkinan yakni, ketika nilai masukan lebih rendah

daripada nilai rasio, karyawan akan meningkatkan produktivitas. Dan

karyawan tidak akan meningkatkan atau menurunkan kinerja ketika input

sama dengan nilai rasio perbandingan

2) Teori Perbedaan (Disperancy Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (1961) dalam Luthans

(2008), menyatakan bahwa Kepuasan kerja karyawan bergantung pada

perbedaan (disperancy) antara apa yang seharusnya ( harapan, kebutuhan,

nilai ) dengan apa yang diterima menurut perasaan pribadi atau persepsinya

terhadap hasil kerja. Dengan demikian maka orang akan merasa puas
28

apabila tidak ada perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang

diterima. Sehubungan dengan teori ini,dirumuskan :

Kepuasan kerja = 1-(IX-VI/V)

X= jumlah aktual usaha yang dikeluarkan (outcome)

V=harapan atau keinginan atas hasil yang diharapkan (result)

Dalam teori ini ada 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan, yakni:

a. Hal pertama yang diharapkan orang?

b. Apa yang dirasakan orang saat menerimanya?

c. Apa yang orang harapkan untuk diterima?

3) Teori Pemenuhan Kebutuhan

Teori ini menyatakan bahwa karyawan merasakan Kepuasan kerja apabila

mampu memenuhi kebutuhannya. Teori pemenuhan kebutuhan sesuai

dengan teori

kebutuhan Maslow dalam Robbins ( 2016 ), yakni :

a. Kebutuhan fisiologis. Merupakan kebutuhan yang mendasar

seperti : sandang, pangan, papan, uang dan fasilitas lain yang

menunjang keberlangsungan hidup manusia

b. Kebutuhan keamanan. Keselamatan, perlindungan dilingkungan

kantor dari segala bentuk ancaman, keamanan jabatan atau posisi,

status kerja yang jelas, Jamsostek, peralatan perlindungan

Kesehatan - Keselamatan Kerja (K3).


29

c. Kebutuhan sosial. Mencakup rasa kasih sayang, rasa dimiliki,

diterima dan persahabatan

d. Kebutuhan penghargaan. Meliputi rasa hormat intenal seperti

status pengakuan dan perhatian, pemberian penghargaan.

e. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebebasan untuk melakukan

mencapai cita – cita, harapan, dan mengembang bakat yang

dimiliki.

4) Teori ERG Alderfer

Teori ERG dikemukakan oleh Alderfer dalam Robbin ( 2014), disusun

untuk melengkapi teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow. Teori ini

mengemukakan bahwa dalam teori Alderfer terdapat 3 (tiga) kebutuhan

manusia yang harus dipuaskan sebagai sumber motivasi:

a. Kebutuhan akan keberadaan (existence needs) Berhubungan dengan

kebutuhan dasar manusia, termasuk didalamnya kebutuhan fisik

(physiological needs) dan kebutuhan keamanan (safety needs) dari

Maslow.

b. Kebutuhan akan hubungan (related needs). Menekankan pada pentingnya

hubungan antar individu (interpersonal relationship) dan hubungan

bermasyarakat (social relationship)

c. Kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs). Berhubungan dengan

keinginan intrinsik seseorang untuk maju dan meningkatkan kemampuan

pribadinya
30

1.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ (dalam Podsakoff et al., 2000), menjelaskan Organizational

citizenship behavior (OCB) sebagai suatu OCB ketika seseorang memiliki

kebebasan untuk memilih, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit

dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi.

OCB adalah suatu OCB kerja karyawan di dalam organisasi yang

dilakukan suka rela diluar deskripsi kerja yang telah ditetapkan untuk

meningkatkan kemajuan kinerja organisasi (Robbins dan Judge, 2015).

Luthans (2011), mendefinisikan OCB sebagai “OCB individu yang bebas

memilih, tidak teratur secara langsung atau eksplisit oleh sistem

penghargaan formal, dan secara tingkat mempromosikan fungsi organisasi

yang efektif”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa OCB adalah OCB karyawan di luar deskripsi formal dan tidak

terkait langsung dengan penghargaan. Namun, dapat meningkatkan

keefektifan organisasi.

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ (1988) dalam Luthans (2015) menjabarkan OCB terdiri dari lima

dimensi, yaitu :

1. Altruism, OCB yang memiliki efek membantu orang lain dengan

tugas atau masalah organisasional yang relevan.

2. Courtesy, OCB yang bertujuan untuk mencegah masalah yang

berhubungan dengan pekerjaan orang lain yang terjadi.


31

3. Sportmanship, Merupakan sikap karyawan yang mentolerasi suatu

keadaan yang kurang baik tanpa mengeluh.

4. Conscientiousness, OCB karyawan yang melampaui persyaratan

minimum peran organisasi di berbagai bidang seperti kehadiran dan

menaati peraturan.

5. Civic virtu, OCB karyawan yang menunjukkan seorang karyawan

berpartisipasi dalam dan cukup prihatin dengan kehidupan

organisasi.

Sedangkan, Menurut Podsakoff (2000) terdapat beberapa dimensi dari Citizenship

Behavior, di antaranya :

1. Helping behavior. Memberikan bantuan kepada orang lain, atau

mencegah terjadinya kejadian yang berhubungan dengan masalah

pekerjaan.

2. Sportsmanship. Kemauan untuk mentolerasi kesulitan yang tak

dihindarkan tanpa mengeluh atau secara lebih luas menurut (cf.

MacKenzie et al., 1993; MacKenzie et al., 1999) dalam Podskaff

(2000)) melakukan sesuatu yang berbeda dan memiliki suatu

perbedaan yang mendahului dan konsekuensi.

3. Organizational Loyalty. Mempromosikan organisasi pada orang

lain, melindungi dan membela dari ancaman eksternal, dan tetap

berkomitmen dibawah kondisi yang buruk.


32

4. Organizational Compliance. Dimensi ini menilai ketaatan seorang

karyawan pada peraturan organisasi.

5. Individual Initiative. Suatu OCB yang melebihi dari yang

ditugaskan secara suka rela.

6. Civic virtue. Terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli

pada kelangsungan hidup organisasi.

7. Self development. OCB karyawan secara suka rela untuk terlibat

dalam meningkatakan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian.

2 Faktor-faktor Internal Pembentuk OCB

Menurut Titisari (2014) Organizational Citizenship Behavior (OCB)

dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

1. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri sendiri. Berikut

faktor-faktor internal yang memengaruhi OCB:

a. Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (2015), kepuasan kerja adalah sikap yang paling

berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).

b. Komitmen Organisasi

Menurut Mathis & Jackson, dalam Utaminingsih (2014), komitmen

organisasi merupakan tingkat kepercayaan karyawan tehardap

organisasi dan menerima tujuan organisasi, serta tetap tinggal atau

tidak meninggalkan organisasi.


33

c. Kepribadian

Menurut Organ (dalam Titisari, 2014) bahwa perbedaan individu

memiliki peran penting pada seorang karyawan sehingga karyawan

tersebut akan menunjukkan Organizational Citizenship Behavior

(OCB).

d. Moral Karyawan

Menurut Djati, dalam Titisari (2014), moral merupakan kewajiban-

kewajiban susila seseorang terhadap organisasi. Moral memuat

ketentuan baik dan buruk suatu tindakan yang dilakukan dengan

sengaja.

d. Motivasi

Menurut Robbins & Coulters dalam Titisari (2014), motivasi

merupakan kesediaan untuk melakukan tingkat-tingkat usaha yang

tinggi untuk mencapai sasaran organisasi dipersyaratkan oleh

kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan sejumlah kebutuhan

individu.

