Anda di halaman 1dari 82

RESEARCH PROPOSAL

PENGARUH MORAL KARYAWAN DAN


KOMITME ORGANISASIONAL TERHADAP
ORGANISASIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
PADA
KOPERASI SIMPAN PINJAM CREDIT UNION
SERVIAM KUPANG

COMPILED BY :

CHRISTIN HABEL
NIM :217082012

STUDY ACCOUNTING

PROGRAM OF THE COLLEGE OF ECONOMICS

INDONESIAN EUROPEAN UNIVERSITY SURABAYA

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bisnis saat ini sangat maju ditandai dengan persaingan yang

semakin ketat sehingga sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan dan

mempertahankan posisi yang stabil. Menghadapi situasi kondisi tersebut,

perusahaan harus menentukan strategi dan kebijakan manajemen yang tepat,

khususnya dalam pengembangan sumber daya manusianya (SDM).

Sumber daya manusia merupakan aset utama perusahaan dimana SDM

tersebut menjadi perencana dan pelaku aktif berbagai aktivitas dalam organisasi.

Sumber daya manusia bukanlah seperti uang, mesin, dan material yang sifatnya

positif dan dapat diatur sepenuhnya dalam mendukung tercapainya tujuan

perusahaan. Tercapainya tujuan tidak hanya tergantung pada teknologi, tetapi

justru lebih tergantung pada manusia yang melaksanakan pekerjaannya.

Kemampuan memberikan hasil kerja yang baik untuk memenuhi kebutuhan

perusahaan secara keseluruhan merupakan kontribusi dari kinerja karyawan.

Manajer dan para karyawan perusahan dituntut untuk selalu bertindak

profesional atau memiliki kinerja yang baik agar perusahaan dapat mencapai

tujuannya dan memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan pesaing yang ada

demi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perkembangan

manajemen SDM dewasa ini dipacu dengan adanya tuntutan untuk lebih

memperhatikan kebijakan yang diterapkan perusahaan terhadap karyawannya.

Kebijakan perusahaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan karyawan

akan membawa dampak buruk pada kinerja karyawan.

2
Kinerja menurut Mangkunegara (2005: 67) adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja

merupakan bagian yang sangat penting dan menarik karena terbukti sangat

penting manfaatnya dalam upaya untuk mencapai tujuan perusahaan, suatu

lembaga menginginkan karyawan untuk bekerja sungguh-sungguh sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki untuk mencapai hasil kerja yang baik, tanpa adanya

kinerja yang baik dari seluruh karyawan, maka keberhasilan dalam mencapai

tujuan akan sulit tercapai.

Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan


kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan

3
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Kinerja karyawan merupakan faktor yang memengaruhi pekerjaan dan
kualitasnya. Yaitu dengan melihat bagaimana tanggung jawab seorang
karyawan dalam
mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. Agar manajemen yang diberikan
berdampak baik pada
perusahaan dan meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan harus memiliki
kinerja karyawan

4
yang berpengetahuan dan berketerampilan tinggi. Hal ini akan membawa
kemajuan bagi
perusahaan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan dan kelangsungan hidup
perusahaan berada
pada bagaimana kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan yaitu kemampuan, motivasi, dukungan yang

diterima, keberadaan pekerjaan yang dilakukan, dan hubungan dengan organisasi.

Suatu perusahaan dapat dikatakan efektif apabila adanya interaksi kerja pada

tingkat individual, kelompok, dan sistem-sistem organisasi yang menghasilkan

output manusia yang memiliki tingkat absensi yang rendah, perputaran karyawan

yang rendah, minimnya perilaku menyimpang dalam organisasi, tercapainya

kepuasan kerja, memiliki komitmen terhadap perusahaan dan juga Organizational

Citizenship Behavior (OCB) (Robbins & Judge, 2008).

Kinerja karyawan yang tinggi akan mendorong munculnya Organizational

Citizenship Behavior (OCB). Pada umumnya OCB belum begitu dikenal, namun

pada dasarnya karyawan dalam suatu perusahaan atau organisasi kadang-kadang

sudah menerapkan OCB dalam bekerja. Oleh karena itu adalah sebuah keharusan

bagi divisi SDM untuk mengembangkan OCB dalam perusahaan. Organ

(Gunawan, 2011) mendefinisikan OCB sebagai tindakan seseorang yang tidak

membutuhkan deskripsi pekerjaan (job description) dan sistem imbalan formal,

bersifat sukarela dalam bekerjasama dengan teman sekerja dan menerima perintah

secara khusus tanpa keluhan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan

fungsi-fungsi organisasi.

Munculnya OCB menjadi hal yang positif bagi perusahaan, karena dengan

adanya OCB dalam sebuah perusahaan maka akan banyak manfaat yang diperoleh

dan juga dengan adanya OCB di dalam sebuah perusahaan dapat menjadi

5
gambaran adanya kinerja yang tinggi dalam perusahaan tersebut. Pengaruh OCB

terhadap perusahaan menurut Podsakoff et al. (2000) yaitu OCB dapat

meningkatkan produktivitas para rekan kerja, meningkatkan produktivitas

manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara

keseluruhan, membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk

memelihara fungsi kelompok, menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi

kegiatan-kegiatan kelompok kerja, meningkatkan kemampuan organisasi untuk

menarik dan mempertahankan karyawan terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja

organisasi, dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

perubahan lingkungan.

Perilaku OCB dapat berupa perilaku menolong rekan kerja yang sedang

kerepotan dalam pekerjaannya, menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau

istirahat, membantu rekan sejawat yang pekerjaannya overload, membantu

mengerjakan tugas orang lain pada saat tidak masuk, tepat waktu setiap hari tidak

peduli pada musim atau lalu lintas, membantu proses orientasi karyawan baru

meskipun tidak diminta, tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan diluar

pekerjaan kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari

aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat, memberikan perhatian terhadap

pertemuan-pertemuan yang dianggap penting Aldag & Resckhe (Sofyandi, 2007).

Penting bagi organisasi untuk mempelajari dan mengetahui hal-hal yang

dapat menumbuhkan dan meningkatkan OCB karyawan. Menurut Organ et al.

(Titisari (2014:15) peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal yang di dalamnya mengandung beberapa unsur

diantaranya adalah moral karyawan dan komitmen organisasional.

6
Moral selalu ada dalam diri setiap karyawan, Siswanto (2013) mengatakan

bahwa moral karyawan sebagai suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu

tenaga kerja dan kelompok yang dapat menimbulkan kesenangan yang mendalam

pada diri setiap tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Moral karyawan memiliki

peran yang penting bagi kemajuan dan produktivitas kerja perusahaan dan

karyawan. Karyawan yang memiliki moral yang tinggi akan menunjukkan

semangat dan kedisiplinan kerja yang tinggi, bekerja secara maksimal dalam

menyelesaikan pekerjaannya, bahkan melakukan beberapa hal yang mungkin

diluar tugasnya, begitupun sebaliknya moral yang rendah dapat menyebabkan

semangat, kedisiplinan dan kualitas kerja yang rendah.

Pemeliharaan moral kerja yang tinggi harus dianggap sebagai tanggung

jawab manajemen yang permanen, karena sekali moral kerja merosot, maka

dibutuhkan waktu lama untuk memperbaikinya kembali. Gellerman (1984:322)

menyatakan moral kerja yang jelek dapat menimbulkan pemogokan, pemerkerjaan

karyawan yang berlebihan, kepura- puraan, dan berbagai reaksi lainnya.

Selanjutnya moral kerja yang rendah dapat mempunyai akibat jangka panjang dan

jauh lebih merusak organisasi daripada hilangnya produktivitas temporal. Bakat

manajerial dan profesional kiranya akan jauh lebih berkembang bila moral kerja

dipertahankan pada suatu tingkat yang tinggi, dan gambaran yang diberikan

perusahaan terhadap karyawan baru yang prospektif dapat sangat menunjang

kondisi moral kerja intern secara luas. Oleh karena itu perlulah untuk terus-

menerus menganalisa kekuatan yang mempengaruhi moral kerja dan mengambil

langkah- langkah yang tepat guna memeliharanya daripada bereaksi setelah

keadaan yang serius muncul.

7
Pentingnya moral dalam menjelaskan OCB dijelaskan oleh Siders et al

(2001) yang menyatakan bahwa perilaku OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama,

yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) dan faktor diluar

karyawan (eksternal). Faktor internal meliputi moral, rasa puas dan sikap positif,

sedangkan faktor eksternal meliputi sistem manajemen, sistem kepeminpinan dan

budaya perusahaan. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa faktor moral

merupakan faktor internal yang mempengaruhi OCB. Moral memiliki tiga

komponen yaitu mengerti, mengetahui dan dapat memperhitungkan untuk

mempertimbangkan akibat dari suatu perbuatan. Seseorang dinyatakan sadar

apabila sepenuhnya memahami perbuatan yang dilakukan. Seseorang yang sadar

akan cinta terhadap pekerjaanya. Rasa cinta ini akan menimbulkan kepatuhan dan

kerelaan serta kesediaan untuk berkorban bagi organisasi.

Menurut Dessler (1992) keberhasilan perusahaan sangat dipengaruhi oleh

kinerja karyawan yang efektif dan efisien. Untuk meraihnya perusahaan perlu

mendapatkan komitmen dari karyawan terhadap organisasi karena komitmen

karyawan pada organisasi sangat berpengaruh terhadap pncapaian tujuan

organisasi. Sikap komitmen terhadap organisasi berarti lebih dari sekedar

keanggotaan formal karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan

untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi

pencapaian tujuan, perusahaan yang memiliki SDM yang baik adalah sebagai

modal agar dapat bersaing dengan perusahaan lain yang lebih maju. Komitmen

organisasional dalam hal ini mencakup unsur loyalitas terhadap organisasi,

keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan

organisasi.

8
Karyawan akan tetap tinggal atau bertahan pada suatu organisasi apabila

adanya kenyamanan didalam dirinya, oleh karena itu perusahaan menempuh

berbagai upaya agar karyawan memiliki komitmen yang kuat dan loyal terhadap

perusahaan. Menurut Edison (2016), komitmen karyawan terhadap perusahaan

sangat bergantung pada sejauh mana kebutuhan dan tujuan karyawan terpenuhi.

Faktor-faktor yang memengaruhi komitmen karyawan antara lain : (1) faktor

logis, karyawan akan bertahan dalam organisasi karena melihat adanya

pertimbangan logis misalnya memiliki jabatan yang strategis dan berpenghasilan

cukup. (2) faktor lingkungan, karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi

karena lingkungan yang menyenangkan, merasa dihargai, memiliki peluang untuk

berinovasi, dan dilibatkan dalam pencapaian tujuan organisasi. (3) faktor harapan,

karyawan memiliki kesempatan yang luas untuk berkarier dan kesempatan untuk

meraih posisi yang lebih tinggi. (4) faktor ikatan emosional, karyawan merasa ada

ikatan kekeluargaan dalam organisasi atau organisasi telah memberikan jasa yang

luar biasa atas kehidupannya.

Kebutuhan dan keinginan dari karyawan juga harus didukung oleh

perusahaan agar karyawan dapat termotivasi untuk berkinerja baik dan merasa

puas atas hasil kerjanya. Pekerjaan merupakan lebih dari sekedar aktivitas

mengatur kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan, atau mengendarai

sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-

atasan, mengikuti peraturan dan kebikjasanaan kebijaksanaan organisasional,

memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi kerja yang acap kali kurang

ideal (Robbins dan Judge 2008). Dibutuhkan kontribusi perusahaan dalam

menciptakan kepuasan bagi karyawan yang akan mengarah pada komitmen

karyawan terhadap perusahaan dan akan berpengaruh pada kinerja yang

9
dihasilkan secara maksimal. Salah satu bentuk perusahaan yang sudah dikenal

masyarakat dalam lembaga keuangan adalah koperasi.

Fay dalam Hendrojogi (2012:20) menyatakan bawha koperasi adalah suatu

perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri dari atas mereka yang

lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri

sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya

sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka

terhadap organisasi. Kopeasi dibedakan menjadi beberapa bagian salah satunya

yaitu koperasi simpan pinjam. Menurut Rudianto (2010:51) pengertian koperasi

simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan

dana para anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada para anggota

yang memerlukan bantuan dana.

Persaingan antara Koperasi Simpan Pinjam saat ini sangat pesat, Kota

Kupang memiliki 25 Koperasi Simpan Pinjam yang sedang berjalan dan saling

bersaing baik secara local maupun global dengan kemampuan setiap organisasi

yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dari para pesaingnya. Koperasi

Simpan Pinjam Credit Union Serviam (KSP CU Serviam) merupakan salah satu

KSP di Nusa Tenggara Timur yang pesat perkembangannya. KSP ini dimulai dari

Kota Kupang namun kini sudah berkembang hingga memiliki 7 kantor cabang

dan 10 kantor kas yang tersebar di Pulau Timor. Pertumbuhan ini merupakan

indikasi bahwa kinerja KSP CU Serviam dapat dikategorikan baik sehingga dapat

berkembang dan memiliki kantor yang tersebar di berbagai wilayah.

