Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kini, tradisi konflik antara kepentingan individu dan masyarakat melemah


dan bahkan cenderung tidak muncul ke permukaan. Sedangkan yang muncul
adalah konflik antar individu atau grup untuk mendapatkan kekusaan dalam
pemerintahan. Akibat daripadanya, terjadi krisis kepemimpinan. Jika demikian
halnya maka dinamika sosial untuk meraih tujuan umum melemah. Kalau tradidi
konflik kepentingan individu dan masyarakat justru “meng-gairahkan” kehidupan
bermasyarakat, maka gairah itu kini berubah menjadi sebuah kesibukan yang
menghabiskan energi untuk memerangi para koruptor. Padahal mereka justru
penguasa dalam pemerintahan. Akibat, jalan menuju pencapaian tujuan umum
menjadi “buntu” total. Padahal, jika para penguasa memiliki komitmen moral dan
etika yang kuat, maka mengelola tradisi konflik kepentingan, justru memberi
keuntungan bagi seluruh individu dan masyarakat serta otomatis bagi pemimpin.
Karena di dalam diri individu terdapat potensi sosial dan di dalam masyarakat
terdapat potensi individual. Tetapi rupanya para pemimpin justru memanfaatkan
tradisi konflik sosial itu sebagai alat penyelamatan diri. Mereka seolah berwatak
membela kepentingan umum, tetapi di balik itu memanfaatkan untuk sebesar-
besarnya bagi keuntungan pribadi mereka sendiri. Dengan dalih efisiensi bahan
bakar minyak, konsumsi minyak tanah diganti gas tanpa didahului dengan
pembelajaran; dengan dalih standarisasi nasional, sistem evaluasi ujian akhir
nasional diberlakukan; dan masih banyak lagi proyek ber label kepentingan
umum, tetapi bermotif ekploratif bagi kepentingan pribadi.

Jadi, paradigma konflik sosial antara dua kepentingan menjadi lebih rumit.
Potensi individual yang terkandung di dalam individualisme berubah menjadi
negatif berupa keserakahan. Terlebih moral negatif keserakahan itu menjadi watak
para pemimpin dan pejabat pemerintahan. Potensi kesatuan yang terkandung di
dalam kolektivisme terpendam begitu dalam, sehingga semangat kebersamaan
tidak muncul ke permukaan. Kehidupan menjadi kering kerontang, karena
materialisme hedonistik watak nasional. Bertitik tolah dari hal di atas, pemikiran
1
ini mencoba mencari kejelasan kembali tentang hakikat manusia dan masyarakat,
agar kemudian bisa menilai kelayakan konflik antara individualisme dan
kolektivisme di dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut filsafat moral (etika),
masyarakat adalah suatu sistem komunikasi sosial antar individu untuk mencapai
tujuan bersama. Maka konflik antara kepentingan individual (individualisme) dan
kepentingan kolektif (kolektivisme) justru menjadi potensi bagi eksistensi
masyarakat. Oleh sebab itu, kunci persoalannya terletak pada sejauh mana
kesadaran moral dan etika menjadi watak perilaku setiap individu. Jika kesadaran
moral dan etika menjadi watak perilaku setiap individu. Jika keadaran moral
terbingkai dalam sistem norma-norma perilaku sosial (etika), maka kedua
kepentingan akan terselenggara secara berkeadilan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengaruh dan manfaat dari proses hidup manusia yang panjang
dalam pembentukan kesadaran hidupnmanusia untuk mejasi manusia yang
lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungannya ?