3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Berikut manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) menurut

Podsakoff, MacKenzie & Bachrach (2000):

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja

Salah satu ciri karyawan OCB adalah sikap menolong rekan kerja

lain, sehingga mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan

meningkatkan produktivitas rekan tersebut. Selain itu, OCB


34

membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu

menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok

seiring dengan berjalannya waktu.

2. OCB meningkatkan produktivitas manajer

OCB civic virtue yang ditampilkan oleh karyawan akan

membantu manajer mendapatkan saran dan/atau umpan balik

yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan

efektivitas unit kerja.

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan

organisasi secara keseluruhan yaitu :

a. Sikap tolong menolong yang ada antara karyawan dalam

menyelesaikan masalah menyebabkan karyawan menjadi lebih

mandiri dan tidak perlu melibatkan manajer, sehingga karyawan

dapat menggunakan waktunya untuk melakukan tugas lain. Begitu

juga, karyawan yang menampilkan OCB sportsmanship akan

sangat menolong manajer karena tidak menghabiskan waktu terlalu

banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.

b. Disamping itu, sikap conscientiousness yang tinggi pada karyawan

menyebabkan dapat melakukan pengawasan secara minimal

sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang

lebih besar kepada mereka. Hal ini menunjukkan bahwa manajer

memperoleh lebih banyak waktu untuk melakukan tugas yang lebih

penting.
35

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk

memelihara fungsi kelompok

a. Keuntungan dari OCB menolong adalah meningkatkan semangat,

moral (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga

anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi

dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok.

b. Karyawan yang menampilkan OCB courtesy terhadap rekan kerja

akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang

dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.

5. OCB menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan

kelompok kerja

a. Menampilkan OCB civic virtue (seperti menghadiri dan

berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan

membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang akhirnya

secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.

b. Menampilkan OCB courtesy (misalnya saling memberi informasi

tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari

munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk

diselesaikan.

6. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan

mempertahankan karyawan terbaik

a. OCB menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta

perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga


36

akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi

menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan OCB

sportsmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-

permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen

pada organisasi.

7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

a. Sikap karyawan yang suka menolong rekan kerjanya, terutama

karyawan yang memiliki beban kerja berat akan meningkatkan

stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) atau yang tidak

hadir di tempat kerja dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat

kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga meningkatkan

stabilitas pada kinerja unit kerja.

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

perubahan lingkungan

a. Organisasi dapat beradaptasi dengan cepat karena memiliki

karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar sehingga

dapat memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi di

lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon

perubahan tersebut.
37

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada

pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan

informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan OCB conscientiousness (misalnya

kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari

keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan.

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep

teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep ini mengacu

pada masalah-masalah (bagian-bagian) yang akan diteliti/ berhubungan

dengan penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram (Sugiono, 2013).

Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti).

Kerangka konsep akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan teori (Nursalam, 2016)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan OCB ketika

seseorang memiliki kebebasan untuk memilih, tidak berkaitan secara langsung

atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif

perusahaan (Organ dalam Podsakoff, 2000). Dimana, seorang karyawan

melaksanakan tugasnya melebihi deskripsi formal yang telah ditetapkan (job

description). Hal ini ditunjukkan ketika karyawan memiliki OCB untuk


38

membantu orang lain, secara suka rela melakukan tugas-tugas yang bukan

menjadi kewajibannya, mematuhi aturan yang ada pada perusahaan, memiliki

tingkat toleransi yang tinggi terhadap perusahaan, dan memiliki OCB untuk

mencegah masalah (Organ (1988) dalam Luthans (2015)).

Tabel 2.2 Kerangka Konseptual

motivasi
(X1)

OCB
(Y)

Kepeuasan Kerja
(X2)

Keterangan: - garis tebal = Pengaruh secara simultan

- garis lurus = pengaruh secara parsial

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB pegawai

pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya

2. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB

pegawai pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya

3. Motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap OCB pegawai Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka

Raya
39

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menguji konsistensi dan mengembangkan pengaruh motivasi

dan kepuasan kerja terhadap OCB pegawai pada Rumah Sakit Umum Doris

Sylvanus Palangka Raya. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah

dirumuskan, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan explanatory

research, yang bermaksud menjelaskan kedudukan konstruk-konstruk yang

diteliti serta hubungan antara satu konstruk dengan konstruk yang lain.

Sugiyono. (2013) menyatakan bahwa explanatory research adalah langkah

pertama, dilakukan dengan harapan bahwa penelitian tambahan akan

diperlukan untuk memberikan bukti lebih konklusif. Penelitian eksplorasi


40

sering digunakan untuk memandu dan memperbaiki upaya penelitian

selanjutnya.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan survei, karena penelitian

ini mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data utama. Pada umumnya yang merupakan unit analisis

dalam penelitian survei adalah individu. Hair et al. 2014 menyatakan bahwa

strategi survei yang populer karena memungkinkan koleksi dari sejumlah besar

data dari populasi yang cukup besar dalam cara yang sangat ekonomis, sering

diperoleh dengan menggunakan kuesioner diberikan kepada sampel atau

responden. Selain itu, strategi survei dianggap relatif mudah untuk menjelaskan

dan memahami. Data yang dikumpulkan merupakan data yang bersifat cross

sectional yang diperoleh dari responden dalam merespon item-item yang

berkaitan dengan konstruk-konstruk iklim ornganisasi, motivasi kerja,

kepuasan kerja, dan kinerja.

3.2 Sumber Informasi


41

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

meliputi data yang berhubungan dengan pernyataan responden terhadap

kualitas kehidupan kerja, kepuasan dan komitmen pegawai. Data primer ini

diperoleh atau bersumber dari para responden dengan menyebar angket

secara langsung dan wawancara mendalam. Selain itu didukung dengan data

sekunder yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang relevan

dengan kajian penelitian ini yang bersumber dari instansi terkait.

2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai administrasi di

lingkungan Rumah Sakit Doris Sylvanus Palangka Raya yang berjumlah

103 orang. Dengan data ketenagaan adalah sebagai berikut:

- Bidang Pelayanan Medis : 21 orang

- Bidang Keperawatan : 22 orang

- Bidang Hukum pengembangan RS dan Sanitasi : 10 orang

- Bidang Diklit & Informasi : 11 orang

- Bagian Umum : 17 orang

- Bagian Perencanaan : 12 orang

- Bagian Keuangan : 15 orang

- Jumlah Total : 108 orang

Penentuan sampel dalam penelitian ini, menggunakan penentuan

jumlah Sampel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono

2017) diatas maka pada taraf kesalahan 5%, jumlah populasi pada
42

penelitian ini sebanyak 103 orang, maka jumlah sampel sebanyak 85

orang. Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga berstrata. Stratanya

ditentukan menurut jenjang kompetensinya. Pengambilan sampel ini

dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Bambang dan Lina,

2005:135), yaitu :

n =

1 + Ne2

Dimana :

n = jumlah sampel

N = Populasi

e = tingkat kesalahan pengambilan sampel (5%)

Perhitungannya adalah:

108

= 85,03

1 + 108 (0,05)2

Dengan demikian sampel dalam penelitian ini berjumlah 85

(dibulatkan).

Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah

Proportional Stratified Random Sampling yang merupakan bagian dari

teknik Probability Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi


43

mempunyai anggota / unsur yang tidak homogen dan berstrata secara

porposional. (Sugiyono, 2017).

