Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam suatu perusahaan atau instansi yang dapat mendukung jalannya


perusahaan atau isntansi adalah Sumber Daya Manusia (Karyawan). Sumber
Daya Manusia mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan
perusahaan. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh para
pimpinan adalah bagaimana dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawannya sehingga dapat mendukung keberhasilan pencapaian tujuan.
Salah satu faktor yang dapat mendorong meningkatnya produktivitas
sumber daya manusia adalah upaya-upaya peningkatan motivasi kerja yang
memadai, seperti pemenuhan kebutuhan baik yang bersifat eksternal
(pemenuan kebutuhan primer, pangan, sandang, dan papan serta lingkungan
yang memadai) dan kebutuhan yang bersifat internal (keinginan karyawan
untuk menempatkan dirinya dalam posisi karier yang memuaskan). Disadari
bahwa salah satu alasan utama seseorang menjadi karyawan atau bekerja dalam
suatu organisasi adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari atau dengan kata lain kebutuhan ekonominya dan kebutuhan berprestasi
yang mendapat pengakuan dari masyarakat. Adanya kepastian menerima upah
ataupun gaji tersebut secara periodik, berarti ada jaminan “economic security”
nya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, demikian pula pada
perkembangan kariernya sebagai kebutuhan mengaktulisasi kemampuan dan
potensi yang dimiliki. Pemberian motivasi kerja eksternal dan internal yang
makin baik dapat mendorong karyawan bekerja dengan makin produktif.
Dengan produktivitas kerja yang tinggi, ongkos karyawan per unit produksi
bahkan akan semakin rendah. Selain itu, pemberian kesempatan kepada setiap
karyawan untuk berkembang, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berdasarkan
kemampuan dan kompetensi individu merupakan bagian terpenting dari upaya
pemberian pemenuhan kebutuhan bagi karyawan, terutama pada upaya
memupuk motivasi kerja karyawan ke arah produktivitas yang lebih tinggi,
sebab dengan adanya pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan harapan
karyawan, terutama imbalan finansial berupa gaji dan bonus atas prestasi kerja
mereka, maka memungkinkan karyawan berkonsentrasi penuh terhadap
pekerjannya.
Satu hal juga yang penting yaitu bahwa keberhasilan berbagai
aktivitas didalam perusahaan dalam mencapai tujuan bukan hanya tergantung
pada keunggulan teknologi, dana operasi yang tersedia, sarana ataupun
prasarana yang dimiliki, melainkan juga tergantung pada aspek sumber daya
manusia. Faktor sumber daya manusia ini merupakan elemen yang harus
diperhatikan oleh perusahaan, terutama bila mengingat bahwa era perdagangan
bebas akan segera dimulai, dimana iklim kompetisi yang dihadapi akan sangat
berbeda. Hal ini memaksa setiap perusahaan harus dapat bekerja dengan lebih
efisien, efektif dan produktif. Tingkat kompetisi yang tinggi akan memacu tiap
perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan
memberikan perhatian pada aspek sumber daya manusia atau karyawan
mereka.
Dalam hal lain, selain motivasi, pengawasan dalam proses bekerja
sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan tidak selamanya kinerja karyawan itu
baik atau karyawan dalam kondisi yang baik. Maka, pengawasan dalam kerja
menjadi salah satu upaya menjaga stabilitas kerja. Pengawasan melekat
merupakan pengawasan terbaik, karena pemimpin hadir untuk memantau
karyawan secara langsung. Pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan
paling efektif untuk mencegah dan mengetahui kesalahan, membetulkan
kesalahan (Abdurrahmat, 2009: 173).
Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin
bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini berkenaan
dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan.
Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara
perencanaan dan pengawasan. Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam
manajemen fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua
unit/ satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang
melaksanakan sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Dengan
demikian, pengawasan oleh pimpinan khusunya yang berupa pengawasan
melekat (built in control), merupakan kegiatan manajerial yang dilakukan
dengan maksud agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan
pekerjaan. Suatu penyimpangan atau kesalahan terjadi atau tidak selama dalam
pelaksanaan pekerjaan tergantung pada tingkat kemampuan dan keterampilan
pegawai. Pentingnya pengawasan dalam sebuah organisasi perusahaan,
menjadikan hal ini dianggap sebagai suatu hal yang serius, banyak terjadi
dilapangan pengawasan dan bermuara kapada kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan organisasi perusahaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam suatu
perusahaan adalah budaya kerja, dimana faktor tersebut sangat erat kaitannya
dalam meningkatkan kinerja karyawan, sebab dengan tercapainya budaya kerja
yang baik dan ditunjang oleh kerjasama dengan sesama karyawan, maka akan
tercapai hasil yang dapat meningkatkan kinerja kerja karyawan, (Tika,
2008:120).
Budaya kerja akan terpenuhi apabila karyawan sebagai pelaku di
sebuah perusahan sebagai unsur yang berpengaruh terhadap kinerja dapat
tercipta dengan sempurna. Membahas Budaya kerja tidak akan terlepas dengan
adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Budaya kerja itu sendiri. Agar
kinerja karyawan selalu konsisten maka setidak-tidaknya perusahaan selalu
memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya
misalnya rekan kerja, pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Masalah
budaya itu sendiri merupakan hal yang esensial bagi suatu organisasi atau
perusahaan, karena akan selalu berhubungan dengan kehidupan yang ada
dalam perusahaan (Simamora:2008). Budaya kerja merupakan falsafah,
ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma
yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu.
Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi kerja
tim, kepemimpinan dan karakteristik organisasi serta proses administrasi yang
berlaku. Budaya kerja penting, karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang
terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang
diikuti oleh para anggota organisasi. Budaya yang produktif adalah budaya
yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan perusahaan dapat
terakomodasi
Pentingnya budaya kerja masih perlu disosialisasikan. Hal ini
berhubungan dengan pengimplementasian budaya kerja terhadap kinerja
pegawai yang sangat kompleks, karena mereka mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Kemampuan karyawan masih terbatas, sikap dan perilaku masih
perlu ditingkatkan disamping itu perlu ada motivasi dari pimpinan, yang terdiri
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain : inisiatif individual,
toleransi, risiko, dan dukungan manajemen. Ketiga faktor tersebut mempunyai
hubungan terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Produktivitas Kerja perusahaan bisa dicapai ketika perusahaan mampu
melakukan pengelolaan dengan baik sumber daya manusia yang demikian
karena sumber daya manusia adalah faktor manusia sebagai pelaku utama
dalam setiap kegiatan operasional suatu perusahaan, semakin baik kemampuan
SDM yang dimiliki maka akan semakin baik hasil yang dicapai, demikian pula
sebaliknya.
Badan usaha milik daerah sebagai salah satu pelaku ekonomi di
Indonesia ikut serta berperan aktif dalam pembangunan Nasional khususnya
dalam sektor perindustrian yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa.
Salah satu badan usaha tersebut adalah Perusahaan Air Minum, bereksistensi
dalam bidang penyediaan air bersih yang pengelolannya masuk sampai ke
daerah – daerah. Untuk mencukupi kebutuhan konsumennya perusahaan air
minum selalu meningkatkan pelayanan baik dari segi kualitas maupun
produktifitasnya.
Pada umumnya perusahaan harus bisa mempertahankan citranya agar
dapat memperluas / menguasai pangsa pasar. Dalam hal ini perusahaan juga
harus bisa meningkatkan kualitas perusahaan misalnya dari segi intern
perusahaan itu sendiri antara lain peningkatan kualitas karyawan. Kualitas
karyawan dapat dilihat dari motivasi, pengawasan dan budaya kerjanya
diharapkan dapat meningkatkan input perusahaan yang dapat mendatangkan
profit. Dalam melakukan kegiatan produksinya hampir semua menggunakan
tenaga kerja manusia, sehingga dalam proses produksi memerlukan
ketrampilan tenaga kerja manusia yang handal yang nantinya akan dapat
meningkatkan produktifitas yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mendapatkan laba yang bisa
didapat dengan produktifitas yang tinggi. Sehingga apa yang menjadi output
perusahaan benar – benar dapat dinikmati konsumen. Karena saat ini
perusahaan air minum memiliki prospek cerah dimasa depan untuk lebih
mengembangkan usahanya. Hampir setiap rumah tangga menggunakan jasa
Perusahaan Air Minum untuk memenuhi kebutuhan air setiap harinya. Untuk
meningkatkan usaha pengembangan dan peningkatan ketrampilan karyawan
yang bertujuan untuk memperbaiki produktivitas kerja karyawan Perusahaan
Air Minum dalam mencapai hasil kerjanya yang telah ditetapkan oleh
perusahaan salah satunya adalah melalui peningkatan motivasi kerja,
pengawasan kerja dan buudaya kerja sehingga kelangsungan hidup perusahaan
dapat dipertahankan dan tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan
efisien. Dari pra survey yang telah penulis lakukan. Penulis melihat bahwa
produktivitas kerja karyawan PAMTM kota Palopo masih harus ditingkatkan
lagi, hal ini dapat dilihat dari kegiatan karyawan sehari-hari dalam melakukan
tugas dan pekerjaanya, masih ada karyawan yang datang terlambat dari jam
masuk yang telah ditentukan, istirahat yang terlalu lama, pulang terlalu awal
dan sebagainya.
Bertitik tolak pada uraian latar belakang masalah tersebut di atas,
maka penulis tertarik untuk mengangkat tema ini lebih jauh, dengan memilih
judul yaitu “Pengaruh Motivasi, Pengawasan, dan Budaya Kerja Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Mangkaluku Palopo.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat disajikan beberapa masalah pokok yaitu sebagai
berikut :
1. Apakah ada pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan
perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku palopo ?
2. Apakah ada pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja
karyawan perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku palopo ?
3. Apakah ada pengaruh budaya kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku palopo ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, penelitian ini mempunyai tujuan antara lain :
1. Untuk mengetahui sejauh mana motivasi mempengaruhi produktivitas
kerja perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku palopo.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pengawasan mempengaruhi
produktivitas kerja perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku
palopo.
3. Untuk mengetahui sejauh mana budaya kerja mempengaruhi
produktivitas kerja perusahaan daerah air minum tirta mangkaluku
palopo.
4. Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan perusahaan daerah air
minum tirta mangkaluku palopo ?
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil Minum Kota Makassar penelitian ini, diharapkan
akan diperoleh informasi yang dapat bermanfaat antara lain:
1. Sebagai bahan masukan atau perbandingan bagi pihak perusahaan
mengenai pentingnya motivasi, pengawasan, dan budaya kerja dalam
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.
2. Sebagai hasil karya dalam menambah wawasan pengetahuan yang dapat
lebih memperluas pola pikir pembaca khususnya mengenai motivasi
dalam kaitannya dengan produktivitas kerja karyawan.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi kerja merupakan suatu daya pendorong atau penggerak yang
dimiliki atau terdapat dalam diri setiap individu dalam melakukan suatu
kegiatan agar individu mau berbuat, bekerja serta beraktifitas untuk
menggunakan segenap kemampuan dan potensi yang dimilikinya guna
mencapai tujuan yang dikehendaki, sebagaimana ditetapkan sebelumnya.
Untuk mewujudkan motivasi kerja yang tinggi memerlukan tingkat
perhatian khusus kepada karyawan guna bertujuan perusahaan dalam
menghasilkan laba agar dapat berkesinambungan.
Suwatno & Priansa (2011:171) mengemukakan motivasi berasal dari
kata latin movere yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan
yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Hasibuan (2009:141)
mengemukakan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan
daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Uraian
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah pendorong atau
penggerak seseorang untuk bertindak dan bekerja dengan giat dalam
melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya dengan rasa tanggung jawab
untuk mencapai tujuan perusahaan yang maksimal.
Menurut Siswanto (2005, hal.119) motivasi dapat diartikan sebagai
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan (moves) dan mengarah atau menyalurkan perilaku
kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan. Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai
hubungan. Kebutuhan dapat berwujud fisik bilogis serta sosial ekonomis.
Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya kebutuhan (needs) yang
bersifat sosial psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan,
perlindungan, keamanan, jaminan sosial, dan sebagainya. Jadi secara singkat
motivasi diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuan dalam
rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya
manusia
Seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbine dalam Hasibuan
(2011, hal. 219) motivasi merupakan suatu kerelaan untuk berusaha
seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi
oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan invidu. Para
karyawan dapat termotivasi apabila penetapan tujuan perusahaan didasarkan
atas kepentingan dan kebutuhan karyawan. Heidjrachman dan Husnan
(2002, hal. 194) mengemukakan beberapa faktor motivasi yang dipengaruhi
oleh kepuasan kerja yaitu gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan kerja
yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan dan pekerjaan yang berarti.
Motivasi adalah faktor pendorong seseorang yang menimbulkan semangat
kerja karyawan. Karyawan yang termotivasi dengan baik akan mengalami
tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula.
Menurut Malthis (2006:114), motivasi adalah keinginan dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Biasanya orang
bertindak karena suatu alasan untuk mencapai tujuan. Memahami motivasi
sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi dan persoalan
sumber daya manusia yang lain dipengaruhi dan mempengaruhi motivasi.
Pendekatan untuk memahami motivasi berbeda-beda, karena teori yang
berbeda mengembangkan pandangan dan model mereka sendiri.
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Teori dua faktor dari Frederick Herzberg mengatakan bahwa
seseorang terdorong untuk melakukan pekerjaan karena dua faktor yaitu
faktor yang membuat individu merasa tidak puas (dissatisfiers) dan factor
yang membuat individu puas (satisfiers). Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Herzberg ada dua faktor yang mendorong atau memotivasi orang
untuk bekerja, yaitu:
a. Faktor Motivator
Faktor motivator disebut juga dengan kondisi intrinsik, adalah
kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakkan tingkat motivasi yang kuat dalam menghasilkan
kinerja karyawan. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini
ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
(Manullang, 1981 : 151) menyatakan bahwa faktor-faktor
motivator meliputi:
1) Achievement (keberhasilan pelaksanaan)
2) Recognition (pengakuan)
3) The work it self (pekerjaan itu sendiri)
4) Responsibilities (tanggung jawab)
5) Advancement (pengembangan)

