Disusun Oleh:
Nama : Dwiki Chadra Kurnia S.
NIM : 14/365317/GE/07817
I. TUJUAN
1. Merencanakan dan membuat titik pengukuran untuk membuat peta kontur.
2. Membuat peta kontur berdasarkan pengukuran terestris baik secara manual maupun
digital.
Software ini memploting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-
titik segi empat yang beraturan. Garis horizontal dan vertical memiliki titik
perpotongan. Dan ada titik Z yang berupa titik ketinggian atau kedalaman. Proses
pembentukan rangkaian nilai z yang teratur dari kumpulan dari data XYZ disebut
gridding (Saleh, 2011). Sufer sangat membatu dalam melakukan pembuata data
topografi dibidang datar secara digital. Grid digunakan untuk menghasilkan berbagai
jenis peta termasuk kontur, vektor, gambar, relief berbayang, daerah aliran sungai,
permukaan 3D, dan peta wireframe 3D. Grid dan pilihan pemetaan yang tersedia yang
memungkinkan pengguna untuk menghasilkan peta yang paling mewakili data-data di
lapangan. Grid file sendiri dapat diedit, digabungkan, disaring, diiris, dan dihitung
secara matematis (Golden Software, 2014). Misalnya, dalam membuat sebuah peta
isopach dari dua file jaringan.
Alat dan
Bahan
Kalibrasi dan Menentukan lokasi
plot koordinat titik pengamat 1&2
Mencatat hasil
pengukuran
Menganalisis
Keterangan:
Hasil
Praktikum
Input Proses Output
V. HASIL PRAKTIKUM
1. Tabel hasil pengukuran counturing kelompok dan data koordinat xyz seluruh
kelompok(terlampir).
2. Peta kontur manual dengan metode interpolasi linier kelompok(terlampir)
3. Peta kontur 2 dimensi hasil pengolahan dengan metode krigging di software
ArcMap(terlampir).
4. Peta kontur 2 dimensi, hasil pengolahan dengan software surfer(terlampir)
5. Peta kontur dengan metode wireframe di software surfer(terlampir)
6. Peta kontur 3D dengan software surfer(terlampir).
7. Foto pengukuran lapangan(terlampir)
VI. PEMBAHASAN
Pembuatan peta kontur dilakukan di tempat yang memiliki variasi ketinggian, salah
satu tempat yang dianggap sesuai merepresentasikan kontur terdapat dikawasan danau
lembah ugm. Pada pengukuran kontur digunakan metode polygon tertutup, dimana
pada titik terakhir akan diikat dengan titik ikat atau benchmark yang sudah diketahui
letak koordinatnya. Pemilihan metode polygon tertutup dikarenakan untuk menghindari
adanya kesalahan pada proses pengukuran di lapangan sehingga dimungkinkan untuk
dilakukan pengecekan terhadap sudut horisonal dan jarak, sehingga lebih reliable untuk
pengukuran. Apabila menggunakan metode polygon terbuka tidak dapat dimungkinkan
sebab titik pengukuran yang sudah dibuat tidak akan kembali bertemu terhadap titik
awal atau ke titik kontrol yang memiliki akurasi sama atau lebih tinggi dari titik awal.
Metode polygon terbuka sangat tidak disarankan karena tidak menyediakan mekanisme
untuk pengecekkan kesalahan pada saat pengukuran. Apabila terpaksa dilakukan maka
harus dilakukan secara berulang untuk menghindari kesalahan.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran kontur dilapangan belum terlihat adanya
kejanggalan, hal ini dimungkinkan sebab belum adanya koreksi terhadap hasil
pengukuran yang dicatat. Namun, setelah menginputkannya kedalam software surfer
peta 3dimensi wirefame menunjukkan adanya kenampakan-kenampkan yang
mencurigakan. Diantaranya ialah adanya kemunculan seperti neck atau kenampakan
berupa menara hasil erosi ,yang biasanya terdapat pada daerah yang tersusun atas
batuan karst. Padahal pada kawasan kajian masih dipengaruhi oleh vulkanik gunungapi
Merapi, dan berada dekat dengan sungai. Maka dapat dikatakan daerah tersebut lebih
dipengaruhi oleh aktivitas fluvio-vulkan. Sehingga untuk bentuk lahan seperti itu dirasa
tidak masuk akal berada di kawasan kajian. Kenampakan neck tersebut tepat berada
disebelah tenggara danau lembah ugm pada peta 3D wireframe.