3.3 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel

atau konstruk dengan cara memberi arti, atau menspesifikasikan kejelasan,

ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur

konstruk atau variabel tersebut (Sugiyono, 2013). Adapun definisi operasional

dalam penelitian ini ditampulkan pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Indikator Sumber
Variabel
1 Motivasi Kerja proses yang 1. Pemenuhan Maslow
(X1) dimulai dengan kebutuhan dasar. (1943);
defisiensi 2. Keinginan untuk George &
fisiologis atau bekerja dengan Jones (2005)
psikologis yang baik
menggerakkan 3. Pantang menyerah
perilaku atau dalam bekerja
dorongan yang 4. Kebutuhan atas
ditunjukkan hubungan baik
untuk tujuan seorang karyawan
atau insentif terhadap rekan
kerja.
5. Kebutuhan
pengakuan
perusahaan atas
pencapaiannya.
6. Kebutuhan untuk
berkembang lebih
44

baik.
7. Kebutuhan atas
pencapaian
potensi karyawan
2 Kepuasan adalah 1. Pekerjaan yang Robbins
Kerja pegawai seperangkat secara mental (2014 )
(X2) peraturan yang menantang
menyangkut 2. Kompensasi yang
tentang perasaan sesuai
yang 3. Kondisi kerja yang
menyenangkan mendukung
ataupun tidak 4. Rekan kerja yang
menyenangkan mendukung
berhubungan 5. Atasan yang
dengan mendukung
pekerjaan
mereka
3 Organizationa (OCB) sebagai 1. Altruism Organ dan
l Citizenship suatu perilaku (membantu orang Lingl (1995)
Behavior (Y) ketika seseorang lain)
memiliki 2. Courtesy (baik dan
kebebasan untuk sopan terhadap
memilih, tidak orang lain)
berkaitan secara 3. Sportsmanship
langsung atau (sportif)
eksplisit dengan 4. Onscientiousness
sistem reward (kesadaran diri)
dan bisa 5. Civic virue
meningkatkan (kualitas moral
fungsi efektif yang tinggi
organisasi terhadap
45

organisasi)

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunan trianggulasi yaitu:

1. Review literatur, merupakan pengumpulan data dengan cara studi

pustaka yaitu melakukan kajaian dan telaah terhadap teori-teori yang

relevan dengan pengukuran variabel dalam penelitian ini.

2. Kuesioner, dilakukana dengan menyebarkan angket kepada responden.

Angket yang dibuat bersifat tertutup yang berisi pernyataan yang dibuat

sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberikan

jawaban kepada beberapa alternatif saja atau kepada satu jawaban saja.

Penyebaran angket dilakukan dengan mengunjungi perusahaan dana

menjelaskan angket serta menunggu kapan angket dapat diambil dari

responden.

3.5 Teknik Analisis Data


1. Analisis Structural Equation Modeling (SEM)
Model Persamaan struktur Model persamaan structural (Structural

Equation Modelling) adalah teknik analisis multivariat generasi

kedua yang menggabungkan analsis faktor dan jalur sehingga

memungkinkan bagi peneliti untuk menguji serta mengestimasi

secara simultan hubungan antara multiple exogenous dan

endogenous dengan banyak indicator (Haryono, 2015). Secara

umumnya bahwa Structural Equation Modelling (SEM) adalah


46

sebuah model statistic yang memberikan perkiraan perhitungan dari

kekuatan hubungan hipotesis diantara variabel dalah sebuah model

teoritis, baik langsung atau melalui variable antara (intervening or

moderating).

2. Partial Least Square


Dalam penelitian, sering kali seseorang penelitian akan

dihadapkan pada kondisi dimana ukuran sampel cukup besar, namun

landasan teori yang dimiliki lemah dalam hal hubungan antar

variabel yang dihipotesiskan. Tetapi, tidak jarang juga ditemukan

hubungan antara variabel yang sangat kompleks, namun ukuran

sampel data kecil (Haryono, 2015).

Partial Least Square (PLS) dapat dipakai untuk mengatasi

masalah tersebut. Partial Least Square (PLS), menggunakan dua

evaluasi model pengukuran dalam uji analisis, yaitu a) Outer Model

bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas; b) Inner Model

bertujuan untuk menguji kualitas (pengujian hipotesis untuk menguji

dengan model prediksi).

a. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model )

Model pengukuran (Outer model) digunakan untuk menilai

validitas dan reliabilitas model. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui

kemampuan instrument penelitian mengukur apa yang seharusnya

diukur. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi

alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk
47

mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pernyataan dalam

kuesioner atau instrument penelitian.

Penjelesan lebih lanjut model pengukuran (outer model) dengan

menggunakan uji Convergent Validity, Discriminant Validity, dan

Composit Reliability adalah sebagai berikut:

1) Convergent Validity

Convergent validity mengukur besarnya korelasi antar

konstruk dengan variabel laten. Pengujian convergent

validity dapat dilihat dari loading factor untuk setiap

indicator konstruk.

Nilai loading factor > 0,7 adalah nilai ideal, artinya

indicator tersebut valid mengukur konstruk yang dibuat.

Dalam penelitian empiris, nilai loading faktor > 0,5 masih

diterima. Bahkan, sebagian ahli menerima 0,4. Nilai ini

menunjukkan persentasi konstruk mampu menerangkan

variasi yang ada dalam indikator (Haryono, 2015).

2) Discriminant Validity

Discriminant validity terjadi jika dua instrument yang

berbeda yang mengukur dua konstruk yang diprediksi tidak

berkorelasi menghasilkan skor yang memang tidak

berkorelasi. Discriminsnt validity dari model reflektif

dievaluasi melalui cross loading kemudian dibandingkan nilai

AVE dengan kuadrat dari nilai korelasi antar


48

konstruk/membandingkan akan kuadrat AVE dengan korelasi

antar konstruknya. Ukuran cross loading adalah

membandingkan korelasi indicator dengan konstruk blok

lainnya. Bila korelasi antara indicator dengan konstruknya

lebih tinggi dari korelasi dengan blok lainnya, hal ini

menunjukkan konstruk tersebut memprediksi ukuran pada

blok mereka dengan lebih baik dari blok lainnya. Ukuran

discriminant validity lainnya adalah bahwa nilai akar AVE

harus lebih tinggi daripada korelasi antara konstruk lainnya

atau nilai AVE lebih tinggi dari kuadrat korelasi antara

konstruknya (Haryono, 2015).

3) Composit Reability

Mengukur reliabilitas suatu konstruk dengan item refleksif

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Cronbach’s Alpha

dan Composite Reliability. Composit Reliability (CR) lebih baik

dalam mengukur internal konsistensi dibandingkan chonbach’s

alpha sebab composit reliability (CR) tidak mengasumsikan

kesamaan boot dari setiap indicator. Cronbach’s Alpha cenderung

menaksir lebih rendah dibandingkan composite reliability.

Interpretasi composite reliability sama dengan cronbach alpha.

Nilai batas ≥ 0,7 dapat diterima dan nilai ≥ 0,8 sangat memuaskan.

Ukuran lainnya dari convergent validity adalah nilai average

variance extracted (AVE). Nilai AVE menggambarkan besarnya


49

varian atau keragaman variabel manifest yang dapat dimiliki oleh

konstruk laten. Dengan demikian, semakin besar varian atau

keragaman variabel manifest yang dapat dikandung oleh konstruk

laten, maka semakin besar representasi variabel manifest terhadap

konstruk latennya.

4) Second Order Confirmatory Factor Analysis

Dalam PLS, pengujian second order konstruk akan melalui

dua jenjang, pertama analisis dilakukan dari konstruk laten dimensi

ke indicator-indikatornya dan kedua, analisis dari konstruk laten

kedimensinya. Proses dan tahapan pada pengujian konstruk

multidimensional (second order) yang bersifat reflektif dalam PLS

sama dengan konstruk unidimensional (first order). Pada tahap

menggambar model penelitian, seluruh indicator yang ada di

dimensi konstruk ditarik semuanya ke konstruk di higher order.

