Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

ILMU UKUR TANAH


(GKP 0104)

Disusun Oleh:
Nama : Dwiki Chadra Kurnia S.
NIM : 14/365317/GE/07817

LABORATORIUM KARTOGRAFI DAN REPRODUKSI PETA


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016
PEMBUATAN PETA KONTUR

I. TUJUAN
1. Merencanakan dan membuat titik pengukuran untuk membuat peta kontur.
2. Membuat peta kontur berdasarkan pengukuran terestris baik secara manual maupun
digital.

II. ALAT DAN BAHAN

1. Pita ukur 6. Software microsoft excel


2. Yallon 7. Soeftware Surfer
3. Baak ukur 8. Software ArcGIS
4. Kompas geologi 9. Seperangkat komputer
5. Theodolite 10. Alat tulis

III. TINJAUAN PUSTAKA


Daerah yang dikaji pada praktikum lapangan adalah area Danau UGM yang
berada di daerah lembah UGM, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terletak pada koordinat 7°46'9"S dan
110°22'59"E Terletak dekat dengan lapangan Pancasila UGM, tepatnya berada di
Selatan lapangan Pancasila UGM. Sebelah Barat foodcourt UGM dan sebelah Tenggara
komplek Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UGM., danau UGM yang berada
di dekat stasion Pancasila merupakan suatu danau buatan yang difungsikan untuk
menampung air dan memenuhi kebutuhan air di Kampus Universitas Gadjah Mada.
Danau UGM mendapat masukan air dari sungai Belik dan selokan mataram yang
berada di sekitarnya sehingga dapat juga difungsikan untuk meretensi air agar tidak
cepat sampai ke daerah hilir yang rawan akan bencana banjir. Danau juga seringkali
digunakan untuk olahraga air dan tempat memancing oleh masyarakat sekitar. Area
danau UGM yang rimbun dengan pepohonan menjadi tempat yang nyaman bagi
masyarakat untuk melakukan aktivitas santai hingga melakukan aktivitas olahraga
seperti jogging maupun jalan santai. Secara umum, area danau UGM memiliki relief
yang relatif tidak landai karena terdapat perbedaan ketinggian yang terlihat pada
beberapa titik lokasi disekitarnya.
U

Peta lokasi daerah kajian Danau UGM


Sumber: Google maps

Peta kontur adalah peta yang menggambarkan garis-garis yang


menghubungkan titik-titik yang sama pada permukaan bumi. Dalam kenyataannya
garis kontur ini merupakan garis khayal yang dibuat untuk dapat merepresentasikan
relief dala peta seperti pada kenyataannya. Peta kontur merupakan dasar dari peta-peta
permukaan bumi lainnya. Contoh peta yang pembuatannya didasarkan pada peta
kontur adalah peta kemiringan lereng, peta bentuklahan, peta perencanaan jalan,
bendungan, tata kota dll. Garis kontur didefinisikan sebagai garis khayal yang
menghubungkan setiap titik pada ketinggian yang sama. Pada pengertian garis kontur
di atas dapat dijelaskan bahwa sifat dari salah satu garis kontur tersebut memiliki nilai
ketinggian yang tunggal. Untuk merepresentasikan seluruh bentuk relief dalam bentuk
gambaran garis kontur dalam suatu peta, perlu dilakukan penggambaran beberapa
garis kontur yang memiliki ketinggian yang berbeda dengan garis kontur disebelahnya
berdasarkan nilai tinggi yang berurutan.Salah satu cara untuk membuat peta garis
tinggi atau peta kontur yaitu dengan cara menarik garis yang mempunyai ketinggian
yang sama dari data penyebaran titik-titik ketinggian pada suatu daerah. Penyebaran
titik-titik terebut diukur secara teresterial dengan mengikatkan salah satu titik pada
ketinggian tertentu dan titik ketinggian tersebut dihitung dari ketinggian diatas
permukaan air laut (Frick, 1979).
.
Peta kontur dibuat dengan melakukan pengukuran titik tinggi di lapangan.
Metode pebuatan peta dilakukan dengan memetakan daerah yang sempit terlebih
dahulu, keudian bertahap disatukan hingga menjadi daerah yang luas(Hartono, 2007).
Menurut Wongsotjitro (1980) pengukuran ini dapat dilakukan dengan beberapa alat
ukur, seperti : kompas survey, theodolite, atau total station. Kompas survey merupakan
alat yang paling sederhana, sedangkan total station merupakan alat yang paling
canggih. Konsep yang digunakan dalam pembuatan peta kontur adalah dengan
mengehuni jarak dan beda tinggi antara titik yang diukur dan titik alat ukur berada.
Penggunaan ketiga alat tersebut dapat memberikan informasi berupa jarak dari
pebacaan ca,ct,cb pada baak ukur, posisi diketahui dari sudut horizontal dan beda tinggi
dari sudut vertikal.
Pengubahan titik tinggi menajadi garis kontur dibutuhkan proses interpolasi.
Interpolasi dapat dilakukan secara manual dan digital. Interpolasi manual dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni secara matematis dan cara grafik. Cara metematis
lebih sukar karena membutuhkan ketelitian dalam pengitungan dan pengukuran,
terutama pada dua titik yang jaraknya terlalu jauh beda tingginya. sedangkan cara
grafik lebih udah yaitu dengan bantuan kertas surih yang memiliki suri-suri mengufuk
yang dibentangkan sesuai dengan titik tinggi yang tersedia (Uren dan Price, 1993).
Gambar 5.1. Interpolasi metode grafik

