Anda di halaman 1dari 24

lOMoARcPSD|29048342

Makalah Inovasi Matematika Kelompok 2

Inovasi Pembelajaran (Universitas Negeri Semarang)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)
lOMoARcPSD|29048342

MAKALAH

INOVASI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DI SD

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika SD)
Dosen Pengampu Ibu Prof Dr. Isti Hidayah, M.Pd.

Disusun oleh :

1. EMI SUKAEMI (NIM. 0103522059)


2. R. AYU RATNA ARYANTI (NIM. 0103522040)
3. RIYAH RASMANAH (NIM. 0103522031)
4. FENI NOVILIYANI (NIM. 0103522041)
5. KARSIPAN (NIM. 0103522023)

PENDIDIKAN DASAR PASCASARJANA


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2022

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Kajian Inovasi Pembelajaran Matematika SD”.
Makalah ini disusun untuk memenuh isalah satu tugas mata kuliah Pembelajaran
Matematika SD.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dosen Prof Dr. Isti Hidayah, M. Pd.
selaku pengampu mata kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika SD yang telah
membimbing dalam mata kuliah ini. Terimakasih tak terhingga penulis sampaikan
kepada pihak yang turut membantu dan member dukungan hingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Besar harapan penulis, makalah ini dapat memberi kontribusi untuk semua
pihak,terutama kepada para pembaca sehingga dapat memberikan manfaat dalam
aplikasi dilapangan. Makalah ini juga dapat digunakan sebagai menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembacanya.
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih terdapat banyak
kekurangan. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak atau pembaca yang budiman untuk kesempurnaan makalah yang akan
datang.

Cirebon , 9 September 2022


Penyusun

(Kelompok 2)

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................


DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................
A. Teori-teori Belajar Matematika ..........................................................................
B. Implementasi Teori Pembelajaran Matematika di SD .....................................
C. Contoh Inovasi Pembelajaran yang Dapat Dikembangkan dalam Pembelajaran
Matematika di SD ................................................................................................
KESIMPULAN .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika merupakan salah satu pembelajaran yang wajib diberikan


dari jenjang sekolah dasar di Indonesia. Banyaknya materi yang dianggap wajib untuk
dikuasai oleh siswa membuat bertambahnya kesulitan siswa dalam memahami matematika.
Tidak semua siswa dapat menerima materi matematika yang diberikan oleh gurunya dengan
baik. Hal ini terjadi selain karena terlalu banyaknya hal yang harus dipelajari siswa, juga
karena penyampaian materi yang terlalu monoton. Beragamnya metode dan model
pembelajaran seringkali dilakukan oleh guru, tetapi masih ada yang belum memberikan hasil
positif. Kemampuan siswa yang beragam juga membuat guru harus menentukan metode dan
model yang tepat sehingga konsep pembelajaran dapat tersampaikan dengan maksimal.
Metode ceramah seringkali dipilih sebagai metode yang mudah untuk dapat menyampaikan
konsep pada siswa. Namun sayangnya metode ini kurang dapat mengeksplorasi keaktifan dan
pemahaman siswa.
Dalam pembelajaran, guru juga jarang menggunakan alat peraga. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan guru dalam menggunakan alat
peraga yang banyak membutuhkan waktu dan dana dalam menyiapkannya
serta keterbatasan penyediaan alat peraga di sekolah. Padahal guru tersebut
menyadari bahwa alat peraga akan sangat membantu dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
bahkan mengasyikkan yang pada akhirnya tujuan pengajaran dapat tercapai.
Selanjutnya sistem pengajaran masih cenderung bersifat konvensional,
dimana dominasi guru sebagai pemberi pelajaran lebih banyak sehingga
menciptakan situasi dan kondisi komunikasi yang searah. Ini berarti bahwa
guru hanya sekedar memindahkan ilmu pengetahuan kepada anak didik saja
tanpa melibatkan siswa untuk aktif dalam belajar, serta kurang memperhatikan
pentingnya pemahaman konsep materi dalam proses belajar mengajar.
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus
dimiliki atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan
lebih hidup dan bermakna. Kemauan guru untuk mencoba menemukan,

