PENDAHULUAN
KAJIAN TEORI
A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi kerja merupakan suatu daya pendorong atau penggerak yang
dimiliki atau terdapat dalam diri setiap individu dalam melakukan suatu
kegiatan agar individu mau berbuat, bekerja serta beraktifitas untuk
menggunakan segenap kemampuan dan potensi yang dimilikinya guna
mencapai tujuan yang dikehendaki, sebagaimana ditetapkan sebelumnya.
Untuk mewujudkan motivasi kerja yang tinggi memerlukan tingkat
perhatian khusus kepada karyawan guna bertujuan perusahaan dalam
menghasilkan laba agar dapat berkesinambungan.
Suwatno & Priansa (2011:171) mengemukakan motivasi berasal dari
kata latin movere yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan
yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Hasibuan (2009:141)
mengemukakan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan
daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Uraian
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah pendorong atau
penggerak seseorang untuk bertindak dan bekerja dengan giat dalam
melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya dengan rasa tanggung jawab
untuk mencapai tujuan perusahaan yang maksimal.
Menurut Siswanto (2005, hal.119) motivasi dapat diartikan sebagai
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegiatan (moves) dan mengarah atau menyalurkan perilaku
kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan. Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai
hubungan. Kebutuhan dapat berwujud fisik bilogis serta sosial ekonomis.
Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya kebutuhan (needs) yang
bersifat sosial psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan,
perlindungan, keamanan, jaminan sosial, dan sebagainya. Jadi secara singkat
motivasi diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuan dalam
rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya
manusia
Seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbine dalam Hasibuan
(2011, hal. 219) motivasi merupakan suatu kerelaan untuk berusaha
seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi
oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan invidu. Para
karyawan dapat termotivasi apabila penetapan tujuan perusahaan didasarkan
atas kepentingan dan kebutuhan karyawan. Heidjrachman dan Husnan
(2002, hal. 194) mengemukakan beberapa faktor motivasi yang dipengaruhi
oleh kepuasan kerja yaitu gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan kerja
yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan dan pekerjaan yang berarti.
Motivasi adalah faktor pendorong seseorang yang menimbulkan semangat
kerja karyawan. Karyawan yang termotivasi dengan baik akan mengalami
tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula.
Menurut Malthis (2006:114), motivasi adalah keinginan dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Biasanya orang
bertindak karena suatu alasan untuk mencapai tujuan. Memahami motivasi
sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi dan persoalan
sumber daya manusia yang lain dipengaruhi dan mempengaruhi motivasi.
Pendekatan untuk memahami motivasi berbeda-beda, karena teori yang
berbeda mengembangkan pandangan dan model mereka sendiri.
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Teori dua faktor dari Frederick Herzberg mengatakan bahwa
seseorang terdorong untuk melakukan pekerjaan karena dua faktor yaitu
faktor yang membuat individu merasa tidak puas (dissatisfiers) dan factor
yang membuat individu puas (satisfiers). Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Herzberg ada dua faktor yang mendorong atau memotivasi orang
untuk bekerja, yaitu:
a. Faktor Motivator
Faktor motivator disebut juga dengan kondisi intrinsik, adalah
kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakkan tingkat motivasi yang kuat dalam menghasilkan
kinerja karyawan. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini
ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
(Manullang, 1981 : 151) menyatakan bahwa faktor-faktor
motivator meliputi:
1) Achievement (keberhasilan pelaksanaan)
2) Recognition (pengakuan)
3) The work it self (pekerjaan itu sendiri)
4) Responsibilities (tanggung jawab)
5) Advancement (pengembangan)
b. Faktor Hygiene
Faktor Hygiene disebut juga dengan kondisi ekstrinsik, adalah
suatu keadaan pekerja yang menyebabkan rasa tidak puas diantara
para karyawan. Apabila kondisi tersebut ada, maka hal itu tidak
memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor- faktor yang
membuat individu merasa tidak puas (dissatisfiers), karena faktor-
faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan hirarki yang
paling rendah, yaitu tingkat tidak adanya kepuasan (non-
dissatisfiers). Menurut M. Manullang (1981:151) menyatakan
faktor hygiene meliputi:
1) Policy and administration (kebijakan dan administrasi)
2) Technical supervisior (supervisi perusahaan)
3) Interpersonal supervisor (hubungan antar pribadi)
4) Working condition (kondisi kerja)
5) Wages (gaji/upah)
a. Penghargaan diri
Seseorang akan merasa terhormat apabila dia dihargai oleh orang
lain dalam lingkungan kerjanya. Situasi seperti ini akan
mendukung orang tersebut untuk bekerja lebih baik.