2. Bagaimana hubungan antara kebutuhan hidup dengan kerja dan karya


manusia serta keberadaan manusia di tengah lingkungan (masyarakat) ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengaruh dan manfaat dari proses hidup manusia yang penjang dalam
pembentukan kesadaran masnusia untuk menjadi manusia yang lebih
baik dan bermanfaat bagi lingkungannya

Secara langsung atau tidak langsung, moralitas dan etika hanya bisa
berlaku secara sempurna di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang yang hidup
dengan mengisolir diri di tengah hutan, seolah-olah tidak memerlukan moral dan
etika. Tetapi ketika mulai memanfaatkan sumber daya hutan, apalagi jika cara
pemanfaatannya senderung merusak, maka perilakunya sudah masuk kedalam
lingkungan moral dan etika. Hal itu karena kelangsungan hidup dan kehidupan
pada umumnya, termasuk kehidupan bermasyarakat, mutlak bergantung pada
keberadaan hutan. Karena sifatnya universal, maka pemikiran kritis tentang moral
dan etika lebih menyoal pada masalah kesadaran moral, yang berkedudukan pada
awal dari seluruh kegiatan hidup. Sadar akan asal-usul dan tujuan kehidupan,
maka manusia sadar tentang apa yang perlu dilakukan dalam menjalani
kehidupannya. Atas kesadaran moralnya, seseorang terdorong untuk melakukan
perbuatan yang baik dan bernilai guna bagi kelangsungan dan tujuan hidup.

Selanjutnya, agar kehidupan berlangsung hingga tujuan akhir, maka


manusia harus mampu menyediakan segala kebutuhan hidup. Sadar atas segala
kekurangan dan keterbatasannya, seseorang lalu menjalani hubungan dnegan
orang lain sesamanya. Adapun tujuannya tidak lain adalah agar mereka bisa saling
menutupi kekurangannya, dengan cara mengikat diri dalam kebersamaan menurut
sistem tertentu yang telah mereka sepakati, sehingga terbentuk suatu kebersamaan
di dalam sebuah organisasi sosial kemasyarakatan. Atas kesadaran moralnya itu,
setiap orang terdorong untuk membangun potensi diri menjadi otonom dan
kreatif, agar kualitas kerja sama menjadi semakin kuat. Jika dorongan itu
berkembang, maka otomastis dinamika kehidupan sosial ke arah kemajuan
berkembang pula.

3
Kemudian, kesadaran moral juga berfungsi sebagai pengendali perilaku,
sedemikian rupa sehingga mampu berperilaku jujur menurut moralitas bersyukur
(ketika memperoleh sesuatu), bersabar (ketika mendapatkan ujian hidup) dan
berikhlas (ketika harus kehilangan). Sesungguhnya, kesadaran moral itu selalu ada
di dalam diri setiap orang. Hanya saja sering kali terhalang oleh nafsu negatif
yang mendorong suatu perbuatan yang dilakukan. Nafsu adalah baik, tetapi ketika
tidak terkontrol oleh akal dan tanpa pertimbangan rasa, maka lalu berubah
menjadi kejahatan. Kepada para penjahat, koruptor dan kawan-kawannya
sekalipun, jika ditanya “mengapa melakukan kejahatan korupsi ?” maka atas
kesadaran moralnya, jawaban mereka pasti juga tidak bisa menyutujui perbuatan
itu. Mereka cenderung menyesali perbuatan, tetapi kesadaran moral hanya bisa
dibentuk melalui kehidupan keluarga yang terdidik, kualitas pembelajaran di
sekolah dan kehidupan masyarakat yang berbudaya. Seluruh proses itu, kemudian
membentuk suatu kepribadian bermoral dan beretika di dalam hidup masyarakat.

Secara keseluruhan, sistem nilai adalah suasana moralitas manusia yang


harus dipertanggungjawabkan secara etis di sepanjang kehidupan. Di dalam
kehidupan bermasyarakat, setiap orang harus berpedoman pada norma-norma
etika, menurut kesadaran moral, karena mereka akan selalu diperhadapkan dengan
msalah hak dan kewajiban. Apakah karena hak, sesuatu itu dilakukan atau
sebaliknya karena telah menjalankan kewajiban lalu mendapatkan hak. Keduanya
mengandung nilai kebenaran sederajat. Pada keadaan mapan (stability), hak
mendahului kewajiban, tetapi pada titik dinamika bisa jadi kewajiban mendahului
hak.