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

menggali dan mencari berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi


pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan munculnya berbagai
inovasi-inovasi baru. Tanpa didukung kemauan dari guru untuk selalu berinovasi
dalam pembelajarannya, maka pembelajaran akan menjenuhkan bagi siswa. Di
samping itu, guru tidak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara
optimal. Mengingat sangat pentingnya inovasi, maka inovasi menjadi sesuatu
yang harus dicoba untuk dilakukan oleh setiap guru.
Salah satu materi dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar yang menuntut
pemahaman konsep secara jelas adalah penjumlahan dan perkalian. Operasi penjumlahan dan
perkalian merupakan operasi dasar pada mata pelajaran matematika. Karena merupakan
operasi dasar, maka diharapkan pemahaman siswa harus benar-benar kuat sebelum dapat
memahami konsep operasi yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Teori-teori pembelajaran apa saja yang mendukung inovasi pembelajaran
matematika di SD?
2. Bagaimana keterkaitan implementasi pembelajaran di SD dengan teori tersebut?
3. Jelaskan salah satu contoh inovasi pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran matematika di SD!

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui teori-teori pembelajaran matematika di SD.
2. Mengetahui penerapan teori belajar dalam inovasi pembelajaran matematika di
SD.
3. Memberikan salah satu contoh inovasi pembelajaran yang dapat dikembangkan
dalam pembelajaran matematika di SD.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-teori Belajar Matematika


Untuk membuat suatu pembelajaran lebih bermakna dan kondusif serta
ketercapaian tujuan pembelajaran, maka diperlukan suatu pembelajaran yang
inovatif dari seorang guru. Pembelajaran inovatif tersebut dapat tercapai dengan
menerapkan teori-teori pembelajaran yang sudah ada kemudian kita kembangkan
melalui strategi, metode, cara-cara pembelajaran. Teori-teori pembelajaran
tersebut diantaranya adalah teori belajar Bruner, teori belajar Dienes, teori belajar
Van Hiele, dan teori belajar Thorndike.
1. Teori Belajar Bruner
Seperti yang dikemukakan oleh teori Bruner, bahwa anak-anak berkembang
melalui tiga tahap.
a. Tahap Enaktif
Tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret.
b. Tahap Ikonik
Tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu
dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery),
gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret.
c. Tahap Simbolis
Tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk
symbol-symbol abstrak, baik symbol verbal, lambang-lambang matematika,
maupun lambang abstrak lainnya.

2. Teori Belajar Dienes


Dienes berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat
dimengerti secara sempurna jika pertama disajikan dalam bentuk-bentuk konkrit.
Teori belajar Dienes erat kaitannya dengan bagaimana anak-anak belajar melalui
permainan. Tahapan dalam teori belajar Dienes yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)


3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
4. Permainan Representasi (Representation)
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

3. Teori Belajar Van Hiele


Teori belajar Van Hiele khusus diterapkan pada pembelajaran geometri saja.
Menurut Van Hiele, agar anak dapat memahami geometri dengan baik maka
pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak. Thorndike
membagi tahap berpikir anak menjadi lima bagian. Kelima tahap berpikir
geometri Van Hiele tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap 0 (Visualisasi)
2. Tahap 1 (Analisis)
3. Tahap 2 (Deduksi Informal)
4. Tahap 3 (Deduksi)
5. Tahap 4 (Rigor)

4. Teori Belajar Thorndike


Teori belajar Behavioristik merupakan teori yang berpandangan bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku melalui stimulus respon. Dengan kata
lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya yang bertujuan merubah tingkah laku dengan cara interaksi antara
stimulus dan respon.Dalam konsep belajar behavioristik, siswa dikatakan belajar
jika terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat, sedangkan respon
adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.