Motivasi internal adalah motivasi yang dibangkitkan dari dirinya


sendiri, dimana tenaga kerja dapat bekerja karena tertarik dan senang
dengan pekerjaan yang memberikan makna, kepuasan dan kebahagiaan pada
dirinya. Motivasi internal disebut juga faktor motivator.

b. Faktor Hygiene
Faktor Hygiene disebut juga dengan kondisi ekstrinsik, adalah
suatu keadaan pekerja yang menyebabkan rasa tidak puas diantara
para karyawan. Apabila kondisi tersebut ada, maka hal itu tidak
memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor- faktor yang
membuat individu merasa tidak puas (dissatisfiers), karena faktor-
faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan hirarki yang
paling rendah, yaitu tingkat tidak adanya kepuasan (non-
dissatisfiers). Menurut M. Manullang (1981:151) menyatakan
faktor hygiene meliputi:
1) Policy and administration (kebijakan dan administrasi)
2) Technical supervisior (supervisi perusahaan)
3) Interpersonal supervisor (hubungan antar pribadi)
4) Working condition (kondisi kerja)
5) Wages (gaji/upah)

Faktor hygiene, pada dasarnya adalah hubungan kerja dengan


lingkungan kerja dimana karyawan bekerja, sehingga apabila faktor ini
diabaikan atau dibiarkan tidak sehat, maka akan menimbukan ketidak
puasan para karyawan. Motivasi eksternal adalah motivasi yang berasal dari
luar yang berupa peraturan dan kebijaksanaan perusahaan. Motivasi
eksternal disebut faktor hygiene.