Jika pada pengujian convergent validity dan discriminant validity

(proses algoritma) terdapat indicator disalah satu konstruk (apakah

indicator yang di higher order atau yang ada di dimensi konstruk)

harus dihapus karena skor loadingnya rendah maka indicator

tersebut harus dibuang dikedua jenjang (di higher order dan

dimensi konstruk). Pada tahap bootstrapping, nilai table path

coefficient akan menunjukkan tingkat signifikan dari masing-

masing indicator konstruk (dimensi) terhadap variabel latennya

dengan ketentuan nilai t-statistik > 1,96.


50

3. Pengujian Model Struktur (Assesment of the Structural Model)

Disebut juga sebagai pengukuran inner model. Pada prinsipnya

pengukuran model struktural ini adalah menguji pengaruh antara satu

variabel laten dengan variabel laten lainnya. Pengujian dilakukan dengan

melihat nilai path untuk melihat apakah pengaruh tersebut signifikan atau

tidak dilihat dari nilai t dari nilai path (nilai t diperoleh dengan melakukan

proses boothstraping). Selain dari nilai path juga bisa dilihat dari

persentasi varian yang dijelaskan yaitu R2 untuk variabel laten dependen

yang dimodelkan mendapat pengaruh dari variabel laten independent.

1) R-Square (R2)

Untuk mengevaluasi model structural adalah dengan cara

melihat signifikan hubungan antar variabel. Perubahan nilai R-

sqares (R2) dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel

laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen. Kriteria

R2 terdiri dari tiga klasifikasi yaitu : Nilai R2 0,67, 0,33 dan 0,19

sebagai substansial, sedang dan lemah.

2) Uji Hipotesa

Dalam menilai signifikasi pengaruh antara variabel, perlu

dilakukan prosedur bootstrap samples sebesar 200 – 1000 sudah

cukup untuk mengkoreksi standar Error Estimate PLS. Dalam

resampling Bootstrap, nilai signifikansi yang digunakan (two-

tailed) t-values sebesar 1,65 (significance level = 10%), 1,96


51

(significance level = 5%) dan 2,58 (significance level = 1%).

(Indrawati, Ph.D. , dkk)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah RSUD dr. Doris Sylvanus

Perkembangan RSUD Dr Doris Sylvanus dimulai pada tahun 1959

dengan adanya kegiatan klinik di rumah bapak Abdul Gapar Aden, Jl Suta

Negara Nomor 447 yang dikelolanya sendiri dibantu oleh isterinya, ibu
52

Lamus Lamon. Pada tahun1960 Klinik pindah ke Jl. Suprapto (rumah

mantan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah) dan pada

tahun 1961 pindah lagi di Jl Bahutai Dereh (sekarang Jl. Dr Sutomo Nomor

9) dan berubah menjadi rumah sakit kecil berkapasitas 16 tempat tidur yang

dilengkapi dengan peralatan kesehatan beserta laboratorium. Sampai dengan

tahun 1973 Rumah Sakit Palangka Raya masih dibawah pengelolaan / milik

Pemerintah Dati II Kodya Palangka Raya dan selanjutnya dialihkan

pengelolaannya / menjadi milik Pemerintah Propinsi Dati I Kalimantan

Tengah.

Rumah sakit terus dikembangkan menjadi 67 tempat tidur dan pada

tahun 1977 secara resmi menjadi rumah sakit kelas D (sesuai dengan

klasifikasi Departemen Kesehatan RI). Kapasitas terus meningkat menjadi

100 tempat tidur pada tahun 1978. Pada tahun 1980 kelas rumah sakit

ditingkatkan menjadi kelas C sesuai dengan kriteria Departemen Kesehatan

RI dan SK Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 641/ KPTS/ 1980 dengan

kapasitas 162 tempat tidur.

Sembilan belas tahun kemudian pada tahun 1999 sesuai Perda Nomor

11 tahun 1999 RSUD dr. Doris Sylvanus kelasnya ditingkatkan menjadi

kelas B non pendidikan walaupun belum diterapkan secara operasional

karena pejabatnya belum dilantik. Dengan dilantiknya pejabat pengelola

pada 1 Mei 2001, maka kelas B non pendidikan mulai diberlakukan secara

operasional. Pada Tahun 2010 RSUD dr. Doris Sylvanus terakreditasi 12

pelayanan dan menjadi Badan Layanan Umum Daerah.


53

2. Visi, Misi, Tujuan

A. Visi

Visi RSUD dr. Doris Sylvanus yaitu Menjadi rumah sakit unggulan di

Kalimantan

B. Misi

Untuk mencapai Visi tersebut, RSUD dr. Doris Sylvanus mempunyai misi-

misi :

1. Meningkatkan pelayanan yang bermutu prima dan berbasis Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran (IPTEKDOK)

2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang profesional dan

berkomitmen tinggi

3. Meningkatkan prasarana dan sarana yang modern

4. Meningkatkan manajemen yang efektif dan efisien

5. Menjadikan pusat pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan

C. Motto

Motto RSUD dr. Doris Sylvanus adalah: Bajenta Bajorah, yang

mempunyai arti: Memberikan pelayanan dan pertolongan kepada semua

orang dengan ramah tamah, tulus hati dan kasih sayang

D. Tujuan

Tujuan RSUD dr. Doris Sylvanus yakni Menjadi rumah sakit pendidikan

unggulan di Kalimantan dalam pelayanan medis khususnya bidang

Kebidanan dan Kandungan serta dalam bidang service excellence.


54

3. Sumber Daya

A. Ketenagaan

Tenaga dokter spesialis/subspesialis di RSUD dr. Doris Sylvanus meliputi

19 bidang spesialisasi/subspesialisasi. Data ketenagaan dapat dilihat pada

tabel-tabel berikut:

Tabel 4.1. Tenaga Dokter Spesialis/Subspesialis Tahun 2021


N JUMLA KETERANGA
SPESIALISASI
O H N
1 Penyakit dalam 3 PNS
2 Kandungan 4 PNS
3 Anak 3 PNS
4 Bedah 3 PNS
5 Anestesi 1 PNS
6 THT 4 PNS
7 Mata 1 PNS
8 Paru 1 NON PNS
9 Jantung 1 NON PNS
10 Kulit dan Kelamin 2 PNS/NON PNS
11 Rehabilitasi Medik 1 PNS
12 Saraf 2 PNS
13 Radiologi 1 PNS
14 Bedah Mulut 1 PNS
15 Patologi Klinik 1 PNS
Kedokteran Gigi
16 1 PNS
Anak
17 Kesehatan Jiwa 1 PNS
18 Urologi 1 NON PNS
19 Orthopedi 1 NON PNS
55

Ketenagaan lainnya seperti tenaga dokter, dokter gigi, apoteker, perawat,

bidan, analis, radiografer, gizi dan tenaga lainnya dapat dilihat pada tabel

4.2

Tabel 4.2.Tenaga Kesehatan Lainnya dan S2 Tahun 2021


NO JENIS TENAGA JUMLAH KETERANGAN
1 Dokter Umum 22 5 CPNS
2 Dokter Gigi 4
3 CPNS dengan SK sebagai
3 Apoteker 11
Asisten Apoteker
4 Perawat/bidan 340
5 Analis kes./lab 19
6 Radiografer 9 + 1 perawat mahir radiologi
7 Ass. Apoteker 26
8 Manajemen (S2) 8 ( termasuk 1 orang spesialis)
9 Epidemiologi (S2) 1
Biologi Molekuler
10 1 (spesialis)
(S2)
11 Farmasi Klinik (S2) 1
12 Hukum (S2) 1

Tabel 4.3.Data Pegawai Administrasi


No Uraian Jumlah
1 S1 Kesehatan Masyarakat 45
2 S1 Ekonomi 10
3 S1 Hukum 6
4 S1 Manajemen Rumah Sakit 2
5 S1 Sosial 8
6 S1 Teknik Lingkungan 4
7 S1 Komputer 4
56