Sebaik apapun kelihatannya kinerja KSP CU Serviam saat ini, bukan

merupakan jaminan bahwa secara internal tidak terjadi masalah. KSP CU Serviam

telah berusaha dengan baik dalam menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat

10
diantara usaha sejenis dan dapat menjadi salah satu ancaman bagi KSP CU

Serviam dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Peran semua lini

organisasi telah dimaksimalkan pimpinan untuk mencapai kinerja KSP CU

Serviam saat ini. Bahkan pimpinan KSP CU Serviam selalu mengharapkan

karyawan untuk tidak hanya memiliki skill dan kualitas kerja yang tinggi tetapi

juga memiliki perilaku kerja ekstra yang dikenal sebagai OCB. Perilaku ektra

dimaksud adalah membantu rekan kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan

dalam mengikuti rapat-rapat organisasi, sedikit mengeluh banyak bekerja,

segera bekerja kembali saat istirahat habis, datang kerja lebih awal, dan membantu

karyawan lain di luar bagian. Perilaku perilaku ini disebut sebagai perilaku

extra-role. Apalagi pada saat pimpinan melakukan evaluasi terhadap kinerja

karyawannya, yang dievaluasi bukan hanya perilaku intra-role tetapi perilaku

extra-role. Berdasarkan wawancara dengan pimpinan KSP CU Serviam, perilaku

extra role ini belum didapati pada semua karyawannya. Pada umumnya semua

karyawan melakukan pekerjaan sebagaimana yang terdapat pada tugas pokoknya.

Kesukarelaan untuk saling membantu menyelesaikan tugas lain merupakan

kondisi yang belum membudaya, selalu mengeluh jika harus menggantikan tugas

teman lainya, belum segera bekerja setelah jam istirahat belum dilakukan oleh

semua karyawan. Karyawan hanya berupaya untuk mencapai target kerja tanpa

memperihatkan perilaku extra role ini.

Faktor internal penting yang mempengaruhi OCB yaitu moral karyawan dan

komitmen organisasional. Faktor moral kerja dalam hal ini mengerti, mengetahui

dan dapat memperhitungkan arti guna mempertimbangkan akibat dari suatu

perbuatan. Seseorang dinyatakan sadar apabila sepenuhnya memahami perbuatan

yang dilakukan. Seseorang yang sadar akan cinta terhadap pekerjaanya. Rasa cinta

11
ini akan menimbulkan kepatuhan dan kerelaan serta kesediaan untuk berkorban

untuk organisasi, sementara komitmen organisasional ditunjukkan melalui

loyalitas terhadap organisasi seperti absensi, usaha kerja yang lebih keras dan

perpindahan kerja. Karyawan yang memiliki moral kerja yang tinggi pasti

mengerti dan sadar untuk mengikuti aturan kerja serta di tunjukan dalam

komitmen yang tinggi sehingga cenderung loyal dan ingin tetap bergabung

dengan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan

memberikan kontribusi yang lebih besar kepada organisasi.

Moral karyawan dan komitmen organisasional karyawan KSP Serviam

dapat di tunjukkan dari salah satu indikatornya yaitu, kurang patuh terhadap

aturan organisasi dalam hal ini tingkat kehadiran (absensi). Perusahaan telah

berupaya mempertahankan karyawan dengan memberikan fasilitas yang

menunjang dalam bekerja sesuai dengan kebijakan perusahaan. Namun fasilitas

yang ada belum dapat mengubah moral kerja seorang karyawan yang berdampak

pada komitmen karyawan terhadap organisasi, data absensi karyawan KSP CU

Serviam akan disajikan dalam Tabel 1.1.

Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kehadiran karyawan

KSP CU Serviam selama tahun 2019 sebesar 93%, dengan tingkat ketidakhadiran

7%. Persentasi ini cukup tinggi jika dihubungkan dengan batasan ketidak wajaran

absensi yang dikemukakan oleh Hasibuan (2002) adalah 5,7% dan bila absensi

dari suatu perusahaan telah tercapai di atas 5,7% maka diperlukan perhatian sebab

telah melebihi batas. Persentase tingkat absensi karyawan saat ini sudah tergolong

tinggi dimana tingginya tingkat absensi karyawan juga disebabkan karena banyak

karyawan terlambat untuk hadir, terlambat masuk kantor dan bahkan beberapa

alasan upacara.

12
Tabel 1.1
Presentase Kehadiran Pegawai Kantor Pusat KSP CU Serviam Tahun 2019
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah Presentase
Jumlah Hari
Hari Hari Kerja Hari Kerja Tingkat
No Bulan Karyawan Tidak
Kerja Seharusnya Senyatanya Kehadiran
(orang) Hadir
(hari) (hari) (hari) (%)
(hari)
G = F/D x
A B C D=BxC E F=D-E
100
1 Januari 58 22 1276 102 1174 92%
2 Februari 57 23 1311 98 1213 92.5%
3 Maret 57 25 1425 92 1333 93.5%
4 April 57 20 1140 103 1037 90.9%
5 Mei 59 25 1475 99 1376 93.2%
6 Juni 65 22 1430 112 1318 92.1%
7 Juli 65 27 1755 98 1657 94.4%
8 Agustus 62 26 1612 114 1498 92.9%
9 September 65 25 1625 106 1519 93.4%
10 Oktober 65 27 1755 109 1646 93.7%
11 November 67 25 1675 96 1579 94.2%
12 Desember 67 21 1407 95 1312 93.2%
Rata-Rata 93%
Sumber : KSP CU Serviam Kupang, 2019 (Data Sekunder)
Pada penjelasan berdasarkan pra survey tersebut dapat disimpulkan bahwa

OCB di KSP CU Serviam masih rendah dimana indikasi juga terlihat dari

kurangnya moral karyawan dan komitmen karyawannya. Selain indikasi

kurangnya praktek OCB pada KSP CU Serviam, penulis juga menemukan

terdapat pertentangan hasil penelitian dari beberapa peneliti, yaitu:

1. Penelitian tentang pengaruh moral karyawan terhadap OCB dilakukan oleh

ian Djati and Michael (2011) dan Djati and Michael (2013) yang

menyatakan bahwa moral karyawan berpengaruh positif terhadap OCB,

namun hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Deswita

(2014) yang menyatakan bahwa moral karyawan tidak berpengaruh

signifikan terhadap OCB.

13
2. Penelitian tentang pengaruh komitmen organisasional terhadap OCB oleh

Rini, dkk. (2013), Darmawati, dkk (2010), Bogler dan Somech (2014),

Asiedu, dkk.(2014), Chang dan Tsai (2010), Barusman dkk.(2014), Ensher

dkk.(2011), Faruk (2013), Ibrahim and Andi (2013) dan Sumarni (2011) yang

menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap OCB. Namun hasil penelitian ini tidak konsisten dengan

penelitian Utomo (2012), Kasemsap (2012), Khan and Zabid (2012),

Khan dkk.(2015), Guven (2012) dan Wahyuningsih (2014) yang

menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan

terhadap OCB.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat dua alasan penulis

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Moral Karyawan dan

Komitmen Organisasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior

(OCB) Pada Koperasi Simpan Pinjam Credit Union Serviam (KSP CU

Serviam)”, yaitu: pertama: alasan praktis dari masalah yang dialami KSP CU

Serviam, dan kedua: alasan teoritas berdasarkan pertentangan hasil penelitian dari

beberapa peneliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana moral karyawan, komitmen organisasional dan OCB

karyawan KSP CU Serviam?

2. Apakah moral karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

OCB karyawan KSP CU Serviam?

14
3. Apakah komitmen organisasional berpengaruh berpengaruh positif dan

signifikan terhadap OCB karyawan KSP CU Serviam?

4. Apakah moral karyawan dan komitmen organisasional berpengaruh

berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB karyawan KSP CU

Serviam?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan moral karyawan, komitmen organisasional dan

Organizational Citizenship Behavior karyawan KSP CU Serviam.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis moral karyawan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior

karyawan KSP CU Serviam.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis komitmen organisasional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship

Behavior karyawan KSP CU Serviam.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis moral karyawan dan komitmen

organisasional secara simultan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Organizational Citizenship Behavior karyawan KSP CU

Serviam.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

1) Memperkaya penelitian yang terkait dengan hubungan variabel moral

karyawan dan komitmen organisasional dengan OCB.

15
2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya pengembangan

ilmi administrasi bisnis dalam bidang manajemen sumber daya

manusia (SDM).

2. Manfaat Praktis

Temuan penelitian ini secara praktis merupakan masukan bagi

manajemen KSP CU Serviam maupun peneliti bidang moral karyawan

dan komitmen organisasi :

1) Bagi Manajemen : sebagai bahan informasi bagi manajemen KSP CU

Serviam untuk mengambil kebijakan yang berkaitan dengan program

peningkatan moral karyawan dan komitmen organisasional bagi

karyawan untuk menghasilkan OCB.

2) Bagi peneliti selanjutnya : sebagai bahan informasi bagi peneliti lain

yang akan melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh moral

karyawan dan komitmen organisasional terhadap OCB.

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ et.al. (2006) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu

yang mempunyai kebebasan untuk memilih, yang secara tidak langsung

atau tidak secara eksplisit dikaitkan dengan sistem reward, dan memberi

kontribusi pada efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi.

Robbins (2008) menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku

individu atau perseorangan yang sukarela dan bukan bagian dari syarat

formal pekerjaan, tetapi dapat meningkatkan fungsi efektif organisasi.

Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu

dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Organizational Citizenship

Behavior ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka

menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh

terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja (Aldag &

Resckhe, 1997).

Menurut Richard (2003), OCB adalah perilaku kerja yang melebihi

persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi. Perilaku

OCB ditampilkan dengan membantu rekan sekerja dan pelanggan,

melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu memecahkan

masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur.

Steers et.al. (1996) menjelaskan bahwa OCB adalah sikap membantu

yang ditunjukkan oleh anggota organisasi, yang sifatnya konstruktif,

17
dihargai oleh perusahaan tapi tidak secara langsung berhubungan dengan

produktivitas individu.

Menurut pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa OCB

adalah sikap individu yang dengan sukarela membantu melaksanakan

tugas yang bukan merupakan syarat formal seperti membantu rekan

sekerja dalam menyelesaikan tugas dan menjadi volunteer untuk tugas-

tugas ekstra namun perilaku terebut membantu organisasi dalam

meningkatkan fungsi efektif organisasi.

2. Manfaat OCB Terhadap Organisasi

Menurut hasil penelitian tentang Pengaruh OCB terhadap Kinerja

Organisasi (Podsakoff, 2000) dapat disimpulkan bahwa :

1. Organizational Citizenship Behavior meningkatkan produktivitas

rekan kerja

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat

penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya

meningkatkan produktivitas rekan tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang

ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice

ke seluruh unit kerja atau kelompok.

2. Organizational Citizenship Behavior meningkatkan produkivitas

manajer

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu

manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga

dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.

18
b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik

dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis

manajemen

3. Organizational Citizenship Behavior menghemat sumber daya yang

dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan

masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan

manajer. Konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk

melakuakan tugas lain. Seperti membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya

membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer

dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada

mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer

untuk melakukan tugas yang lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan

dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi

mengurangi biaya untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat

menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk

berurusan dengan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan

4. Organizational Citizenship Behavior membantu menghemat energi

sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan

semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok,

sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu

19
menghabiskan energi dan waku untuk pemeliharaan fungsional

kelompok

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan

kerja akan mengurangi konflik dalam dalam kelompok, sehingga

waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik mangemen

berkurang

5. Organizational Citizenship Behavior dapat menjadi sarana efektif

untuk mengkoordiasi kegiatan- kegiatan kegiatan kerja. Menampilkan

perilaku civic vitue (seperti mengadiri dan berpartisipasi aktif dalam

pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara

anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan

efektivitas dan efisiensi kelompok;

6. Organizational Citizenship Behavior meningkatkan kemampuan

organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta

perasaan saling memilki diantara anggota kelompok. Sehingga

akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi

menarik dan memperahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-

permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen

pada organisasi.

7. Organizational Citizenship Behavior meningkatkan stabilitas kinerja

organisasi dalam hal:

20
a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau

yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilias

(dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung memperhatikan tingkat

kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi

variabelitas pada kinerja unit kerja.

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

perubahan lingkungan

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar

dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi

di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon

perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan

cepat

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan beradaptasi pada

pertemuan¬-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan

informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness akan

meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan

perubahan yang terjadi di lingkungannya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB

Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks

dan saling terkait satu sama lain. Dimana faktor-faktor memengaruhi

munculnya OCB tersebut yang akan dibahas adalah budaya dan iklim,

kepribadian dan suasana hati, dukungan organisasional, kualitas interaksi

21
atasan dan bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin. Menurut Organ at al.,

(2006):

a. Budaya dan iklim organisasi; terdapat bukti-bukti yang

mengemukakan bahwa organisasi merupakan sesuatu kondisi awal

yang utama yang memicu terjadinya OCB. Iklim organisasi dan

budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas berkembangnya

OCB dalam suau organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif,

karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa

yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu

mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para

atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran sera percaya

bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

b. Kepribadian dan suasana hati; Kepribadian dan suasana hati

mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB secara individual

maupun kelompok. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang

secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati

merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana

hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk

membantu orang lain. Meskipun suasana hati (sebagian) dipengaruhi

oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim

kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi

menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil

serta iklim kelompok kerja berjalan positif, maka karyawan cenderung

bearada dalam suasana hati yang baik dan sebagai konsekuensinya,

22
karyawan akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang

lain.

c. Dukungan organisasional; Pekerja yang merasa bahwa mereka

didukung organisasi akan memberikan umpan balik dan menurunkan

ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam

perilaku citizenship.