Oleh sebab itu, hanya ada satu jalan rekontruksi sosial yaitu “revolusi
moral”, tentu melalui jalan pendidikan bukan melalui jalan pertumpahan darah.
Seluruh komponen pendidikan (formal, informal, dan non-formal) mutlak perlu
mengelola proses pembelajaran ke arah titik puncak piramida yaitu membangun
kesadaran moral. Karena, dengan kesadaran moral maka dunia menjadi dinamis
bergerak ke arah perilaku jujur, penuh kesyukuran, kebersamaan dan keilhlasan.
Jika kesadaran moral tumbuh, maka norma-norma etika dan aturan hukum positif
akan mudah ditaati oleh siapapun (terutama para pemimpin). Berarti pintu
gerbang kesejahteraan umum terbuka lebar.
4
Jadi, kesadaran moral memiliki kekuatan memposisikan dan
memdungsikan segala potensi individual untuk “social eforcement”, sedangkan
masyarakat difungsikan sebagai sistem proses mencapai kesejahteraan umum.
Oleh karena itu tidak perlu lagi terjadi saling menyudutkan antara paham
individualisme dan kolektivisme. Justru dengan kesadaran moral, kebebasan dan
kreativutas individual mendapat saluran yang tepat, dan sebaliknya kolektivisme
bisa mendapatkan jati dirinya di dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Hubungan antara kebutuhan hidup dengan bekerja dan karya manusia


serta keberadaan manusia di tengah lingkungan (masyarakat)

Dalam kehidupannya, manusia merasakan bahwa yang baik, benar dan


indah itu menyenangkan, membahagiakan sedangkan yang salah, buruk itu
mendatangkan kesedihan, membosankan dan kesusahan. Dalam kehidupannya
keseharian, manusia adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya
atau lebih dikenal dengan sebutan manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau makhlik yang lainnya. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja.

Dalam menjali kehidupannya manusia memerlukan kebutuhan. Untuk


memenuhi kebutuhannya itu, manusia hrus bekerja. Ada empat jenis kebutuhan
manusia yang harus dipenuhinya, yaitu:

 Kebutuhan ekonomi yang berhubungan materi yaitu berupa uang, pakaian,


perumahahn dan sebagainya.

 Kebutihan phisikis yang bersifat immaterial untuk kebutuhan kesehata,


untuk keselamatan rohani yang berhubungan dengan pendidikan, agama
dan sebagainya.

 Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan sebuah keluarga dan


memperoleh keturunan yaitu melalui perkawinan, berkeluarga.

 Kebutuhan pekerjaan yang bertujuan untuk mewujudkan ketiga kebutuhan


diatas.

5
Untuk memenuhi semua kebutuhan dasar tersebut. Selain manusia itu
harus bekerja, juga harus didukung dengan faktor yang lain, diantaranya yaitu:

 Kemauan bekerja keras.

 Kemampuan intelektual.

 Sarana penunjang

Kebutuhan manusia berdasarkan kebutuhan hukum juga termasuk dalam


budaya perilaku manusia yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Manusia
selalu menilai setiap keadaan yang dialaminya. Manusia selalu menghendaki nilai
yang baik, yang benar karen aitu yang dianggapnya sebagai pedoman hidupnya.
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan manusia lainnya. Untuk
membangun hubungan dengan manusia lainnya diperlukan aturan agar hubungan
itu tetap harmonis. Aturan yang bersumber dari sistem nilai itu disebut norma
hukum. Dasar nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu membuat nirma hukum itu
ditaati.

Hak yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh manusia sejak lahir disebut
dengan hak asasi manusia dan hak itu melekat tanpa ada yang bisa mencabutnya
selain Tuhan. Hak asasi itu juga dibagi atas hak individu dan hak sosial. Hak asasi
yang melekat pada manusia adalah untuk hidup dan berkembang, yaitu;

 Kebebasan hidup pribadi.