Apabila dibandingkan hasil pengamatan langsung dilapangan kenampakan tersebut
tidak ada. Hal itu dapat terjadi akibat kesalahan dari suveyor, yang mungkin saja salah
dalam membaca sudut vertikal maupun sudut horisontal. Kesalahan lain yang mungkin
saja dapat dilakukan yaitu mengasumsikan area yang relatif sejajar dengan ketinggian
alat, agar tidak perlu melakukan pengukuran terhadap sudut vertikal yang ada. Cara
tersebut mungkin akan mempersingkat waktu dalam pengukuran ,namun apabila
dilakukan kesalahan menjadi cukup fatal sebab faktor sudut vertikal turut menentukan
ketinggian suatu tempat terhadap tempat lain.
Sementara yang dihasilkan dari pengukuran kontur. Terdapat kontur-kontur yang
memiliki kerapatan yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tempat tersebut
memiliki tingkat kecuraman yang tinggi. Sedangkan dari hasil pengamatn langsung di
lapangan menunjukkan bahwa topografi di daerah kajian pada umumnya didominasi
oleh kemiringan agak miring, dengan kemiringan berkisar diatara 15-20 % saja. Hal ini
menandakan adanya kesalahan pada saat pengukuran di lapangan. Apabila dikaitka
dengan selama proses pengerjaan dilapangan, terlihat bahwa kendala utama dimana
tinggi alat melebihi dari tinggi dari surveyor, sehingga mempersulit dalam pembacaan
theodolite pada saat menembak baak ukur. Kemungkinan terjadi kesalahan disana
sehingga menyebabkan pembacaan baak ukur yang kurang pas, dan berpengaruh pada
perhitungan jarak vertikal.
Hasil yang didapatkan dari hasil pengukuran dilapangan bahwa topografi yang dikaji
paling rendah memiliki sudut kemiringa -2,814722 dan yang tertinggi memiliki sudut
kemiringan 14,653889. Hal itu menunjukkan bahwa wilayah kajian kelompok 7
memiliki variasi kemiringan lereng yang cukup terjal. Secara keseluruhan peta kontur
yang dihasilkan sudah mampu merepresentasikan variasi ketinggian yang terdapat di
lokasi kajian. Namun, adanya berbagai kesalahan menunjukkan bahwa masih
kurangnya pengalaman surveyor dalam melakukan pengukuran lapangan, sehingga ada
kesalahan-kesalahan dan membuat peta yang dihasilkan sedikit kurang sesuai dengan
kenampakan aslinya di lapangan.
VII. KESIMPULAN
1. Membuat titik pengukuran dalam pembuatan peta kontur perlu memperhatikan
faktor berupa adanya variasi beda tinggi, apabila beda tingginya semakin besar
maka kontur yang terproyeksikan akan semakin baik. Untuk memplot titik
pengamatan dalam pembuatan peta kontur perlu terlebih dahulu mengetahui titik
ikat, yaitu berupa sebuah titik yang sudah diketahui koordinatnya untuk
mempermudah pada saat plot kedalam peta. Pembuatan titik pengukuran kontur
perlu juga memperhatikan baseline agar tetap dalam jalur yang sudah diketahui
koordinatnya.
2. Membuat peta kontur secara manual dilakukan dengan menggunakan bantuan alat
berupa theodolite dan baak ukur , dengan pengukuran nilai titik tinggi untuk
pembuatan kontur mengkombinasikan pengukuran jarak, sudut (horisontal dan
vertikal), beda tinggi, plotting posisi serta interpolasi nilai ketinggian yang ada dari
hasil plotting dengan menggunakan gps. Sedangkan dengan digital dapat
menggunakan software-software, seperti surfer dan ArcGIS sudah secara otomatis
bekerja dengan berbagai macam metode interpolasi yang sudah tinggal disesuaikan
dengan keinginan.
DAFTAR PUSTAKA