b. Kekuasaan
Seseorang akan termotivasi apabila diberi kekuasaaan dan
kewenangan atas pekerjaannya secara utuh tanpa adanya paksaan
dari pihak lain selama pekerjaan yang dilakukan tidak menyimpang
dari tujuan perusahaan.
c. Kebutuhaan Keamanan Kerja
Kebutuhan untuk mendapatkan jaminan dan rasa aman tentram
terlepas dari bahaya phisik serta terbebas dari rasa ketakutan
kehilangan pekerjaan serta mendapatkan ancaman untuk masa
depannya.
4. Tujuan Motivasi
Didalam perusahaan motivasi berperan sangat penting dalam
meningkatkat kinerja karyawan. Tujuan dalam memberikan motivasi kerja
terhadap karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien. Dengan demikian berarti juga mampu memelihara dan
meningkatkan moral, semangat dan gairah kerja, karena dirasakan sebagai
pekerjaan yang menantang. Program dengan cara ini suatu organisasi dapat
mendorong berkembangnya motivasi berprestasi dalam suatu perusahaan,
yang akan memacu tumbuh dan berkembangnya persaingan sehat antara
individu/tim kerja dalam suatu perusahaan. Tetapi dalam individu setiap
manusia tidak semua karyawan termotivasi lewat lingkungan kerjanya yang
biasa disebut dengan motivasi eksternal, tetapi ada juga karyawan yang
termotivasi dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) tanpa ada motivasi
khusus yang dia dapatkan dalam lingkungan kerjanya.
B. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Pengawasan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa
yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan
maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Menurut Laurie J. Mullins (2005:832), Pengawasan adalah bagian
integral dari proses manajemen. Pengawasan ini juga sering dikaitkan
dengan tindakan delegasi. Pengawasan sebagai pemantauan kinerja tugas
didelegasikan sehingga hasil yang diharapkan akan berhasil dicapai.
Namun, ini tidak berarti pengawasan yang dilakukan hanya oleh manajer.
Orang yang tugas didelegasikan dapat juga mengidentifikasi dengan efektif
dan mengoperasikan pengawasan hari demi hari.
Donald C. Mosley (2007:374) mengatakan bahwa, Pengawasan adalah
sebagai fungsi manajemen yang membandingkan kinerja yang dicapai
dengan kinerja yang direncanakan, serta mengambil tindakan, jika
diperlukan, karena pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Robert J. Mockler (2006:45) menguraikan pengertian pengawasan
lebih mendetail yaitu, Pengawasan adalah proses kegiatan monitoring dan
penilaian untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana
seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang
akan mengganggu pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Richard L. Daft (2010:8) mendefinisikan, Pengawasan adalah fungsi
keempat dalam proses manajemen. Pengawasan adalah memonitor aktifitas
pegawai, menentukan apakah organisasi pada target menuju tujuannya, dan
membuat koreksi yang diperlukan. Manajer harus memastikan bahwa
organisasi bergerak menuju tujuannya.
Griffin Moorhead (2007:30) menyatakan pendapatnya tentang
pengawasan bahwa, Pengawasan adalah proses monitoring dan mengoreksi
tindakan organisasi dan orang-orang untuk menjaga mereka menuju tujuan
mereka. Seorang manajer harus dapat mengawasi biaya, persediaan, dan
sebagainya. Sekali lagi, proses perilaku dan karakteristik merupakan bagian
penting dari fungsi pengawasan ini. Evaluasi kinerja, sistem penghargaan,
dan motivasi, misalnya, semua berlaku dalam pengawasan.