B. Implementasi Teori Pembelajaran Matematika di SD


1. Implementasi Teori Belajar Bruner
Rancangan pembelajaran :

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Siswa belajar di luar kelas dengan menggunakan alat bola warna warni. Ada
dua kelompok/regu siswa masing-masing beranggota 5 siswa yang akan
bertanding dalam permainan bola. Aturan permainan sebagai berikut: disediakan
30 bola ( 10 merah, 10 biru, 10 kuning) yang disebar di lapangan. Masing-masing
regu memasukkan bola dengan skor positif ke keranjang masing-masing, bola
dengan skor negatif dimasukkan ke keranjang lawan. Bola tidak boleh dibawa lari,
harus dilemparkan/dioperkan ke anggota regu. Regu yang melakukan pelanggaran
akan diumumkan banyak pelangarannya di akhir game. skor dihitung setelah
game selesai.
•Tahap Enaktif
Pada tahap enaktif, siswa dua regu bertanding memperebutkan bola untuk
dimasukkan ke keranjangnya (secara aktif menggunakan benda konkret untuk
menghitung skor yang akan diperoleh)
• Game-1
Pada game ini masing –masing bola skornya sama yaitu 1 (Penjumlahan
bilangan positif)
• Game -2
Pada game ini masing – masing bola skornya merah=3, biru=2, kuning=1
(penjumlahan, perkalian bilangan positif)
• Game -3
Pada game ini masing –masing bola merah=3, biru=1, kuning= – 2
(penjumlahan dan perkalian bilangan positif dan negatif)

• Tahap Ikonik
Dalam tahap ini digunakan gambar bola (bukan benda kongkret/ perlahan-
lahan dibawa ke abstrak) untuk menyajikan permasalahan. Guru menggunakan
CD plano untuk menampilkan permasalahan dalam bentuk gambar.
Regu A dan regu B bertanding dan hasilnya sebagai berikut:
• Aturan skor
1 Bola merah =3
2 Bola biru =1
3 Bola kuning =–2
• Dalam suatu game regu A mendapatkan bola :
6 Bola merah

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

4 Bola biru
7 Bola kuning
Regu B mendapatkan bola :
4 Bola merah
6 Bola biru
3 Bola kuning
Berapakah skor masing-masing? Siapakah pemenangnya?
• Tahap Simbolik
Pada tahap simbolik disajikan permasalahan kontekstual dimana sudah tidak
ada gambar lagi.
• Masalah:
Dalam suatu pertandingan memasukkan bola ke keranjang masing-masing
regu, diperoleh : Regu A mendapatkan 12 bola merah, 8 bola biru dan 14 bola kuning,
Regu B mendapatkan 9 bola merah, 10 bola biru dan 6 bola kuning. Jika skor 1
merah=3, 1 biru=1, 1 kuning= -4, berapaka skor yang diperoleh masing-masing regu?
Siapa pemenangnya?
Pada contoh desain pembelajaran di atas, pembelajaran diawali dengan
kegiatan enaktif yaitu memanipulasi langsung dengan benda konkret, perlahan-lahan
dibawa ke semi konkret yaitu dengan menggunakan gambar bola (tahap ikonik),
setelah dilewati dua tahap akhirnya siswa menyelesaikan masalah soal cerita (tahap
simbolik) pada tahap simbolik siswa sudah dapat menyimpulkan aturan perkalian dan
pemjumlahan bilangan positif maupun negatif.

2. Implementasi Teori Belajar Dienes


a. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap
belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak
didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan
anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan
struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang
dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai
mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang
merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

b. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)


Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti
pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini
mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang
lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui
permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena
akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu.
Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik
memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam
pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu.
Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk
kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam
membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman
terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang
tipis (tebal), atau tidak merah (biru), hijau, kuning).
c. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam
permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block
logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal,
anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam
kelompok tersebut (anggota kelompok).
d. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu.
Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam
situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika


yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal
segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
e. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai
contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif
tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu
poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
f. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam
tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa
yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma,
harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika
seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.