Rivai (2009:838) mengemukakan sumber motivasi ada tiga faktor,


yakni:
a. Kemungkinan untuk berkembang
b. Jenis pekerjaan
c. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan tempat mereka bekerja.

Di samping itu terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi motivasi


kerja yaitu:

a. Rasa aman dalam bekerja


b. Mendapatkan gaji yang adil dan kompetetif
c. Lingkungan kerja yang menyenangkan
d. Penghargaan atas prestasi kerja
e. Perlakuan yang adil dari manajemen
3. Indikator Motivasi Kerja
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong untuk melakukan suatu
aktifitas tertentu. Indikator motivasi kerja karyawan menurut Sagir dalam
Siswanto (2005, hal. 122-124) adalah :
a. Kinerja
b. Penghargaan
c. Tantangan
d. Tanggung Jawab
e. Pengembangan
f. Keterlibatan
g. Kesempatan

Teori motivasi manusia yang dikembangkan oleh Malthis (2006)


mengelompokkan kebutuhan manusia menjadi lima kategori yang naik
dalam urutan tertentu. Sebelum kebutuhan lebih mendasar terpenuhi,
seseorang tidak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih
tinggi. Hierarki Maslow yang terkenal terdiri atas kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan keselamatan dan keamanan, kebutuhan akan kebersamaan,
kasih sayang, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan seseorang
merupakan dasar untuk model motivasi. Kebutuhan adalah kekurangan yang
dirasakan oleh seseorang pada saat tertentu yang menimbulkan tegangan
yang menyebabkan timbulnya keinginan. Karyawan akan berusaha untuk
menutupi kekurangannya dengan melakukan suatu aktifitas yang lebih baik
dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan melakukan aktifitas yang lebih
banyak dan lebih lebih baik, karyawan akan memperoleh hasil yang lebih
baik pula sehingga keinginannya dapat terpenuhi. Keinginan yang timbul
dalam diri karyawan dapat berasal dari dalam dirinya sendiri maupun
berasal dari luar dirinya, baik yang berasal dari dalam lingkungan kerjanya
maupun dari luar lingkungan kerjannya. Indikator yang digunakan dalam
variabel ini adalah (Utomo, 2010) :

a. Penghargaan diri
Seseorang akan merasa terhormat apabila dia dihargai oleh orang
lain dalam lingkungan kerjanya. Situasi seperti ini akan
mendukung orang tersebut untuk bekerja lebih baik.
b. Kekuasaan
Seseorang akan termotivasi apabila diberi kekuasaaan dan
kewenangan atas pekerjaannya secara utuh tanpa adanya paksaan
dari pihak lain selama pekerjaan yang dilakukan tidak menyimpang
dari tujuan perusahaan.
c. Kebutuhaan Keamanan Kerja
Kebutuhan untuk mendapatkan jaminan dan rasa aman tentram
terlepas dari bahaya phisik serta terbebas dari rasa ketakutan
kehilangan pekerjaan serta mendapatkan ancaman untuk masa
depannya.
4. Tujuan Motivasi
Didalam perusahaan motivasi berperan sangat penting dalam
meningkatkat kinerja karyawan. Tujuan dalam memberikan motivasi kerja
terhadap karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien. Dengan demikian berarti juga mampu memelihara dan
meningkatkan moral, semangat dan gairah kerja, karena dirasakan sebagai
pekerjaan yang menantang. Program dengan cara ini suatu organisasi dapat
mendorong berkembangnya motivasi berprestasi dalam suatu perusahaan,
yang akan memacu tumbuh dan berkembangnya persaingan sehat antara
individu/tim kerja dalam suatu perusahaan. Tetapi dalam individu setiap
manusia tidak semua karyawan termotivasi lewat lingkungan kerjanya yang
biasa disebut dengan motivasi eksternal, tetapi ada juga karyawan yang
termotivasi dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) tanpa ada motivasi
khusus yang dia dapatkan dalam lingkungan kerjanya.
B. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Pengawasan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa
yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan
maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Menurut Laurie J. Mullins (2005:832), Pengawasan adalah bagian
integral dari proses manajemen. Pengawasan ini juga sering dikaitkan
dengan tindakan delegasi. Pengawasan sebagai pemantauan kinerja tugas
didelegasikan sehingga hasil yang diharapkan akan berhasil dicapai.
Namun, ini tidak berarti pengawasan yang dilakukan hanya oleh manajer.
Orang yang tugas didelegasikan dapat juga mengidentifikasi dengan efektif
dan mengoperasikan pengawasan hari demi hari.
Donald C. Mosley (2007:374) mengatakan bahwa, Pengawasan adalah
sebagai fungsi manajemen yang membandingkan kinerja yang dicapai
dengan kinerja yang direncanakan, serta mengambil tindakan, jika
diperlukan, karena pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Robert J. Mockler (2006:45) menguraikan pengertian pengawasan
lebih mendetail yaitu, Pengawasan adalah proses kegiatan monitoring dan
penilaian untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana
seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang
akan mengganggu pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Richard L. Daft (2010:8) mendefinisikan, Pengawasan adalah fungsi
keempat dalam proses manajemen. Pengawasan adalah memonitor aktifitas
pegawai, menentukan apakah organisasi pada target menuju tujuannya, dan
membuat koreksi yang diperlukan. Manajer harus memastikan bahwa
organisasi bergerak menuju tujuannya.
Griffin Moorhead (2007:30) menyatakan pendapatnya tentang
pengawasan bahwa, Pengawasan adalah proses monitoring dan mengoreksi
tindakan organisasi dan orang-orang untuk menjaga mereka menuju tujuan
mereka. Seorang manajer harus dapat mengawasi biaya, persediaan, dan
sebagainya. Sekali lagi, proses perilaku dan karakteristik merupakan bagian
penting dari fungsi pengawasan ini. Evaluasi kinerja, sistem penghargaan,
dan motivasi, misalnya, semua berlaku dalam pengawasan.
Menurut Hani Handoko Pengawasan dapat didefinisikan sebagai
proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen
tercapai. Menurut Sondang P. Siagian, Pengawasan merupakan salah satu
sasaran penilaian guna menjamin bahwa, pengawasan dilaksanakan dengan
objektif dan rasional dengan menggunakan teknik dan takaran yang sudah
baku dan disepakati bersama. dengan adanya sasaran penilaian dari sebuah
pengawasan dapat meningkatkan peningkatakan kinerja. Menurut
Soedarmayanti, Pengawasan yaitu proses pengamatan dari pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi, guna menjamin agar pekerjaan yang sedang
dilakukan, berjalan sesuai rencana yang telah ditenukan. Menurut Khaerul
Umam, Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat
dipisahkan dari fungsi-fungsi manajemen lainnya, seperti perencanaan dan
pelaksanaan. Sedangkan menurut G. Simon devung Pengawasan dalam
konteks administrasi dan manajemen adalah proses pengecekan apakah
kegiatan yang dijalankan sesuai dengan yang telah direncanakan, dan
mengadakan penyesuaian atau perbaikan bila diperlukan.
T. Hani Handoko juga membagi tiga jenis pengawasan (2003: 361)
menyatakan bahwa, “ada tiga tipe dasar pengawasan”, yaitu:
a) Pengawasan pendahuluan,
b) Pengawasan concurrent,
c) Pengawasan umpan balik
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pengawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls,
dirancang untuk mengantisipasi masalah atau penyimpangan dari
suatu standar atau tujuan serta memungkinkan koreksi dibuat
sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi,
pengawasan ini lebih aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah
dan mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum masalah
muncul atau terjadi. Pengawasan ini bersifat preventif artinya
tindakan pencegahan sebelum munculnya suatu permasalahan atau
penyimpangan.
b) Pengawasan Concurrent, pengawasan ini dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini sering disebut
dengan pengawasan “Ya, Tidak”. Screenning Control atau
“berhenti, terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung.
Sehingga memerlukan suatu prosedur yang harus dipenuhi sebelum
kegiatan dilanjutkan.
c) Pengawasan Umpan Balik, pengawasan ini dikenal sebagai past
action controls, yang bertujuan untuk mengukur hasil dari suatu
kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab dari penyimpangan
atau kesalahan dicari tahu kemudian penemuanpenemuan tersebut
dapat diterapkan pada kegiatan-kegiatan yang serupa di masa yang
akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran
dilakukan setelah kegiatan terjadi.
2. Sistem Pengawasan
Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan adalah kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis,
2001:154). Menurut Harahap (2001:10), menyatakan bahwa pengawasan
mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana
yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, prinsip yang dianut dan juga
dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat
dihindari kejadiannya dikemudian hari. Menurut Manullang (2001:173),
pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula.
Menurut Nawawi (2000:108), produktivitas kerja lebih ditekankan pada
ukuran daya guna dalam melaksanakan pekerjaan, yang menyentuh aspek
ketepatan, kecermatan dan sikap terhadap pekerjaan. Ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan dan kecermatan dihubungkan dengan keterampilan
dan keahlian dalam mempergunakan metode atau cara bekerja dan peralatan
yang tersedia.
Dalam melakukan pengawasan, perlu diterapkan teknik-teknik Untuk
melaksanakan pengawasan, dapat dilakukan teknik pengawasan. Soelistriyo
(2003: 86) mengungkapkan macam-macam teknik pengawasan yaitu,
Pengawasan langsung (Direct Control), pengawasan tidak langsung
(Indirect Control). Pengawasan langsung adalah pengawasan yang
dilaksanakan sendiri oleh atasan langsung, tanpa perantara. Pengawasan
tidak langsung, adalah pengawasan yang dilaksanakan dengan perantaraan
sesuatu alat yang berwujud laporan, baik laporan lisan maupun tertulis.
Kedua teknik pengawasan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan teknik langsung yaitu pimpinan mengetahui secara langsung
yang terjadi di lapangan. Kekurangan teknik langsung yaitu sulit dilakukan
dalam organisasi yang besar dan bersifat kompleks. Kelebihan teknik tidak
langsung adalah cocok untuk organisasi besar. Sedangkan kekurangannya
adalah seringkali bawahan melaporkan hal-hal yang bersifat baik saja agar
pimpinan senang, pimpinan tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya
terjadi.