Menurut Hani Handoko Pengawasan dapat didefinisikan sebagai
proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen
tercapai. Menurut Sondang P. Siagian, Pengawasan merupakan salah satu
sasaran penilaian guna menjamin bahwa, pengawasan dilaksanakan dengan
objektif dan rasional dengan menggunakan teknik dan takaran yang sudah
baku dan disepakati bersama. dengan adanya sasaran penilaian dari sebuah
pengawasan dapat meningkatkan peningkatakan kinerja. Menurut
Soedarmayanti, Pengawasan yaitu proses pengamatan dari pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi, guna menjamin agar pekerjaan yang sedang
dilakukan, berjalan sesuai rencana yang telah ditenukan. Menurut Khaerul
Umam, Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat
dipisahkan dari fungsi-fungsi manajemen lainnya, seperti perencanaan dan
pelaksanaan. Sedangkan menurut G. Simon devung Pengawasan dalam
konteks administrasi dan manajemen adalah proses pengecekan apakah
kegiatan yang dijalankan sesuai dengan yang telah direncanakan, dan
mengadakan penyesuaian atau perbaikan bila diperlukan.
T. Hani Handoko juga membagi tiga jenis pengawasan (2003: 361)
menyatakan bahwa, “ada tiga tipe dasar pengawasan”, yaitu:
a) Pengawasan pendahuluan,
b) Pengawasan concurrent,
c) Pengawasan umpan balik
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pengawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls,
dirancang untuk mengantisipasi masalah atau penyimpangan dari
suatu standar atau tujuan serta memungkinkan koreksi dibuat
sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi,
pengawasan ini lebih aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah
dan mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum masalah
muncul atau terjadi. Pengawasan ini bersifat preventif artinya
tindakan pencegahan sebelum munculnya suatu permasalahan atau
penyimpangan.
b) Pengawasan Concurrent, pengawasan ini dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini sering disebut
dengan pengawasan “Ya, Tidak”. Screenning Control atau
“berhenti, terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung.
Sehingga memerlukan suatu prosedur yang harus dipenuhi sebelum
kegiatan dilanjutkan.
c) Pengawasan Umpan Balik, pengawasan ini dikenal sebagai past
action controls, yang bertujuan untuk mengukur hasil dari suatu
kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab dari penyimpangan
atau kesalahan dicari tahu kemudian penemuanpenemuan tersebut
dapat diterapkan pada kegiatan-kegiatan yang serupa di masa yang
akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran
dilakukan setelah kegiatan terjadi.
2. Sistem Pengawasan
Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan adalah kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai
dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis,
2001:154). Menurut Harahap (2001:10), menyatakan bahwa pengawasan
mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana
yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, prinsip yang dianut dan juga
dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat
dihindari kejadiannya dikemudian hari. Menurut Manullang (2001:173),
pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud
supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula.
Menurut Nawawi (2000:108), produktivitas kerja lebih ditekankan pada
ukuran daya guna dalam melaksanakan pekerjaan, yang menyentuh aspek
ketepatan, kecermatan dan sikap terhadap pekerjaan. Ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan dan kecermatan dihubungkan dengan keterampilan
dan keahlian dalam mempergunakan metode atau cara bekerja dan peralatan
yang tersedia.
Dalam melakukan pengawasan, perlu diterapkan teknik-teknik Untuk
melaksanakan pengawasan, dapat dilakukan teknik pengawasan. Soelistriyo
(2003: 86) mengungkapkan macam-macam teknik pengawasan yaitu,
Pengawasan langsung (Direct Control), pengawasan tidak langsung
(Indirect Control). Pengawasan langsung adalah pengawasan yang
dilaksanakan sendiri oleh atasan langsung, tanpa perantara. Pengawasan
tidak langsung, adalah pengawasan yang dilaksanakan dengan perantaraan
sesuatu alat yang berwujud laporan, baik laporan lisan maupun tertulis.
Kedua teknik pengawasan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan teknik langsung yaitu pimpinan mengetahui secara langsung
yang terjadi di lapangan. Kekurangan teknik langsung yaitu sulit dilakukan
dalam organisasi yang besar dan bersifat kompleks. Kelebihan teknik tidak
langsung adalah cocok untuk organisasi besar. Sedangkan kekurangannya
adalah seringkali bawahan melaporkan hal-hal yang bersifat baik saja agar
pimpinan senang, pimpinan tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya
terjadi.
