PEROBLEMATIKA KEHIDUPAN
Oleh: Abdulloh Muchlis
GMAIL: abdullohmuchlis9@gmail.com
Pertama: cinta terhadap yang diyakininya sebagai yang maha kuasa, sempurna dan
segala-galanya berawal dari rasa yang timbul oleh adanya kepercayaan bahwa
tuhan adalah yang maha cinta tanpa pamrih siapa dan apa. Oleh karenanya,
manifestasi kepercayaan tersebut direalisasikan kepada perbuatan dan tindakan
yang selaras dengan apa yang diyakininya–tuhan. Dan karenanya secara tidak
langsung jiwa dan rohani menjadi tercukupi kebutuhannya dalam hal ketenangan
dan ketenteraman, sehingga berdampak pada keseharian manusia itu sendiri. Juga
dengan adanya cinta tersebu, manusia mempunyai tempai pelarian diri dan
mengadu akan problematika hiruk-pikuk kehidupan.
Kedua: cinta terhadap diri sendiri. Tak pelak lagi, bahwa berangkat dari kecintaan
seseorang terhadap “tubuh/raga” yang menyampuli “ruh” itulah yang menjadi titik
berangkat seseorang kepada kepedulian: kepedulian terhadap kesehatan dan
keselamatan, kepedulian kepada apa yang yang menjadi kebutuhan badaniyah,
terhadap apa dan siapa yang berada disekelilingnya. Pun oleh karena manusia
mencintai dirinya sendiri akan menjadi penunjang akan adanya kepedulian dan
kepekaan sosial, oleh karena kepentingan kerhadap badaniyah tersebut.
Ketiga: cintalah yang menjadi tolak ukur seseorang tersebut peduli terhadap apa
yang bersangkutan dengan kehidupan, baik sekarang maupun nanti, kepada
sesama maupun makhluk hidup lainnya, terhadap negara dan juga agama. Oleh
karena itu, ciinta akan melahirkan semangat merencanakan, mencita-citakan, dan
memperjuangkan dirinya terhadap apa yang bersangkutan dengan kelangsungan
kehidupan dan segala permasalahan.
Keempat: cinta terhadap lingkungan. Seperti yang kita tahu, kesadaran manusia
akan kepedulian pentingnya menjaga keasrian dan keberlangsungan alam juga atas
nama cinta. Bukan tanpa alasan kecintaan manusi terhadap dirinya sendiri tercermin
oleh karena kebutuhan dan ikatan simbiosis mutualisme antara keduanya.
Pada akhirnya, yang hilang dari manusia dan eksistensinya atas kehidupan adalah
cinta. Seperti yang dikatakan oleh Jean Paul Sartre dan para filsuf eksistensial
lainnya “Cinta adalah dasar dan pijakan dari segala apapun tanpa terkecuali”. Maka
problematika yang dihadapi manusia sepanjang perkembangannya adalah
“hilangnya cinta”. Atas dasar itupula kelangsungan hubungan harmonis antara
tuhan, manusia dan alam juga karenanya, untuk dan kepada cinta.