Sumber : Uren dan Price, 1993

Interpolasi digital dapat dikerjakan dengan bantuan beberapa macam aplikasi,


salah satunya adalah aplikasi surver. Surfer adalah salah satu dari perangkat lunak
yang diciptakan untuk kegunaan pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi
yang berdasarkan grid yang ada (Saleh, 2011). Surfer adalah program pemetaan
berbasis grid yang interpolates tidak teratur spasi Data XYZ menjadi grid jarak teratur.
Grid dapat diimpor dari sumber lain, seperti Geological Survey Amerika Serikat
(USGS) (Golden Software, 2014). Perangkat ini mempermudah serta mempercepat
aktivitas konversi data ke dalam bentuk peta kontur dan plot permukaan.

Software ini memploting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-
titik segi empat yang beraturan. Garis horizontal dan vertical memiliki titik
perpotongan. Dan ada titik Z yang berupa titik ketinggian atau kedalaman. Proses
pembentukan rangkaian nilai z yang teratur dari kumpulan dari data XYZ disebut
gridding (Saleh, 2011). Sufer sangat membatu dalam melakukan pembuata data
topografi dibidang datar secara digital. Grid digunakan untuk menghasilkan berbagai
jenis peta termasuk kontur, vektor, gambar, relief berbayang, daerah aliran sungai,
permukaan 3D, dan peta wireframe 3D. Grid dan pilihan pemetaan yang tersedia yang
memungkinkan pengguna untuk menghasilkan peta yang paling mewakili data-data di
lapangan. Grid file sendiri dapat diedit, digabungkan, disaring, diiris, dan dihitung
secara matematis (Golden Software, 2014). Misalnya, dalam membuat sebuah peta
isopach dari dua file jaringan.

IV. LANGKAH KERJA


Penelitian dilakukan di danau UGM, dengan menggunakan alat theodolite dan
baak ukur untuk menentukan kontur yang ada disana. Pengukuran kontur mencari 25
titik secara acak namun memiliki beda tinggi, dari satu titik pengamatan. Setiap titik
akan ditembak dengan menggunakan theodolite untuk mencari jarak vertikal maupn
horisontalnya, serta untuk mengetahui Ca,Ct dan Cb. Setelahnya hasil pengukuran
setiap titik dicatat, dan digabungkan dengan data yang diperoleh dari titik pengamatan
lainnya, masing-masing digunakan sebagai input untuk pengolahan data dengan
menggunakan software surfer dan software ArcGIS.