3. Tujuan Pengawasan

Tujuan dari pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan


diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Simbolon, 2004:62).
Adapun tujuan pengawasan menurut Kadarman dan Udaya (2001:159)
adalah menemukan kelemahan dan kesalahan untuk kemudian dikoreksi dan
mencegah pengulangannya.

Menurut Manullang (2002:74), tujuan utama dari pengawasan adalah


agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Menurut G. R. Terry dalam
Moekijat (2000:55) mengatakan bahwa proses pengawasan adalah sebagai
berikut : “Proses pengawasan adalah menentukan apa yang telah dicapai.
Artinya menilai hasil-hasil pekerjaan dan apabila perlu mengadakan
tindakantindakan pembetulan sedemikian rupa sehingga hasil pekerjaan
sesuai dengan rencana”. Selanjutnya Tujuan utama pengawasan menurut
Manullang (2001:173) adalah “Mengusahakan agar apa yang direncanakan
menjadi kenyataan”.

4. Jenis-Jenis Pengawasan

Macam-macam pengawasan itu dibedakan atas: pengawasan preventif


dan pengwasan repressif. Dengan pengawasan preventif dimaksud
pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewengan kesalahan
atau deviation. Jadi diadakan tindakan pencegahan agar jangan terjadi
kesalahan-kesalahan di kemudian hari. Dengan pengawasan repressif,
dimaksudkan pengawasan setelah rencana sudah dijalankan dengan kata lain
diukur hasil-hasil yang dicapai dengan alat pengukur standar yang telah
ditentukan terlebih dahulu.

Pengawasan dibidang-bidang sebagai berikut: produksi, keuangan,


waktu, dan manusia dengan kegiatan-kegiatannya. Dalam bidang produksi,
maka pengawasan itu dapat ditujukan terhadap kuantitas hasil produksi
ataupun terhadap kualitas ataupun terhadap likuiditas perusahaan.
Pengawasan dibidang keuangan bermaksud untuk mengawasi, apakah
bagian keuangan tidak menyelewengkan uang tersebut untuk kepentingan
pribadi atau golongan. Pengawasan dibidang waktu bermaksud untuk
menentukan, apakah dapat menghasilkan sesuatu hasil produksi sesuai
dengan waktu yang direncanakan atau tidak. Akhirnya, pengawasan
dibidang sumber daya manusia dengan kegiatan-kegiatannya bertujuan
untuk mengetahui apakah kegiatan-kegiatan dijalankan sesuai dengan
instruksi atau rencana tata kerja yang telah ditetapkan.

C. Budaya Kerja

1. Pengertian Budaya Kerja

Budaya dalam lingkungan pekerjaan merupakan kristalisasi nilai-nilai


yang melekat pada masing - masing individu pada saat melaksanakan
pekerjaannya. Norma-norma, nilai-nilai dan aturan dalam lingkungan
pekerjaan akan mempengaruhi dan membentuk perilaku, sikap,
kepercayaan, kebiasaan seseorang dalam bekerja. Budaya kerja pada
hakikatnya sudah ada dan dikenal sejak lama oleh manusia yang berakar
pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya.

Sedarmayanti (2013:76) menyatakan bahwa “budaya kerja sumber


daya manusia merupakan sikap hidup (budi + daya = budaya) serta cara
hidup manusia yang didasari pandangan hidup yang bertumpu pada nilai
perilaku terpuji yang berlaku umum dan telah menjadi sifat, kebiasaan serta
kekuatan pendorong yang memberikan daya positif pada manusia untuk
senantiasa berhasil dalam bekerja”.

Pandangan lain tentang hakekat budaya kerja dijelaskan oleh


Arwildayanto (2013:37) bahwa “secara sederhana budaya kerja dapat
didefinisikan sebagai sikap, ketaatan, kepatuhan, terhadap norma - norma,
etika, yang menjadi aturan dan berlaku dalam melaksanakan aktivitas tugas
baik fisik maupun mental untuk menghasilkan barang atau jasa dalam suatu
institusi (organisasi)”.

Budaya kerja diturunkan oleh budaya organisasi. Triguno (2004:1)


berpendapat bahwa “Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari
oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan
kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok
masyarakat yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja”. Sedangkan Sugiarto
(2007:3) berpendapat bahwa ”Budaya kerja adalah nilai dominan yang
disebarluaskan didalam organisasi perusahaan dan diacu sebagai filosofi
kerja karyawan serta memberikan disiplin kerja yang tinggi.” Selanjutnya
Herliany (2008:5) mengemukakan bahwa “Budaya kerja adalah suatu
falsafah yang didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,
pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.” Menurut Moeljono
(2005) Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofi, dapat
difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat pada karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan
perusahaan. Secara individu mauapun kelompok seseorang tidak akan
terlepas dari budaya yang ada dalam perusahaan.