3. Implementasi Teori Belajar Van Hiele


Kelima tahap berpikir geometri Van Hiele tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Tahap 0 (Visualisasi)
Pada tahap ini, siswa baru mengenal nama-nama dari suatu bangun dan
mengenal bentuknya secara keseluruhan. Misalnya, persegi dan persegi panjang
tampak berbeda. Menurut Clement dan Batista (Chairani, 2013: 22), tahap
visualisasi adalah tahap pengenalan konsep-konsep geometri dalam matematika
yang di dasarkan pada karakteristik visual atau penampakan bentuknya. Van de
Walle (2008: 151) mengemukakan bahwa objek-objek pikiran pada tahap ini
berupa bentuk-bentuk dan bagaimana rupa mereka. Siswa-siswa pada tingkatan
awal ini mengenal dan menamakan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik
luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut. Dalam hal ini penalaran siswa

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

masih didominasi oleh persepsinya. Pemahaman siswa terhadap bangun-bangun


geometri masih berdasarkan pada kesamaan bentuk dari apa yang dilihatnya.
Pada tahap ini siswa dapat membedakan suatu bangun dengan lainnya tanpa
harus menyebutkan sifat-sifat masing-masing bangun tersebut. Kemampuan
berpikir siswa masih berdasarkan pada kesamaan bentuk secara visual. Pada tahap
ini siswa belum dapat menentukan sifat-sifat dan karakteristik bangun geometri
yang ditunjukkan. Siswa yang berada pada tahap ini biasanya dari tingkat TK
sampai kelas 2 SD.
2. Tahap 1 (Analisis)
Tahap ini juga dikenal sebagai tahap deskriptif. Pada tahap ini, siswa dapat
menyebutkan sifat- sifat yang dimiliki suatu bangun. Dengan kata lain, pada
tingkat ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu
bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut.
Sebagai contoh, pada tahap ini siswa sudah biasa mengatakan bahwa suatu
bangun merupakan persegi panjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi,
sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku”.
Pada tahap ini juga siswa sudah mulai mampu menyebutkan keteraturan yang
terdapat pada benda geometri itu. Misalnya, disaat ia mengamati persegi panjang,
ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua
pasang sisi tersebut saling sejajar (Huzaifah, 2011: 27).
Siswa pada tahap ini akan mampu menyebutkan sifat-sifat dari bentuk
geometri tetapi belum memahami hubungan antara bentuk-bentuk geometri
tersebut. Menurut van de Walle (2008: 152), sebuah perbedaan yang berarti antara
tingkat 1 dengan tingkat 0 adalah objek dari pemikiran siswa. Ketika siswa-siswa
tingkat 1 terus menggunakan model-model dan gambaran dari bentuk-bentuk,
mereka mulai menganggapnya sebagai perwakilan kelompok dari bentuk.
Pemahaman siswa akan sifat-sifat bentuk geometri akan terus terasah. Siswa SD
kelas 3-6 biasanya telah sampai pada tahap ini.
3. Tahap 2 (Deduksi Informal)
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Menurut
Pada tingkat ini, selain siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri dan
memahami sifat-sifatnya, siswa juga sudah bisa mengurutkan bentuk-bentuk
geometri yang satu sama lain berhubungan (Ruseffendi, 1991: 162).

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Contohnya adalah siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu
segiempat, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu
sama panjang. Di samping itu, pada tingkat ini siswa sudah memahami perlunya
definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tingkat ini siswa juga sudah bisa memahami
hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada
tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah persegi
panjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegi panjang (Prabowo, 2011:
76-77).
Walaupun demikian, siswa pada tahap ini kemampuan berpikir secara
deduktifnya masih belum berkembang. Siswa SMP kelas menengah ke atas,
secara umum telah sampai pada tahap ini.
4. Tahap 3 (Deduksi)
Menurut Clements & Batista (Chairani, 2013: 23) tahap ini juga dikenal
dengan tahap deduksi formal. Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan
pengertianpengertian, definisi-definisi, aksioma- aksioma dan teorema-teorema
pada geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti
secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses
berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses
berpikir tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif karena
pengambilan kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain dilakukan secara
deduktif. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah
sigitiga adalah 180 derajat secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan
prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-
memotong sudut-sudut segitiga, kemudian setelah itu ditunjukkan semua
sudutnya membentuk sebuah sudut lurus, namun belum tentu tepat. Seperti
diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat
dengan ukuran sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur
sudut-sudut dalam jajar genjang tersebut. Untuk itu, pembuktian secara deduktif
merupakan cara yang tepat dalam pembuktian dalam matematika (Prabowo,
2011: 77). Secara umum, tahap ini merupakan tahap yang dicapai oleh siswa
Sekolah Menengah Atas.
5. Tahap 4 (Rigor)