Menurut Eisenberger et al.,(2002) hal yang membentuk presepsi

mengenai dukungan organisasi adalah :

1) Keadilan: menyangkut keadilan dalam pembagian sumber daya di

organisasi yang dirasakan oleh karyawan.

2) Dukungan atasan: karyawan mengembangkan pandangan umum

tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi mereka dan peduli

terhadap kesejahteraan mereka.

3) Penghargaan dan kondisi kerja: Bentuk dari penghargaan

organisasi dan kondisi kerja tersebut seperti pengakuan, gaji dan

kesempatan promosi, serta keamanan dalam bekerja

d. Kualitas interaksi atasan dan bawahan; Kualitas interaksi atasan-

bawahan merupakan faktor penitng yang menyebabkan munculnya

OCB karyawan. Makin tinggi persepsi terhadap kualitas interaksi

atasan-bawahan, maka makin tinggi organizational citizenship

behavior karyawan. Atasan yang menggunkaan otoritasnya untuk

membantu bawahan dalam memecahkan dan menyelesaikan masalah

yang sedang dihadapi karyawan merupakan factor yang paling

dominan dalam mempengaruhi munculnya OCB. Karyawan yang

memiliki kualitas interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat

23
mengerjakan pekerjaan selain yang biasa mereka lakukan, hal ini

dapat terjadi karena karyawan merasa dihormati sehingga memotivasi

karyawan untuk melakukan lebih dari tugas yang telah diberikan atau

bekerja lebih dari yang diharapkan atasan mereka. Sedangkan

karyawan yang memiliki kualitas interaksi yang rendah dengan

atasannya lebih cenderung menujukkan pekerjaan yang rutin saja dari

sebuah kelompok kerja.

e. Masa kerja; masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena

variable-variabel tersebut mewakili “pengukuran” terhadap

“investasi” karyawan di organisasi.

f. Jenis kelamin; Morrison (1994) membuktikan bahwa ada perbedaan

persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita. Wanita menganggap

OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria.

Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa wanita cenderung

menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan

aktivitas-aktivitas menolong sebagai bagian dari pekerjaan mereka

4. Dimensi OCB

Terdapat banyak pendapat dalam mengakategorikan OCB, berikut

disajikan pendapat-pendapat tersebut:

a. Bateman dan Organ (1983) menyarankan bahwa OCB dapat dibagi

menjadi item yang mengukur kerjasama, altruisme, kepatuhan,

ketepatan waktu, house cleaning, melindungi kekayaan perusahaan,

sungguh-sungguh mengikuti aturan-aturan perusahaan, dan dapat

diandalkan

24
b. Smith et al., (1983) menyarankan OCB dibagi menjadi altruism dan

kepatuhan umum.

c. Williams and Anderson (1991) menyarankan OCB dibagi menjadi

behavior that benefits the organization (OCB-O) dan behavior that

benefits specific individual, secara tidak langsung bermanfaat juga bagi

organisasi (OCB-I).

d. Organ (1988) menyarankan lima faktor OCB, tapi ini terutama

didasarkan pada bukti empiris yang diperoleh dari beberapa penelitian

lain (misalnya Bateman dan Organ, 1983, Smith et al, 1983). Lima

dimensi OCB yang diidentifikasi oleh Organ (1988) sebagai berikut:

altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy, dan sportsmanship

e. Podsakoff et al., (2000) berdasarkan tinjauan kritis terhadap literatur

diidentifikasi 7 (tujuh) dimensi OCB: helping behavior, sportsmanship,

organizational loyalty, organizational compliance, individual initiative,

civic virtue dan self-development.

f. Graham (1991) dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood (2002)

memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik

dan teori politik modern. Dengan menggunakan perspektif teoritis ini,

Graham mengemukakan tiga bentuk OCB yaitu: Ketaatan (Obedience),

Loyalitas (Loyality) dan Partisipasi (Participation)

Berdasarkan 6 (enam) pendapat tersebut, akan dideskripsikan dua

pendapat yang paling banyak dibahas dalam penelitian yakni; Menurut

Organ dan Podsakoff. Menurut Organ (1988) OCB dibangun dari 5 (lima)

dimensi yang masing--masing bersifat unik, Dimensi yang paling sering

25
digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB adalah dimensi-dimensi yang

dikembangkan oleh Organ (1988), yaitu:

1. Altruism. Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang

mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai

tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini

mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan

kewajiban yang ditanggungnya.

2. Conscientiousness. Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha

melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan

merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau

jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas.

3. Sportmanship. Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan

yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan –

keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam

spotmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan,

karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga

akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

4. Courtessy. Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar

terhindar dari masalah- masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki

dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang

lain.

5. Civic Virtue. Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada

kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi,

mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau

prosedurprosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi

26
sumbersumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah

pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk

meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

Podsakoff et al., (2000) membagi OCB menjadi 7 (tujuh) dimensi:

1. Sportmanship, merupakan kemauan atau keinginan untuk bertoleransi

terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan penentuan kerja tanpa

komplain.

2. Civic virtue, merupakan komitmen karyawan terhadap perusahaan

secara keseluruhan seperti menghadiri rapat, menyampaikan pendapat,

atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan perusahaan.

3. Helping behavior, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk

menolong rekan kerja atau mencegah terjadinya permasalahan terkait

dengan pekerjaan.

4. Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku kesetiaan karyawan

terhadap perusahaan seperti menampilakan image positif mengenai

perusahaan, membela perusahaan dari ancaman eksternal, dan

mendukung serta membela tujuan organisasi.

5. Organizational compliance, merupakan perilaku individu yang

mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun

tidak ada pihak yang mengawasi.

6. Individual initiative, merupakan bentuk dorongan dari dalam diri

individu untuk melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui

standar yang telah ditetapkan.

7. Self development, merupakan perilaku individu secara sukarela untuk

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sendiri,

27
seperti mengikuti kursus, pelatihan, seminar, atau mengikuti

perkembangan terbaru dari bidang yang dikuasai.

5. Motif-Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh

banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang

masuk akal bila kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu

pendekatan motif dalam perilaku organisasi. Menurut McClelland

(Hardaningtyas, 2005, p14) manusia memiliki 3 tingkatan motif, yaitu :

a. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu

standart istimewa (excellence), mencari prestasi dari tugas,

kesempatan atau kompetisi.

b. Motif afiliasi, mendrong orang untuk mewujudkan, memelihara dan

memperbaiki hubungan dengan orang lain.

c. Motif kekuasaan mendrong orang untuk mencari status dan situasi

dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.

6. Implikasi Organizational Citizenship Behavior

Beberapa penelitan dilakukan para ahli yang mencoba

menghubungkan antara organizational citizenship behavior (OCB) dengan

beberapa aspek dalam organisasi, Novliadi (2007) :

a. Keterkaitan OCB dengan kualitas pelayanan

Podsakoff et al. (1997) secara khusus meneliti tentang keterkaitan

OCB dengan kualitas pelayanan. Dalam penelitian tersebut ditemukan

bahwa organisasi yang tinggi tingkat OCB di kalangan karyawannya,

tergolong rendah dalam menerima komplain dari konsumen. Lebih

jauh, penelitian tersebut membuktikan keterkaitan yang erat antara

28
OCB dengan kepuasan konsumen semakin tinggi tingkat OCB di

kalangan karyawan sebuah organisasi, semakin tinggi tingkat

kepuasan konsumen pada organisasi tersebut.

b. Keterkaitan OCB dengan kinerja kelompok

Dalam penelitiannya, George dan Bettenhausen (1990), menemukan

adanya keterkaitan yang erat antara OCB dengan kinerja kelompok.

Adanya perilaku altruistic memungkinkan sebuah kelompok bekerja

secara kompak dan efektif untuk saling menutupi kelemahan masing-

masing. Senada dengan temuan George dan Bettenhausen adalah

temuan dari Podsakoff, et al. (1997), yang juga menemukan

keterkaitan erat antara OCB dengan kinerja kelompok. Keterkaitan

erat terutama terjadi antara OCB dengan tingginya hasil kerja

kelompok secara kuantitas, sementara kualitas hasil kerja tidak

ditemukan keterkaitan yang erat.

c. Keterkaitan OCB dengan turnover

Penelitian yang mencoba menghubungkan OCB dengan turnover

karyawan dilakukan oleh Chen, et al. (1998, dalam Jehad, dkk, 2011).

Mereka menemukan adanya hubungan terbalik antara OCB dengan

turnover. Dari penelitian tersebut bisa disimpulkan bahwa karyawan

yang memiliki OCB rendah memiliki kecenderungan untuk

meninggalkan organisasi (keluar) dibandingkan dengan karyawan

yang memiliki tingkat OCB tinggi.

2.1.2 Komitmen Organisasional


1. Definisi Komitmen Organisasional

29
Mathis dan Jackson (2006) menjelaskan bahwa komitmen

organisasional merupakan tingkat sampai dimana karyawan yakin dan

menerima tujuan organisasi serta berkeinginan untuk tinggal bersama

organisasi.

Menurut Luthans (2006) Komitmen organisasional paling sering

diartikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi

tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan

keyakinan tertentu, penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Sebagai suatu

sikap, Luthans (2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap

yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses

berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya

terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Robbins (2003) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai

suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi

tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan

dalam organisasi itu.

Komitmen organisasional mencerminkan bagaimana seorang

individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisai dan terikat dengan

tujuan-tujuannya. Para manajer disarankan untuk meningkatkan kepuasan

kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang lebih

tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat mempermudah

terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi (Kreitner dan Kinicki 2003).

Steers Richard (1985) mendefinisikan komitmen organisasional

sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam

30
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal

ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :

1) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan

organisasi.

2) Ketersediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama

organisasi.

3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Menurut pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

komitmen organisasional adalah keinginan kuat dari karyawan untuk

berusaha keras mengikuti keinginan organisasi, menerima nilai-nilai dan

tujuan-tujuan organisasi sehingga dapat mempertahankan keanggotannya

dalam organisasi.

2. Jenis-jenis Komitmen Organisasional

Komitmen menurut Miner (1980) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1) Komitmen Sikap (attidual commitment)

Komitmen sikap adalah derajat ketertarikan relatif dari individu

kepada organisasinya dan derajat keterlibatan dalam organisasi

tersebut. Komitmen sikap ini secara konsep dapat dicirikan dengan

tiga faktor, yaitu (1) kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap

nilai-nilai dan tujuan organisasi, (2) kesediaan untuk berusaha sebaik

mungkin demi keberhasilan organisasi, dan (3) keinginan yang kuat

untuk tetap menjadi anggota organisasi.

2) Komitmen Perilaku (Behavioral Commitment)

Dalam kategori perilaku, komitmen merupakan ketergantungan

pegawai terhadap aktifitas di masa lalu dalam peruhasaan yang tidak

31
dapat ditinggalkan karena alasan tertentu, seperti misalnya pegawai

akan kehilangan hal-hal yang telah diperolehnya selama ini dari

organisasi/perusahaan. Dengan demikian, tetap tinggal sebagai

anggota organisasi merupakan pertimbangan yang utama bagi

pegawai.

3. Model-Model Komitmen Karyawan Pada Organisasi

Berdasarkan pada dua pendekatan hubungan kerja tersebut, maka

disusun model-model komitmen pegawai pada organisasi yang semuanya

dikembangkan dengan tujuan untuk memprediksi faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi, model-model tersebut

diantaranya adalah:

1) Model Komitmen Steers

Menurut Steers (1985), komitmen dipengaruhi oleh tiga faktor utama,

yaitu (1) komitmen dipengaruhi oleh karakteristik pegawai, seperti :

masa kerja, tingkat pendidikan, dan kebutuhan untuk berprestasi, (2)

komitmen dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, seperti : identitas

tugas, kesempatan berinteraksi, dan umpan balik, (3) komitmen

dipengaruhi oleh pengalaman kerja, yang didalamnya meliputi sikap

terhadap organisasi, keterandalan organisasi, dan perasaan pentingnya

arti diri pegawai terhadap organisasi.

2) Model Komitmen Porter dan Steers

Dalam model komitmen ini, Porter dan Steers lebih menitikberatkan

kepada perlunya aspek memperlakukan pegawai sebagai manusia

seutuhnya dalam membentuk komitmen terhadap

organisasi/perusahaan. Model ini juga menekankan pada pentingnya

32
proses pembentukan komitmen itu sendiri, dimana komitmen dibentuk

oleh tiga faktor, yaitu : (1) faktor internal yang meliputi harapan untuk

sukses dan imbalan internal yang adil, seperti kesempatan untuk

berprestasi, kesempatan untuk mengembangkan diri, dan keleluasaan

untuk menjalankan tugas serta adanya penghargaan atas prestasi. (2)

faktor interaksi yang didalamnya meliputi partisipasi yang diartikan

sebagai diberikannya kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam

proses rasa ikut memiliki pegawai pada perusahaannya dan kompetisi.