8 D3 Akuntansi 5
9 D3 Rekam Medik 7
10 D3 Komputer 4
11 D3 Radiologi 6
12 D3 Atem 4
13 D3 Elektro 3

B. Sarana dan Prasarana


Beberapa prasarana dan sarana RSUD dr. Doris Sylvanus antara lain:

a. Listrik

 Kapasitas memadai termasuk mesin genset

 Jaringan PLN kapasitas : 1,93 KVA

 Genset ( 2 unit) kapasitas : 350 KVA

b. Komunikasi

 Telepon : Flexi dan fixed

 PABX sistem

 Internet

c. Bangunan / gedung di atas areal sekitar 6,2 Ha, dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4
Bangunan/gedung di RSUD dr. Doris Sylvanus
No. Nama Bangunan / Gedung Luas +(M2)
1 Poliklinik Rawat Jalan 1.966
2 Ruangan A ( Penyakit Dalam Pria ) 496
3 Ruangan B ( Penyakit Dalam Wanita ) 798
4 Ruangan C ( Penyakit Kebidanan dan Kandungan ) 729
57

5 Ruangan Bayi ( Perinatologi ) 562


6 Ruangan D ( Bedah Pria ) 587
7 Ruangan E ( Bedah Wanita ) 656
8 Ruangan F ( Anak ) 525
9 Ruangan G ( Penyakit Paru ) 435
10 Ruangan H ( Penyakit Mata, THT, Gigi –Mulut ) 480
11 Ruangan Kelas Utama 1.152
12 Paviliun I 567
13 Paviliun II 473
14 Paviliun III 555
15 Instalasi Gawat Darurat 650
16 Instalasi Farmasi 390
17 Instalasi Patologi Klinik 400
18 Instalasi Radiologi 480
19 Instalasi ICCU 782
20 Instalasi Bedah Sentral 1.080
21 Instalasi Rehabilitasi Medik 560
22 Instalasi ICU 65
23 Instalasi Kamar Jenazah 90
24 Instalasi Gizi 1.260
25 Instalasi Pemeliharaan Sarana 78
26 Diklat 537
27 Pos Satpam 65
28 Gedung Administrasi 1440
29 Ruang Perlengkapan 563
30 Ruangan Genset 49
31 Ruangan dokter jaga dan ruang pertemuan 172
32 Bangunan Pengolahan Air Limbah 61
33 Tempat pembakaran sampah 16
34 Parkir -
35 Gedung Asrama Diklat -
58

36 Selasar 12.966

d. Sumber Air Bersih

 Jaringan PDAM: 1 titik

 Sumur bor: 1 buah

 Hidrant: 7 buah

e. Sarana Pengolahan Limbah

 Incenerator: 1 buah

 IPAL/ Waste treatment: 1 buah

4. Jenis Pelayanan
A. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan di Instalasi Rawat Jalan terdiri dari :

1. Klinik Penyakit Dalam

2. Klinik Kebidanan dan Kandungan

3. Klinik Bedah Umum

4. Klinik Bedah Urologi (Bedah Saluran Kemih)

5. Klinik Bedah Orthopedi ( Bedah Tulang dan Trauma)

6. Klinik Jantung dan Pembuluh Darah

7. Klinik Mata

8. Klinik THT (Telinga-Hidung-Tenggorok)

9. Klinik Saraf

10. Klinik Gigi dan Mulut

11. Klinik Kulit dan Kelamin


59

12. Klinik Anak

13. Klinik Kesehatan Jiwa

14. Hemodialisa

15. VCT

Jam Pelayanan Loket :

Senin – Kamis : 07:30 – 12:00 WIB

Jumat : 07:30 – 09:30 WIB

Sabtu : 07:30 – 11:00 WIB

B. Pelayanan Rawat Inap

RSUD dr.Doris Sylvanus dalam melaksanakan pelayanan rawat inap

menyediakan 254 tempat tidur yang memenuhi kebutuhan masyarakat dari

pelayanan rawat inap kelas III sampai VIP. Pelayanan rawat inap bangsal

kelas III untuk masyarakat kurang mampu tersedia 96 tempat tidur atau

sebanyak 37,8 % dari seluruh tempat tidur yang ada, sedangkan untuk

pasien yang kelas utama dan VIP tersedia 42 tempat tidur.

4.2 Hasil Analisis Penelitian


1. Analisis Penilaian Responden Terhadap Indikator Penelitian
Responden penelitian adalah para adalah pegawai pada RSUD Dr Doris

Sylvanus Palangka Raya. Karakteristik responden bertujuan untuk

mendeskripsikan karakteristik para pegawai yang dijadikan sampel menurut:

jenis kelamin, umur, masa kerja, dan tingkat pendidikan Hasil analisis

deskripsi karakteristik responden disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5
Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
60

(orang)
(%)
1.Jenis a. Laki-Laki 60 71
kelamin b. Perempuan 25 29
Jumlah 85 100
2. Umur a. 22 – 29 tahun 9 11
b. 30 – 37 tahun 22 26
c. 38 – 45 tahun 31 36
d. 46 – 55 tahun 23 27
Jumlah 85 100
3. Masa a. 1 – 4 tahun 9 11
Kerja b. 5 – 10 tahun 19 22
c. 11 – 15 tahun 27 32
d. 16 – 20 tahun 30 35
Jumlah 85 100
4. Tingkat a. SMU/Sederajat 11 13
Pendidikan b. Diploma 20 23
(tamatan) c. Sarjana 33 39
d. Pascasarjana 21 25
Jumlah 85 100
Sumber: Data primer diolah, Tahun 2022
Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden penelitian ini

berjenis kelamin laki-laki 60 orang (71%) dan perempuan 25 orang (29%).

Berdasarkan umur mayoritas responden berusia antara 38-45 tahun 31 orang

(36%), menyusul usia antara 30-37 tahun sebanyak 22 orang (26%), 46-54 tahun

23 orang (27%) dan sisanya berusia antara 22-29 tahun sebanyak 9 orang (11%).

Secara umum responden penelitian ini berumur antara 30-45 tahun (62%).

Ditinjau dari kondisi umur responden menunjukkan bahwa sebagian besar para

responden berada pada kisaran umur produktif. Artinya para pegawai diharapkan
61

mempunyai kemampuan fisik untuk bekerja dan memiliki potensi berpikir dan

bertindak secara efektif dalam bekerja dan menjalankan tugas secara efektif

sehingga diharapkan dapat meningkatkan organizational citizenship behavior

(OCB). Karakteristik responden berdasarkan masa kerja mayoritas antara 16-20

tahun sebanyak 30 orang (35%). Kondisi ini mencerminkan bahwa sebagian besar

responden telah memiliki masa kerja di atas 5 tahun sehingga diharapkan para

responden lebih profesional dan terampil dalam menjalankan tugas. Kemudian

karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal yang ditamatkan

mayoritas adalah sarjana 33 orang (39%), menyusul responden yang tingkat

pendidikannya dan tamatan SMU/sederajat 23 orang (27%). diploma 20 orang

(23%), dan Pascasarjana 9 orang (11%).

Karakteristik responden dilihat dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa

responden merupakan golongan responden yang berpendidikan tinggi. Karena itu

dengan pendidikan tinggi yang dimiliki diharapkan mempunyai kemampuan

keterampilan menyelesaikan tugas yang diembannya, mengadopsi teknologi dan

informasi baru dalam proses produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas

dan organizational citizenship behavior (OCB) pegawai.