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Pada tingkat ini anak sudah mulai memahami pentingnya ketepatan dari
prinsip dasar dalam suatu pembuktian. Tingkat berpikir ini sudah terkategori
kepada tingkat berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks (Safrina dkk., 2014: 11).
Pada tahap ini siwa sudah dapat memahami bahwa adanya ketepatan (presisi) dari
apa-apa yang mendasar itu penting (Ruseffendi, 1991: 163). Misalnya, ketepatan
aksioma yang menyebabkan terjadi geometri Euclid, seperti aksioma: memuat
berapa buah titik paling sedikit sebuah gais itu, bila ada dua buah titik berapa
buah garis bisa ditarik, bila ada toga buah titik berapa buah bidang dapat dibuat,
dan aksioma-aksioma lainnya yang menyebabkan sistem geometri Euclid itu
lengkap. Secara umum ini adalah tahapan mahasiswa jurusan matematika yang
mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika (van de Walle, 2008:
154).
Menurut van Hiele (Prabowo, 2011: 77), semua anak mempelajari geometri
dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak
dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa
mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Selain itu, menurut van Hiele, proses perkembangan dari
tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau
kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan
proses belajar yang dilalui siswa.

4. Implementasi Teori Belajar Thorndike


Penerapan teori belajar Thorndike (Connectionisme) dalam pembelajaran
matematika adalah sebagai berikut:
Pertama, sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan
siswanya siap mengikuti pembelajaran tersebut, setidaknya ada aktivitas yang
dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Kedua, pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang
kontinu, hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
Ketiga, pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu
siswa mengingat materi terkait lebih lama. Hal ini sesuai dengan Teorema
konektivitas yang menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan
konsep-konsep lain yang relevan.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Keempat, siswa yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan
yang belum baik harus segera diperbaiki, dalam belajar.

C. Contoh Inovasi Pembelajaran yang Dapat Dikembangkan dalam Pembelajaran


Matematika di SD
Contoh inovasi pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran matematika di SD yaitu permainan “Tebak-tebak Buah Manggis”.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan buah manggis ini merupakan
salah satu contoh pembelajaran yang berbasis etnomatematika. Penggunaan
sumber daya alam sebagai media pembelajaran diharapkan dapat membuat siswa
lebih memahami materi yang disampaikan karena proses penyampaian yang tidak
monoton, membuat siswa memahami dan lebih mencintai keanekaragaman hayati
yang ada dilingkungannya, serta melestarikan permainan-permainan sederhana
yang ada di masyarakat.
Permainan ini dapat dinamakan “tebak-tebak buah manggis“, yang diawali
dengan membentuk siswa menjadi berkelompok terdiri dari 4-6 orang. Dari tiap-tiap
kelompok akan terpecah masing-masing menjadi dua kelompok.

Gambar 2. Diagram Pembagian Kelompok Permainan


Tiap-tiap kelompok akan disediakan sekeranjang buah manggis untuk
digunakan sebagai media permainan menebak isi buah manggis.
Permainan ini dapat digunakan untuk memahamkan konsep penjumlahan,
yang sasarannya adalah siswa kelas 1 Sekolah Dasar. Konsep permainan didasarkan
pada definisi penjumlahan. Secara umum konsep penjumlahan dapat didefinisikan
melalui hubungan antar himpunan. Jika diketahui himpunan dengan anggota dan
himpunan dengan anggota, sedangkan dan merupakan himpunan yang saling lepas ,

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

maka yang dimaksud dengan adalah banyak anggota . Sehingga . Penggambaran


konsep ini dasajikan pada gambar berikut.