(3) faktor eksternal yang meliputi kewenagan, pengaruh kelompok

kerja, imbalan dan insentif.

3) Model Imbalan Individu

Gibson (1997) menyatakan sasaran utama dalam model imbalan ini

adalah : (1) menarik orang yang berkualitas untuk bergabung dalam

organisasi, (2) mempertahankan pegawai untuk tetap bekerja dalam

organisasi/perusahaan, (3) memotivasi pegawai untuk mencapai

prestasi yang tinggi.

4) Model Tiga Komitmen Meyer dan Allen

Meyer dan Allen (1997 : 124) menyatakan bahwa komitmen dapat

muncul dalam bentuk yang berbeda-beda sehingga tiap-tiap individu

dapat merasakan komitmen yang berbeda terhadap organisasi,

pekerjaan, atasan dan atau terhadap kelompok kerjanya. Terdapat tiga

bentuk komitmen yang dimiliki oleh individu, yang ketiganya

mempunyai pengaruh yang berbeda bagi perilaku individu terhadap

organisasi dan pekerjaannya, yaitu :

33
1. Komitmen Afektif: komitmen afektif berkaitan dengan hubungan

emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan

organisasinya, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan

organisasinya. Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang

tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena

memang memiliki keinginan untuk itu.

2. Komitmen Berkelanjutan: komitmen berkelanjutan berkaitan

dengan kesadaran anggota organisasi bahwa jika meninggalkan

organisasi, maka ia akan mengalami kerugian. Anggota organisasi

dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan terus menjadi

anggota dalam organisasinya karena mereka memiliki kebutuhan

untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Komitmen

berkelanjutan dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan

atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika

meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini

dapat dibagi ke dalam dua variabel yaitu investasi dan alternatif,

selain itu proses pertimbangan juga dapat mempengaruhi individu.

Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha,

ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan

organisasi. Alternatif adalah kemungkinan untuk masuk

keorganisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat dimana individu

mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana

dampaknya bagi mereka sendiri.

3. Komitmen Normatif: komitmen ini mengarah kepada perasaan

karyawan yang mana mereka diwajibkan untuk tetap berada di

34
organisasinya disebabkan karena tekanan dari yang lain. Karyawan

yang mempunyai tingkat komitmen normatif yang tinggi akan

sangat memperhatikan apa yang dinyatakan orang lain mengenai

mereka apabila mereka meninggalkan organisasi tersebut. Mereka

tidak ingin mengecewakan atasan mereka dan khawatir apabila

rekana kerja mereka mempunyai pikiran buruk terhadap mereka

karena pengunduran diri tersebut.

5) Menurut Kanter (1986) dalam Sopiah (2008 : 158) mengemukakan

adanya tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu :

1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu

komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam

melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang

yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen

anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial

dengan anggota lain dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan

percaya bahwa norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen

anggota pada organisasi yang memberikan perilaku kearah yang

diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan

mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang

diinginkannya.

4. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Komitmen Organisasional

35
Edison (2016) menyatakan Komitmen karyawan terhadap

organisasi sangat bergantung pada sejauh mana kebutuhan dan tujuan

terpenuhi. Faktor-faktor yang memengaruhi komitmen tersebut meliputi :

1) Faktor logis : Pegawai/karyawan akan bertahan dalam organisasi

karena melihat adanya pertimbangan logis, misalnya memiliki jabatan

strategis dan berpenghasilan cukup atau karena faktor kesulitan untuk

mencari pekerjaan lain yang lebih baik.

2) Faktor lingkungan : Pegawai/karyawan memiliki komitmen terhadap

organisasi karena lingkungan yang menyenangkan, merasa dihargai,

memiliki peluang untuk berinovasi, dan dilibatkan dalam pencapaian

tujuan organisasi.

3) Faktor harapan : Pegawai/karyawan memiliki kesempatan yang luas

untuk berkarier dan kesempatan untuk meraih posisi yang lebih tinggi,

melalui sistem yang terbuka dan transparan.

4) Faktor ikatan emosional : Pegawai/karyawan merasa ada ikatan

emosional yang tinggi. Misalnya merasakan suasana kekeluargaan

dalam organisasi, atau organisasi telah memberikan jasa yang luar

biasa atas kehidupannya, atau dapat juga karena memiliki hubungan

kerabat/keluarga.

36
2.1.3 Moral Karyawan

1. Definisi Moral Karyawan

Kata moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berarti etika

atau tata susila (ethics), sikap (attitude) atau perilaku (behavior). Moral

memuat ajaran atau ketentuan baik dan buruknya suatu tindakan yang

dilakukan dengan sengaja. Dikaitkan dengan pekerjaan, Wesbrook

(1980) menyatakan bahwa jika moral diukur sehubungan dengan

kepuasan terhadap lingkungan pekerjaan seseorang, secara signifikan

dihubungkan dengan kemampuan dan disiplin khusunya bagi mereka

dengan moral yang secara ekstrim tinggi atau rendah.

Luthans (2000) menyatakan masalah moral disebabkan oleh efek dari

moral yang rendah yang biasanya melibatkan karyawan dan konsumen,

pelayanan yang buruk kepada konsumen disebabkan karena moral

karyawan yang rendah dan apabila seorang karyawan memiliki moral kerja

yang rendah akan berakibat jangka panjang dan jauh lebih merusak

organisasi daripada hilangnya produktivitas temporal.

Sebagaimana konsep lainnya, definisi moral karyawan menurut Davis

(1989) adalah Sikap perorangan dan kelompok terhadap lingkungan

kerjanya dan sikap untuk bekerja sebaik-baiknya dengan mengerahkan

kemampuan yang dimiliki secara sukarela. Dalam hal ini lebih

menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaikbaiknya

daripada sekedar kesenangan saja.

Selanjutnya moral karyawan menurut Harris (1984) adalah Persepsi

karyawan terhadap keadaan yang ada. Dengan kata lain kesejahteraan,

37
tingkat kepuasan karyawan dengan kondisi organisasi dan keadaan

sekitarnya. Moral dikatakan tinggi apabila kondisi dan keadaan sekitarnya

nampak menyenangkan dan dikatakan rendah apabila kondisi tidak

menyenangkan.

Drafke dan Kossen (1998) mengatakan bahwa moral kerja mengacu

pada sikap-sikap karyawan baik terhadap organisasi-organisasi yang

mempekerjakan mereka, maupun terhadap faktor-faktor pekerjaan yang

khas, seperti supervisi, sesama karyawan, dan rangsangan-rangsangan

keuangan

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan, jelas terlihat bahwa

moral kerja adalah suatu predisposisi yang mempengaruhi kemauan,

perasaan dan pikiran sesorang untuk bekerja dan berupaya mencapai

tujuan yang telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya. Kemauan untuk

bekerja sangat ditentukan oleh persepsi karyawan terhadap keadaan yang

dihadapi, dengan kata lain kesejahteraan, tingkat kepuasan karyawan

dengan kondisi organisasi dan keadaan sekitarnya. Moral dikatakan tinggi

apabila kondisi dan keadaan sekitarnya nampak menyenangkan dan

dikatakan rendah apabila kondisi tidak menyenangkan. Moral kerja disini

dapat dilihat dalam kaitannya dengan moral individual dan moral

kelompok.

38
2. Faktor-Faktor Moral Kerja Karyawan

Moral kerja seseorang tidak berada pada sebuah ruang yang kosong,

ibarat munculnya rasa haus karena di dalam tubuh kekurangan zat cair.

Akan tetapi rasa haus itu akan semakin cepat datang manakala seseorang

bekerja keras dan mengeluarkan banyak keringat. Moral kerja pun

demikian adanya.

Menurut Danim (2004) faktor yang mempengaruhi moral kerja

karyawan. Diantaranya adalah :

1. Kesadaran akan tujuan organisasi. Manusia yang sadar akan tujuan

organisasinya biasanya memiliki tanggung jawab dan terdorong

mencapai target kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

2. Hubungan antar manusia dalam organisasi berjalan harmonis.

Keharmonisan itu melahirkan susana atau iklim interaktif yang

menyenangkan. Dengan adanya suasana yg menyenangkan itu gairah

kerja seseorang secara otomatis akan terangsang.

3. Kepemimpinan yang menyenangkan. Gaya kepemimpinan yang

demokratis, jujur dan adil akan membangkitkan moral kerja karyawan

karena mereka merasakan adanya pengakuan dan penghargaan.

Kesamaan bahasa, Berbahasalah dengan bahasa orang ! Demikian

pernyataan ahli komunikasi. Petunjuk dan perintah kerja harus dapat

disampaikan dalam bahasa-bahasa yang mudah dimengerti.

4. Tingkatan organisasi. Makin tinggi posisi manusia organisasional,

pekerjaan yang dilakukannya akan semakin konseptual. sebaliknya,

semakin rendah posisi manusia dalan organisasional, pekerjaan yang

39
dilakukannya makin tehnis. Dengan demikian, faktor-faktor yang

mempengaruhi moral kerjanya akan berbeda pula.

5. Upah dan gaji. Secara umum, semakin tinggi upah dan gaji, makin

tinggi pula moral kerja karyawan. Hal ini tidaklah mutlak karena pada

unit kerja yang menawarkan upah dan gaji tinggi biasanya tuntutan

kerjapun akan tinggi sehingga tak semua orang mampu melakukannya.

6. Kesempatan untuk meningkat atau promosi. Manuasia organisasional

akan terdorong moral kerjanya manakala ada keyakinan bahwa dengan

tampilan semacam itu akan terbuka akses baginya untuk meningkatkan

karier atau promosi

7. Pembagian tugas dan tanggung jawab. Kejelasan akan tugas dan

tanggung jawab utama membuat manusia organisasional dapat bekerja

dalam Susana kepastian. Jika terjadi sebaliknya maka akan muncul

keraguan. Karyawan yang bekerja dalam kebingungan kerja akan lebih

banyak berfikir tidak produktif daripada bertindak secara riil.

8. Kemampuan individu. Karyawan yang berbeda potensi, minat,

intelegensi, kekuatan fisik, dsb, daya tanggapnya akan berbeda pula.

Orang yang mempunyai "daya tanggap" tinggi, dengan signal sedikit

saja moral kerjanya akan meningkat secara instan.

9. Perasaan diterima dalam kelompok. Rasa diterima oleh anggota

kelompok merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat bekerja

dengan deraja moral kerja tertentu.

10. Dinamika lingkungan. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan non-fisik akan menentukan apakan seseorang

40
terdorong untuk tampil dengan moral kerja yang tinggi ataukah

sebaliknya.

11. Kepribadian. Manusia dengan kepribadian terbuka, umumnya moral

kerjanya mudah untuk dirangsang, sebaliknya manusia yang cenderung

tertutup amat sulit untuk menerima rangsangan dan isyarat perubahan.

Kesebelas faktor tersebut bisa positif dan bisa negatif tergantung

pada kondisi masaing-masing dan adalah hal yang sangat susah untuk

mengukur moral kerja karyawan disebabkan karena moral kerja sifatnya

abstrak. Disamping melihat indikator Peningkatan kinerja, moral kerja

dapat dilihat melalui perilaku nyata yang ditampilkan oleh karyawan.

3. Tanda-Tanda Turunnya Moral Kerja Karyawan

Apabila naiknya moral kerja dan kegairahan karyawan banyak

memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan maka jika terjadi

penurunan Moral kerja tentu akan mendatangkan kerugian bagi

perusahaan. sebelum moral dan gairah kerja benar-benar mengalami

penurunan, perusahaan perlu mengetahui tanda-tanda atau indikasi

penurunan moral kerja. Dengan diketahuinya indikasi tersebut berarti

perusahaan mempunyai peluang untuk menghindari kerugian yang timbul

dikemudian hari. Indikasi yang dikemukakan Danim (2010) dibawah ini

merupakan hal yang mutlak adanya penurunan akan tetapi indikasi ini

merupakan kecendrungan secara umum, indikasi-indikasi tersebut adalah:

1. Turunnya produktivitas kerja: produktivitas kerja yang turun ini dapat

terjadi karena kemalasan, penundaan pekerjaan dan sebagainya.

2. Labour turnover yang tinggi: perlu diketahui apabila banyaknya

karyawan yang keluar dari perusahaan ini menunjukkan banyak

41
karyawan yang tidak betah. Apabila dalam perusahaan tersebut sering

terjadi keluar dari perusahaan dan perekrutan karyawan baru maka

sesungguhnya sangat merugikan perusahaan. Karyawan yang keluar

biasanya sudah memiliki ketrampilan sedangkan perusahaan merekrut

karyawan baru maka diperlukan penyesuaian dan pelatihan.

3. Tingkat kerusakan yang tinggi: indikasi lain yang menyebabkan

turunnya moral kerja ialah apabila ternyata tingkat kerusakan terhadap

bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi maupun terhadap

peralatan meningkat. Naiknya tingkat kerusakan tersebut

menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang sehingga

terjadi kecerobohan dalam pekerjaan berkurang.

4. Kegelisahan dimana-mana: kegelisahan akan terjadi dimana-mana

apabila moral kerja sedang menurun. Kegelisahan itu dapat berwujud

ketidaktenangan dalam bekerja, dan adanya keluh kesah karyawan.