Alat dan
Bahan
Kalibrasi dan Menentukan lokasi
plot koordinat titik pengamat 1&2

Mengukur jarak antar titik


pengamat terhadap titik
pengamatan kelompok lain

Theodolite Pengukuran 25 titik


dan Baak secara acak
ukur

Mencatat hasil
pengukuran

Menggabungkan data seluruh titik pengamatan

Mengolah dalam excel dan


aplikasi surfer/ArcGIS

Menganalisis

Keterangan:
Hasil
Praktikum
Input Proses Output

V. HASIL PRAKTIKUM
1. Tabel hasil pengukuran counturing kelompok dan data koordinat xyz seluruh
kelompok(terlampir).
2. Peta kontur manual dengan metode interpolasi linier kelompok(terlampir)
3. Peta kontur 2 dimensi hasil pengolahan dengan metode krigging di software
ArcMap(terlampir).
4. Peta kontur 2 dimensi, hasil pengolahan dengan software surfer(terlampir)
5. Peta kontur dengan metode wireframe di software surfer(terlampir)
6. Peta kontur 3D dengan software surfer(terlampir).
7. Foto pengukuran lapangan(terlampir)

VI. PEMBAHASAN
Pembuatan peta kontur dilakukan di tempat yang memiliki variasi ketinggian, salah
satu tempat yang dianggap sesuai merepresentasikan kontur terdapat dikawasan danau
lembah ugm. Pada pengukuran kontur digunakan metode polygon tertutup, dimana
pada titik terakhir akan diikat dengan titik ikat atau benchmark yang sudah diketahui
letak koordinatnya. Pemilihan metode polygon tertutup dikarenakan untuk menghindari
adanya kesalahan pada proses pengukuran di lapangan sehingga dimungkinkan untuk
dilakukan pengecekan terhadap sudut horisonal dan jarak, sehingga lebih reliable untuk
pengukuran. Apabila menggunakan metode polygon terbuka tidak dapat dimungkinkan
sebab titik pengukuran yang sudah dibuat tidak akan kembali bertemu terhadap titik
awal atau ke titik kontrol yang memiliki akurasi sama atau lebih tinggi dari titik awal.
Metode polygon terbuka sangat tidak disarankan karena tidak menyediakan mekanisme
untuk pengecekkan kesalahan pada saat pengukuran. Apabila terpaksa dilakukan maka
harus dilakukan secara berulang untuk menghindari kesalahan.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran kontur dilapangan belum terlihat adanya
kejanggalan, hal ini dimungkinkan sebab belum adanya koreksi terhadap hasil
pengukuran yang dicatat. Namun, setelah menginputkannya kedalam software surfer
peta 3dimensi wirefame menunjukkan adanya kenampakan-kenampkan yang
mencurigakan. Diantaranya ialah adanya kemunculan seperti neck atau kenampakan
berupa menara hasil erosi ,yang biasanya terdapat pada daerah yang tersusun atas
batuan karst. Padahal pada kawasan kajian masih dipengaruhi oleh vulkanik gunungapi
Merapi, dan berada dekat dengan sungai. Maka dapat dikatakan daerah tersebut lebih
dipengaruhi oleh aktivitas fluvio-vulkan. Sehingga untuk bentuk lahan seperti itu dirasa
tidak masuk akal berada di kawasan kajian. Kenampakan neck tersebut tepat berada
disebelah tenggara danau lembah ugm pada peta 3D wireframe.
Apabila dibandingkan hasil pengamatan langsung dilapangan kenampakan tersebut
tidak ada. Hal itu dapat terjadi akibat kesalahan dari suveyor, yang mungkin saja salah
dalam membaca sudut vertikal maupun sudut horisontal. Kesalahan lain yang mungkin
saja dapat dilakukan yaitu mengasumsikan area yang relatif sejajar dengan ketinggian
alat, agar tidak perlu melakukan pengukuran terhadap sudut vertikal yang ada. Cara
tersebut mungkin akan mempersingkat waktu dalam pengukuran ,namun apabila
dilakukan kesalahan menjadi cukup fatal sebab faktor sudut vertikal turut menentukan
ketinggian suatu tempat terhadap tempat lain.
Sementara yang dihasilkan dari pengukuran kontur. Terdapat kontur-kontur yang
memiliki kerapatan yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tersebut
memiliki tingkat kecuraman yang tinggi. Sedangkan dari hasil pengamatn langsung di
lapangan menunjukkan bahwa topografi di daerah kajian pada umumnya didominasi
oleh kemiringan agak miring, dengan kemiringan berkisar diatara 15-20 % saja. Hal ini
menandakan adanya kesalahan pada saat pengukuran di lapangan. Apabila dikaitka
dengan selama proses pengerjaan dilapangan, terlihat bahwa kendala utama dimana
tinggi alat melebihi dari tinggi dari surveyor, sehingga mempersulit dalam pembacaan
theodolite pada saat menembak baak ukur. Kemungkinan terjadi kesalahan disana
sehingga menyebabkan pembacaan baak ukur yang kurang pas, dan berpengaruh pada
perhitungan jarak vertikal.