Menurut Schein (2004:17) definisi budaya kerja adalah suatu pola


asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang terjadi dalam perusahaan dan oleh
karena itu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat
untuk memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-
masalah tersebut.

Schein (2014:19) melihat budaya kerja dari 3 (tiga) variabel dimensi


budaya organisasi, yaitu dimensi adaptasi eksternal (external adaptation
tasks), dimensi integrasi internal (internal integration tasks) dan dimensi
asumsi-asumsi dasar (basic underlying assumtions).

Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa budaya kerja


adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat yang terwujud ”kerja atau bekerja”.
Budaya kerja memiliki tujuan utama dalam pelaksanaan kegiatan
operasional perusahaan yaitu mengubah sikap dan juga perilaku SDM,
sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja dan sekaligus sebagai
upaya strategis didalam menghadapi berbagai tantangan bisnis dimasa yang
akan datang.

Menurut Moeljono (2013), dimensi yang digunakan untuk mengukur


budaya kerja adalah sebagai berikut. Pertama, integritas adalah bertindak
konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik
profesi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya dalam perusahaan.
Indikatornya yaitu: konsisten tindakan dengan nilai, dan tindakan dengan
kode etik profesi. Kedua, professionalisme merupakan tingkat pendidikan
formal dan latihan-latihan khusus yang harus dimiliki karyawan untuk suatu
posisi jabatan tertentu. Karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya
secara efektif dan efesien. Jika untuk menduduki sebuah jabatan dalam
organisasi seorang karyawan diharuskan memiliki pendidikan tertentu dan
mempunyai pengalaman pelatihan yang cukup lama maka organisasi
tersebut adalah organisasi professional. Indikatornya yaitu: efektif, efesien,
dan disiplin. Ketiga, kepuasan adalah memenuhi kebutuhan dengan
memberikan pelayanan yang terbaik, dengan tetap memperhatikan
kepentingan perusahaan, SDM yang terampil, ramah dan senang melayani,
serta teknologi unggul. Indikatornya: memberikan pelayanan yang baik,
ramah, dan tekonologi unggul. Keempat, keteladanan merupakan perilaku
dalam bekerja keras dan cerdas, dan membangun hubungan vertikan dan
horizontal yang harmonis merupakan contoh-contoh perilaku sifat terpuji
dari seseorang. Indikatornya yaitu: bekerja keras, bertindak adil dan
bersikap tegas.

2. Indikator – Indikator Budaya Kerja

Indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha


(2003) dapat dikategorikan tiga yaitu :

a) Kebiasaan di Tempat Kerja Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat


dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi pegawai,
perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban,
kebebasan atau kewenangan dan tanggung jawab baik pribadi
maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan.
b) Peraturan di Tempat Kerja. Untuk memberikan ketertiban dan
kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan karyawan, maka
dibutuhkan adanya peraturan. Pemetaan permasalahan pada
indikator peraturan ini dapat dilihat dari bagaimana kebijakan atau
aturan yang ada
c) Nilai-Nilai Dasar Budaya Kerja di Tempat Kerja Nilai - nilai
merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih
penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik,
dan apa yang lebih benar atau kurang benar

Budaya kerja adalah nilai-nilai yang dimanifeskan dalam bentuk


norma-norma perilaku sebagai berikut: (Robbin 2006 : 10-12)
a) Insiatif individu (individual initiative) yaitu tingkat kemandirian
atau tanggung jawab yang dimiliki tiap anggota.
b) Toleransi resiko (risk tolerance) adalah tingkat resiko yang boleh
atau mungkin dipikul oleh anggotanya untuk mendorong mereka
menjadi agresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
c) Integrasi (integration) adalah tingkat unit-unit kerja dalam
organisasi yang mendorong untuk beroperasi dalam koordinasi
yang baik.
d) Dukungan manejemen (manegement support) yaitu tingkat
kejelasan komunikasi, bantuan dan dukungan yang disediakan oleh
manejemen terhadap unit kerja yang dibawahnya.
e) Pengawasaan (control) adalah sejumlah aturan atau pengawasan
yang digunakan untuk mengawasi perilaku karyawan.
f) Identifikasi (indentify) adalah tingkat identifikasi diri tiap anggota
dalam organisasi serta keseluruhan melebihi group kerja atau
bidang profesi masingmasing.
g) Sistem penghargaan (reward system) yaitu tingkat alokasi dan
penghargaan berdasarkan performance pegawai sebagai lawan dari
senioritas.
h) Toleransi terhadap konflik (conflict tolerence) yaitu tingkat
toleransi terhadap konflik dan kritik keterbukaan yang muncul
dalam organisasi.
i) Pola komunikasi (communication pattern) yaitu tingkat
keterbatasan komunikasi dalam organisasi yang sesuai dengan
otoritas pada hirarki formal.

D. Produktivitas Kerja

1.Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang atau


jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Produktivitas adalah
ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan
masukan. Masukan sering dibatasai dengan tenaga kerja sedangkan keluaran
diukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai (Sutrisno, 2015:99). Secara
teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, produktivitas tenaga kerja
merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan pasar tenaga
kerja per satuan waktu dan sebagai tolok ukur jika ekspansi dan aktifitas
dari sikap sumber yang digunakan selama produktivitas berlangsung dengan
membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap sumber yang
digunakan.

Produktivitas adalah hubungan antara hasil nyata fisik (barang atau


jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Jadi produktivitas diartikan sebagai
tingkat efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa, dan produktivitas
mengutamakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber - sumber
dalam memproduksi barang atau jasa (Sinungan ,2008).

Menurut Sunyoto (2012:41) secara filosofi, produktivitasmerupakan


sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa suatu
kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari
hari ini. Menurut Umar (2005:25) produktivitas adalah sikap mental yang
selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Produktivitas kerja karyawan dapat diartikan sebagai hasil kongkrit


(produk) yang dihasilkan oleh individu ataupun kelompok, selama satuan
waktu tertentu dalam suatu proses kerja (Tjutju Yuniarsih dan Suwanto,
2013: 156).

Produktivitas kerja terbagi menjadi tiga adalah:

a) Pengertian filosofis dapat diartikan sebagai produktivitas


adalah suatu usaha untuk meningkatkan mutu kehidupan
dimana hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
b) Pengertian defenisi kerja dapat diartikan bahwa produktivitas
adalah perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan
keseluruhan sumber daya yang digunakan per satuan waktu.
c) Sedangkan secara teknis operasional produktivitas dapat
diartikan sebagai:
1) Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan
menggunakan sumber daya yang lebih sedikit,
2) Jumlah yang lebih besar dapat dicapai dengan
menggunakan sumber daya yang kurang,
3) Jumlah produksi yang lebih besar diperoleh dengan
menggunakan sumber daya yang sama,
4) Jumlah produksi yang relatif besar dapat diperoleh
dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih
sedikit. Simanjuntak (1985:4)

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produktifitas Kerja

Simanjuntak dalam Supriyanto dan Machfudz (2010: 101) faktor-


faktor yang mempengaruhi produktivitas dapat digolongkan pada tiga
kelompok, yaitu:

a) Kualitas dan kemampuan fisik karyawan, antara lain tingkat


pendidikan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan
fisik karyawan serta latihan.
b) Sarana pendukung menyangkut lingkungan kerja, termasuk
teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan yang
digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta
suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri serta menyangkut
kesejahteraan karyawan yang tercermin dalam sistem
pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan kelangsungan
kerja.
c) Supra sarana, aktivitas perusahaan selalu dipengaruhi oleh apa
yang terjadi di luarnya. Seperti faktor-faktor produksi yang
akan digunakan, prospek pemasaran, perpajakan, perijinan,
lingkungan hidup dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah di
bidang eksporimpor, pembatasan dan pengawasan juga
mempengaruhi ruang gerak pimpinan perusahaan dan jalannya
aktivitas di perusahaan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Menurut


Sutrisno (2015:103) ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan, yaitu:

a) Pelatihan. Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi


karyawan dengan keterampilan dan cara yang tepat untuk
menggunakan peralatan kerja. Untuk itu, latihan kerja
diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus
untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan.
b) Mental dan kemampuan fisik karyawan. Keadaan mental dan
fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting untuk
menjadi perhatian bagi organisasi sebab keadaan fisik dan
mental mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas
kerja karyawan.
c) Hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan atasan dan
bawahan akan mempengarauhi kegiatan yang dilakukan
sehari-hari. Bagaimana pandagan atasan terhadap karyawan,
sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam penentuan tujuan.