Berdasarkan tingkat pendidikan, usia, masa kerja yang dimiliki masing-

masing responden diharapkan bahwa responden yang terlibat dalam penelitian ini

mempunyai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memadai untuk menjawab

pernyataan-pernyataan dalam instrumen penelitian. Dengan demikian informasi

yang diperoleh peneliti dari responden merupakan informasi yang relevan dengan

tujuan penelitian.
62

2. Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis deskripsi variabel bertujuan untuk menginterpretasikan makna

masing masing variabel penelitian, indikator variabel dan item pernyataan

penelitian berdasarkan distribusi frekuensi, persentase dan Rerata (mean) jawaban

responden. Berdasarkan skala pengukuran data yang digunakan (Likert), rentang

skala pernyataan responden di mulai dari satu sampai lima yang artinya dimulai

dari sangat tidak baik/setuju sampai sangat baik/setuju. Variabel-variabel yang

dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari: motivasi (X1), Kepuasan Kerja

Pegawai (X1), dan organizational citizenship behavior (OCB) (Y), Deskripsi

setiap indikator dan variabel dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.6
Deskripsi Analisis Variabel
Responde
Variabel Min Max Mean
n
X1-1 85 3 5 4.541
X1-2 85 2 5 4.141
X1-3 85 3 5 4.576
Motivasi Kerja (X1) X1-4 85 3 5 4.506
X1-5 85 2 5 4.176
X1-6 85 2 5 4.153
X1-7 85 3 5 4.553
X2-1 85 3 5 4.506
X2-2 85 3 5 4.553
Kepuasan Kerja
X2-3 85 3 5 4.329
(X2)
X2-4 85 3 5 4.541
X2-5 85 2 5 4.141
Y-1 85 2 5 4.224
Y-2 85 2 5 4.376
OCB (Y) Y-3 85 2 5 4.271
Y-4 85 2 5 4.188
Y-5 85 2 5 4.247
Hasil olahan data SEM-PLS 4
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dinyatakan sebagai berikut :
63

1. Indikator yang mempunyai rata – rata skor tertinggi pada variabel

Movitasi Kerja (X1) sebesar 4.576 Sementara indikator Kepuasan

Kerja (X2) memiliki nilai rata – rata tertinggi sebesar 4.553. hasil

ini memberi makna bahwa karyawan memiliki motivasi kerja yang

tinggi terhadap rumah sakit dengan demikian OCB dari perusahaan

meningkat.

2. Melihat dari rata – rata nilai dari variabel OCB (Y) dengan dua (2)

indikator yang menggunakan skala rasio mengukur rata – rata

dimana nol sebagai angka mutlak dan satu merupakan angka

terbesar dalam skala rasio. Variabel yang digunakan didalam OCB

merupakan output nilai rata – rata tertinggi OCB sebesar 4.376 yang

mana hal ini menunjukan bahwa variabel OCB (Y) meningkat

signifikat karena dipengaruhi oleh indikator – indikator tersebut (X1

dan X2).

3. Hasil Analisi Data

1) Analisis Model Pengukur/ Measurement Model Analysis (Outer

Model)

Analisis model pengukuran/measurement model analysis (outer

model) menggunakan 2 pengujian, antara lain: (1) Construct

reliability and validity dan (2) Discriminant validity berikut ini hasil

pengujiannya.
64

Kriteria konstruk realibiliti dan validitas yang baik dapat dilihat

dari:

1) Cronbach Alpha: > 0,7.

2) Rho_A: >0,7.

3) Composite Reliability: >0,6.

4) Average Variance Extracted (AVE): > 0,5 (Juliandi, 2018)

Tabel 4.7
Construct Reliability : Cronbach’s Alpha,Rho A,
Composite Reliability, dan Average Variance Extrated
(AVE)
Average
Composite Composite
Cronbach's variance
Variabel reliability reliability
alpha extracted
(rho_a) (rho_c)
(AVE)

Kepuasan Kerja (X2) 0,59 0,625 0,6 0,445

Motovasi Kerja (X1) 0,63 0,64 0,6 0,443

Organizational Citizenship_Behavior Y 0,59 0,6 0,62 0,434

Hasil olahan data SEM-PLS 4

Dari hasil tabel 4.7 diatas hasilnya pertanyaan adalah

menunjukkan nilai sudah memenuhi syarat yaitu Cronbach Alpha:

> 0,7, Rho_A: >0,7, Composite Reliability: >0,6, dan AVE>0,5 itu

berarti konstruk Organizational Citizenship Bahavior (Y),

Motivasi Kerja (X1), dan Kepuasan Kerja (X2) konstruk baik.

Gambar 4.1
Hasil AVE Pertanyaan Variabel (Motivasi Kerja (X1), Kepuasan Kerja(X2),
Organizational Citizenship Behavior (Y)
65

Hasil olahan data SEM-PLS 4

Dari data gambar bagan 4.1 diatas terdapat ada hasil AVE semua

pertanyaan tiap- tiap variabel yaitu menunjukkan bahwa konstruk baik,

maka dari itu harus semua hasil pertanyan nilai AVE diatas 0,5 dan sudah

memenuhi syarat diatas 0,5

2) Construct Reability dan Validity

Validitas dan reliabilitas konstruk adalah pengujian untuk

mengukur kehandalan suatu konstruk. Kehandalan skor konstruk

harus cukup tinggi. Kriteria composite reliability adalah > 0.6

(Juliandi, 2018)

Tabel 4.8 Composite Reability


Composite Reliability
66

Motivasi Kerja(X1) 0,918


Kepuasan Kerja (X2) 0,930
Organizational Citizenship 0,930
Behavior (Y)
Sumber : Data SEM-PLS 4
Kesimpulan pengujian composite reliability adalah sebagai

berikut :

a) Variabel Motivasi Kerja (X1) adalah reliable, karena

nilai composite reliability Motivasi Kerja (X1)

adalah 0.918>0.6

b) Variabel Kepuasan Kerja (X2) adalah reliable, karena

nilai composite reliability Disiplin Kerja (X2) adalah

0.930>0.6

c) Variabel organizational citizenship behavior (Z)

adalah reliable, karena nilai composite reliability

organizational citizenship behavior (Z) adalah

0.930>0.6

3) Discriminant Validity

Discriminant validity adalah sejauh mana suatu konstruk

benar-benar berbeda dari konstruksi lain (konstruk adalah unik).

Kriteria pengukuran terbaru yang terbaik adalah melihat nilai

Heretroit-Monotrait Ratio (HTMT). Jika nilai HTMT < 0.90 maka

suatu konstruk memiliki validitas diskriminan yang baik (Juliandi,

2018).
67

Tabel 4. 9
Heretroit-Monotoroit Ratio (HTMT)
Organizational
Kepuasan Kerja Motovasi Kerja
Variabel Citizenship_Behavior
(X2) (X1)
Y

Kepuasan Kerja (X2) 0,801

Motovasi Kerja (X1) 0,947 0,799

Organizational
Citizenship_Behavior 0,384 0,403 0,791
Y
Sumber : Data SEM-PLS 4
Kesimpulan pengujian Heretroit-Monotrait Ratio (HTMT) adalah

sebagai berikut (1) Variabel X2 (Kepuasan kerja) terhadap X1 (motivasi

kerja) nilai Heretroit Monotrait Ratio 0,989>0.90, artinya validitas

discriminant buruk, atau benar-benar berbeda dari konstruksi lain

(konstruk adalah unik); (3) variabel X2 (disiplin kerja) terhadap Y

(organizational citizenship behavior) Heretroit Monotrait Ratio

0.947>0.90, artinya validitas discriminant buruk atau benar-benar

berbeda dari konstruksi lain (konstruk adalah unik); (4) Variabel X1

(motivasi kerja) terhadap Z (organizational citizenship behavior)

memiliki Heretroit Monotrait Ratio 0.960<0.90, artinya validitas

discriminant buruk, atau benar-benar berbeda dari kontruksi lain.