Hasil yang didapatkan dari hasil pengukuran dilapangan bahwa topografi yang dikaji
paling rendah memiliki sudut kemiringa -2,814722 dan yang tertinggi memiliki sudut
kemiringan 14,653889. Hal itu menunjukkan bahwa wilayah kajian kelompok 7
memiliki variasi kemiringan lereng yang cukup terjal. Secara keseluruhan peta kontur
yang dihasilkan sudah mampu merepresentasikan variasi ketinggian yang terdapat di
lokasi kajian. Namun, adanya berbagai kesalahan menunjukkan bahwa masih
kurangnya pengalaman surveyor dalam melakukan pengukuran lapangan, sehingga ada
kesalahan-kesalahan dan membuat peta yang dihasilkan sedikit kurang sesuai dengan
kenampakan aslinya di lapangan.

VII. KESIMPULAN
1. Membuat titik pengukuran dalam pembuatan peta kontur perlu memperhatikan
faktor berupa adanya variasi beda tinggi, apabila beda tingginya semakin besar
maka kontur yang terproyeksikan akan semakin baik. Untuk memplot titik
pengamatan dalam pembuatan peta kontur perlu terlebih dahulu mengetahui titik
ikat, yaitu berupa sebuah titik yang sudah diketahui koordinatnya untuk
mempermudah pada saat plot kedalam peta. Pembuatan titik pengukuran kontur
perlu juga memperhatikan baseline agar tetap dalam jalur yang sudah diketahui
koordinatnya.
2. Membuat peta kontur secara manual dilakukan dengan menggunakan bantuan alat
berupa theodolite dan baak ukur , dengan pengukuran nilai titik tinggi untuk
pembuatan kontur mengkombinasikan pengukuran jarak, sudut (horisontal dan
vertikal), beda tinggi, plotting posisi serta interpolasi nilai ketinggian yang ada dari
hasil plotting dengan menggunakan gps. Sedangkan dengan digital dapat
menggunakan software-software, seperti surfer dan ArcGIS sudah secara otomatis
bekerja dengan berbagai macam metode interpolasi yang sudah tinggal disesuaikan
dengan keinginan.

DAFTAR PUSTAKA

Frick, Heinz. 1979. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Yogyakarta:Kanisius


Golden Software, 2014. Surfer’s User Guide. Colorado: Golden Soft. Inc.
Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung:Citra Praya
Uren, J. dan W. F. Price. 1993. Ilmu Ukur untuk Jurutera. Sekudai: Unit Penerbitan
Akademik Universiti Teknologi Malaysia
Saleh, S., 2011. Pengenalan Surfer. http://digilib.its.ac.id, diakses pada 20 November 2016.
Wongsotjitro, Soetomo. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta:Kanisius

Anda mungkin juga menyukai