Gambar 3. Contoh Penggambaran Konsep Penjumlahan

Berdasarkan definisi di atas, maka satu buah manggis dapat dianggap sebagai
himpunan yang di dalamnya memuat anggota himpunan berupa isi dari buah manggis.
Adapun kelopak kulit buah manggis digunakan sebagai bagian dari tebakan awal.
Permainan dapat diawali dari guru mencontohkan proses permainan. Jika diambil satu
buah manggis dengan kelopak kulit sebanyak 5, kemudian diambil satu buah manggis
lagi dengan kelopak kulit sebanyak 5, maka siswa dapat diminta untuk menebak
berapa banyak isi buah manggis yang bisa dimakannya.

Gambar 4. Buah Manggis dengan Kelopak 5


Siswa dapat menjumlahkan banyak kelopak kulit buah manggis, selanjutnya
membuktikan hasil perhitungan dengan cara membuka buah manggis dan membilang
banyak isinya. Dengan membuktikan bahwa banyak isi kedua buah manggis adalah
10, maka siswa dikatakan berhasil menebak hasil dari 5 + 5
Proses berikutnya, tiap kelompok diminta berhadapan. Kelompok pertama
memberikan tebakan pada kelompok kedua, dan seterusnya. Misalnya kelompok
pertama mengambil satu buah manggis dengan kelopak kulit sebanyak 5, dan satu
buah manggis lain dengan kelopak kulit sebanyak 6. Kelompok kedua diminta
menebak berapa banyak isi dari dua buah manggis tersebut.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Gambar 5. Buah Manggis dengan Kelopak 5 dan 6

Siswa dapat menjumlahkan banyak kelopak kulit buah manggis. Selanjutnya


siswa akan membuktikan hasil perhitungannya dengan cara membuka buah manggis
dan membilang banyak isinya. Dengan membuktikan bahwa banyak isi kedua buah
manggis adalah 11, maka siswa dikatakan berhasil menebak hasil dari 5 6 .
Proses ini dapat dilanjutkan terus hingga siswa memahami konsep
penjumlahan tersebut atau hingga buah yang disediakan habis. Dengan member
kesempatan pada siswa membuat pertanyaan sendiri, guru sekaligus juga dapat
membuat siswa berkreasi dengan konsep penjumlahan tersebut. Selain konsep
penjumlahan dasar itu sendiri, guru juga dapat memahamkan konsep sifat komutatif
penjumlahan pada siswa. Misalnya diambil satu buah manggis dengan kelopak kulit
sebanyak 5, dan satu buah manggis lain dengan kelopak kulit sebanyak 6. Kemudian
siswa diminta menebak berapa banyak isi dari dua buah manggis tersebut. Setelah
siswa dapat menjumlahkan banyak kelopak kulit buah manggis, selanjutnya siswa
diminta membuktikan hasil perhitungannya dengan cara membuka buah manggis dan
membilang banyak isinya. Dengan membuktikan bahwa banyak isi kedua buah
manggis adalah 11, maka siswa dikatakan berhasil menebak hasil dari 5 6 .
Selanjutnya diambil satu buah manggis dengan kelopak kulit sebanyak 6, dan
satu buah manggis lain dengan kelopak kulit sebanyak 5.

Gambar 6. Buah Manggis dengan Kelopak 6 dan 5

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Kemudian siswa diminta menebak berapa banyak isi dari dua buah manggis
tersebut. Setelah siswa dapat menjumlahkan banyak kelopak kulit buah manggis,
selanjutnya siswa diminta membuktikan hasil perhitungannya dengan cara membuka
buah manggis dan membilang banyak isinya. Dengan membuktikan bahwa banyak isi
kedua buah manggis adalah 11, maka siswa dikatakan berhasil menebak hasil dari 6 +
5. Dari kedua proses di atas, siswa diminta mencermati bahwa hasil dari 5 + 6 sama
dengan 6 + 5 . Kemudian siswa diminta untuk mencoba contoh-contohyang lain.
Dengan diperolehnya hasil yang sama, siswa secara tidak langsung akan dapat
menyimpulkan suatu konsep a + b = b + a atau yang disebut sifat komutatif pada
penjumlahan. Jika permainan ini digunakan untuk memahamkan konsep perkalian,
maka sasarannya adalah siswa kelas 2 Sekolah Dasar. Konsep permainan didasarkan
pada definisi perkalian. Konsep perkalian secara umum didefinisikan sebagai
penjumlahan berganda/berulang dari a suku, yang masing-masing sukunya adalah b,
atau a x b = b + b + b + . . .+b. Jika a x b disebut sebagai c , sehingga , a x b = c,
maka a disebut sebagai “pengali”, b disebut sebagai “terkali” (bilangan yang
dikalikan), dan c disebut sebagai “hasil kali”, contohnya sebagai berikut.