Pemimpin perusahaan harus mengetahui sedini mungkin masalah ini

sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi agar tidak terjadi akibat

yang lebih parah.

5. Tuntutan yang seringkali terjadi: tuntutan ini merupakan perwujudan

dari ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan

keberanian untuk mengajukan tuntutan.

6. Pemogokan: pemogokan merupakan indikasi yang kuat untuk

menunjukkan adanya penurunan moral kerja. Pemogokan ini

merupakan wujud ketidakpuasan dan kegelisahan. Pemimpin

perusahaan harus cepat mengambil tindakan pemogokan bisa

menimbulkan akibat yang parah yaitu kelumpuhan perusahaan.

42
4. Proses Terbentuknya Moral Kerja Kayawan

Berbicara tentang moral kerja dalam organisasi akan dikaitkan

dengan interaksi karyawan dengan keseluruhan lingkungan pekerjaannya.

Secara teoritis, terbentuknya moral kerja berawal dari adanya persepsi

pegawai terhadap situasi di dalam organisasi secara keseluruhan. Gibson

dan Donnely (1998), menyebut situasi perilaku individu dalam organisasi

ini sebagai stimulus. Proses persepsi sendiri, merupakan proses

pengamatan, pengorganisasian, penafsiran, dan pengevaluasian objek atau

situasi tertentu secara selektif, dan hasil dari proses persepsi, belajar, dan

pengalaman kerja di lingkungan organisasi tersebut akan menjadi bagian

dari mekanisme penyesuaian secara terus-menerus antara kepercayaan

(beliefs) dan perasaan (feelings) yang membentuk atau mengubah sikap

individu yang mempunyai pengaruh tertentu kepada persepsi dan

tanggapan individu terhadap orang, obyek dan situasi yang berhubungan

dengannya. Dalam hal ini antara persepsi dan sikap akan selalu terjadi

saling berpengaruh secara timbal balik. Selanjutnya berkaitan dengan

sikap, Gibson (1998) selanjutnya menggunakan teori Rosenberg tentang

sikap bahwa sikap terdiri dari komponen-komponen: kognisi, afeksi, dan

perilaku. Komponen kognisi bertautan dengan proses berpikir dengan

tekanan khusus pada rasionalitas dan logika. Komponen afeksi merupakan

komponen emosional atau perasaan (feeling). Sedangkan komponen

perilaku berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak

menghadapi sesuatu dengan cara tertentu.

Apabila sikap individu telah dipengaruhi oleh gairah dan kemauan

(Davis, 1989), maka pada saat itu moral kerja mulai terbentuk. Adapun

43
intensitas gairah dan kemauan tersebut akan berbeda pada masing-masing

individu atau kelompok, dan hal itu pulalah yang membedakan ciri-ciri

moral kerja yang rendah dan yang tinggi.

Setelah terbentuknya moral setiap karyawan, pemeliharaan moral

karyawan harus dianggap sebagai tanggung jawab manajemen yang

permanen, karena sekali moral kerja merosot, maka dibutuhkan waktu

lama untuk memperbaikinya kembali. Moral kerja dan gairah kerja ini bisa

ditingkatkan dengan perangsang yang berbentuk uang dan bukan uang

serta kombinasi keduanya. Cara atau kombinasi cara mana yang paling

tepat bergantung pada situasi dan kondisi perusahaan tersebut dan tujuan

yang ingin dicapai Sudarwan Danim, 2010.

Beberapa upaya untuk meningakatkan moral kerja karyawan tersebut adalah:

1. Gaji yang cukup: dengan adanya gaji yang cukup karyawan dihrapkan dapat

bekerja dengan tenang dan diikuti semangat yang tinggi. Hal tersebut sangat

beralasan karena gaji yang cukup kebutuhan mereka dapat terpenuhi.

2. Memperhatikan kebutuhan rohani: pemenuhan kepada kebutuhan rohani

juga bukan merupakan masalah yang sepele karena masalah ini berkaitan

langsung dengan karyawan. Rasa tenteram, dihargai, diperhatikan

merupakan contoh kebutuhan ini.

3. Sekali-kali perlu suasana santai: suasana santai sangat diperlu kan untuk

menghindari rasa tegang dan bosan bagi karyawan. Rasa tegang dan bosan

bagaimana akan mempengaruhi pekerjaan dan hasilnya. Oleh karena itu

karyawan perlu sekali-kali diberi kesempatan misalnya piknik secara

bersama-sama.

44
4. Harga diri yang perlu mendapatkan perhatian: gaji yang cukup ternyata

bukan jaminan untuk menumbuhkan moral kerja karyawan. Bisa jadi

seorang yang gajinya cukup pindah ke perusahaan lain yang tingkat gajinya

lebih rendah. Ini disebabkan adanya perhatian harga diri yang rendah.

Misalnya atasan memarahi karyawan didepan karyawan lain, ini akan

menyebabkan rasa malu dan jengkel dan akibat mental yang lain.

5. Beri kesempatan untuk maju: kesempatan untuk maju perlu dibuka selebar-

lebarnya agar tercipta persaingan yang sehat. Karyawan yang berprestasi

harus mendapatkan penghargaan.

6. Perasaan aman menghadapi masa depan: setiap karyawan pasti tidak hanya

memikirkan hidup untuk saat ini tapi memikirkan waktu yang akan datang.

Bagaimana mungkin disaat yang akan datang jika dikaitkan dengan tempat

kerjanya merupakan masalah yang penting. Misalnya adakah jaminan

pensiun, uang pesangon dan sebagainya.

7. Usahakan agar karyawan mempunyai loyalitas: loyalitas ini dapat dibangun

dengan cara mengusahakan agar karyawan merasakan senasib dengan

perushaan. Jika perusahaan banyak mendapatkan keuntungan(laba)

sebaiknya karyawan diberikan tanda terima kasih misalnya bonus sehingga

pada saat perushaan sedang mengalami kesulitan karyawanpun merasa ikut

bertanggung jawab karena merasa memiliki.

8. Sekali-sekali karyawan perli di ajak berunding: tindakan ajakan ini

sebenarnya adalah menyeret emosi karyawan sehingga mereka terbawa pada

perasaan bertanggung jawab dan ikut memiliki perusahaan. Jika mereka

merasa bertanggung jawab atas perusahaan tentunya dalam bekerja akan

lebih baik.

45
9. Pemberian insentif yang terarah: pemberian insentif merupakan daya

perangsang yang kuat untuk meningkatkan semangat dan gairah kerja. Akan

tetapi tindakan ini perlu dijaga supaya dalam melaksanakan pekerjaannya

karyawan tidak sematamata mengejar insentif sehingga mengabaikan mutu

pekerjaan.

10. Fasilitas yang menyenangkan: dengan adanya fasilitas diharapkan akan

memudahkan dalam bekerja sehingga semangat dan gairah kerjanya dapat

ditingkatkan. Contoh fasilitas ini amat banyak, misalnya tersedianya kantin,

balai pengobatan, pendidikan untuk anak karyawan, kamar kecil dan

sebagainya.

2.1.4 Koperasi Simpan Pinjam

1. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi ini sering kali juga disejajarkan dengan nama koperasi

kredit, koperasi ini menyelenggarakan layanan tabungan dan sekaligus

memberikan kredit bagi anggotanya. Layanan-layanan ini menempatkan

koperasi sebagai pelayan anggota memenuhi kebutuhan pelayanan keuangan

bagi anggota menjadi lebih baik dan lebih maju. Dalam koperasi anggotanya

memiliki kedudukan identitas ganda sebagai pemilik (owner) dan nasabah

(customers). Dalam kedudukan sebagai nasabah anggota melaksanakan

kegiatan menabung dan meminjam dalam bentuk kredit kepada koperasi.

Pelayanan koperasi kepada anggota yang menabung dalam bentuk simpanan

wajib, simpanan sukarela, dan deposito, merupakan sumber modal bagi

koperasi.

Penghimpunan dana dari anggota menjadi modal yang selanjutnya

oleh koperasi disalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada anggota

46
dan calon anggota. Dengan cara pinjam (KSP) dan atau Unit Usaha Simpan

Pinjam (USP) Koperasi. Dengan cara itulah koperasi melaksanakan fungsi

intermediasi dana milik anggota untuk disalurkan dalam bentuk kredit

kepada anggota yang membutuhkan. Penyelenggaraan kegiatan simpan

pinjam oleh koperasi dilaksanakan dalam bentuk/wadah koperasi simpan

pinjam.

Pengertian dari koperasi simpan pinjam menurut Kasmir (2007) dalam

bukunya ”Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” menyatakan bahwa

“Koperasi adalah badan usaha yang dapat dikategorikan sebagai lembaga

pembiayaan”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, kegiatan usaha simpan pinjam

adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkan

kembali dana tersebut melalui usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota

koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,

koperasi yang bersangkutan, koperasi lain atau anggotanya. Landasan ideal

koperasi Indonesia adalah Pancasila. Pancasila akan menjadi pedoman yang

mengarahkan semua tindakan koperasi dan organisasi-organisasi lainnya

dalam mengemban fungsinya masing-masing di tengah-tengah masyarakat .

2. Sumber Modal Koperasi Simpan Pinjam

Sumber permodalan koperasi simpan pinjam berasal dari dua sumber,

yaitu dari modal sendiri dan dari modal pinjaman. Modal pinjaman adalah

modal yang dihimpun dari para anggota, koperasi lain, dan lembaga

keuangan lain seperti Bank. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari

para anggota koperasi, yaitu berupa simpanan wajib, simpanan pokok,

47
simpanan sukarela, dan hibah. Secara ringkas, berikut adalah beberapa

sumber modal koperasi:

a) Simpanan Pokok, yaitu simpanan wajib sejumlah uang yang harus

dibayar oleh para anggota saat pertamakali bergabung menjadi anggota

koperasi dan tidak dapat diambil kembali selama menjadi anggota.

Besar simpanan pokok masing-masing anggota nilainya sama.

b) Simpanan Wajib, yaitu simpanan wajib sejumlah uang yang harus

diserahkan para anggota koperasi setiap periode waktu tertentu dan

dengan nominal tertentu.

c) Simpanan bebas/ sukarela, yaitu simpanan yang diberikan para anggota

koperasi secara sukarela dan bisa diambil kembali kapan saja.

d) Hibah/ Donasi, yaitu uang atau barang modal yang memiliki nilai yang

diterima dari pihak pemberi dan sifatnya tidak mengikat.

Modal yang sudah dikumpulkan tersebut kemudian disalurkan atau

dipinjamkan kembali kepada anggota. Dengan dana pinjaman itu para

anggota dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Misalnya,

seorang petani dapat membeli pupuk, benih unggul, cangkul, dan alat-alat

pertanian lainnya untuk meningkatkan produksi pertanian. Seorang

pedagang akan dapat meningkatkan dan mengembangkan usahanya,

sehingga memperoleh tambahan keuntungan. Selain itu, anggota dapat

menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

3. Tujuan Koperasi Simpan Pinjam

Tujuan koperasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para

anggotanya. Dengan kata lain, tujuan utama koperasi bukanlah untuk

memperoleh laba tapi manfaatnya bagi para anggota. Namun, tentu saja

48
setiap lembaga keuangan harus diupayakan agar bisa memperoleh laba.

Atau setidaknya tidak menderita kerugian.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 tujuan

koperasi Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan

perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,

adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

4. Peran dan Fungsi Simpanan

a) Uang simpanan dan tabungan akan lebih aman, terjamin, dan produktif.

b) Pengumpulan uang simpanan dan tabungan akan meningkat jumlahnya

dan menjadi investasi pada masa hari tua.

c) Simpanan dan tabungan itu akan diterima kembali secara keseluruhan

apabila pada suatu saat berhenti sebagai anggota Koperasi Simpan

Pinjam.

d) Mendorong agar timbul hasrat untuk menyimpan atau menabung pada

koperasi.

e) Pengumpulan dana simpanan dan tabungan menjadi investasi untuk

membantu usaha para anggota melalui penyaluran dana kredit.

5. Peran dan Fungsi Pinjaman

a) Melalui penyaluran dana kredit itu akan dapat meningkatkan

pendapatan para anggota dan sekaligus mengentaskan kemiskinan.

b) Pelayanan pemberian kredit sangat cepat dan mudah tanpa agunan atau

jaminan kredit.

c) Pemberian kredit dengan bunga sangat rendah.

49
d) Pada akhir tahun buku jasa bunga kredit itu dibagikan kepada para

anggota setelah dikurangi biaya operasional, dana cadang dan dana

pengembangan kredit, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga.

6. Prinsip Koperasi Simpan Pinjam

Beberapa prinsip dasar koperasi simpan pinjam adalah:

a) Keanggotaan sifatnya terbuka dan sukarela.

b) Koperasi ini dikelola secara mandiri dan demokratis.

c) Kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota.

d) Laba koperasi dari Sisa Hasil Usaha (SHU) diberikan kepada anggota

secara adil sesuai kesepakatan.

2.2 Kajian Empirik

Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini antara lain :

1. Diatmika dan Suwandana (2016) dengan penelitiannya tentang Pengaruh

Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja terhadap OCB di Alam Puri Villa

Art Museum Resort and Spa Penatih Denpasar. Variabel X 1 komitmen

organisasi, X2 motivasi kerja dan variabel Y OCB. Metode analisis yang

digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitiannya adalah

komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.