68

4) Analisi Model Struktur/ Structural Model Analysis (Inner Model)

Gambar 4.2 Model Struktural

Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa covariance pengukuran

indicator dipengaruhi oleh konstruksi laten atau mencerminkan variasi

dari konstruk unidimensional yang dengan bentuk elips dengan beberapa

anak panah dari konstruk ke indikator. Model inii menghipotesiskan

bahwa perubahan pada konstruk laten mempengaruhi perubahan indikator.


69

Dalam model tersebut terdapat dua variabel eksogen yaitu motivasi dan

kepuasan kerja dan satu variabel endogennya yaitu Organizational

Citizenship Behavior (OCB). Penilaian model dengan Smart-PLS dimulai

dengan melihat R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel

laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen yang mempuyai

pengaruh substantif. Tabel 4. memperlihatkan hasil estimasi R-square

dengan menggunakan SmartPLS

Analisis model structural menggunakan 5 pengujian, antara lain:

(1) R-square; (2) F-square; (3) Mediation effects: (a) Direct effects; (b)

indirect effects dan (c) Total effects. Berikut ini hasil pengujiannya.

a) R-Square

R-Square adalah ukuran proporsi variasi nilai variabel yang

dipengaruhi (endogen) yang dapat dijelaskan oleh variabel yang

mempengaruhinya (eksogen). Ini berguna untuk memprediksi

apakah model adalah baik/buruk (Juliandi, 2018) Kriteria dari R-

Square adalah:

1. Jika nilai 𝑅2 (adjusted) = 0.75 → model adalah substansial

(kuat);

2. Jika nilai 𝑅2 (adjusted) = 0.50 → model adalah moderate

(sedang);

3. Jika nilai 𝑅2 (adjusted)= 0.25 → model adalah

lemah (buruk) (Juliandi, 2018)

Tabel 4.10 R-Square


70

R-Square R-Square Adjusted


Organizational 0,806 0,799
Citizenship
Behavior (Y)
Sumber : Data SEM-PLS 4
Kesimpulan dari pengujian nilai R-square Tabel 4.10 Adalah R-

Square Adjusted Model Jalur II = 0.799 artinya kemampuan

variabel Z (organizational citizenship behavior) adalah sebesar

18,8% dengan demikian model tergolong substansial (Kuat)

b) F-Square

Pengukuran F-Square atau ƒ2 effect size adalah ukuran yang

digunakan untuk menilai dampak relative dari suatu variabel yang

mempengaruhi (eksogen) terhadap variabel yang dipengaruhi

(endogen). Pengukuran ƒ2 (f-square) disebut juga efek perubahan

𝑅2. Artinya, perubahan nilai 𝑅2 saat variabel eksogen tertentu di

hilangkan dari model, akan dapat digunakkan untuk mengevaluasi

apakah variabel yang dihilangkan memiliki dampak substansif

pada konstruk endogen (Juliandi, 2018).

Kriteria F-Square menurut (Juliandi, 2018) adalah sebagai berikut :

1. Jika nilai ƒ2 = 0.02 → Efek yang kecil dari variabel

eksogen terhadap endogen;

2. Jika nilai ƒ2 = 0.15 → Efek yang sedang/moderat dari

variabel eksogen terhadap endogen;

3. Jika nilai ƒ2 = 0.35 → Efek yang besar dari variabel

eksogen terhadap endogen.


71

Tabel 4.11 F-Square

Motivasi Kepuasan Organizational


Kerja Kerja Citizenship
(X1) (X2) Behavior
(Z)
Motivasi 0,201
Kerja(X1)
Kepuasan 0,228
Kerja
(X2)
Organizational
Citizenship
Behavior (Y)
Sumber : Data SEM-PLS 4
Kesimpulan dari pengujian nilai F-square Tabel 4.11 Adalah (1)

Variabel X1 (motivasi kerja) terhadap Y (organizational citizenship

behavior) memiliki nilai ƒ2 =0.201, maka efek yang

sedang/moderat dari variabel eksogen terhadap endogen; (2)

Variabel X2 (Kepuasan kerja) terhadap Y (organizational

citizenship behavior) memilki nilai ƒ2=0.228, maka efek yang

sedang/moderat dari variabel eksogen terhadap endogen.

5) Pengujian Model Struktural (Inner Model)

Pengujian Inner Model atau model struktur dilakukan untuk

melihat hubungan antara variabel, nilai signifikansi dan R-square dari

model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-


72

square untuk variabel dependen uji t serta signifikansi dari koefisien

parameter jalur struktur

6) Mediation Effect

Analisis efek mediasi (mediation effects) mengandung 3 sub

analisis, antara lain: (a) direct effects; (b) indirect effects; dan (c) total

effects. Berikut ini hasil dari ketiganya.

a) Derect Effects

Tujuan analisis direct effect (pengaruh langsung) berguna untuk

menguji hipotesis pengaruh langsung suatu variabel yang

mempengaruhi (eksogen) terhadap variabel yang dipengaruhi

(endogen) (Juliandi, 2018).Kriteria untuk pengujian hipotesis

pengaruh langsung (direct effect) adalah seperti terlihat di dalam

bagian di bawah ini.

a. Koefisien jalur (Path Coefficient) :

 Jika nilai koefisien jalur (path coefficient) adalah positif,

maka pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain

adalah searah, jika nilai nilai suatu variabel

meningkat/naik, maka nilai variabel lainnya juga

meningkat/naik;

 Jika nilai koefisien jalur (path coefficient) adalah negatif,

maka pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain


73

adalah berlawan arah, jika nilai nilai suatu variabel

meningkat/naik, maka nilai variabel lainnya akan

menurun/rendah.

 Jika nilai koefisien jalur (path coefficient) T Statisticnya

dengan standar >1,96, maka terdapat pengaruh

signifikan, begitu juga sebaliknya jika nilai koefisien

jalur (path coefficient) T Statisticnya standar <1,96,

maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan

b. Nilai probabilitas/signifikansi (PValue):

 Jika nilai P-Values<0.05, maka signifikan

 Jika nilai P-Values>0.05, maka tidak signifikan

(Juliandi, 2018)

Tabel 4.12 Direct Effect


T Statistics Original Sample P-Values
Motivasi Kerja (X1) → Organizatinal 2,735 0,446 0,006
Citizenship Behavior (Y)
Kepuasan Kerja (X2) → Organizatinal 2,961 0,476 0,003
Citizenship Behavior (Y)
Sumber : Data SEM-PLS 4

Koefisien jalur (path coefficient) dalam Tabel 4.12 memperlihatkan bahwa

seluruh nilai koefisien jalur adalah positif (di lihat pada original sample), antara

lain: (1) motivasi kerja (X1) terhadap organizational citizenship behavior (Y) :

Nilai T Statistics 2,735>1,96, Koefisien jalur = 0.446 dan P-Value =

(0.006<0.05), artinya, pengaruh motivasi kerja (X1) terhadap organizational

citizenship behavior (Y) adalah positif dan signifikan; (2) Kepuasan kerja (X2)

terhadap organizational citizenship behavior (Y) : Nilai T Statistics 2,961<1,96,


74

Koefisien jalur = 0.476 dan P-Values = (0.003>0.05), artinya, pengaruh disiplin

kerja (X2) terhadap organizational citizenship behavior (Z) adalah positif dan

signifikan.

b) Total Effect

Total effect (total efek) merupakan total dari direct effect

(pengaruh langsung) dan indirect effect (pengaruh tidak langsung)

(Juliandi, 2018).