Gambar 7. Contoh Penggambaran Konsep Perkalian

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditentukan sekumpulan buah manggis


dengan banyak kelopak kulit yang sama. Permainan dapat diawali dari guru
mencontohkan proses permainan. Diambil 5 buah manggis yang masing-masing
memiliki kelopak kulit sebanyak 6. Kemudian siswa dapat diminta untuk menebak
berapa banyak isi dalam keseluruhan buah manggis tersebut.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Gambar 8. Buah Manggis untuk Menunjukkan Konsep 5 x 6

Konsep perkalian yang dapat ditunjukkan ke siswa adalah 56 yang artinya
6 6 6 6 6 . Siswa dapat menghitung terlebih dahulu hasil dari 56,
kemudian mencocokan dengan isi buahnya.
Proses berikutnya, tiap kelompok diminta berhadapan. Kelompok pertama
memberikan tebakan pada kelompok kedua, dan seterusnya. Misalnya kelompok
pertama mengambil 3 buah manggis dengan kelopak kulit sebanyak 7.

Kelompok kedua diminta menebak berapa banyak isi dari keseluruhan buah
manggis tersebut. Konsep perkalian yang dapat ditunjukkan ke siswa adalah 37
yang artinya 7 7 7 . Siswa dapat menghitung terlebih dahulu hasil dari 37,
kemudian mencocokan dengan isi buahnya.
Proses ini dapat dilanjutkan terus hingga siswa memahami konsep perkalian
atau hingga buah yang disediakan habis. Dengan memberi kesempatan pada siswa
membuat pertanyaan sendiri, guru sekaligus juga dapat membuat siswa berkreasi
dengan konsep perkalian tersebut. Selain konsep perkalian dasar itu sendiri, guru juga
dapat memahamkan konsep sifat komutatif perkalian pada siswa. Konsep sifat
komutatif yang harus dipahamkan pada siswa adalah hasil yang sama dari sifat
komutatif tersebut tetapi proses yang dilalui berbeda.
Misalnya diambil 5 buah manggis yang masing-masing memiliki kelopak kulit
sebanyak 6. Kemudian siswa diminta menebak berapa banyak isi dari keseluruhan
buah manggis tersebut. Setelah siswa dapat menentukan banyak keseluruhan kelopak

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

kulit buah manggis, siswa diminta membuktikan hasil perhitungannya dengan cara
membuka buah manggis dan membilang banyak isinya. Konsep yang ditunjukkan
dalam proses tersebut adalah 5 x 6 = 6+6+6+6+6 . Jika siswa dapat menunjukkan
bahwa hasilnya adalah 30, berarti siswa mendapatkan hasil yang benar.
Selanjutnya diambil 6 buah manggis dengan kelopak kulit sebanyak 5. Siswa
diminta menebak berapa banyak isi dari keseluruhan buah manggis tersebut.

Setelah siswa dapat menentukan banyak keseluruhan kelopak kulit buah manggis,
selanjutnya siswa diminta membuktikan hasil perhitungannya dengan cara membuka buah
manggis dan membilang banyak isinya. Konsep yang ditunjukkan dalam proses tersebut
adalah 6 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5. Jika siswa dapat menunjukkan bahwa hasilnya adalah
30, berarti siswa mendapatkan hasil yang benar. Hasil dari kedua contoh di atas, dapat
digunakan guru untuk mengenalkan sifat komutatif pada perkalian. Hasil dari perkalian
tersebut adalah sama, tetapi proses untuk memperolehnya berbeda.
Permainan di atas dapat divariasi sesuai dengan keberadaan buah manggis. Kendala
yang dihadapi dalam permainan tebak- tebak buah manggis ini adalah tidak selalu diperoleh
buah manggis dengan banyak kelopak yang diinginkan. Secara umum buah manggis
memiliki isi antara 5–7.