Persamaan penelitiannya yaitu sama-sama menggunakan variabel OCB

sebagai variabel dependennya. Perbedaan penelitian terletak pada objek

penelitian, permasalahan penelitian, indikator penelitian, populasi dan sampel

serta hasil analisisnya.

2. Sucahya dan Suana (2016) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Moral

Karyawan dan Komitmen Organisasional terhadap Organizational

50
Citizenship Behavior Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu

Dan Penanaman Modal (BPPTSP & PM) Kota Denpasar. Variabel X 1

moral karyawan, X2 komitmen organisasional dan variabel Y Organizational

Citizenship Behavior (OCB). Metode analisis yang digunakan adalah analisis

regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS for windows. Hasil

penelitian (1) variabel moral karyawan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap OCB. (2) komitmen organisasional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap OCB. Persamaan penelitiannya adalah sama-sama

menggunakan variabel moral karyawan (X1) dan komitmen organisasional

(X2). Perbedaan penelitian terletak pada objek penelitian, permasalahan

penelitian, indikator penelitian, populasi dan sampel serta hasil analisisnya.

51
52
Tabel 2.1 Ringkasan Kajian Empirik
No Penelitian/Judul (Tahun) Variabel Metodologi Sampel Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian Dan Analisis Penelitian Penelitian
1 Diatmika dan Suwandana (2016) 1) Variabel X1: Metode analisis 1. Komitmen organisasi Menggunakan Objek penelitian,
Pengaruh Komitmen Organisasi Komitmen yang digunakan berpengaruh positif dan variabel OCB permasalahan
dan Motivasi Kerja terhadap Organisasi adalah analisis signifikan terhadap sebagai variabel penelitian,
Organizational Citizenship 2) Variabel X2: regresi linier OCB dependennya indikator
Behavior di Alam Puri Villa Art Motivasi Kerja berganda. penelitian,
Museum Resort and Spa Penatih 3) Variabel Y: populasi dan
Denpasar Organizational sampel serta hasil
Citizenship analisisnya.
Behavior .

2 Sucahya dan Suana (2016) 1) Variabel X1: Metode analisis yang 1. Moral karyawan Menggunakan Objek penelitian,
Pengaruh Moral Karyawan dan Moral digunakan adalah berpengaruh positif dan variabel moral permasalahan
Komitmen Organisasional Karyawan analisis regresi linear signifikan terhadap karyawan (X1) penelitian,
terhadap Organizational 2) Variabel X2: berganda dengan OCB dan komitmen indikator
Citizenship Behavior Pada Badan Komitmen bantuan program 2. Komitmen organisasional penelitian,
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Organisasional SPSS for windows. organisasional (X2) populasi dan
Pintu Dan Penanaman Modal 3) Variabel Y: berpengaruh positif dan sampel serta hasil
Kota Denpasar OCB signifikan terhadap analisisnya.
OCB.

53
2.3 Kerangka Berpikir

Pada dunia bisnis yang berkembang dengan cepat seiring dengan adanya

kemajuan teknologi yang semakin canggih, perusahaan dituntut untuk dapat

melakukan perubahan dari segi eksternal maupun internalnya agar dapat

menyesuaikan diri dengan para pesaingnya. Perilaku-perilaku yang senantiasa

ditonjolkan di dalam perusahaan saat ini tidak hanya perilaku yang sesuai

peranannya saja (in-role) akan tetapi diharapkan dapat memunculkan perilaku

lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang

melebihi harapan (extra-role) yang dalam teori disebut dengan OCB.

Organizational Citizenship Behavior dapat terjadi apabila moral karyawan dalam

perusahaan baik dan juga adanya komitmen karyawan terhadap organisasi

tersebut.

Organizational Citizenship Behavior adalah sikap individu yang dengan

sukarela membantu melaksanakan tugas yang bukan merupakan syarat formal

seperti membantu rekan sekerja dalam menyelesaikan tugas dan menjadi

volunteer untuk tugas-tugas ekstra namun perilaku terebut membantu organisasi

dalam meningkatkan fungsi efektif organisasi. Pada penelitian ini penulis

mengkaji pendapat menurut Griffin dan Moorhead (2014), OCB dibangun dari

lima dimensi yang masing- masingnya bersifat unik, yaitu: Altruism atau

ketidakegoisan yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela dalam

perannya sebagai seorang karyawan yang lebih mementingkan kepentingan orang

lain daripada kepentingan diri sendiri, Civic virtue atau moral kemasyarakatan

yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela dalam peranannya

54
sebagai karyawan untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengatasi

masalah-masalah organisasi demi kelangsungan organisasi., Conscientiousness

atau sikap berhati-hati yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu secara sukarela

dalam peranannya sebagai karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dengan

berbagai cara, bahkan ketika harus membutuhkan kreativitas dan inovasi demi

peningkatan organisasi, Courtesy atau kesopanan yaitu perilaku yang dilakukan

oleh individu secara sukarela dalam peranannya sebagai karyawan untuk

mencegah terjadinya permasalahan dalam organisasi baik karena adanya

provokasi dari luar organisasi maupun dari individu didalam organisasi,

Sportsmanship atau sikap sportif , yaitu perilaku yang dilakukan oleh individu

secara sukarela dalam peranannya sebagai karyawan berupa toleransi untuk

bertahan dalam suatu kondisi yang kurang nyaman atau tidak menyenangkan

tanpa mengeluh sedikitpun.

Moral kerja berawal dari adanya persepsi karyawan terhadap situasi

didalam perusahaan secara keseluruhan, apabila karyawan merasa nyaman berada

didalam sebuah perusahaan maka kualitas seorang karyawan akan membaik,

begitupun sebaliknya. Pada penelitian ini penulis mengkaji pendapat Benge

(1976) yang menyatakan faktor yang menentukan moral kerja yaitu: Sikap

Terhadap Pekerjaan merupakan sikap pekerja secara umum terhadap aspek-aspek

yang meliputi jenis pekerjaan, kemampuan untuk melakukan pekerjaan, suasana

lingkungan kerja, hubungan dengan rekan sekerja, serta sikap terhadap imbalan

yang diterima, Sikap Terhadap Atasan dapat dipengaruhi oleh bagaimana

perlakuan atasan terhadap karyawan, cara menangani keluhan pekerja, cara

55
penyampaian informasi, perancangan tugas, tindakan, pendisiplinan pekerja, dan

bagaimana pandangan pekerja terhadap kemampuan atasannya dalam

melaksanakan tugas dan Sikap Terhadap Perusahaan atau organisasi dipengaruhi

oleh kebijakan yang berlaku, pemenuhan kebutuhan pekerja, perbandingan

dengan perusahaan lain, citra perusahaan, semangat kelompok dengan pihak

atasan.

Komitmen organisasional merupakan keinginan kuat dari karyawan

untuk berusaha keras mengikuti keinginan organisasi, menerima nilai-nilai dan

tujuan-tujuan organisasi sehingga dapat mempertahankan keanggotannya dalam

organisasi. Pada penelitian ini penulis mengkaji pendapat Meyer dan Allen (1997)

menyatakan bahwa komitmen dapat muncul dalam bentuk yang berbeda-beda

sehingga tiap-tiap individu dapat merasakan komitmen yang berbeda terhadap

organisasi, pekerjaan, atasan dan atau terhadap kelompok kerjanya. Terdapat tiga

bentuk komitmen yang dimiliki oleh individu, yang ketiganya mempunyai

pengaruh yang berbeda bagi perilaku individu terhadap organisasi dan

pekerjaannya, yaitu: komitmen afektif meliputi hubungan emosional anggota

terhadap organisasinya, proses identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan

anggota dalam kegiatan organisasi. Semakin tinggi affective commitment seorang

karyawan, akan semakin besar pula niat karyawan untuk tetap bertahan menjadi

anggota organisasi, komitmen berkelanjutan berkaitan dengan kesadaran diri

anggota organisasi tentang kerugian yang akan dialami apabila meninggalkan

organisasi. Semakin tinggi continuance commitment seorang karyawan, maka

akan semakin besar pula rasa kebutuhan mereka akan organisasi. dan komitmen

56
normative menggambarkan tentang bagaimana perasaan keterikatan untuk terus

berada dalam organisasi. Tingginya normative commitment akan menunjukkan

sebarapa besar rasa keterikatan karyawan terhadap organisasinya.

Menurut kajian teoritis dan kajian empirik yang telah diuraiakan, maka

model kerangka berpikir adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Moral H1
Karyawan
X1
H3
Organizational
Citizenship
Behavior
Y
Komitmen H2
Organisasional
Keterangan : X2 Hubungan/Pengaruh Parsial
Hubungan/Pengaruh Simultan

2.4 Hipotesis

Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1. Diduga Moral Karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Organizational Citizenship Behavior karyawan KSP CU Serviam Kupang.

H2. Diduga Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Organizational Citizenship Behavior karyawan KSP CU Serviam

Kupang.

H3. Diduga Moral Karyawan dan Komitmen Organisasional secara simultan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior

karyawan KSP CU Serviam Kupang.

57
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe dan Objek Penelitian

3.1.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif atau hubungan yang

merupakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel atau lebih. Dengan penelitian ini akan dapat dibangun suatu teori

yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol

suatu gejala. Bentuk hubungan antara variabel yang digunakan yaitu,

hubungan kausal/sebab-akibat dimana variabel X mempengaruhi variabel Y.

Dalam penelitian ini bagaimana variabel moral karyawan dan komitmen

organisasional diduga berpengaruh terhadap variabel OCB karyawan KSP

CU Serviam Kupang.

3.1.2 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KSP CU Serviam Kupang yang

beralamat di Jl. Adi Sucipto No.25 Penfui-Kupang. Pemilihan tempat

penelitian didasarkan pada: (1) Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

moral karyawan dan komitmen organisasional dapat mempengaruhi

Organizational Citizenship Behavior pada KSP CU Serviam Kupang, (2)

Pihak KSP CU Serviam Kupang bersedia memberikan data/informasi yang

diperlukan untuk kepentingan penelitian ini, (3) Lokasi yang mudah

dijangkau sehingga dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga.

58
3.2 Variabel Penelitian, Skala Pengukuran dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Penelitian

1. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,

2013:59). Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai variabel

independen yaitu Moral Karyawan (X1) dan Komitmen Organisasional

(X2)

2. Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2013:59). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah Organizational

Citizenship Behavior (Y)

3.2.2. Skala Pengukuran

Pada penelitian ini penentuan skor untuk item-item pertanyaan terhadap

masalah yang diteliti menggunakan skala likert. Skala likert menurut Sugiyono

(2010:93) adalah sebagai berikut : “Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial.” Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus

menggambarkan, mendukung pernyataan.

Untuk digunakan jawaban yang dipilih. Dengan skala Likert, maka variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator

tersebut dijadikan sebagai titik tolak ukur menyusun item-item instrumen yang

dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Pada penelitian ini digunakan 5 (Lima)

alternatif penilaian dan dapat diberi skor sebagai berikut:

59
1. Sangat setuju (SS) diberi skor =5
2. Setuju (S) diberi skor =4
3. Netral (N) diberi skor =3
4. Tidak setuju (TS) diberi skor =2
5. Sangat tidak setuju (STS) diberi skor =1
3.2.3 Definisi Operasional

1. Moral Karyawan merupakan sikap karyawan KSP CU Serviam Kupang

berupa kemauan, perasaan dan pikiran untuk bekerja dan berupaya

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan sebaik-baiknya, sikap

karyawan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada didalam

organisasi tersebut.

Indikator:

1) Sikap Terhadap Pekerjaan merupakan sikap karyawan KSP CU

Serviam Kupang secara umum terhadap aspek-aspek yang meliputi

jenis pekerjaan, kemampuan untuk melakukan pekerjaan, suasana

lingkungan kerja, hubungan dengan rekan sekerja, serta sikap terhadap

imbalan yang diterima.

2) Sikap Terhadap Atasan dapat dipengaruhi oleh bagaimana perlakuan

atasan terhadap karyawan KSP CU Serviam Kupang, cara menangani

keluhan pekerja, cara penyampaian informasi, perancangan tugas,

tindakan, pendisiplinan pekerja, dan bagaimana pandangan pekerja

terhadap kemampuan atasannya dalam melaksanakan tugas.

3) Sikap Terhadap Perusahaan merupakan sikap karyawan KSP CU

Serviam Kupang terhadap perusahaan atau organisasi dipengaruhi

oleh kebijakan yang berlaku, pemenuhan kebutuhan pekerja,

60
perbandingan dengan perusahaan lain, citra perusahaan, semangat

kelompok dengan pihak atasan.

2. Komitmen Organisasional; Komitmen organisasional merupakan loyalitas

karyawan, harapan, niat, serta perilaku karyawan KSP CU Serviam

Kupang yang mencerminkan ikut memiliki, memelihara keanggotaan dan

bertanggungjawab terhadap pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama

dalam organisasi.

Indikator:

1) Komitmen afektif adalah keinginan dari karyawan PT KSP CU

Serviam Kupang untuk terikat dengan perusahaan, dan merasa bahwa

masalah perusahaan tersebut merupakan masalah sendiri, merasa

bahwa memiliki arti penting, bagi mereka perasaan bangga terhadap

perusahaan dan keinginan berperan aktif dalam kegiatan perusahaan.