 Kebebasan beragama.

 Melakukan pernikahan.

Hak asasi yang melekat sebagai makhluk sosial yaitu hak ekonomi, sosial
dan budaya. Hak ini berhubungan dengan kebutuhab hidup tiap individu seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan. Selain dari hak yang sudah ada
pada manusia itu ada juga hak yang diberikan oleh undang-undang. Hak itu
berguna untuk mengatur agar manusia hidup teratur dan tidak berlaku semena-

6
mena kepada yang lain. Hak yang diberikan oleh undnag-undnag itu antara lain
adalah:

 Menjadi Pegawan Negeri Sipil, atau TNI atau POLRI.

 Memilih dalam Pemilihan Umum dan juga mempuyai hak untuk dipillih.

 Mendapatkan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan.

 Mendapatkan upah yang layak dalam bekerja.

Dalam memenuhi kebutuhan secara ekonnomi, mausia harus mempunyai


profesi salah satu contoh profesinya yaitu profesi hukum. Profesi hukum
merupakan salah satu dari sekelompok profesi yang lain. Profesi hukum
mempunyai ciri yang tersendiri, karena profesi ini bersentuhan langsung dnegan
kepentingan orang lain atau yang bisa disebut “klien”. Profesi hukum mempunyai
keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang lain yang terdapat dalam negara
Indonesia, misalnya Kehakiman, Kepolisian dan sebagainya. Profesi hukum
merupakan salah satu profesi yang menuntut nilai moral dan pengembangan. Nilai
moral merupakan kekuatan yang mendasari perbuatan luhur. Seorang profesioanal
hukum harus memiliki pengetahuan bidang hukum yang andal, sebagai penentu
bobot kualitas pelayanan hukum secara profesional kepada masyarakat.

Pada kenyataannya, ditengah-tengah masyarakat masih sering terjadi


penyalahgunaan profesi hukum oleh anggotanya sendiri. Penyalahgunaan dapat
terjadi karena adanya persaingan diantara para profesi hukum atau tidak adanya
disiplin diri. Kehadiran profesi hukum bertujuan untuk memberikan pelayanan
atau memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. Namun dalam kenyataanya
di Indonesia, profesi hukum ada yang bergerak di bidang pelayanan bisnis.
Kesadaran dan kepedulian sosial merupakan kriteria pelayanan umum profesional
hukum. Kepentingan masyarakat lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Nilai moral lebih ditonjolkan daripada nilai ekonomi.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesadaran moral mendorong terbentuknya keterkaitan sosial dalam bentuk


kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Atas kesadaran moral itulah
kemudian berfungsi menjadi satu wawasan bagi seluruh individu dalam
bermasyarakat. Kesadaran moral yang kuat mendorong kreativitas untuk
berproduksi secara terkendali menurut norma-norma etika ke arah terbentunya
kehidupan masyarakat berkeadilan. oleh sebab itu, moralitas dan etika tersebut
wajib ditanam dibina dan dikembangkan di dalam diri setiap individu melalui
pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan bermasyarakat. jika
berhasil, maka konflik kepentingan antara paham individualisme dan kolektivisme
justru menjadi energi sosial untuk mendorong pertumbuhan kehidupan
masyarakat berkeadilan. di dalam masyarakat berkeadilan, setiap individu
mendapat keleluasaan berdinamika untuk mengoptimalkan potensi dirinya
menjadi seorang individu berkepribadian ideal. Sebaliknya, dengan demikian
otomatis masyarakat menentukan jati dirinya yaitu sebagai suatu sistem
manajemen sosial.

Profesi hukum adalah bagian dari sistem peradilan yang berperan


membentu menyebarluaskan sistem yang dianggap ketinggalan zaman dan
penegakan hukum yang dianggap sudah tidak sesuai lagi.

Anda mungkin juga menyukai