Sehingga tidak dapat tersampaikan konsep penjumlahan dengan dasar


bilangan 1–4 dan lebih dari 8. Namun karena konsep dari penggunaan buah
manggis ini hanya sebagai permainan (penguatan konsep), maka dapat digunakan
buah manggis yang ada.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Pembelajaran matematika dengan menggunakan buah manggis ini merupakan salah


satu contoh pembelajaran yang berbasis etnomatematika. Penggunaan sumber daya alam
sebagai media pembelajaran diharapkan dapat membuat siswa lebih memahami materi yang
disampaikan karena proses penyampaian yang tidak monoton, membuat siswa memahami
dan lebih mencintai keanekaragaman hayati yang ada dilingkungannya, serta melestarikan
permainan-permainan sederhana yang ada di masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau
dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna.
Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari berbagai terobosan,
pendekatan, metode dan strategi pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan
munculnya berbagai inovasi-inovasi baru. Tanpa didukung kemauan dari guru untuk selalu
berinovasi dalam pembelajarannya, maka pembelajaran akan menjenuhkan bagi siswa. Di
samping itu, guru tidak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
Mengingat sangat pentingnya inovasi, maka inovasi menjadi sesuatu yang harus dicoba untuk
dilakukan oleh setiap guru. Berikut ini beberapa teori pembelajaran Matematika yang biasa
digunakan yaitu :
• Teori Belajar Bruner

• Teori belajar Dienes

• Teori Belajar Van Hiele

• Teori Thorndike

Pembelajaran matematika dengan menggunakan buah manggis ini merupakan salah


satu contoh pembelajaran yang berbasis etnomatematika. Penggunaan sumber daya alam
sebagai media pembelajaran diharapkan dapat membuat siswa lebih memahami materi yang
disampaikan karena proses penyampaian yang tidak monoton, membuat siswa memahami

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

dan lebih mencintai keanekaragaman hayati yang ada dilingkungannya, serta melestarikan
permainan-permainan sederhana yang ada di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Yayuk, Erna, dkk. 2018. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang.
Atiaturrahmaniah, dkk. 2017. Pengembangan Pendidikan Matematika SD.
Lombok: Universitas Hamzanwadi Press.

Danoebroto, S. W. (2012). Model pembelajaran matematika berbasis pendidikan


multikultural. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 1(1), 94-107.
D’Ambrosio, U. (2001). Ethnomathematics and mathematics education. Dalam Proceedings
of the 10th International Congress of Mathematics Education Copenhagen
diselenggarakan pada 4-11 Juli 2004. Pisa: Dipartimento di Matematica, Universita`
di Pisa.
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi etnomatematika pada budaya masyarakat dayak perbatasan
Indonesia Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. Penelitian-Pendidikan, 12(1).
Qosim, W. A. (2013). Pengembangan buah manggis sebagai komoditas ekspor Indonesia.
Jurnal Kultivasi, 12(1), 40-45.
Rachmawati, I. (2012). Eksplorasi etnomatematika masyarakat sidoarjo [Versi Elektronik].
MATHEdunesa, 1(1).
Hortus. (2015). Sejak 2009, manggis asal Banyuwangi masuk China [Majalah online].
Diakses dari http://www.majalahhortus.com/jendela/item/71-sejak-2009-manggis-
asal-banyuwangi-masuk-china.html.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)


lOMoARcPSD|29048342

Sasmita, H. I., Nasution, I. A., & Indarwatmi, M. (2013). Perbedaan penampilan buah
manggis (garcia mangostana l.) pasca iradiasi sinar gamma dalam berbagai dosis.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR-BATAN
Bandung diselenggarakan pada 4 Juli 2013. Bandung: FMIPA UNPAD.
Tandililing, E. (2013). Pengembangan pembelajaran matematika sekolah dengan pendekatan
etnomatematika berbasis budaya lokal sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di sekolah. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika diselenggarakan pada 9 November 2013.
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Downloaded by ainan muna (ainanmuna23@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai