Anda di halaman 1dari 2

FILSAFAT AKU DAN ENGKAU KARENA CINTA

OLEH: Fr. KRISANTO Ma. L. BABU, OSM


Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang

Salah seorang filsuf terkemuka berkebangsaan Yahudi, Martin Buber mencoba untuk
meralisasikan dua sub kata yang sangat sederhana, namun mempunyai arti yang cukup mendasar,
antara aku dan engkau. Aku secara real, mau mendefinisikan tentang diri atau personalia setiap
insan yang mulia. Dalam Filsafat Aku dan Liyan, Armada Riyanto mentakan bahwa: “Aku
adalah kesadaran “Esse”-ku, realitas “mengada”-ku.” Aku dalam pemahaman ini mau
menggambarkan tentang situasi kehidupan yang abstrak atau benar-benar terjadi dan hal tersebut
merupakan situasi “aku.” Sedangkan engkau, merupakan padanan setara, semartabat, namun
keluar dari aku dan menjadi yang lain atau yang seringkali dipahami sebagai engkau. Hal yang
mendasar dalam diri aku dan engkau (another) adalah prinsip objetivitas.
Filsafat kehidupan manusia, membawa sebuah dampak yang sangat signifikan dan tidak
tetap pada pendirian awali atau terus berubah, dan dirubah (sempre reformanda) serta
meninggalkan jejak klasifikasi seperti; aku dan engkau, dia dan mereka, dan tentunya masih ada
lagi, yang lahir dari cara pandang dan pemahaman manusia secara rasionalitas. Kehidupan masa
kini, secara garis besar ingin mengahadirkan kembali hal-hal unik yang ada dalam diri manusia
itu sendiri. Aku dan engkau merupakan dua buah mata dadu yang seringkali muncul bersamaan
dan selalu eksis dalam keseharian dan lingkungan hidup manusia. Namun, hal tersebut seolah-
olah asing di dalam praktik hidup manusia. hal yang mengakibatkan terjadinya aliaenasi aku dan
engkau dalam kehidupan manusia sejagat ialah tantang Pernyataan aku dan engkau secara real
mau mendeskripsikian apa tentang asal-usul dan keberadaannya.
Cinta menjadi jembatan utama yang menggerakan dua segmen utama yang sedang dan
akan ada untuk menjamin kualitas serta kenyamanan hubungan aku dan engkau hingga mencapai
puncak atau hasil yang dicanangkan. Pribadi dari masing-masing manusia tentunya telah
dipenuhi dengan cinta sejak belia, dan dalam kandungan ibu. Kita dibesarkan, dirawat, dan
bertumbuh dalam ranah cinta yang memberikan aroma dan daya khas yang positif untuk
menggapai dan memiliki suatu daya kreasi yang baik. Namun fokus dalam pangamatan ini ialah
merujuk pada situasi dan kondisi kehidupan kaum muda-mudi dalam menjaga dan menyingkapi
eksisitensi dari cinta.
Perkembangan dunia, ditandai dengan kemajuan serta berubahnya corak hidup yang
melekat pada diri manusia menjadi perhatian inklusif dari masing-masing instansi maupun
komunitas personalia. Banyak orang menaruh perhatian besar pada pergerakn dan ritme cinta.
Cinta sebagai alat yang sah untuk menjadikan “dia sebagai saya dan kami menjadi kita”
berlandaskan kedamain dan persekutuan yang makin erat. Ada orang berjuang dengan berbagai
macam cara dan metode untuk meretas dan membaur dengan cinta. Armada Riyanto dalam
bukunya “Menjadi-Mencintai, mengatakan bahwa: cinta adalah itu yang dirindukan semua
orang. Segala manusia merindukannya, mengahrapkannya, jatuh bangun mewujudkan dan
menghidupinya.” Secara jelas ugkapan ini mau menunjukkan kepada kita tentang aktivitas dan
cita-cita dari kebanyakan orang yang memegang dalilnya cinta. Hasrat untuk menggali
propaganda cinta bagaikan suatu paham yang secara terus-menerus dideklarasikan oleh manusia.
sadar akan keberadaan kita sebagai makhluk yang membutuhkan cinta, maka kita harus
mengngagumi dan melihat cinta sebagai sesuatu yang sangat berguna.
Manusia pada umumnya bertumbuh dan berkembang dalam realitas yan ada dan tidak
terlepas dari praktik cinta. Empedokles dalam Filsafat eksistensialisme merumuskan bahwa:
“ada merupakan sesuatu yang lahir-mati, bersatu-berpisah.” Hal ini dikembangkan oleh
Aristotels dalam filsafat causa efisien. Ke-ada-an cinta merupakan suatu unsur yang sangat
fundamentalis dan radikal dalam kehidupan manusia. Sebab apa yang ada digerakan dari hati dan
keinginan setiap manusia. Manusia itu benar-benar melihat dan merasakan, maka ia mencipatkan
sebuauh pengetahuan (epistemologi) dalam cinta. Hal praktis tentang cinta yang masuk dalam
pengalaman kehidupan manusia sehari-hari mempunyai jaminan yang real dan konkret bahwa:
pemahamannya akan cinta telah matang dan memiliki hasil yang ada. Mengapa dikatakan
sedemikian? Sebuah pertanyaan yang akan menjadi ulasan rasionalitas agar ditelaah lebih dalam.
Jikalau kita tidak memahami secara mendetail tentang sisrem kerja dari cinta, maka kita tentunya
menyimpan kadar virus yang kemungkinan besar merusak hati dan yang utama ialah diri
seutuhnya.
Cinta memberikan kehidupan kepada kaum muda-mudi yang sedang menjejaki alur demi
alur dari cinta, dan terbukti bahwa cinta memberikan mutu kebahagian secara erotis maupun
naturalistik bagi setiap orang. Pijakan cinta dalam pandangan Empedokles ialah “cinta adalah
ciri yang memilki frekuensi untuk memadukan, menyatukan atau mengharmoniskan”. Cinta yang
memadukan merujuk pada dua insan yang mempunyai keunikannya masing-masing secara
personalitas dan menginginkan cinta. Cinta menyatukan perbedaan, melengkapi kekurangan atau
keterbatasan, dan menerima apa yang di tolak; bukan diperuntukan pada kelebihan, ketenaran
atau popularitas diri, menciptakan perpecahan, perselisihan, dan prsangka-prasangka buruk yang
mengakibatkan kesangsian negatif bagi pasangan atau pemelihara cinta. Pengaruh positif dari
cinta bagi mereka yang memelihara cinta dengan baik ialah: terus-menerus menjadikan cinta
sebagai spirit utama tanpa menyakiti yang lain. karena cinta membina dan mengngurai
keterasingan setiap pribadi.
Cinta membawa kita menuju metode kepmilikan antara yang satu dengan yang lain, tanpa
memalsa kehendak atau merebut kebebasan.

Anda mungkin juga menyukai