3. Upaya Peningkatan Produktivitas


Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah
keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspel-aspek teknis. Mengatasi
hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu
keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja. Adapun faktor-faktor
tersebut menurut Sutrisno (2015:105) adalah sebagai berikut:

a) Perbaikan terus menerus. Dalam upaya meningkatkan


produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh
komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus
menerus.
b) Peningkatan mutu hasil pekerjaan. Berkaitan erat dengan upaya
melakukan perbaikan secara terus menerus ialah peningkatan
mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen
organisasi.
c) Pemberdayaan sumber daya manusia. Bahwa sumber daya
manusia merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi.
Karena itu memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang
sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh eselon
manajemen dalam hierarki organisasi.

4. Indiktor Produktivitas Kerja

Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan


yang ada diperusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan
pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif sehingga ini semua
akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan.
Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu
sebagai berikut (Sutrisno, 2015:104-105):

a) Kemampuan. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan


tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada
keterampilan dimiliki serta profesionalisme mereka dalam
bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang diembannya kepada mereka.
b) Meningkatkan hasil yang dicapai. Berusaha untuk meningkatkan
hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat
dirasakan oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil
pekerjaan tersebut. Jadi, upaya memanfaatkan produktivitas kerja
bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.
c) Semangat kerja. Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari
kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang
dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hasil
sebelumnya.
d) Pengembangan diri. Mengembangkan diri untuk meningkatkan
kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan
melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi.
Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak
dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada
gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan
untuk meningkatkan kemampuan.
e) Mutu. Berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari masa
lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan
kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu untuk
memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat
berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
f) Efisiensi. Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran
merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang
signifikan bagi karyawan.

E. Kerangka Pikir

Produktivitas kerja yang tinggi merupakan salah satu tujuan yang


ingin dicapai setiap perusahaan, tercapai tidaknya tujuan perusahaan
tergantung dari sumber daya manusia dibawahnya perusahaan itu sendiri.
Perusahaan atau ruang lingkup kerja yang paling efektif ketika adanya rasa
kebersamaan dalam suatu perusahaan itu. Meningkatkan produktivitas kerja
melalui orang yang sangat berarti yang bisa menciptakan rasa kebersamaan di
perusahaan tersebut.

Penelitian ini terdiri dari 3 variabel x yaitu Motivasi (X1),


Pengawasan (X2), dan Budaya Kerja (X3) kemudian satu variabel y yaitu
Produktivitas Kerja (y), sehingga ketiga variabel itu dapat mempengaruhi
Produktivitas Kerja (y). Pengaruh dari ketiga variabel X1, X2, dan X3
terhadap variabel Y dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan

Produktivitas kerja adalah suatu kemampuan untuk melakukan


kegiatan yangmenghasilkan suatu produk atau hasil kerja sesuai dengan
mutu yang ditetapkandalam waktu yang lebih singkat dari seorang tenaga
kerja.Setiap organisasi pada dasarnya akan memiliki kebijakan yang
berbeda-bedaterhadap sumber daya manusia yang dimilikinya guna
mencapai produktivitas kerjakaryawan. Dalam pencapaian yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan antara lainadalah adanya
motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja dan stres kerja karyawan
bertambah. Keempat yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan
tersebut, diharapkan mampu memberikan jalan bagi karyawan guna
mencapai produktivitas kerja yang lebih baik lagi. Motivasi kerja
merupakan suatu kondisi dimana karyawan membutuhkan apresiasi penuh
atas pekerjaannya, mendapatkan suasana yang nyaman dalam pekerjaan,
keamanan dalam bekerja, gaji/upah yang baik, pekerjaan yang menarik
dan disiplin yang bijaksana dari setiap manajer.Salah satu faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja adalah kurangnya semangat kerja
karyawan dimana salah satu didalamnya adalah masalah motivasi kerja
yang kurang dilakukan pada suatu manajer perusahaan. motivasi kerja
adalah kondisi atau keadaan dalam suatu perusahaan yang ingin
meningkatkan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya, maka dari itu
motivasi kerja sangat berperan penting dalam mendapat produktivitas yang
maksimal. Karena tujuan dari motivasi kerja adalah memberikan semangat
kerja kepada setiap karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya
secara efektif dan efisen. Dampak yang terjadi apabila didalam perusahaan
tidak ada motivasi kerja, dimana karyawan akan melakukan pekerjaannya
dengan biasa-biasa saja dan kurang semangat dalam melaksanakan
tugasnya. Berdasarkan dari asumsi diatas bahwa dengan peran motivasi
kerja terhadap produktitas dapat meningkatkan semangat kerja karyawan
dimana karyawan akan bekerja secara maksimal dan menyukai lingkungan
kerjanya dan keuntungan yang didapat dalam suatu perusahaan adalah
mendapatkan penghasilan yang meningkat dari tahun ke tahun apabila
motivasi ini terus dilakukan.

2. Pengaruh Pengawasan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan

Fungsi pengawasan dalam penyelenggaraan manajemen


perusahaan (coorporation) sangat diperlukan untuk mencegah berbagai
kendala pelaksanaan setiap kegiatan organisasi di lingkungan perusahaan
atau badan usaha baik milik pemerintah maupun swasta. Efek yang
diharapkan dari dilaksanakannya fungsi pengawasan adalah meningkatnya
kinerja perusahaan dan prestasi kerja karyawan. Berangkat dari deskripsi
tersebut, Bacal (2005:229), menjelaskan bahwa kinerja perusahaan diawali
dengan peningkatan kinerja karyawan. Kinerja karyawan berkaitan dengan
kemampuan masing-masing karyawan dalam melaksanakan tugas-
tugasnya secara tepat waktu dan sesuai dengan hasil yang ditentukan.
Proses mencapai kinerja yang sesuai dengan hasil yang secara standard
telah ditentukan perusahaan melibatkan penggunaan logika untuk mencari
cara-cara yang paling ekonomis untuk melaksanakan tugas kerja, perlatan
dan bahan kerja, kondisi lingkungan dan ruang, serta cara-cara yang
mudah dalam melaksanakan tugas kerja. Proses peningkatan kinerja
sebagaimana di atas merupakan suatu indicator yang merupakan suatu
aktivitas terencana dan berkesinambungan serta berhubungan dengan
orang lain , maka untuk mencapai kinerja perlu dilakukan pengawasan
untuk mengurangi munculnya kesalahan dan memperbaiki metode yang
dinilai kurang efektif.

3. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan

Menurut Indriantoro (2000) menyatakan bahwa penelitian


mengenai budaya organisasional merupakan topik yang penting, karena
budaya organisasi merupakan salah satu jenis aktiva tidak berwujud
perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja organisasional. Ndraha,
(2003) menyatakan, bahwa: Budaya memiliki pengaruh terhadap kinerja.
Menurut salah satu fungsi budaya adalah identitas. Jika dilihat dari segi
organisasi, identitas adalah kepribadian organisasi. Jika identitas itu
hilang, organisasi menjadi lemah. Disamping itu, budaya berkaitan erat
dengan kinerja organisasi. Jika kinerja merosot, eksistensi organisasi
terancam. Karena itu, budaya harus resilient (berketahanan). Pertahanan
budaya adalah proses mempertahankan eksistensi dan kepribadian
organisasi. Menurut Kotter dan Hesket (2007), mengatakan bahwa budaya
yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu
dan kinerja, bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh tersebut
dapat lebih daripada faktorfaktor lain seperti struktur organisasi, alat
analisis keuangan, kepemimpinan dan lain-lain. Budaya organisasi yang
mudah menyesuaikan dengan perubahan jaman (adaptif) adalah yang dapat
meningkatkan kinerja.

Motivasi

Pengawasan Produktivitas Kerja

Budaya Kerja
F. Hipotesis

Hipotesis berasal dari dua penggalan kata “hypo” yang artinya “di
bawah” dan “thesa” yang artinya kebenaaran. Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto 2010 :
110). Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Ada pengaruh antara motivasi terhadap produktivitas kerja


karyawan

2. Ada pengaruh antara pengawasan terhadap produktivitas kerja


karyawan

3. Ada pengaruh antara budaya kerja terhadap produktivitas kerja


karyawan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, penulis memilih objek


penelitian di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangkaluku Kota Palopo
B. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer. Data primer merupakan data yang bersumber dari tangan
pertama, data yang di ambil menggunakan cara Kuesioner merupakan daftar
pertanyaan yang dipakai sebagai pedoman untuk mengadakan tanya jawab
dengan responden mengenai Pengaruh Motivasi, Pengawasan, dan Budaya
Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan kelompok orang, peristiwa, atau hal yang


ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006 : 325). Sampel adalah sebagian dari
populasi yang terdiri dari sejumlah anggota yang dipilih dari populasi
(Sekaran, 2006 : 123). Populasi sekaligus sampel dalam penelitian ini adalah
50 Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangkaluku Kota Palopo

1. Metode yang digunakan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif


(descriptif research). Sugiono (2012 : 29) rumusan deskriptif adalah suatu
rumusan masalah yang berkenan dengan pertanyaan terhadap keberadaan
variabel mandiri, baik hanya satu variabel atau lebih (variabel mandiri
adalah variabel yan berdiri sendiri). Jadi dalam penelitian ini peneliti tidak
membuat perbandingan variabel yang lain . Penelitian semcam ini disebut
penelitian deskriptif. Menurut Umar (2008 : 22) penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai status atau gejala yang ada, yaitu keadaan gejala
menurut apa adanya yang pada saat penelitian dilakukan.

2. Variable Penelitian

Variabel bebas (x)

Yaitu yang dalam hubungannya dengan variabel lain bertindak


sebagai penyebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (dependent).
Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah sebagai berikut.
a) Motivasi (X1) Hamzah B. Uno (2007) mengatakan bahwa
motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan tingkah
laku seseorang. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang
menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang
yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai
dengan motivasi yang mendasarinya.
b) Pengawasan (X2) adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa
tujuan tujuan organisasi dan manajemen tercapai ini berkenaan
dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang
direncanakan.
c) Budaya Kerja (X3) Menurut Luthans dalam Susanto (2006)
budaya kerja adalah norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Variabel Terikat (Y)

Yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat


karena adanya variabel bebas. Adapun variabel terikatnya adalah
Produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu Atau sejumlah
barang/ jasa yang dapat dihasilkan oleh seseoarang atau kelompok
orang/ karyawan dalam jangka waktu tertentu.

D. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Peneltian Kepustakaan
Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara
mencari blog-blog dan jurnal dari internet sebagai landasan
teoritis yang akan diperbandingkan sengn masalah yang akan
diteliti.
b. Penelitian lapangan
Dilakukan untuk memperoleh data primer yaitu data yang
bersumber dari objek penelitian yang akan diteliti. Data
tersebut dikumpulkan dengan cara :
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun oleh
penulis untuk diisi responden, yang berbentuk keterangan,
jawaban dan informsi yang dibutuhkan. Angket ini ditujukan
kepada Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Mangkaluku kota Palopo
E. Pengukuran Data 
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Menurut Kinnear (dalam Umar 2008 : 70) skala Likert ini berhubungan
dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya
setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-tidak baik. Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan indikator-indikatornya. 
Dalam penelitian ini, untuk memudahkan responden dalam menjawab
kuesioner, maka skala penilaiannya sebagai berikut :
   Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan. Adapun bentuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner tertutup. Kuesioner dirancang dengan disertai jawaban
yang telah disediakan. Setiap item pertanyaan diarahkan untuk mengetahui
penilaian responden mengenai indikator Motivasi, Pengawasan, Budaya
Kerja dan Produktivitas Kerja Karyawan
F. Teknik Transformasi Data 
Dalam penelitian ini karena data yang dihasilkan dari penelitian
skalanya masih bersifat ordinal, sedangkan untuk keperluan pengolahan data
selanjutnya memerlukan data berbentuk skala interval, maka data yang
dalam skala ordinal tersebut ditransformasikan terlebih dahulu kedalam
skala interval (mentransformasikan data ordinal menjadi interval) dengan
menggunakan Method Succesive Interval (MSI), dengan langkah-langkah
sebagai berikut (Umar : 2008): 

Perhatikan tiap butir pertanyaan, misalnya dalam kuesioner. 

a) Untuk butir tersebut, tentukan berapa banyak orang yang


mendapatkan (menjawab) skor 1, 2, 3, 4, dan 5 yang disebut
dengan frekuensi. 
b) Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya
disebut proporsi. 
c) Tentukan proporsi kumulatif. 
d) Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, hitung Z tabel
untuk proporsi kumulatif yang diperoleh. 
e) Tentukan nilai densitas untuk setiap Z yang diperoleh dari tabel. 
f) Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus : 

g)  Tentukan nilai transformasi (Y) dengan menggunakan rumus :

G. Uji Validitas 
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan (indikator) pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Sugiyono 2012 : 348), yaitu mengukur konstruk atau
variabel yang di teliti periset. Sedangkan untuk mengukur kevalidan akan
digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

Untuk menentukan Uji Signifikansi korelasi product moment menggunakan


rumus:

Kaidah Keputusan
Nilai t (hitung ) yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai
t_tabel dengan tingkat α tertentu dan derajat bebas sebesar N-2
Kaidah Keputusan diambil dengan kaidah sebagai berikut:
a. jika nilai t_(hitung ) > t_tabel : maka alat ukur yang digunakan
Valid  
b. jika niali t_(hitung )< t_(tabel ): maka alat ukur yang digunakan
Tidak Valid.