Tabel 4. 13
Total Effect
Original P-Values
Sample
Motivasi Kerja (X1)→ Organizational 0,446 0,006
Citizenship Behavior (Y)
Kepuasan Kerja (X2)→ Organizational 0,476 0,003
Citizenship Behavior (Y)
Sumber : Data SEM-PLS 4
Kesimpulan dari nilai total effect pada tabel 4.13 adalah

sebagai berikut : (1) Total effect untuk hubungan X1 (Motivasi

Kerja) dan Y (Organizational Citizenship Behavior) adalah sebesar

0,446; (3) Total effect (2) Total effect untuk hubungan X2

(Kepuasan Kerja) dan Y (Organizational Citizenship Behavior)

adalah sebesar 0.476

4.3 Pembahasan

1. Pengaruh Motivasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior

(OCB)
75

Dari Berdasarkan hasil pengolahan data bahwa pengaruh motivasi

kerja terhadap organizational citizenship behavior, yaitu nilai original

sample 0.446 memiliki nilai positif dan nilai P-Values 0.07<0,05, artinya

ada pengaruh positif dan signfikan antara motivasi kerja terhadap

organizational citizenship behavior (OCB).

Dalam hal ini mengindikasikan bahwa semakin tingginya motivasi

kerja, maka akan diikuti oleh peningkatan Organizational Citizenship

Behavior (OCB). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Kusuma (2014) yang menjelaskan bahwa

motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB). Sehingga variabel motivasi kerja (X1)

dianggap sesuai dengan penelitian oleh Kusuma (2014) dan dapat

disimpulkan bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap variabel

Organizational Citizenship Behavior (OCB).

2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

Berdasarkan hasil pengolahan data Pengaruh disiplin kerja terhadap

organizational citizenship behavior, yaitu nilai original sample 0.476

memiliki nilai positif dan nilai P-Values 0.06<0,05, artinya ada pengaruh

positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap organizational

citizenship behavior pada RSUD dorys Sylvanus Palangka Raya.

Hal ini menandakan bahwa bagaimana cara atasan atau supervisor

dalam memimpin, melakukan pengawasan, memberi dukungan pada


76

pegawai RSUD dorys Sylvanus Palangka Raya tergolong dalam kategori

tinggi. Upaya selama ini yang telah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit

Umum Doris Sylvanus Palangka Raya dalam meningkatkan kepuasan

kerja adalah pemberian kompensasi berupa gaji/upah yang layak dan

sesuai perturan dan pemberian kompensasi finansial tidak langsung berupa

program-program proteksi seperti asuransi kesehatan dan asuransi

ketenagakerjaan. Upaya lainnya adalah pengawasan terhadap pegawai

yang dilakukan dengan disesuaikan kebutuhan, sehingga tidak

menimbulkan prasangka dari pegawai yang diawasi saat bekerja. Tujuan

pengawasan ini agar tetap menjaga kedisiplinan pegawai.

4.4 Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian pada RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya menunjukkan

bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat ditingkatkan

melalui motivasi kerja dan kepuasan kerja. Kepuasan kerja dalam penelitian

ini dibentuk dari pekerjaan, gaji, rasa aman, rekan kerja dan promosi yang

sudah memberi kepuasan yang baik bagi pegawai. Secara keseluruhan

motivasi kerja pegawai RSUD dorys Sylvanus Palangka Raya sudah baik dan

perlu dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Dari lima indikator motivasi

kerja, indikator tingkat usaha yang memberi nilai paling tinggi. Hal ini

menunjukkan pegawai telah memberikan usaha yang sangat baik dalam

bekerja sehingga perlu untuk dipertahankan.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang ditunjukkan pegawai

RSUD dorys Sylvanus Palangka Raya sudah baik dan perlu untuk
77

dipertahankan. Indikator sportmanship yang memberikan nilai paling rendah.

Hal ini mengindikasikan bahwa organisasi perlu untuk meningkatkan

keterbukaan informasi sehingga sportmanship karyawan dapat meningkat.

Nilai dari indikator self development sudah baik dan akan menjadi lebih baik

apabila organisasi lebih mendorong pegawai untuk berkembang dengan

memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan. Selain itu, indikator altruism,

Conscientiousness, organizational loyalty juga sudah baik.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pimpinan RSUD Dorys Sylvanus

Palangka Raya perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pegawai untuk menunjukkan Organizational Citizenship Behavior (OCB)

sehingga dapat meningkatkan kinerja organisasi pada pekerja administrasi

RSUD Doris Sylvanus

4.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan maupun kelemahan. Adapun
keterbatasan keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada satu objek penelitian, yaitu pada

RSUD Dorys Sylvanus Palangka Raya sehingga tidak dapat

digeneralisasi dan digunakan sebagai kesimpulan umum.

2. Responden pada penelitian ini hanya terfokus pada pegawai bagian

administrasi sehingga hasilnya belum mewakili Organizational

Citizenship Behavior (OCB) seluruh pegawai RSUD Dorys Sylvanus

Palangka Raya.

3. Jawaban yang diberikan responden tidak semuanya menggambarkan

kondisi yang sebenarnya terjadi. Adanya perasaan takut bahwa


78

jawaban yang diberikan akan mempengaruhi penilaian RSUD Dorys

Sylvanus Palangka Raya, serta pengaruh kondisi psikologis responden

saat mengisi atau menjawab kuesioner dapat mempengaruhi jawaban

responden dalam menggambarkan fenomena yang ada dalam RSUD

Dorys Sylvanus Palangka Raya. Selain itu, ada pula kendala yang

bersifat situasional yang berkaitan dengan kesibukan dan keterbatasan

waktu, serta kondisi responden saat mengisi kuesioner.

4. Dalam penelitian ini nilai variabel Organizational Citizenship

Behavior (OCB) yang dapat dijelaskan oleh variabel kepuasan kerja

dan motivasi kerja sebesar 60%. Sedangkan selisihnya 40% lainnya

dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam

penelitian ini. Oleh karena itu, masih banyak varabel lain yang bisa

digali selain kepuasan kerja, motivasi kerja dan OCB yang bisa

dijadikan bahan penelitian. Diantaranya, adalah komitmen organisasi

(Darmawati, Hidayati & Herlina, 2013; Podsakoff et al., 2000),

kepemimpinan (Podsakoff et al., 2000), kepribadian (Smith, Organ &

Near, 1983) dan lingkungan kerja (Smith, Organ & Near, 1983).
79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil studi dalam penelitian ini secara keseluruhan dapat disimpulkan

bahwa pengaruh motivasi dan kepuasan karyawan terhadap kinerja pegawai

pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya. Kesimpulan

tersebut dapat dinyatakan lebih rinci sebagai berikut:

1. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship

Behavior (OCB) pegawai pada Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus

Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior (OCB). pegawai pada Rumah Sakit Umum Doris

Sylvanus Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.

5.2 Saran-saran

Adapun saran yang diberikan oleh peneliti dalam penelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Memperhatikan dan mengevaluasi variabel kepuasan kerja yang

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational


80

Citizenship Behavior (OCB) pegawai. Agar kekurangan pada variabel

tersebut dapat diperbaiki sehingga nantinya dapat memberi pengaruh

yang lebih signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior

(OCB) pegawai Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus Palangka Raya.

2. Pihak Rumah sakit sebaiknya lebih memprioritaskan motivasi kerja

karena memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai.

3. Saran untuk peneliti yang akan datang agar meneliti tentang

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai dengan

menggunakan variabel independen yang berbeda dan dirasa memiliki

pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

pegawai sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pimpinan

dalam mengelola sumber daya manusia pada Rumah Sakit Umum

Doris Sylvanus Palangka Raya. Variabel independen yang berbeda ini

dapat berupa, komitmen organisasi (Darmawati, Hidayati & Herlina,

2013; Podsakoff et al., 2000), kepemimpinan (Podsakoff et al., 2000),

kepribadian (Smith, Organ & Near, 1983) dan lingkungan kerja

(Smith, Organ & Near, 1983).

Anda mungkin juga menyukai