2) Komitmen berkelanjutan, adalah sikap karyawan KSP CU Serviam

Kupang yang didasarkan perasaan akan mengalami kerugian, perasaan

akan menyulitkan diri sendiri jika meninggalkan perusaahaan merasa

bahwa dengan tetap bekerja pada perusahaan akan membantu

memenuhi kebutuhan dari perusahaan, bahwa kemungkinan kecil akan

diterima di perusahaan lain.

3) Komitmen normatif, adalah sikap karyawan KSP CU Serviam Kupang

yang didasarkan perasaan hutang budi pada perusahaan, perasaan

bahwa perusahaan sudah memberikan yang terbaik, adanya perasaan

bersalah bila meninggalkan perusahaan merasa bahwa perusahaan

61
pantas dan layak mendapatkan loyalitas dan merasa tidak pantas untuk

meninggalkan perusahaan begitu saja.

3. Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku

individual karyawan KSP CU Serviam Kupang yang bersifat bebas

(discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat

penghargaan dari system imbalan formal, dan yang secara keseluruhan

mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan

sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran

atau deskripsi jabatan, yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak

dengan perusahaan melainkan sebagai pilihan personal (Organ, 2006).

Indikator:

1) Altruism adalah perilaku karyawan KSP CU Serviam Kupang dalam

menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi

yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun

masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi

pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.

2) Conscientiousness adalah perilaku karyawan KSP CU Serviam

Kupang yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan

perusahaan, misalnya efesiensi penggunaan waktu dan melampaui

harapan, perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau

tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh di atas dan jauh ke

depan dari panggilan tugas. Seseorang yang sadar akan tanggung

62
jawabnya secara sukarela mengambil tanggung jawab ekstra, tepat

waktu, menempatkan kepentingan pada keterperincian dan kualitas

tugas, dan secara umum mengerjakan di atas dan jauh melebihi

panggilan tugas.

3) Sportsmanship adalah perilaku karyawan KSP CU Serviam Kupang

yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam

organisasi tanpa mengajukan keberatan–keberatan. Seseorang yang

mempunyai tingkatan yang tinggi dalam sportsmanship akan

meningkatkan iklim yang positif di antara karyawan. Karyawan akan

lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan

menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

4) Courtesy adalah perilaku karyawan KSP CU Serviam Kupang yang

menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari

masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah

orang yang menghargai dan memerhatikan orang lain.

5) Civic virtue merupakan perilaku karyawan KSP CU Serviam Kupang

yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi

(mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk

merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur

organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber–sumber yang

dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab

yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan

kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

63
3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen penelitian
No Variabel Indikator Item Skala
1 Komitmen 1) Keinginan untuk terikat Ordinal
Organisasional Komitmen Afektif 2) Merasa bahwa masalah perusahaan
merupakan masalahnya sendiri
3) Loyalitas yang tinggi pada perusahaan.
1) Merasa akan mengalami kerugian bila
meninggalkan organisasi.
Komitmen 2) Merasa akan menyulitkan diri sendiri jika
Berkelanjutan meninggalkan perusahaan
3) Merasa bahwa tetap bekerja di perusahaan
akan memenuhi kebutuhan
1) Adanya perasaan bahwa perusahaan sudah
memberikan yang terbaik
Komitmen
2) Merasa berhutang budi pada perusahaan
Normatif
Merasa tidak pantas meninggalkan
perusahaan begitu saja.
3) Merasa bahwa perusahaan pantas dan
layak menerima loyalitas yang tinggi
2 Moral Sikap Terhadap 1) Jenis pekerjaan Ordinal
Karyawan Pekerjaan 2) Kemampuan untuk melakukan pekerjaan
3) Suasana lingkungan kerja
4) Imbalan yang diterima
1) Menangani keluhan pekerja
Sikap Terhadap 2) Penyampaian informasi
Atasan 3) Perancangan tugas
4) Pendisiplinan pekerja
Sikap Terhadap 1) Pemenuhan kebutuhan
Perusahaan 2) Citra perusahaan
3) Perbandingan dengan perusahaan lain
3 Organizational Altruism 1) Membantu Ordinal
Citizenship 2) Memberikan dukungan
Behavior
Conscientiousness 1) Kepatuhan pada peraturan
2) Ketaatan dalam kehadiran
3) Penggunaan waktu istirahat
Sportsmanship 1) Toleransi terhadap keadaan perusahaan
2) Tidak membesar- besarkan masalah

Courtesy 1) Menghindari konflik


2) Menjaga nama baik perusahaan
3) Menjaga dan merawat peralatan kerja
1) Kepedulian terhadap perkembangan
Civic Virtue perusahaan
2) Ikut serta aktif dalam acara perusahaan

64
3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian merupakan wilayah yang ingin di teliti oleh

peneliti. Menurut Sugiyono (2011:80) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.”

Pendapat tersebut menjadi salah satu acuan bagi penulis untuk menentukan

populasi. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian adalah seluruh

karyawan KSP CU Serviam Kupang yang berjumlah 67 orang karyawan.

3.4.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh yaitu

cara pengambilan sampel dimana seluruh anggota populasi dijadikan sebagai

sampel. Hal ini karena menurut Arikunto (2012 : 104) bahwa apabila populasi

kurang dari 100, maka seluruhnya dapat dijadikan sebagai sampel. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini berjumlah 67 orang.

Tabel 3.2
Ukuran Sampel Menurut Masing-Masing Bidang
Pada KSP CU Serviam Kupang
No Bagian/Unit Sampel
1 Kredit 20
2 Keuangan 21
3 Umum 17
4 Satuan Pengawasan Internal 9
Total 67
Sumber : KSP CU Serviam Kupang 2019 (Data Sekunder)

65
3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Jenis Data

1. Data Kualitatif yaitu data yang didapatkan bukan dalam bentuk angka-

angka tetapi berupa keterangan-keterangan, laporan-laporan, jawaban-

jawaban yang berhubungan dengan obyek penelitian yang di maksud.

2. Data Kuantitatif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka seperti

jumlah Karyawan dan tingkat pendidikan.

3.5.2 Sumber Data

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan termasuk

Laboratorium (Nasution, 2003). Data primer dalam penelitian ini diperoleh

langsung dari responden dengan menggunakan daftar pertanyaan berupa

kuesioner yang telah disiapkan penulis.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan bacaan (Nasution,

2003). Penelitian ini data sekundernya diperoleh dari perusahaan yang

dilihat dari dokumentasi perusahaan, referensi dan informasi lain yang

berhubungan dengan penelitian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data di lapangan, maka teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah :

1. Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

peneliti dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuisioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel

66
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden

(Sugiyono, 2010:199)

2. Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak terbatas pada

orang, tetapi juga pada objek-objek alam lainnya. Teknik pengumpulan

data ini digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,

proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak

terlalu besar (Sugiyono, 2010:203). Peneliti ikut terlibat secara langsung

dan menjadi bagian dari kelompok yang diteliti. Peneliti melakukan

pengamatan pada obyek penelitian dan mencatat apa yang sesuai dengan

variabel yang diteliti, serta melakukan analisis dan kemudian dibuat

kesimpulan. Pengamatan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

bagaimana keadaan moral karyawan dan komitmen organisasional untuk

mendukung OCB di KSP CU Serviam Kupang.

3. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri

pada pengetahuan dan atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau

keyakinan pribadi (Sugiyono, 2010:194). Peneliti melakukan wawancara

dengan rangkaian pertanyaan yang telah disiapkan agar menjadi penuntun

ketika melakukan wawancara sehingga dapat diperoleh informasi lebih

luas dengan pertanyaan yang tidak terbatas akan tetapi fokus terhadap

permasalahan yang sedang diteliti.

4. Dokumentasi menurut Sugiyono (2015: 329) adalah suatu cara yang

digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,

arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta

67
keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dokumentasi yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan moral karyawan dan komitmen organisasional karyawan yang ada

di KSP CU Serviam seperti absen dan profil organisasi.

3.7 Uji Instrumen

Sebelum dilakukan analisis terhadap jawaban responden, akan diadakan uji

validitas dan uji reliabilitas. Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam

penelitian ini berupa kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Kuesioner yang

akan digunakan sebagai alat pengumpul data terlebih dahulu dilakukan uji coba

instrument penelitian. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian validitas dan

reliabilitas. Pengujian yang dimaksudkan untuk mengukur tingkat ketepatan dan

kehandalan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Adapun hasil uji validitas dan

reliabilitas kuisioner penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

Uji validitas dan uji reliabilitas dilakukan terhadap (try out) pada 30 (tiga

puluh) orang responden yang terdiri dari 17 karyawan laki-laki dan 13 karyawan

perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA, D3 dan S1 yang mempunyai masa

kerja diatas 1 (satu) tahun untuk memastikan pertanyaan atau pernyataan yang

diberikan dimengerti oleh responden dan isntrumen tersebut nantinya akan

mampu mengukur variabel penelitian dengan tepat dan handal. Sementara

pengujian validitas dan reliabilitas pada saat instrument digunakan untuk

mengetahui seberapa tepat variabel manifest dapat menjelaskan variabel latennya

secara tepat yaitu pada evaluasi model pengukuran (Outer Model).

68
3.7.1 Uji Kesasihan (Validitas)

Menurut Arikunto (2010:211) “Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,

instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah”.

Pengujian Validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor jawaban

yang diperoleh pada setiap item dengan skor total item tersebut. Teknik yang

digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah Teknik korelasi Product Moment

yang dikemukakan oleh Pearson. Rumus korelasi Product Moment adalah sebagai

berikut:

rxy

r : Korelasi product moment / korelasi pearson

n : Banyaknya sampel

x : Tiap item pertanyaan

y : Jumlah dari setiap pertanyaan

Menurut (Sugiyono, 2014 : 247), kriteria validitas dinyatakan valid apabila r

≥0,3. Artinya koefisien korelasi harus sama dengan 0.3 atau lebih (paling kecil

0.3), sehingga butiran instrument dapat diterima (valid). Sebaliknya apabila

koefisien korelasi di bawah 0.3 maka butir instrument dinyatakan tidak valid.

69
Tabel 3.3
Uji Validitas Instrumen
Variabel Item Nilai r Hitung Nilai Batas Status
Pernyataan
X1 X1.1 0.651 0.30 Valid
X1.2 0.658 0.30 Valid
X1.3 0.608 0.30 Valid
X1.4 0.651 0.30 Valid
X1.5 0.499 0.30 Valid
X1.6 0.686 0.30 Valid
X1.7 0.679 0.30 Valid
X1.8 0.504 0.30 Valid
X1.9 0.550 0.30 Valid
X1.10 0.566 0.30 Valid
X1.11 0.669 0.30 Valid
X2 X2.1 0.549 0.30 Valid
X2.2 0.648 0.30 Valid
X2.3 0.725 0.30 Valid
X2.4 0.517 0.30 Valid
X2.5 0.594 0.30 Valid
X2.6 0.419 0.30 Valid
X2.7 0.388 0.30 Valid
X2.8 0.499 0.30 Valid
X2.9 0.334 0.30 Valid
Y Y1.1 0.616 0.30 Valid
Y1.2 0.447 0.30 Valid
Y1.3 0.709 0.30 Valid
Y1.4 0.372 0.30 Valid
Y1.5 0.608 0.30 Valid
Y1.6 0.765 0.30 Valid
Y1.7 0.326 0.30 Valid
Y1.8 0.432 0.30 Valid
Y1.9 0.695 0.30 Valid
Y1.10 0.779 0.30 Valid
Y1.11 0.611 0.30 Valid
Y1.12 0.384 0.30 Valid
Sumber : Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6

70
Menurut tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil perhitungan dari masing-

masing variabel memiliki koefisien korelasi lebih besar dari 0,30 sehingga dapat

dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini valid.

3.7.2 Uji Kehandalan (Reliabilitas)

Reliabilitas menurut Sugiyono (2005) adalah serangkaian pengukuran atau

serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi jika pengukuran yang dilakukan

dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reliabilitas tes, merupakan tingkat

konsistensi suatu tes, adalah sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan

skor yang konsisten, relatif tidak berubah meskipun diteskan pada situasi yang

berbeda.

Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menguatkan metode


Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan: ri = realibilitas internal seluruh item


rb = korelasi internal moment antara belahan

Pengujian reliabilitas menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Kriteria

mengatakan apabila koefisien Cronbach’s Alpha ≥0.6.berarti item kusioner

dinyatakan reliabel atau konsisten dalam mengukur variabel yang diukurnya.

Hasil uji reliabilitas terhadap X1, X2 dan Y pada table berikut ini.

Tabel 3.4
Analisis Reliabilitas Variabel X1, X2 dan Y
Variabel Koefisien Alpha Cronbach Keterangan
X1 0.804 Reliabel
X2 0.600 Reliabel
Y 0.789 Reliabel

71
Sumber : Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6

Berdasarkan Tabel 3.4 Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukan bahwa

semua variabel mempunyai koefisien Alpha yang reliabel yaitu diatas 0,6

sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur masing-masing variabel dari

kuesioner adalah reliabel yang berarti kuesioner yang digunakan dalam penelitian

ini merupakan kuesioner yang handal.