H. Uji Reliabilitas 
     Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur kehandalan,
ketetapan atau keajegan atau konsistensi suatu kuesioner. Suatu kuesioner
dikatakan handal jika jawaban responden terhadap butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Sugiyono
2012 : 349). Selain itu untuk menghasilkan kehandalan suatu instrumen atau
kuesioner, peneliti haruslah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
relevan kepada responden. Adapun sebagai teknik untuk mengukur
reliabilitas instrument yang berupa angket dengan skala likert ini dapat
menggunakan rumus koofisien reliabilitas Alfa Cronbach yang dalam
Paradigma Umar (2008 : 170) rumusnya adalah:
Kaidah keputusan dilakukan dengan membandingkan antara
t_(hitung) dan t_(tabel ) dengan alpha tertentu dan derajat kebebasan
(degree of freedom) n-1, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika T_(Hitung) >T_(Tabel) Maka Data Reliabel 


B. Jika T_(Hitung) <T_(Tabel) Maka Data Tidak Reliabel 
Mencari T Hitung Digunakan Rumus :

I. Teknik Analisis Data


Data primer dan data sekunder dianalisis secara deskriptif dengan
batuan tabel dalam jumlah persentase. Dalam pendekatan analisis, maka data
diolah secara kuantitatif dengan metode statistik parametrik. Berdasarkan
identifikasi masalah dan hipotesis yang diajukan, maka langkah-langkah
analisis statistik yang akan dilakukan dalam pengolahan hasil penelitian
adalah sebagai berikut : 
1. Rentang Kriteria Pengukuran
Tahapan proses untuk menentukan rentang kriteria pengukuran
data adalah sebagai berikut : 
a.Tentukan skor terendah dan tertinggi 
dengan cara mengalikan jumlah sampel yang diketahui adalah N
= 74 orang/responden dengan bobot yang paling rendah (74 x 1)
dan bobot paling tinggi (N x 5), maka didapat rentang terendah
adalah 74, sedangkan yang tertinggi adalah 370.
b. Rentang Interval tiap kriteria untuk skor
c. Daftar skala penilaian tiap kriteria

2. Analisis Regresi Linier Berganda


Adalah analisis yang digunakan untuk menentukan pengaruh antara
variabel bebas (Motivasi, Pengawasan, Budaya Kerja) dengan variabel
terikatnya (Produktivitas Kerja Karyawan). Menurut Sugiyono dalam
bukunya “Statistik untuk Penelitian” (2012 : 275), persamaan regresi adalah
sebagai berikut :

Nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


3. Analisis Korelasi
Dimana r dapat diketahui dengan rumus :

a) Jika r = 0 atau mendekati 0, maka pengaruh antara variabel sangat


lemah atau tidak ada pengaruh sama sekali. 
b) Jika r = 1 atau mendekati 1, maka pengaruh antara variabel sangat kuat
atau cukup kuat dan mempunyai pengaruh searah. 
c) Jika r = -1 atau mendekati -1, maka pengaruh antara variabel sangat
kuat atau cukup kuat dan mempunyai pengaruh terbalik. 

Menurut Sugiyono (2012 : 231), menjelaskan bahwa untuk dapat


memberi interpretasi terhadap lemah atau kuatnya pengaruh itu, maka dapat
digunakan pedoman sebagai berikut :

4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi adalah angka atau indeks yang digunakan untuk
mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih terhadap variasi
naik turunnya variabel yang lain, dengan rumus :
Rancangan Pengujian Hipotesis
a. Menentukan F_hitung dengan menggunakan statistik Uji F dengan
rumus statistik menurut Sugiono (2012) adalah sebagai berikut :

b. Menentukan model keputusan dengan statistik Uji F asumsi pengujian adalah


sebagai berikut :
Daftar Pustaka
Dotulung, H,O, Lucky. Assagaf, Y, Cecilia, Shannon. 2015. Pengaruh Disiplin,
Motivasi Dan Semangat Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Dinas
Pendapatan Daerah Kota Manado. Jurnal EMBA. Vol.3 No.2. ISSN 2303-1174. ,
Hal. 639-649
Harahap, Dumasari. Kadir, Abdul. Jaffisa, Tomi. 2017. Peranan Camat dalam
Pengawasan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kantor Kecamatan . Jurnal
Administrasi Publik. JAP, Vol. 7 No. 1. e-ISSN : 2548-7787. Hal. 100 – 101
Hermawan, Yudi. 2018. Pengaruh Pengawasan Dan Kepercayaan Terhadap
Produktivitas Kepala Sekolah Sd Negeri Di Kota Bekasi. Jurnal Inovasi
Pendidikan Mh. Thamrin , Vol.3. ISSN 2549-3310

Hidayat, Dzaki, Ahmad. Khuluqo, El, Ihsana. 2017. Pengaruh Pengawasan


Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja pada Biro Umum di Badan Narkotika
Nasional. Jurnal Utilitas Vol. 3 No. 2. ISSN : 2442 – 224X
Kuswinarno, Mudji. Ismail, Iriani. Nurrahmawati, Laili. 2014. Pengaruh
Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Produktivitas
Karyawan PT. BRI (PERSERO), TBK Cab. Bangkalan. Jurnal Studi Manajemen
Dan Bisnis Vol 1 No. 1
Nisa, Chairatun, Yuni. Bahri, Syaiful. 2017. Pengaruh Pengembangan Karir Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Jurnal Ilmiah Manajemen
& Bisnis Vol. 18 No. 1. ISSN: 2580-4170. Hal. 9 – 15
Nurtjahjono, Eko, Gunawan. Musadieq, Al, Mochammad. Gardjito, Herlambang,
Aldo. 2014. Pengaruh Motivasi Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 13 No. 1
Prasetya, Arik. Panjaitan, Poppy. 2017. Pengaruh Social Media Terhadap
Produktivitas Kerja Generasi Millenial. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB).Vol. 48
No. 1
Ruhana, Ika. Utami, Nayati, Hamidah. Rakhmawan, Lutfi, Mohamad. 2016.
Pengaruh Budaya Kerja Dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja
Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 35 No. 2
Rukmna, Rahmat. 2016. Dampak Kepemimpinan, Motivasi Kerja Dan
Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai Serta Implikasinya Pada Kualitas
Perencanaan Pembangunan. Kontigensi. Vol. 4 No. 1. ISSN 2088-4877. Hal. 57
– 75
Setyobudi. Megawati. Putranti, Dwi, Ratnawati, Honorata. 2018. Pengaruh
Budaya Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Melalui Motode
TULTA Sebagai Variabel Kontrol. Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 2,
No. 2. ISSN 2579-9401
Sinaga, Novelya, Winda. 2014. Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, Budaya
Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pt. Pln (Persero) Kantor
Regional Wilayah Riau Dan Kepulauan Riau. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis.
Vol. VI No. 2
Sinambela, Anastasya, Ella. Darmawan, Didit. Putra, Rahman, Arif. 2017.
Pengawasan Dan Koordinasi Kerja Serta Pengaruhnya Terhadap Produktivitas
Kerja Karyawan. Akuntabilitas, Volume 10, No. 2
Sujana, Nyoman, I. Meitriana, Ary, Made. Anggeline, Novi, Dyah, Komang.
2017. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Pt. Bpr Nusamba
Kubutambahan. E-journal Jurusan-Pendidikan Ekonomi Vol: 10 No.2
Syafrina, Nova. Manik, Sudarmin. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produktivitas Kerja Karyawan Pada Bank Danamon Simpan Pinjam. Maqdis :
Jurnal Kajian Ekonomi Islam. Volume 3, Nomor 1
Wibisono, Chablullah. Ratnasari, Langgeng, Sri. Irawan, Adi. Gunadi. 2015.
Kualitas Pelayanan Sebagai Variabel Intervening Antara Kompetensi Pegawai
Dan Budaya Kerja Terhadap Kepuasan Mitra Di Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas
Batam. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis vol. 3, no. 1. ISSN:
2337-7887
Wijono, Djoko. Ady, Fransiskus. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan. Jurnal MAKSIPRENEUR, Vol. II, No. 2. hal. 101 – 112
Yusuf, Yusmilba. 2014. Pengaruh Sistem Pengawasan Terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur.
Jurnal Paradigma, Vol.3 No.1. ISSN: 2252-4266

Anda mungkin juga menyukai