3. Tujuan Pengawasan
4. Jenis-Jenis Pengawasan
C. Budaya Kerja
D. Produktivitas Kerja
E. Kerangka Pikir
Motivasi
Budaya Kerja
F. Hipotesis
Hipotesis berasal dari dua penggalan kata “hypo” yang artinya “di
bawah” dan “thesa” yang artinya kebenaaran. Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto 2010 :
110). Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
BAB III
METODE PENELITIAN
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer. Data primer merupakan data yang bersumber dari tangan
pertama, data yang di ambil menggunakan cara Kuesioner merupakan daftar
pertanyaan yang dipakai sebagai pedoman untuk mengadakan tanya jawab
dengan responden mengenai Pengaruh Motivasi, Pengawasan, dan Budaya
Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan
2. Variable Penelitian
a. Peneltian Kepustakaan
Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara
mencari blog-blog dan jurnal dari internet sebagai landasan
teoritis yang akan diperbandingkan sengn masalah yang akan
diteliti.
b. Penelitian lapangan
Dilakukan untuk memperoleh data primer yaitu data yang
bersumber dari objek penelitian yang akan diteliti. Data
tersebut dikumpulkan dengan cara :
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun oleh
penulis untuk diisi responden, yang berbentuk keterangan,
jawaban dan informsi yang dibutuhkan. Angket ini ditujukan
kepada Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Mangkaluku kota Palopo
E. Pengukuran Data
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Menurut Kinnear (dalam Umar 2008 : 70) skala Likert ini berhubungan
dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya
setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-tidak baik. Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan indikator-indikatornya.
Dalam penelitian ini, untuk memudahkan responden dalam menjawab
kuesioner, maka skala penilaiannya sebagai berikut :
Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan. Adapun bentuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner tertutup. Kuesioner dirancang dengan disertai jawaban
yang telah disediakan. Setiap item pertanyaan diarahkan untuk mengetahui
penilaian responden mengenai indikator Motivasi, Pengawasan, Budaya
Kerja dan Produktivitas Kerja Karyawan
F. Teknik Transformasi Data
Dalam penelitian ini karena data yang dihasilkan dari penelitian
skalanya masih bersifat ordinal, sedangkan untuk keperluan pengolahan data
selanjutnya memerlukan data berbentuk skala interval, maka data yang
dalam skala ordinal tersebut ditransformasikan terlebih dahulu kedalam
skala interval (mentransformasikan data ordinal menjadi interval) dengan
menggunakan Method Succesive Interval (MSI), dengan langkah-langkah
sebagai berikut (Umar : 2008):
G. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan (indikator) pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Sugiyono 2012 : 348), yaitu mengukur konstruk atau
variabel yang di teliti periset. Sedangkan untuk mengukur kevalidan akan
digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
Kaidah Keputusan
Nilai t (hitung ) yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan nilai
t_tabel dengan tingkat α tertentu dan derajat bebas sebesar N-2
Kaidah Keputusan diambil dengan kaidah sebagai berikut:
a. jika nilai t_(hitung ) > t_tabel : maka alat ukur yang digunakan
Valid
b. jika niali t_(hitung )< t_(tabel ): maka alat ukur yang digunakan
Tidak Valid.
H. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur kehandalan,
ketetapan atau keajegan atau konsistensi suatu kuesioner. Suatu kuesioner
dikatakan handal jika jawaban responden terhadap butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Sugiyono
2012 : 349). Selain itu untuk menghasilkan kehandalan suatu instrumen atau
kuesioner, peneliti haruslah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
relevan kepada responden. Adapun sebagai teknik untuk mengukur
reliabilitas instrument yang berupa angket dengan skala likert ini dapat
menggunakan rumus koofisien reliabilitas Alfa Cronbach yang dalam
Paradigma Umar (2008 : 170) rumusnya adalah:
Kaidah keputusan dilakukan dengan membandingkan antara
t_(hitung) dan t_(tabel ) dengan alpha tertentu dan derajat kebebasan
(degree of freedom) n-1, dengan kriteria sebagai berikut:
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi adalah angka atau indeks yang digunakan untuk
mengetahui besarnya sumbangan sebuah variabel atau lebih terhadap variasi
naik turunnya variabel yang lain, dengan rumus :
Rancangan Pengujian Hipotesis
a. Menentukan F_hitung dengan menggunakan statistik Uji F dengan
rumus statistik menurut Sugiono (2012) adalah sebagai berikut :