3.8 Teknik Analisis Data

3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Sugiyono (2016 : 147) analisis deskriptif adalah menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku umum atau generalisasi. Pendekatan yang dapat digunakan dalam

melakukan analisis deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel,

grafik, diagram, perhitungan modus, median, mean, standar deviasi, perhitungan

persentase, serta perhitungan rumus panjang kelas untuk menentukan interval

kriteria, Sugiyono (2016 : 207).

Analisis deskriptif meliputi deskripsi tentang variabel-variabel penelitian,

yaitu moral karyawan, komitmen organisasional dan organizational citizenship

behavior.Data hasil tanggapan responden diuraikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi, untuk mengetahui proporsi tanggapan responden pada masing-masing

butir pernyataan diakumulasikan untuk mendapat gambaran jawaban responden

tentang variabel yang sedang diteliti.

72
Data dari angket dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang

akan dianalisis menggunakan SPSS 21 dan secara deskriptif persentase dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membuat tabel jawaban angket berdasarkan hasil analisis SPSS dengan

mengisi frekuensi (banyaknya jumlah responden menjawab berdasarkan skala

likert 5,4,3,2,1) dan persentase (%) sesuai dengan hasil analisis yang telah

dilakukan.

2. Menghitung ∑ skor dan skor ideal

a. ∑ skor = (frekuensi × 5) + (frekuensi × 4) + (frekuensi × 3) +

(frekuensi × 2) + (frekuensi × 1)

b. Skor ideal = jumlah sampel × 5

3. Menghitung capaian indikator per item

4. Kriteria analisis deskriptif yang digunakan sebagai acuan pemberian kategori


pada distribusi tanggapan responden terhadap berbagai pernyataan.
Tabel 3.5
Kriteria Analisis Deskriptif

No Kriteria Kategori

1 80-100% Sangat baik/sangat tinggi

2 70-79.99% Baik/tinggi

3 60-69.99% Cukup baik/cukup tinggi

4 50-59.99% Kurang baik/kurang tinggi

5 < 50 Sangat kurang baik/rendah

Arikunto (2011 : 245)

73
3.8.2 Statistik Inferensial

Model ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat dengan membuat persamaan garis regresi linear berganda. Alat

analisis ini diperlukan untuk mengetahui seberapa kuat Moral Karyawan dan

Komitmen Organisasional terhadap OCB karyawan KSP CU Serviam Kupang.

Dengan formulasi sebagai berikut :

Rumus:

Y = a+b1+x1+b2+x2+e (Sugiyono, 2014 : 277)

Dimana:

Y = Organizational Citizenship Behavior

a = Konstanta

b1 = Koefisien regresi moral karyawan

b2 = Koefisien regresi komitmen organisasional

X1 = Variabel moral karyawan

X2 = Variabel komitmen organisasional

e = Eror

3.9 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

1. Uji Hipotesis 1 dan 2, dipergunakan uji t, Uji t (t-test) melakukan pengujian

terhadap koefisien regresi secara parsial, pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen

terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel

independen lain dianggap konstan. Uji t dalam penelitian ini digunakan untuk

74
menguji signifikasi pengaruh moral karyawan terhadap OCB dan pengaruh

Komitmen organisasional terhadap OCB dengan rumus :

(Sugiyono, 2014 : 153)

Dimana : b = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel x

Sb = Standar eror koefisien regresi

Kriteria keputusan adalah hipotesis diterima apabila thitung lebih besar

dari ttabel (thitung>ttabel) atau tingkat probabilitas signifikansi (ρ) lebih kecil dari

alpha (ρ>ɑ) demikian pula sebaliknya hipotesis ditolak jika thitung < ttabel atau

ρ>ɑ.

2. Uji Hipotesis 3, dipergunakan uji F, Uji F adalah pengujian terhadap

koefisien regresi secara simultan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh semua variabel independen yang terdapat di dalam model secara

bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Uji F dalam penelitian

ini digunakan untuk menguji signifikasi pengaruh moral karyawan dan

komitmen organisasional terhadap OCB dengan rumus :

(Sugiyono, 2014 : 257)

Dimana :

R2 = Koefisien Determinasi

K = Banyaknya predictor

n = Banyaknya sampel

75
Kriteria keputusan adalah hipotesis diterima apabila Fhitung lebih besar

dari Ftabel (Fhitung>Ftabel) atau tingkat probabilitas signifikansi (ρ) lebih kecil

dari alpha (ρ<ɑ) demikian pula sebaliknya hipotesis ditolak jika F hitung <

Ftabel atau ρ >ɑ.

3.10 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi merupakan ukuran untuk mengetahui kesesuaian atau

ketepatan antara nilai dugaan atau garis regresi dengan data sampel. Apabila nilai

koefisien korelasi sudah diketahui, maka untuk mendapatkan koefisien

determinasi dapat diperoleh dengan mengkuadratkannya. Besarnya koefisien

determinasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kd = R² x 100%

Dimana : Kd = Koefisien determinasi R² = Koefisien korelasi Kriteria

untuk analisis koefisien determinasi adalah:

1. Jika Kd mendeteksi nol (0), maka pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen lemah.

2. Jika Kd mendeteksi satu (1), maka pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen kuat.

76
DAFTAR PUSTAKA

Aldag, R, & Reschke, W. (1997). Employee Value Added: Measuring


Discretionary Effort and Its Value To The Organization. Center For
Organization Effectiveness, Inc. 608/833-3332. Pp.1-8.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Benge, Eugene and Hickey, John. 1976. Morale and Motivation : How to Measure
Morale & Increased Productivity. New York: Franklin Watts.
Bolino, M.C., Turnley, W.H., dan Bloodgood, J.M. ( 2002). ―Citizenship
Behavior and the Creation of Social Capital in Organization. Academy of
Management Journal, Vol. 7, No. 4, 2002 pp. 502 – 522
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung:
Alfabeta.
Darmawati, Arum., Lina Nur Hidayati, Dyna Herlina S. 2010. Pengaruh Kepuasan
Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship
Behavior (Studi Pada Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta), Jurnal Manajemen, 6(2),h: 76-85.
Davis,F.D. 1989. ”Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User
Acceptance of Information Technology”. MIS Quarterly.Vol. 13 No. 5:
pp319-339.
Dessler, Gary, 1992, Manajemen SDM, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta :
Prenhallindo
Deswita, Andriani. 2009. Pengaruh Moral dan Akhlak terhadap Organization
Citizenship Behavior. Jurnal Manajemen, 7(8), h: 78-92.\
Diatmiika, I Nyoman dan Suwandana. 2016. Pengaruh Komitmen Organisasi Dan
Motivasi Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Di Alam
Puri. E-Jurnal Manajemen. Vol. 5, No. 11, 2016: 7128-7155
Djati, S. Pantja and Michael Adiwijaya. 2011. The Influence Of The Morale And
The Commitment Of Administration Staff Towards The Organizational

77
Citizenship Behavior and Its Impact Towards Service Quality
Performance at Private Universities in Surabaya – Indonesia. Journal
Management. 3(2), pp: 1-27.
Djati, S. Pantja and Michael Adiwijaya. 2013. The Influence of the Morale and
the Commitment of Administration Staff Towards the Organizational E-
Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 11, 2016: 7308-7338
Drafke, Michael W & Kossen, Stan. 1998. The Human Side of Organizations.
United States : Addison Longman, Inc.
Edison, Emron dkk. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung :
Alfabeta.
Eisenberger, R., Stinglhamber, F., Vandenberghe, C., Sucharski, I. L., dan
Rhoades, L. 2002. Perceived Supervisor Support: Contributions to
Perceived Organizational Support and Employee Retention. Journal of
Applied Psychology, Vol. 87, No. 3, 565–573.
Fraenkel, J. L., Wallen, N. E., & Hyun, H. H.. (2012). How to design and evaluate
research in education eighth edition. New York : Mc Graw Hill.
Gellerman, S.W. 1984. Motivasi daa Produktivitas. Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
George, J. M. & Bettenhausen, K. 1990. Understanding prosocial behavior, sales
performance and turnover: A group-level analysis in service context.
Journal of Applied Psychology, 75, 698-709.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Gibson, J. L. Dkk. 1997. Organisasi dan Manajemen. Jakarta; Penerbit Erlangga
Griffin, Ricky W., and Moorhead, Gregory., 2014. Organizational Behavior:
Managing People and Organizations. Eleventh Edition. USA: South
Western
Hardaningtyas, D. 2005. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi Dan Sikap Pada
Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

78
Pegawai PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III. Thesis Universitas
Airlangga. Surabaya
Hasan, Iqbal, 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferentif). Edisi
kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Hendrojogi. 2012. Koperasi: Asas-Asas, Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali
Pers.
Ibrahim, Muh. Akmal and Andi Aslinda. 2013. Relationship between
Organizational Commitment and Organizational Citizenship Behavior
(OCB) At Government-Owned Corporation Companies. Journal of
Public Administration and Governance. Vol. 3, No. 3. pp. 35-42.
Jehad Mohammad*, et.al. 2011. Job Satisfaction And Organisational Citizenship
Behaviour: An Empirical Study At Higher Learning Institutions. Sian
Academy Of Management Journal, Vol. 16, No. 2, 1: 149–165
Kasemsap, Kijpokin. 2012. Factors Affecting Organizational Citizenship
Behaviorof Passenger Car Plant Employees in Thailand. Journal of
Social Sciences, Humanities and Arts. 12(2), pp: 129-159.
Kreitner, Robert; Angelo Kinicki. 2003. Perilaku organisasi Edisi Kelima.
Penerbit Salemba Empat.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta ; Andi.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Manajemen Sumber daya Manusia
Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba
Empat.
Meyer & Allen.1997. Commitment In The Workplace (Theory, Research and
Application). Sage Publication London.
Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

79
Novliadi, P. 2007. Intensi Turnover Karyawan Ditinjau dari Budaya Perusahaan
dan Kepuasan Kerja. Makalah : Fakultas Kedokteran, Jurusan Psikologi
USU.
Organ, D.W., Podsakof, M.P., MacKenzie, B.S. 2006. Organizational Citizenship
Behavior. USA: Sage Publications.
Organ, D.W. 1988. Organizational citizenship behavior: The good soldier
Syndrome. Lexington, MA: Lexington.
Podsakoff, P. M., et al. 1997. Organizational Citizenship Behavior and the
Quantity and Quality of Work Group Performance. Journal of Applied
Psychology, Vol. 82, No. 2, 262-270.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B dan Bachrach, D. G. 2000.
“Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review Of Theoretical
And Empirical Literature And Suggestions For Future Research”. Journal
of Management, 26, 513–563.
Richard, Daft L. 2003. Organization Theory and Design. USA: South Western
College Publishing.
Ridwan. 2004. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES. Jakarta
Rini, Dyah Puspita., Rusdarti dan Suparjo. 2013. Pengaruh Komitmen Organisasi,
Kepuasan Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) (Studi pada PT. Plasa Simpanglima
Semarang). Jurnal Ilmiah Dinamika Ekonomi, 1(1).
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Index. Jakarta
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-
12, Jakarta: Salemba Empat.
Rudianto. 2010. Akuntansi Koperasi Edisi Kedua. Jakarta. Erlangga.
Siders et al. 2001. The Relationship of Internal and External Commitment Foci to
Objective Job Performance Measures. Journal Academy of Management
June 1, 2001 vol. 44 no. 3
Siswanto, Sastrohadiwiryo. 2013. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Edisi 2,
Jakarta: PT. Bumu Aksara.

80
Smith, C.A., Organ, D.W. dan Near, J.P. 1983. “Organizational Citizenship
Behavior: Its Nature And Antecedents”. Journal of Applied Psychology,
Vol. 68 No. 4, pp. 653-63.
Sofyandi dan Garniwa. 2007. Perilaku Organisasional. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta ; Andi Offset
Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Erlangga.
Sucahya, I Wayan dan Suana I Wayan. 2016. Pengaruh Moral Karyawan Dan
Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior
pada pegawai Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan
Penanaman Modal (BPPTSP & PM) Kota Denpasar. E-Jurnal
Manajemen. Vol. 5, No. 11, 2016: 7328-7358
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarni, Murti. 2011. Pengaruh Emplyee Retention Terhadap Turnover Intention
dan Kinerja Karyawan, Akmenika UPY. Vo. 8
Titisari, P. 2014. Peranan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam
Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jember : Mitra Wacana Media.
Utomo, K.W. 2012. Kecenderungan Kepemimpinan Transaksional dan
Transformasional, dan Hubungannya dengan Organizational Citizenship
Behavior, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja. Journal Riset
Ekonomi dan Manajemen. Surabaya. 292), h: 34- 52.
Westbrook, R.A. (1980), “Intrapersonal Affective Influences on Consumer
Satisfaction with Products, ”Journal of Consumer Research, Vol. 7, pp.
49-54
Wahyuningsih, Titik, 2014. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap
Organizational Citizenship Behavior Karyawan Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Journal Manajemen, 16(9), h: 88-93.

81
Williams, dan Anderson.S. 1991. “Job Satisfaction and Organizational
Commitment as Predictors of Organizational Citizenship and In-Role
Behaviors”. Journal of Management, 17, 601-617 (1991).

82

Anda mungkin juga menyukai